Renstra Kolegium Obgin 2009
Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia
2010
Kolegium Obstetri Ginekologi Indonesia adalah pembina dan penentu
kebijakan pendidikan Dokter, Spesialis Obstetri Ginekologi dan Konsultan
serta memberi asupan materi pendidikan obstetri dan ginekologi di ;ngkat
S1 (re. Pasal 18, ayat 1, AD‐POGI);
Kolegium terdiri atas Guru Besar, Ketua Bagian Obstetri Ginekologi Fakultas
Kedokteran yang menyelenggarakan Program Pendidikan Dokter Spesialis
Obstetri Ginekologi, Ketua Program Studi Obstetri Ginekologi, dan Ketua
Himpunan Konsultan (re. Pasal 18, ayat 2, AD‐POGI);
Ketua Kolegium membentuk Pengurus Harian Kolegium, membuat
Organisasi Tata Laksana (Ortala), dan disahkan oleh Pengurus Besar (re.
Pasal 18, ayat 5, AD‐POGI).
Berbagai ketentuan tersebut diatas menunjukkan bahwa Kolegium
Obstetri Ginekologi Indonesia adalah unit organisasi di dalam POGI
yang mempunyai kewenangan untuk pengelolaan pendidikan profesi
obstetri ginekologi.
1
Re. ART‐POGI Pasal 35 ayat (5) :
Menetapkan kebijakan pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pendidikan
spesialis obstetri ginekologi;
Mewakili POGI dalam masalah pendidikan dokter spesialis;
Menetapkan kurikulum dan program studi baru;
Mengukuhkan kurikulum spesialis konsultan;
Menetapkan kebijakan dan pelaksanaan ujian nasional;
Memberikan ser;fikasi;
MendaUarkan program studi ke Depdiknas;
Kerjasama dengan badan terkait didalam dan di luar negeri;
Menetapkan Akreditasi RS Lahan Pendidikan;
Menyediakan publikasi untuk didiseminasikan kepada Spesialis
Obstetri Ginekologi serta mengembangkan informasi tentang
pendidikan Spesialis Obstetri Ginekologi termasuk data peserta dan
lulusan.
2
Terus menerus, ru;n
Kerjasama dengan badan terkait didalam dan di luar
negeri
Menyediakan publikasi untuk didiseminasikan kepada
Spesialis Obstetri Ginekologi serta mengembangkan
informasi tentang pendidikan Spesialis Obstetri
Ginekologi termasuk data peserta dan lulusan
Terjadwal, periodik
Menetapkan kebijakan pelaksanaan dan evaluasi
Terjadwal, sesuai
Menetapkan kebijakan dan pelaksanaan ujian nasional
Memberikan ser;fikasi
Mewakili POGI dalam masalah pendidikan dokter
kegiatan pendidikan spesialis obstetri ginekologi
spesialis
kebutuhan
Menetapkan kurikulum dan program studi baru
Mengukuhkan kurikulum spesialis konsultan
MendaUarkan program studi ke Kemdiknas
Menetapkan Akreditasi RS Lahan Pendidikan
3
Perbedaan kapasitas (ketersediaan berbagai sumber daya
manajemen) dari 13 senter pendidikan yang ada telah
menyebabkan perbedaan kemampuan untuk menerapkan
kurikulum standar pendidikan, serta kesulitan dalam penerapan
sistem modul. Hal ini berdampak pada perbedaan kemampuan
profesional dan kompetensi lulusan (Laporan Kolegium Obstetri
Ginekologi, Juli 2006‐Agustus 2009);
Perbedaan ketaatan dari 13 senter pendidikan yang ada terhadap
penerapan sistem modul telah menyebabkan ke;dakseragaman
dalam cara menilai pencapaian kemampuan dan kompetensi
lulusan serta cara melakukan kontrol yang benar terhadap proses
belajar‐mengajar (Laporan Kolegium Obstetri Ginekologi, Juli
2006‐Agustus 2009).
