BAB I - BAB I III

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Di dalam masyarakat modern seperti sekarang ini dikenal dua macam cara berkomunikasi, yaitu komunikasi secara langsung dan komunikasi secara tidak langsung. Kegiatan berbicara dan mendengarkan, merupakan komunikasi secara langsung antara dua orang atau lebih, sedangkan kegiatan menulis dan membaca merupakan komunikasi tidak langsung. Keterampilan menulis sebagai salah satu cara dari empat keterampilan berbahasa, mempunyai peranan yang penting di dalam hidup kehidupan manusia karena tanpa memahami bahasa sangat susah untuk bergaul dalam kehidupan yang dijalani. Oleh sebab itu, manusia dituntut untuk mencari ilmu supaya mudah dalam bergaul dan mengerti bahasa terutama bahasa tulis. Dengan menulis seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan gagasan untuk mencapai maksud dan tujuannya.

  Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang paling akhir diajarkan setelah keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca. Dalam hal ini, penekanan yang lebih besar perlu dilakukan karena dalam menulis siswa dituntut untuk berpikir kreatif mengungkapkan pikiran, ide, dan gagasan. Dalam kegiatan menulis, ide dituangkan dalam bentuk kata-kata yang harus disusun menjadi suatu kalimat, kalimat demi kalimat disusun lagi dalam sebuah paragraf, kemudian paragraf demi paragraf disusun menjadi sebuah tulisan yang utuh. Tulisan yang utuh tersebut dikenal dengan karangan. Dalam karangan, hubungan kata demi kata, kalimat demi kalimat, dan paragraf demi paragraf harus berhubungan agar dimengerti oleh pembaca.

  Sebagai langkah pengembangan keterampilan menulis di Sekolah Dasar, siswa perlu diperkenalkan dengan berbagai jenis karangan. Jenis karangan tersebut antara lain: karangan deskripsi, karangan narasi, karangan persuasi, karangan eskposisi, dan karangan argumentasi. Dengan mempelajari berbagai jenis karangan, siswa diharapkan mampu menuangkan pikiran, ide, dan gagasan sesuai dengan perintah atau sesuai dengan jenis karangan.

  Salah satu langkah menulis karangan deskripsi adalah penulis memindahkan

kesan, pengamatan, dan perasaanya kepada pembaca. Sasaran yang ingin dicapai

penulis deskripsi adalah menciptakan daya khayal atau imajinasi pada pembaca,

seolah-olah pembaca melihat sendiri objek secara keseluruhan seperti yang

dialami secara fisik oleh penulisnya. Dalam pelaksanaan pembelajaran

keterampilan menulis karangan deskripsi ini, siswa masih menyimpang dari arah

dan tujuan, itu terlihat ketika siswa menulis ide atau gagasan yang tidak logis dan

tidak sistematis, sehingga hasilnya tidak memberikan penjelasan suatu pokok

pikiran kepada pembaca.

  Berdasarkan pengalaman penulis dan hasil pendapat umum, keterampilan

menulis merupakan salah satu keterampilan yang masih banyak terdapat kendala

dalam penerapannya di kelas, buktinya siswa kurang mampu menulis karangan

serta rendahnya penguasaan bahasa tulis secara sempurna. Mereka tidak mampu

menggunakan kata-kata yang sesuai dengan ketentuan dalam ejaan bahasa

Indonesia dengan benar. Mereka belum mampu mengarang dengan benar tanpa

ada hambatan. Metode yang digunakan dalam belajar mengarang sangat tidak

menarik sehingga banyak siswa yang tidak memahami tentang mengarang bahkan

siswa merasa bosan ketika proses belajar mengajar berlangsung. Pemilihan

metode yang tepat dapat dilakukan dengan mengetahui kelemahan dan

kekurangan yang banyak dilakukan siswa pada saat praktik menulis. Analisis

struktural dan semiotik merupakan metode yang tepat untuk digunakan sebagai

cara untuk mengetahui kelemahan siswa dalam menulis sehingga dalam proses

pembelajaran guru bisa memilih metode atau pendekatan yang tepat untuk

  

mengajarkan keterampilan menulis. Dalam lingkungan bermasyarakat banyak

siswa yang pandai berbicara atau berpidato, tetapi mereka masih kurang mampu

menuangkan gagasanya kedalam bentuk bahasa tulisan yang benar dan mudah

dimengerti oleh pembaca. Maka untuk bisa mengarang dengan baik, seseorang

harus mempunyai kemampuan untuk menulis. Kemampuan menulis dapat dicapai

melalui proses belajar dan berlatih.