4
Penurunan Angka Kema;an Ibu di Indonesia yang rela;f lambat
(cenderung stagnan), serta disparitas antar wilayah yang semakin
melebar selama 15 tahun terakhir mencerminkan belum merata
dan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan reproduksi;
Perbedaan ketersediaan rumah sakit jejaring untuk pendidikan
Dokter, Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dan Dokter Spesialis
Obstetri Ginekologi Konsultan di se;ap senter pendidikan;
Perbedaan akses terhadap electronic library, akses internet dari
berbagai senter pendidikan yang ada;
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan di
bidang obstetri ginekologi yang berjalan sangat pesat memerlukan
penapisan agar pemanfaatannya dapat disesuaikan dengan
kebutuhan nyata di lapangan dan kemampuan untuk membeli
teknologi dimaksud.
5
Kolegium terbaik ditandai dengan komitmen POGI untuk terus menerus melakukan
peningkatan mutu pengelolaan pendidikan profesi obstetri ginekologi agar mampu
menghasilkan lulusan yang profesional dan kompeten untuk memecahkan masalah
kesehatan reproduksi nasional serta berkontribusi bagi pemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi obstetri ginekologi baik dalam tataran nasional maupun tataran regional.
Dokter, Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi
Konsultan bermutu ;nggi ditandai dengan keberhasilan lulus uji kemampuan profesional
dan kompetensi yang telah ditetapkan oleh Kolegium Obstetri Ginekologi Indonesia dalam
kurikulum pendidikan, serta diakui oleh peer group obstetry gynaecology di Regional Asia
Pasifik.
6
7
8
9
c. Data mengenai besaran biaya pendidikan sudah mulai dikumpulkan
namun belum selesai dianalisis (;dak ada uraian mengenai besaran
biaya pendidikan didalam Laporan Kolegium Obstetri Ginekologi
Indonesia, Juli 2006‐Agustus 2009). Kecukupan biaya operasional untuk
penyelenggaraan pendidikan di berbagai senter pendidikan menjadi isu
strategis yang memerlukan penanganan segera. Sehingga biaya yang
dibebankan kepada peserta didik dapat mencerminkan biaya yang
digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan dimaksud;
d. Log book kegiatan belajar‐mengajar belum dapat terlaksana secara
op;mal (;dak ada uraian mengenai penerapan log book didalam
Laporan Kolegium Obstetri Ginekologi Indonesia, Juli 2006‐Agustus
2009). Log book ini adalah alat pemantauan ;dak langsung untuk
menilai kecukupan dan kelengkapan kompetensi dari se;ap peserta
didik. Di dalam sistem modul pendidikan obstetri ginekologi yang harus
diimplementasikan di se;ap senter, log book dapat menunjukkan rincian
dan akuntabilitas kompetensi dari peserta didik.
10
e. Proyeksi kebutuhan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dan kapasitas
senter pendidikan:
Es;masi jumlah penduduk Indonesia pada 2014 adalah sebanyak
240.000.000 jiwa
Kebutuhan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi adalah 1:70.000
penduduk pada 2014 dibutuhkan sekitar 3.430 Dokter Spesialis
Obstetri Ginekologi
Jumlah Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi pada 2010 adalah
sebanyak 2.350 Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dalam
kurun waktu 4 tahun dibutuhkan tambahan 1.080 Dokter Spesialis
Obstetri Ginekologi
Kapasitas produksi 13 senter pendidikan adalah sebanyak 172
Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi per tahun dalam tempo 4
tahun akan dihasilkan 688 Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi
baru.
Es;masi kekurangan pada 2014 adalah sebanyak 392 Dokter
Spesialis Obstetri Ginekologi
10
11
12
* Upaya peningkatan jumlah lulusan dokter umum berada diluar k ewenangan Kolegium Obstetri Ginekologi Indonesia,
sedangkan upaya peningkatan kompetensi dokter umum dalam bidang obstetri ginekologi akan diuraikan di tempat lain.
13
14
c.
Maldistribusi Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dan Dokter Spesialis
Obstetri Ginekologi Konsultan, terutama di ;ngkat kabupaten, telah
menyebabkan:
Terhambatnya pelayanan rujukan di rumah sakit umum daerah
yang menyelenggarakan PONEK;
Terhambatnya akselerasi penurunan Angka Kema;an Ibu, yaitu
pencapaian target Millennium Development Goals 5 (dari 226
per 100.000 kelahiran hidup pada 2010, menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup pada 2015);
Disparitas derajat kesehatan reproduksi yang semakin dalam
dan semakin parah antar berbagai wilayah di Indonesia Barat
dan di Indonesia Timur.
14
Aceh
23
Pon;anak
16
Manado
40
Medan
153
Samarinda
25
Palu
10
Padang
39
Banjarmasin
28
Makassar
108
Pekanbaru
48
Total
69
Total
158
Batam
28
Jambi
19
Palembang
59
Pkl. Pinang
5
Bengkulu
7
Lampung
31
Total
Serang
Mataram
15
Kupang
5
86
565
Bandung
175
Semarang
160
DI Yogyakarta
58
Surakarta
55
Malang
80
Total
13
412
DKI Jakarta
Surabaya
Jayapura
216
1.395
Denpasar
110
Total
20
Aceh
1
Pon;anak
‐
Manado
4
Medan
8
Samarinda
‐
Palu
‐
Padang
3
Banjarmasin
1
Makassar
5
Pekanbaru
‐
Total
1
Total
9
Batam
‐
Jambi
‐
Palembang
5
Pk. Pinang
‐
Bengkulu
‐
Jayapura
‐
Lampung
‐
Mataram
‐
Kupang
‐
Total
‐
Total
Serang
17
‐
DKI Jakarta
20
Bandung
10
Semarang
6
DI Yogyakarta
20
Surakarta
2
Malang
2
Surabaya
10
Total
70
Denpasar
6
Aceh
1
Pon;anak
‐
Manado
1
Medan
7
Samarinda
‐
Palu
‐
Padang
3
Banjarmasin
1
Makassar
3
Pekanbaru
1
Total
1
Total
4
Batam
‐
Jambi
‐
Palembang
4
Pk. Pinang
‐
Bengkulu
‐
Jayapura
‐
Lampung
‐
Mataram
‐
Kupang
‐
Total
‐
Total
16
Serang
‐
DKI Jakarta
8
Bandung
12
Semarang
7
DI Yogyakarta
4
Surakarta
2
Malang
6
Surabaya
10
Total
49
Denpasar
6
Aceh
1
Pon;anak
‐
Manado
5
Medan
6
Samarinda
‐
Palu
‐
Padang
1
Banjarmasin
1
Makassar
‐
Pekanbaru
‐
Total
1
Total
5
Batam
‐
Jambi
‐
Palembang
7
Pk. Pinang
‐
Bengkulu
‐
Jayapura
‐
Lampung
‐
Mataram
2
Kupang
‐
Total
2
Total
15
Serang
‐
DKI Jakarta
8
Bandung
17
Semarang
4
DI Yogyakarta
2
Surakarta
4
Malang
7
Surabaya
9
Total
51
Denpasar
3
14
15
15
16
17
17
2010
Kegiatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
5. Penguatan jejaring ins;tusi pendidikan dokter
spesialis obstetri ginekologi dengan rumah sakit
lahan pendidikan
6. Penguatan kerjasama antara Kolegium Obstetri
Ginekologi Indonesia, POGI, IDI, MKKI, Kementerian
Pendidikan Nasional dan Kementerian Kesehatan
7. Penguatan kerjasama antara Kolegium Obstetri
Ginekologi Indonesia dengan regional/interna3onal
obstetry gynaecology peer group
8. Penyelenggaraan tupoksi Kolegium Obstetri
Ginekologi Indonesia (Re. Pasal 35, ayat (5), ART‐
POGI)
1. Konsolidasi internal untuk penyusunan uraian tugas
pengurus Kolegium Obstetri Ginekologi Indonesia
2. Membuat Renstra Kolegium Obstetri Ginekologi
Indonesia 2010‐2012
3. Membuat Rencana Kerja Kolegium Obstetri
Ginekologi Indonesia 2011
4. Pengembangan forum komunikasi pengurus
Kolegium Obstetri Ginekologi Indonesia;
19
2011
Kegiatan
1. Penyusunan kebijakan mutu penyelenggaraan
pendidikan Dokter, Dokter Spesialis Obstetri
Ginekologi dan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi
Konsultan
1
2
3
4
2. Penyusunan indikator mutu, standar prosedur
operasi, serta instruksi kerja terkait penyelenggaraan
program pendidikan Dokter, Dokter Spesialis Obstetri
Ginekologi dan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi
Konsultan
5
6
3. Membuat Rencana Kerja Kolegium Obstetri
Ginekologi Indonesia 2012
4. Penyelenggaraan tupoksi Kolegium Obstetri
Ginekologi Indonesia (Re. Pasal 35, ayat (5), ART‐
POGI)
7
8
9
10
11
12
20
2012
Kegiatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1. Sosialisasi kebijakan mutu, indikator, standar