  Dalam hal ini guru diharapkan dapat membantu kesulitan siswa dalam

menulis, seperti memahami struktur kalimat, pengembangan ide kalimat, serta

penulisan kalimat yang tidak gramatikal menyebabkan pesan yang dikandungnya

tidak jelas sehingga guru diwajibkan mampu memilih materi pelajaran, metode

atau pendekatan yang dapat membantu peserta didik mencapai keberhasilan.

Terkait dengan masalah di atas maka penulis merasa penting untuk melakukan

kajian terhadap siswa untuk mengetahui kemampuannya dalam menulis karangan

deskripsi. Hal ini dilakukan dengan cara menganalisis Struktur dan Semiotik

karangan deskripsi yang dihasilkan oleh siswa sehingga penulis dapat mengetahui

bentuk kesalahan apa saja yang sering dilakukaan. Hal tersebut diharapkan dapat

membantu guru mengetahui kelemahan siswa dan menentukan metode yang

terbaik untuk mengajarkan kemampuan menulis di sekolah.

  1.2. Rumusan Masalah Mencermati uraian sebagai mana dideskripsikan pada bagian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian dapat dirincikan sebagai berikut.

  (1) Bagaimanakah analisis struktural dan semiotik karangan deskripsi ? (2) Bagaimanakah implikasi analisis struktural dan semiotik karangan deskripsi terhadap keterampilan menulis di SD?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Setelah permasalahan dirumuskan, langkah berikutnya adalah menentukan tujuan yang akan dicapai. Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  (1) Mendeskripsikan analisis struktural dan semiotik karangan deskripsi,

  (2) Mengetahui implikasi analisis struktural dan semiotik karangan deskripsi terhadap keterampilan menulis di SD.

1.4 Kontribusi Penelitian

  Melalui penelitian ini, penulis mengharapkan banyak manfaat atau kegunaan

yang akan diperoleh. Terutama bagi siswa, guru, dan sekolah. Manfaat-manfaat

yang diperoleh sebagai berikut.

  1.4.1 Manfaat Teoretis Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk pengembangan teori pembelajaran menulis serta menambah kajian-kajian teoritis tentang menulis.

  1.4.2 Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswa, guru, sekolah, juga bagi peneliti, di antaranya sebagai berikut.

  (a) Bagi siswa.

  Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi diri untuk mengetahui kekurangan atau kesulitan dalam menulis karangan deskripsi, serta alternatif pemecahannya.

  (b) Bagi guru.

  Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi pembelajaran Bahasa Indonesia sekaligus sebagai alternatif pemecahan masalah dalam proses pembelajaran menulis, khususnya dalam pembelajaran menulis deskripsi.

  (c) Bagi sekolah.

  Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dalam upaya meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dalam rangka perbaikan pembelajaran di sekolah.

  (d) Bagi peneliti.

  Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam hal pembelajaran Bahasa Indonesia, serta meningkatkan kesiapan diri peneliti sebagai calon guru mata pelajaran Bahasa Indonesia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka (Penelitian Relevan)

  Berikut ini adalah penelitian-penelitian yang relevan dengan masalah

penelitian ini, dengan tujuan untuk melengkapi sekaligus memperkuat teori-teori

yang sudah dijelaskan sebelumnya. Penelitian-penelitian yang relevan tersebut

adalah sebagai berikut:

  1. “Analisis Struktur Dan Semiotik Terhadap Hikayat Bahtiar Sebagai

  

Alternatif Pembelajaran Sastra di SMA”(Suryana: 2005). Dalam penelitian ini

  Suryana mengkaji hikayat yang berjudul Bahtiar dan menggunakan pisau bedah struktural dan semiotik. Selama ini penelitian yang dilakukan banyak mengkaji tentang puisi dan cerpen sedangkan hikayat masih jarang yang melakukan penelitian. Ini disebabkan oleh bahasa dalam hikayat yang tergolong susah untuk dipahami oleh sisiwa. Hal ini mendorong peneliti untuk mengkaji hikayat dari segi strukturalnya sehingga memudahkan siswa dalam mengkaji hikayat tersebut. Kelemahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah kajian yang dilakukan kurang mendalam, karena peneliti mengalami kesulitan dalam bahasa. Hikayat umumnya menggunakan bahasa melayu sebagai bahasanya dan untuk menguasai sebuah hikayat maka penelitipun harus bisa dan mampu menguasai bahasa melayu.