prosedur operasional dan instruksi kerja ke seluruh
ins;tusi pendidikan
2. Penerapan modul pendidikan dan log book di
seluruh senter pendidikan
3. Membuat Rencana Kerja Kolegium Obstetri
Ginekologi Indonesia 2013
4. Penyelenggaraan tupoksi Kolegium Obstetri
Ginekologi Indonesia (Re. Pasal 35, ayat (5), ART‐
POGI)
21
12. Trajectory 2010-2012
1. Konsolidasi internal penyusunan uraian tugas pengurus KOGI;
2. Pengembangan forum komunikasi pengurus KOGI;
3. Penguatan jejaring institusi pendidikan dokter spesialis obstetri ginekologi;
4. Penguatan kerjasama antara Kolegium Obstetri Ginekologi Indonesia, POGI, IDI, Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Kesehatan.
1. Penyusunan kebijakan mutu penyelenggaraan pendidikan Dokter, Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dan
Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi Konsultan;
2. Penyusunan indikator mutu, standar prosedur operasi, serta instruksi kerja terkait penyelenggaraan program
pendidikan Dokter, Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi Konsultan;
1. Sosialisasi kebijakan mutu, indikator, standar prosedur operasional dan
instruksi kerja ke seluruh institusi pendidikan ;
2. Penerapan modul pendidikan dan log book di seluruh institusi pendidikan.
1. Penyelenggaraan program
pendidikan yang bermutu;
2. Biaya pendidikan yang
terjangkau.
2010
2011
2012
BEYOND
22
2010
Kolegium Obstetri Ginekologi Indonesia adalah pembina dan penentu
kebijakan pendidikan Dokter, Spesialis Obstetri Ginekologi dan Konsultan
serta memberi asupan materi pendidikan obstetri dan ginekologi di ;ngkat
S1 (re. Pasal 18, ayat 1, AD‐POGI);
Kolegium terdiri atas Guru Besar, Ketua Bagian Obstetri Ginekologi Fakultas
Kedokteran yang menyelenggarakan Program Pendidikan Dokter Spesialis
Obstetri Ginekologi, Ketua Program Studi Obstetri Ginekologi, dan Ketua
Himpunan Konsultan (re. Pasal 18, ayat 2, AD‐POGI);
Ketua Kolegium membentuk Pengurus Harian Kolegium, membuat
Organisasi Tata Laksana (Ortala), dan disahkan oleh Pengurus Besar (re.
Pasal 18, ayat 5, AD‐POGI).
Berbagai ketentuan tersebut diatas menunjukkan bahwa Kolegium
Obstetri Ginekologi Indonesia adalah unit organisasi di dalam POGI
yang mempunyai kewenangan untuk pengelolaan pendidikan profesi
obstetri ginekologi.
1
Re. ART‐POGI Pasal 35 ayat (5) :
Menetapkan kebijakan pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pendidikan
spesialis obstetri ginekologi;
Mewakili POGI dalam masalah pendidikan dokter spesialis;
Menetapkan kurikulum dan program studi baru;
Mengukuhkan kurikulum spesialis konsultan;
Menetapkan kebijakan dan pelaksanaan ujian nasional;
Memberikan ser;fikasi;
MendaUarkan program studi ke Depdiknas;
Kerjasama dengan badan terkait didalam dan di luar negeri;
Menetapkan Akreditasi RS Lahan Pendidikan;
Menyediakan publikasi untuk didiseminasikan kepada Spesialis
Obstetri Ginekologi serta mengembangkan informasi tentang
pendidikan Spesialis Obstetri Ginekologi termasuk data peserta dan
lulusan.