  Kelebihan dalam penelitian ini terletak pada teori yang digunakan oleh peneliti. Untuk mengkaji sebuah karya sastra tidak lengkap tanpa menganalisis unsur instrinsiknya, jadi dalam penelitian ini sudah sangat tepat penggunaan teori struktural dan semiotik untuk mengkaji objek yang ingin diteliti. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas terletak pada objek kajiannnya. Pada penelitian di atas peneliti mengkaji sebuah hikayat sedangkan pada penelitian ini mengkaji tentang karangan deskriptif. 2. “ Pemaknaan Mutiara dalam Novel The Pearl Karya John Steinbeck:

  

Sebuah Pendekatan Semiotika” (Sriastuti,2007). Dalam penelitian ini digunakan

  teori strukturalisme untuk mengungkap struktur dari novel dan teori semiotika untuk mengungkap pemaknaan mutiara dalam novel ini. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2007 ini sebenarnya merupakan sebuah kajian semiotik terhadap sebuah novel yang berjudul The Pearl. Untuk mengkaji sebuah novel sudah seharusnya dilakukan melalui tahap awal yaitu mengkaji dari segi struktural baru mengarah ke kajian semiotik. Karena tanpa mengkaji struktur sebuah novel maka peneliti akan mengalami kesulitan dalam mengkaji novel tersebut menggunakan teori yang lainnya.

  Kelemahan novel ini terletak pada kajian strukturalnya yang kurang lengkap dan tajam, peneliti hanya mengupas sebagian unsur sehingga tampak kajian yang dilakukan tidak terlalu dalam. Hal ini berdampak pada tujuan utama peneliti yang ingin mengkaji novel tersebut dengan menggunakan kajian semiotik. Kelebihan dari penelitian ini adalah pendeskripsian data yang dilakukan oleh peneliti tampak sangat jelas karena menggunakan kajian semiotik yang mengkaji tentang sistem tanda. Dalam novel tersebut ditemukan banyak sistem tanda yang digunakan penulis sehingga menarik untuk dibedah.

  Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Ana Sriastuti terletak pada objek kajiannya, objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah karangan deskripsi sedangkan dalam penelitian Ana Sriastuti mengkaji Novel. Dan fokus utama penelitian ini mengkaji tentang struktural dan semiotik karangan deskripsi sedangkan penelitian sebelumnya memfokuskan penelitian pada kajian semiotik. 3. “Analisis Struktural dan Semiotik dalam Novel ‘Inda Nuqtati Al-Sifri

  

‛Perempuan Di Titik Nol ’ Karya Nawal Al- Sa‛Dawi” (Simbolon, 2010) ini

  membahas tentang struktural dan semiotik dalam novel tersebut. Adapun struktural. Terdiri atas tema , latar, alur, dan sudut pandang. Sedangkan semiotik terdiri atas ikon, indeks, simbol. Kelemahan yang terdapat pada penelitian di atas adalah unsur-unsur instrinsik yang dikaji kurang lengkap, misalnya dari segi gaya bahasa dan latar sehingga kajiannya kurang dalam dan lengkap. Sedangkan yang menjadi kelebihan pada penelitian ini adalah teori semiotik yang digunakan. Teori semiotik pada penelitian ini dibatasi hanya pada indeks, ikon dan simbol. Hal ini sudah cukup mewakili dari maksud peneliti untuk menemukan hal atau sesuatu yang ingin disampaikan penulis novel kepada pembaca.

  Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu adalah objek kajiannya, jika penelitian terdahulu banyak mengkaji tentang puisi, hikayat atau novel maka dalam penelitian ini dibahasa tentang karangan deskripsi yang dihasilkan oleh siswa SD. Diharapkan dalam penelitian ini dapat menemukan letak kekurangan dan kesulitan siswa dalam membuat karangan. Penelitian ini menggunakan teori struktural semiotik untuk mengkaji masalah. 4. “Analisis struktural-semiotik Roman la salamander Karya jean-

  

christophe rufin”(Kurniawati, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk:

  mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam roman La Salamandre yang berupa alur, penokohan, latar, dan tema dan keterkaitan antar unsur intrinsik tersebut. Dari hasil penelitiannya didapatkan lima alur campuran dengan lima tahap penceritaan. Penelitian memiliki tahapan-tahapan penelitian yang lengkap serta dalam menganalisis data peneliti secara rinci menyebutkan unsur-unsur pembangun dari roman tersebut. Namun yang menjadi kelemahannya adalah pada akhir penelitian hanya menemukan lima jenis alur sehingga kesimpulan akhir dari penelitian tersebut menjadi terlalu sempit.

  Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah objek yang akan dikaji. Dalam penelitian di atas, mengkaji struktur dan semiotik roman sedangkan dalam penelitian ini akan mengkaji karangan deskriptif dengan menggunakan teori struktural dan semiotik. Teori struktural dalam roman tentunya akan berbeda dengan struktural yang terdapat pada karangan deskriptif. Kalau di dalam roman mengkaji tentang tema, alur, setting, penokohan, amanat, sudut pandang dan gaya bahasa. Namun di dalam karangan deskriptif mengkaji tentang diksi, kalimat, dan EYD sehingga hal tersebut menjadi pembeda penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. 5. “ Analisis Struktural dan Intertekstual Puisi Toto Sudarto Bachtiar dengan

  

Puisi W.S Rendra yang bertema Kepahlawanan”( Mushaitir, 2012) . Dalam

penilitian ini dibahas pengkajian puisi berdasarkan teori struktural semiotik dan

pengkajian puisi dari segi hubungan intertekstualnya. Dapat disimpulkan bahwa

prinsip intertekstual itu sendiri merupakan salah satu sarana pemberian makna

  

kepada sebuah teks sastra (sajak). Sedangkan dalam penelitiannya Kurniawati

mengkaji novel dari segi struktural yaitu tema, alur, penokohan, setting, sudut

pandang, amanat dan gaya bahasa.

  Hal ini mengingat bahwa sastrawan itu menanggapi teks-teks lain yang

ditulis sebelumnya. Selain itu dapat dikatakan bahwa dalam menangggapi teks itu

penyair mempunyai pikiran-pikiran, gagasan-gagasan dan konsep estetik sendiri

yang ditentukan oleh horzon harapannya, yaitu pikiran-pikiran , konsep estetik

dan pengetahuan sastra yang dimilikinya. Penelitian yang dilakukan oleh

Mushaitir memiliki kelebihan pengkajian puisi berdasarkan intertekstualnya

sedangkan dalam penelitian yang penulis lakukan ialah mengkaji karangan

deskripsi dengan mengggunakan pisau bedah sturktural semiotik.

2.2 Definisi Operasional

  Berikut ini akan dideskripsikan istilah-istilah atau konsep yang merupakan pedoman dari penelitian ini. (1) Karangan Deskripsi Karangan deskripsi ialah karangan yang berusaha memberikan perincian atau

melukiskan dan mengemukakan objek yang sedang dibicarakan (seperti orang,

tempat, suasana, atau hal lain) dengan tujuan pembaca seolah-olah melihat,

mendengar, mencium, atau merasakan objek yang dilukiskan tersebut. Deskripsi

adalah suatu bentuk tulisan yang hidup dan berpengaruh. Karangan deskripsi

berhubungan dengan pengalaman pancaindera seperti penglihatan, pendengaran,

perabaan, penciuman, dan perasaan.

  Deskripsi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu obyek atau suatu hal sedemikian rupa, sehingga obyek itu seolah-olah berada di depan mata kepala pembaca, seakan-akan para pembaca melihatobyek itu. Deskripsi memberi satu citra mental mengenai sesuatu hal yang dialami, misalnya pemandangan, orang atau sensasi.

  Fungsi utama dari deskripsi adalah membuat para pembacanya melihat barang-barang atau obyeknya, atau menyerap kualitas khas dari barang-barang itu. Deskripsi membuat kita melihat yaitu membuat visualisasi mengenai obyeknya, atau dengan kata lain deskripsi memusatkan uraiannya pada penampakan barang. Dalam deskripsi kita melihat obyek garapan secara hidup dan konkrit, kita melihat obyek secara bulat.

  Misalnya kita akan membuat deskripsi tentang sebuahitu, dan beberapa aspek yang dapat dianalisis seperti : besarnya, materi konstruksinya, dan rancangan arsitekturnya. Demikian pula deskripsi suatu daerah pedesaan kurang bertalian dengan ciri-ciri studi topografis, tetapi lebih terfokus pada macam- macam keistimewaan umum, dan suasana lokal yang menarik. Karena sasaran yang dituju adalah memberi perhatian pada penampilan yang khas dari objeknya. Deskripsi lebih memberikan citra yang menarik mengenai objek itu. Deskripsi banyak kaitannya dengan hubungan pancaindera dan pencitraan, maka banyak tulisan deskripsi diklasifikasikan sebagai tulisan

  Tujuandeskripsi adalah membuat para pembaca menyadari dengan hidup apa yang diserap penulis melalui pancaindera, merangsang perasaan pembaca mengenai apa yang digambarkannya, menyajikan suatu kualitas pengalaman langsung. Objek yang dideskipsikan mungkin sesuatu yang bisa ditangkap dengan pancaindera kita, sebuah pemandangan alam, jalan-jalan kota, tikus-tikus selokan atau kuda balapan, wajah seseorang yang cantik molek, atau seseorang yang putus asa, alunan musik atau gelegar guntur, dan sebagainya.