2
Terus menerus, ru;n
Kerjasama dengan badan terkait didalam dan di luar
negeri
Menyediakan publikasi untuk didiseminasikan kepada
Spesialis Obstetri Ginekologi serta mengembangkan
informasi tentang pendidikan Spesialis Obstetri
Ginekologi termasuk data peserta dan lulusan
Terjadwal, periodik
Menetapkan kebijakan pelaksanaan dan evaluasi
Terjadwal, sesuai
Menetapkan kebijakan dan pelaksanaan ujian nasional
Memberikan ser;fikasi
Mewakili POGI dalam masalah pendidikan dokter
kegiatan pendidikan spesialis obstetri ginekologi
spesialis
kebutuhan
Menetapkan kurikulum dan program studi baru
Mengukuhkan kurikulum spesialis konsultan
MendaUarkan program studi ke Kemdiknas
Menetapkan Akreditasi RS Lahan Pendidikan
3
Perbedaan kapasitas (ketersediaan berbagai sumber daya
manajemen) dari 13 senter pendidikan yang ada telah
menyebabkan perbedaan kemampuan untuk menerapkan
kurikulum standar pendidikan, serta kesulitan dalam penerapan
sistem modul. Hal ini berdampak pada perbedaan kemampuan
profesional dan kompetensi lulusan (Laporan Kolegium Obstetri
Ginekologi, Juli 2006‐Agustus 2009);
Perbedaan ketaatan dari 13 senter pendidikan yang ada terhadap
penerapan sistem modul telah menyebabkan ke;dakseragaman
dalam cara menilai pencapaian kemampuan dan kompetensi
lulusan serta cara melakukan kontrol yang benar terhadap proses
belajar‐mengajar (Laporan Kolegium Obstetri Ginekologi, Juli
2006‐Agustus 2009).
4
Penurunan Angka Kema;an Ibu di Indonesia yang rela;f lambat
(cenderung stagnan), serta disparitas antar wilayah yang semakin
melebar selama 15 tahun terakhir mencerminkan belum merata
dan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan reproduksi;
Perbedaan ketersediaan rumah sakit jejaring untuk pendidikan
Dokter, Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dan Dokter Spesialis
Obstetri Ginekologi Konsultan di se;ap senter pendidikan;
Perbedaan akses terhadap electronic library, akses internet dari
berbagai senter pendidikan yang ada;
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan di
bidang obstetri ginekologi yang berjalan sangat pesat memerlukan
penapisan agar pemanfaatannya dapat disesuaikan dengan
kebutuhan nyata di lapangan dan kemampuan untuk membeli
teknologi dimaksud.
5
Kolegium terbaik ditandai dengan komitmen POGI untuk terus menerus melakukan
peningkatan mutu pengelolaan pendidikan profesi obstetri ginekologi agar mampu
menghasilkan lulusan yang profesional dan kompeten untuk memecahkan masalah
kesehatan reproduksi nasional serta berkontribusi bagi pemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi obstetri ginekologi baik dalam tataran nasional maupun tataran regional.
Dokter, Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi
Konsultan bermutu ;nggi ditandai dengan keberhasilan lulus uji kemampuan profesional
dan kompetensi yang telah ditetapkan oleh Kolegium Obstetri Ginekologi Indonesia dalam
kurikulum pendidikan, serta diakui oleh peer group obstetry gynaecology di Regional Asia
Pasifik.
6
7
8
9
c. Data mengenai besaran biaya pendidikan sudah mulai dikumpulkan
namun belum selesai dianalisis (;dak ada uraian mengenai besaran
biaya pendidikan didalam Laporan Kolegium Obstetri Ginekologi
Indonesia, Juli 2006‐Agustus 2009). Kecukupan biaya operasional untuk
penyelenggaraan pendidikan di berbagai senter pendidikan menjadi isu
strategis yang memerlukan penanganan segera. Sehingga biaya yang
dibebankan kepada peserta didik dapat mencerminkan biaya yang
digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan dimaksud;
d. Log book kegiatan belajar‐mengajar belum dapat terlaksana secara
op;mal (;dak ada uraian mengenai penerapan log book didalam
Laporan Kolegium Obstetri Ginekologi Indonesia, Juli 2006‐Agustus
2009). Log book ini adalah alat pemantauan ;dak langsung untuk
menilai kecukupan dan kelengkapan kompetensi dari se;ap peserta
didik. Di dalam sistem modul pendidikan obstetri ginekologi yang harus
diimplementasikan di se;ap senter, log book dapat menunjukkan rincian
dan akuntabilitas kompetensi dari peserta didik.
10
e. Proyeksi kebutuhan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dan kapasitas
senter pendidikan:
Es;masi jumlah penduduk Indonesia pada 2014 adalah sebanyak
240.000.000 jiwa
Kebutuhan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi adalah 1:70.000
penduduk pada 2014 dibutuhkan sekitar 3.430 Dokter Spesialis
Obstetri Ginekologi
Jumlah Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi pada 2010 adalah
sebanyak 2.350 Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dalam
kurun waktu 4 tahun dibutuhkan tambahan 1.080 Dokter Spesialis
Obstetri Ginekologi
Kapasitas produksi 13 senter pendidikan adalah sebanyak 172
Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi per tahun dalam tempo 4
tahun akan dihasilkan 688 Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi
baru.
Es;masi kekurangan pada 2014 adalah sebanyak 392 Dokter
Spesialis Obstetri Ginekologi
10
11
12
* Upaya peningkatan jumlah lulusan dokter umum berada diluar k ewenangan Kolegium Obstetri Ginekologi Indonesia,
sedangkan upaya peningkatan kompetensi dokter umum dalam bidang obstetri ginekologi akan diuraikan di tempat lain.
13
14
c.
Maldistribusi Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dan Dokter Spesialis
Obstetri Ginekologi Konsultan, terutama di ;ngkat kabupaten, telah
menyebabkan:
Terhambatnya pelayanan rujukan di rumah sakit umum daerah
yang menyelenggarakan PONEK;
Terhambatnya akselerasi penurunan Angka Kema;an Ibu, yaitu
pencapaian target Millennium Development Goals 5 (dari 226
per 100.000 kelahiran hidup pada 2010, menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup pada 2015);
Disparitas derajat kesehatan reproduksi yang semakin dalam
dan semakin parah antar berbagai wilayah di Indonesia Barat
dan di Indonesia Timur.
14
Aceh
23
Pon;anak
16
Manado
40
Medan
153
Samarinda
25
Palu
10
Padang
39
Banjarmasin
28
Makassar
108
Pekanbaru
48
Total
69
Total
158
Batam
28
Jambi
19
Palembang
59
Pkl. Pinang
5
Bengkulu
7
Lampung
31
Total
Serang
Mataram
15
Kupang
5
86
565
Bandung
175
Semarang
160
DI Yogyakarta
58
Surakarta
55
Malang
80
Total
13
412
DKI Jakarta
Surabaya
Jayapura
216
1.395
Denpasar
110
Total
20
Aceh
1
Pon;anak
‐
Manado
4
Medan
8
Samarinda
‐
Palu
‐
Padang
3
Banjarmasin
1
Makassar
5
Pekanbaru
‐
Total
1
Total
9
Batam
‐
Jambi
‐
Palembang
5
Pk. Pinang
‐
Bengkulu
‐
Jayapura
‐
Lampung
‐
Mataram
‐
Kupang
‐
Total
‐
Total
Serang
17
‐
DKI Jakarta
20
Bandung
10
Semarang
6
DI Yogyakarta
20
Surakarta
2
Malang
2
Surabaya
10
Total
70
Denpasar
6
Aceh
1
Pon;anak
‐
Manado
1
Medan
7
Samarinda
‐
Palu
‐
Padang
3
Banjarmasin
1
Makassar
3
Pekanbaru
1
Total
1
Total
4
Batam
‐
Jambi
‐
Palembang
4
Pk. Pinang
‐
Bengkulu
‐
Jayapura
‐
Lampung
‐
Mataram
‐
Kupang
‐
Total
‐
Total
16
Serang
‐
DKI Jakarta
8
Bandung
12
Semarang
7
DI Yogyakarta
4
Surakarta
2
Malang
6
Surabaya
10
Total
49
Denpasar
6
Aceh
1
Pon;anak
‐
Manado
5
Medan
6
Samarinda
‐
Palu
‐
Padang
1
Banjarmasin
1
Makassar
‐
Pekanbaru
‐
Total
1
Total
5
Batam
‐
Jambi
‐
Palembang
7
Pk. Pinang
‐
Bengkulu
‐
Jayapura
‐
Lampung
‐
Mataram
2
Kupang
‐
Total
2
Total
15
Serang
‐
DKI Jakarta
8
Bandung