  Paragraf deskripsi merupakan penggambaran suatu keadaan dengan kalimat- kalimat, sehingga menimbulkan kesan yang hidup. Penggambaran atau lukisan itu harus disajikan sehidup-hidupnya, sehingga apa yang dilukiskan itu hidup di dalam angan-angan pembaca.

  Deskripsi lebih menekankan pengungkapannya melalui rangkaian kata-kata. Walaupun untuk membuat deskripsi yang baik, penulis harus mengadakan identifikasi terlebih dahulu, namun pengertian deskripsi hanya menyangkut pengungkapa melalui kata-kata. Dengan mengenal ciri-ciri objek garapan, penulis dapat menggambarkan secara verbal obyek yang ingin diperkenalkan kepada para pembaca.

  Maka dapat disimpulkan bahwa paragraf deskripsi merupakan paragraf yang melukiskan suatu objek sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, dan merasakan hal-hal yang ditulis (2) Pengertian Struktural Menurut Pradopo (2005: 118), karya sastra merupakan sebuah struktur.

  Struktur di sini dalam arti bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik, saling menentukan. Jadi, kesatuan unsur- unsur dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hala- hal atau benda-benda yang terdiri sendiri-sendiri melainkan hal-hal itu saling terikat, saling terikat dan saling bergantungan. Dalam pengertian struktur ini (Pradopo, 2005: 118), terlihat adanya rangkaian kesatuan yang meliputi tiga ide dasar, yaitu ide kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri (self-regulation).

  Sedangkan strukturalisme itu pada dasarnya merupakan cara berfikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan atau deskripsi struktur- struktur. Menurut fikiran strukturalisme, dunia (karya sastra merupakan dunia yang diciptakan pengarang) lebih merupakan susunan hubungan dari pada susunan benda-benda. Oleh karena itu, kodrat tiap unsur dalam struktur itu tidak mempunyai makna dengan sendirinya, melainkan maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya yang terkandung dalam struktur itu. Dalam pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa struktural adalah unsur-unsur dan fungsi dalam struktur dan penguraian bahwa tiap unsur itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur. (3) Pengertian Semiotik

  Menurut Pradopo (2005: 121), semiotik merupakan sistem ketandaan yang berdasarkan atau ditentukan oleh konvensi (perjanjian masyarakat). Lambang-lambang atau tanda-tanda kebahasaan itu berupa satuan-satuan bunyi yang mempunyai arti konvensional masyarakat. Teori semiotik tidak terlepas dari kode-kode untuk memberi makna terhadap tanda yang ada dalam karya sastra. Kode-kode merupakan objek semiotik sebab kode-kode itu merupakan sistem-sistem yang mengatasi dan menguasai pengirim dan penerima tanda atau manusia pada umumnya (Pradopo, 1995: 26).

  Teori semiotik memperhatikan segala faktor yang ikut memainkan peranan dalam komunikasi, seperti faktor pengirim tanda, penerimaan tanda, dan struktur tanda itu sendiri. Berdasarkan penjelasan di atas diketahui karya sastra itu merupakan struktur bermakna. Hal ini mengingat bahwa karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna. Dalam usaha menangkap, memberi, dan memahami makna yang terkandung didalam karya sastra, pembacalah yang sangat berperan. Karya sastra tidak akan mempunyai makna tanpa ada pembaca yang memberikan makna kepadanya. Jadi berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa teori semiotik adalah teori yang membahas tentang makna sistem tanda dalam suatu karya sastra. Tapi tidak menutup kemungkinan untuk mengkaji sistem tanda yang terdapat dalam karangan atau tulisan yang lain. (4) Pengertian Menulis