17
Semarang
4
DI Yogyakarta
2
Surakarta
4
Malang
7
Surabaya
9
Total
51
Denpasar
3
14
15
15
16
17
17
2010
Kegiatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
5. Penguatan jejaring ins;tusi pendidikan dokter
spesialis obstetri ginekologi dengan rumah sakit
lahan pendidikan
6. Penguatan kerjasama antara Kolegium Obstetri
Ginekologi Indonesia, POGI, IDI, MKKI, Kementerian
Pendidikan Nasional dan Kementerian Kesehatan
7. Penguatan kerjasama antara Kolegium Obstetri
Ginekologi Indonesia dengan regional/interna3onal
obstetry gynaecology peer group
8. Penyelenggaraan tupoksi Kolegium Obstetri
Ginekologi Indonesia (Re. Pasal 35, ayat (5), ART‐
POGI)
1. Konsolidasi internal untuk penyusunan uraian tugas
pengurus Kolegium Obstetri Ginekologi Indonesia
2. Membuat Renstra Kolegium Obstetri Ginekologi
Indonesia 2010‐2012
3. Membuat Rencana Kerja Kolegium Obstetri
Ginekologi Indonesia 2011
4. Pengembangan forum komunikasi pengurus
Kolegium Obstetri Ginekologi Indonesia;
19
2011
Kegiatan
1. Penyusunan kebijakan mutu penyelenggaraan
pendidikan Dokter, Dokter Spesialis Obstetri
Ginekologi dan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi
Konsultan
1
2
3
4
2. Penyusunan indikator mutu, standar prosedur
operasi, serta instruksi kerja terkait penyelenggaraan
program pendidikan Dokter, Dokter Spesialis Obstetri
Ginekologi dan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi
Konsultan
5
6
3. Membuat Rencana Kerja Kolegium Obstetri
Ginekologi Indonesia 2012
4. Penyelenggaraan tupoksi Kolegium Obstetri
Ginekologi Indonesia (Re. Pasal 35, ayat (5), ART‐
POGI)
7
8
9
10
11
12
20
2012
Kegiatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1. Sosialisasi kebijakan mutu, indikator, standar
prosedur operasional dan instruksi kerja ke seluruh
ins;tusi pendidikan
2. Penerapan modul pendidikan dan log book di
seluruh senter pendidikan
3. Membuat Rencana Kerja Kolegium Obstetri
Ginekologi Indonesia 2013
4. Penyelenggaraan tupoksi Kolegium Obstetri
Ginekologi Indonesia (Re. Pasal 35, ayat (5), ART‐
POGI)
21
12. Trajectory 2010-2012
1. Konsolidasi internal penyusunan uraian tugas pengurus KOGI;
2. Pengembangan forum komunikasi pengurus KOGI;
3. Penguatan jejaring institusi pendidikan dokter spesialis obstetri ginekologi;
4. Penguatan kerjasama antara Kolegium Obstetri Ginekologi Indonesia, POGI, IDI, Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Kesehatan.
1. Penyusunan kebijakan mutu penyelenggaraan pendidikan Dokter, Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dan
Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi Konsultan;
2. Penyusunan indikator mutu, standar prosedur operasi, serta instruksi kerja terkait penyelenggaraan program
pendidikan Dokter, Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi Konsultan;
1. Sosialisasi kebijakan mutu, indikator, standar prosedur operasional dan
instruksi kerja ke seluruh institusi pendidikan ;
2. Penerapan modul pendidikan dan log book di seluruh institusi pendidikan.
1. Penyelenggaraan program
pendidikan yang bermutu;
2. Biaya pendidikan yang
terjangkau.
2010
2011
2012
BEYOND
22