  Menulis adalah suatu aktivitas komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Ujudnya adalah berupa tulisan yang terdiri dari rangkaian huruf yang bermakna dengan segala kelengkapannya, seperti ejaan, dan tanda baca. Menulis juga merupakan suatu proses penyampaian gagasan, pesan, sikap, dan pendapat kepada pembaca dengan lambang bahasa yang dapat dilihat dan di-sepakati bersama oleh penulis dan pembaca (Akhadiyah,1997:1.3). Menurut Takala (dalam Ahmadi, 1990: 24), membuat ringkasan menulis seperti berikut ini. Menulis adalah suatu proses menyusun, mencacat, dan meng-komunikasikan makna dalam tataran ganda, bersifat interaktif dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan sistem tanpa konvensional yang dapat dilihat atau dibaca. Lebih lanjut, JN Hook (dalam Ahmadi,1989:325) menyatakan bahwa menulis merupakan suatu medium yang penting bagi ekspresi diri, untuk ekspresi bahasa, dan untuk menemukan makna. Lebih luas, Murray (dalam Ahmadi,1989:3) mengemukakan bahwa menulis adalah proses berpikir yang berkesinambungan, mencobakan, dan mengulas kembali.

  Menulis merupakan proses penuangan ide dalam bentuk tertulis. Substansi retorika menulis adalah penalaran yang baik. Ini berarti bahwa sebelum atau saat setelah menuangkan gagasan, pikiran, dan perasaan secara tertulis diperlukan keterlibatan proses berpikir. Menulis dalam pembelajaran merupakan aktivitas yang menggunakan proses berpikir.

  Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian menulis dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan proses berpikir yang mempunyai sejumlah esensi yaitu mengingat, menghubungkan, memprediksi, mengorganisasikan, membayangkan, memonitor, mereview, mengevaluasi dan menerapkan. Sehingga dengan proses berpikir tersebut akan terwujud suatu tulisan yang berkualitas. (5) Hakikat Pembelajaran Keterampilan Menulis

  Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia mempunyai fungsi yang sejalan dengan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa rasional dan bahasa negara. Ada lima fungsi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, yaitu sebagai sarana (1) pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa, (2) peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (3) peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (4) penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah, (5) pengembangan penalaran (Depdikbud, 2003:76). Hakikat pembelajaran keterampilan berbahasa memang berorientasi pada pelatihan penggunaan bahasa dan pada siswa sebagai subyek belajar. Tujuan primer pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia adalah peningkatan kemampuan siswa dalam penggunaan bahasa Indonesia untuk berbagai tujuan, keperluan dan keadaan (Budinuryanto dkk, 1998:141). Hal tersebut sesuai dengan salah satu rambu pembelajaran bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal itu dikemukakan di dalam kurikulum (Depdikbud, 1993b:21).

  Orientasi pada pelatihan penggunaan bahasa ditandai oleh adanya kegiatan yang secara langsung melatih siswa berbahasa yang mendominasi sebagaian besar waktu belajar. Sedikitnya, dua pertiga dari waktu belajar digunakan berlatih berbahasa (Budinuryanta dkk, 1998:105).

  Dalam kegiatan menulis, siswa perlu disadarkan bahwa ada berbagai kemungkinan cara penataan atau penyusunan kata. Oleh karena itu, penting sekali siswa mendapat kesempatan saling membaca hasil tulisan sesama teman. Dalam kegiatan menulis termasuk kegiatan menemukan kesalahan dalam menulis (dalam berbagai bidang: ejaan, tanda baca, kelengkapan dan kejelasan kalimat, pemilihan kata) dan cara memperbaikinya. Kegiatan yang mendukung peningkatan keterampilan menulis adalah kegiatan banyak membaca.

  Semi (1990:8) berpendapat penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Kemampuan membaca dan menyimak memberi tiga ke-untungan bagi kemampuan menulis, yaitu (1) dapat memperoleh ide, memperkaya ide dari berbagai sumber informasi, (2) dapat mengetahui selera pembaca ; (3) dapat belajar menulis dengan jalan pintas. Orang tidak mungkin menjadi penulis yang baik bila sebelumnya tidak memiliki kemampuan membaca dan menyimak yang baik. Se-lain itu, kegiatan menulis sama sekali tidak dipisahkan dengan kegiatan membaca dan menyimak (Semi, 1990:8-9).

  Kegiatan menulis dapat dipadukan dengan kegiatan membaca, misalnya melanjutkan isi teks yang belum selesai, merangkai sejumlah kalimat yang belum tertata secara urut dan runtut sehingga menjadi paragraf yang baik atau menata kembali urutan paragraf. Proses menulis terdiri dari tiga tahap yaitu tahap prapenulisan, penulisan, dan revisi. Ketiga tahap tersebut menunjukkan kegiatan utama yang berbeda. Akan tetapi, dalam praktiknya, ketiga tahap penulisan itu tidak dapat dipisahkan secara jelas, dan sering bertumpang tindih.

  Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang kedua setelah berbicara dalam komponen pembelajaran penggunaan. Pembelajaran menulis merupakan pembelajaran keterampilan penggunaan bahasa Indonesia dalam bentuk tertulis. Keterampilan ini merupakan hasil dari keterampilan menyimak, berbicara dan membaca. Dalam pembelajaran menulis perlu diperhatikan prinsip–prinsip pembelajarannya yang meliputi: (1) menulis tidak dapat dipisahkan dari membaca. Pada jenjang pendidikan dasar pembelajaran menulis dan membaca terjadi serempak, (2) pembelajaran menulis adalah pembelajaran disiplin berpikir dan disiplin berbahasa, (3) pembelajaran menulis adalah pembelajaran tata tulis atau ejaan bahasa Indonesia, dan (4) pembelajaran menulis berlangsung secara berjenjang bermula dari menyalin sampai dengan menulis ilmiah. (6) Tahap-Tahap Menulis Deskripsi

  Keterampilan menulis sebagai suatu proses pada dasarnya dapat melalui beberapa tahapan, yaitu merencanakan, menulis konsep, dan memperbaiki konsep. Merencanakan tulisan mencakup penentuan topik yang akan dibahas, penentuan tujuan tulisan, membuat garis-garis besar yang akan ditulis, dan pengumpulan data. Penulisan konsep mencakup masalah pengembangan topik menjadi paragraf yang baik kemudian melakukan perbaikan konsep yang salah (Cahyani, 2002:129). Pendapat lain dikemukakan oleh Resmini (2002) bahwa menulis dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu prewriting, drafting, revising, editing, dan publishing. (a) prewriting

  Pada tahap prewriting, siswa berusaha mengemukakan apa yang akan mereka tulis, memilih tema, dan menentukan topik tulisan melalui kegiatan penjajagan ide atau dapat juga melalui observasi dan membaca buku.

  (b) drafting

  Pada tahap drafting, dilakukan pemberian chart sebagai media untuk memudahkan siswa menuangkan idenya secara tidak ragu-ragu karena pada tahap selanjutnya teks akan disusun, diperbaiki, diubah, dan disusun ulang. (c) revising

  Pada tahap revising siswa melihat kembali tulisannya untuk selanjutnya menambah, mengganti, atau menghilangkan sebagian ide berkaitan dengan penggarapan struktur cerita yang telah disusunnya. (d) editing

  Tahap editing merupakan tahap penyempurnaan tulisan cerita yang dilakukan sebelum publikasi. Pada tahap ini siswa menyusun kembali tulisan yang telah dibuatnya melalui pengerjaan chart sehingga menjadi sebuah karangan yang utuh. Pada saat yang sama siswa juga melakukan perbaikan yang berkaitan dengan ejaan. (e) publishing Pada tahap publishing, siswa mempublikasikan hasil tulisannya melalui kegiatan berbagi hasil tulisan (sharing). Kegiatan ini dapat dilakukan di antaranya melalui kegiatan penugasan siswa untuk membacakan hasil karangan di depan kelas. (7) Model pembelajaran menulis deskripsi

  Dengan memperhatikan tahap-tahap menulis, maka dapat disusun salah satu contoh model menulis deskripsi bagi siswa Sekolah Dasar sebagai berikut.

  1. Tujuan Pembelajaran Siswa dapat mendeskripsikan benda-benda secara tertulis.

  2. Media Pembelajaran Lingkungan di sekitar kelas.

  3. Pengaturan Ruang Kelas Tempat duduk diatur berkelompok dengan anggota maksimal 5 orang.

  4. Metode/Langkah-Langkah Pembelajaran a. Siswa memilih tema yang akan ditulis.

  b. Siswa membuat draf awal.

  c. Guru membimbing siswa untuk merevisi draf awal.

  d. Guru membimbing siswa berdiskusi berkaitan dengan revisi draf awal.

  e. Guru membimbing siswa untuk mempublikasikan tulisan yang telah ditulisnya melalui kegiatan sharing.

  5. Prosedur

  a. Siswa secara berkelompok diminta mengamati benda-benda yang berada di dalam atau di luar kelas.

  b. Siswa diminta membayangkan kalau menjadi benda yang diamatinya.

  c. Siswa diminta menuliskan karakteristik benda tersebut.

  d. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya di dalam kelas.

  e. Siswa yang lain memberikan penilaian kepada siswa yang tampil.

2.3 Kerangka Teori

2.3.1 Teori Struktural-Semiotik

  Teori Struktural-Semiotik merupakan penggabungan dua teori strukturalisme dan teori semiotik. Strukturalisme dan semiotik itu berhubungan erat, semiotik itu merupakan perkembangan strukturalisme. Melalui puisi, seseorang ingin mencurahkan segala isi hatinya. Isi hati tersebut tidak hanya berupa perasaan, tetapi juga pikiran, sikap, dan harapan penulis terhadap objek yang sedang dihayatinya.

  Dalam struktur itu unsur-unsur itu tidak mempunyai makna dengan sendirinya tetapi maknanya ditentukan oleh saling hubungannya dengan unsur- unsur lainnya dan keseluruhan atau totalitasnya.

  Makna unsur-unsur karya sastra itu hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya sastra. Antara unsur karya sastra itu ada koherensi atau pertautan erat. Unsur-unsur itu tidak otonom, tetapi merupakan bagian dari situasi yang rumit, dan hubungannya dengan bagian lain unsur-unsur itu mendapatkan maknanya. Akan tetapi, analisis berdasarkan teori strukturalisme murni, yaitu hanya menekankan otonom karya sastra, mempunyai keberatan juga. Strukturalisme murni mempunyai kelemahan sebagai berikut: 1. melepaskan karya sastra dari kerangka sejarah sastra, 2. mengasingkan karya sastra dari rangka sosial budayanya.

  Hal ini disebabkan analisis struktural itu merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, tidak memerlukan pertolongan dari luar struktur. Padahal karya sastra itu tidak terlepas dari situasi kesejarahannya dan kerangka sosial. Disamping itu peranan pembaca dalam pemberi makna dalam interpretasi karya sastra tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, menganalisis karya sastra, selain berdasarkan strukturalisme diperlukan juga analisis berdasarkan teori lain yang sesuai dengan teori ini yaitu teori semiotik. Teori sastra yang memahami karya sastra sebagai tanda yaitu semiotik. Karya sastra merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna. Karena sastra (karya sastra) merupakan sistem tanda yang lebih tinggi (atas) kedudukannya dari bahasa, maka disebut sistem semiotik tingkat kedua.

  Karya sastra merupakan struktur yang kompleks sehingga untuk memahami sebuah karya sastra diperlukan penganalisisan. Penganalisisan tersebut merupakan usaha secara sadar untuk menangkap dan memberi muatan makna kepada teks sastra yang memuat berbagai sistem tanda. Seperti yang dikemukakan oleh Saussure bahwa bahasa merupakan sebuah sistem tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna (Nurgiyantara, 2002: 39). Bahasa tak lain adalah media dalam karya sastra. Karena itu karya sastra merupakan sebuah struktur ketandaan yang bermakna (Kaswadi, 2006: 123). Tidak terkecuali pada teks sastra yang berbentuk puisi, maka untuk pemahaman makna pada puisi menggunakan kajian struktural yang tidak dapat dipisahkan dengan kajian semiotik yang mengkaji tanda-tanda. Hal ini sejalan dengan pendapat Pradopo (1987: 108) yang mengemukakan bahwa analisis struktural tidak dapat dipisahkan dengan analisis semiotik. Karena semiotik dan strukturalisme adalah prosedur formalisasi dan klasifikasi bersama-sama. Keduanya memahami keseluruhan kultur sebagai sistem komunikasi dan sistem tanda dan berupaya ke arah penyingkapan aturan-aturan yang mengikat. Analisis tanda sebagai hasil proses-proses sosial menuju kepada sebuah pembongkaran struktur-struktur dalam yang mengemudikan setiap komunikasi (Stiegler, 2001). Hal ini menandakan bahwa sistem tanda dan konvensinya merupakan jalan dalam pembongkaran makna, tanpa memperhatikan sistem tanda maka struktur karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara keseluruhan.

  Munculnya kajian struktural semiotik ini sebagai akibat ketidakpuasan terhadap kajian struktural yang hanya menitikberatkan pada aspek intrinsik, semiotik memandang karya sastra memiliki sistem tersendiri. Karena itu, muncul kajian struktural semiotik untuk mengkaji aspek-aspek struktur dengan tanda- tanda (Endraswara, 2003: 64) sehingga dapat dikatakan bahwa kajian semiotik ini merupakan lanjutan dari strukturalisme. Menurut Hawkes dalam Najid (2003: 42) Strukturalisme adalah cara berpikir tentang dunia yang menekankan pada persepsi struktur dan deskripsi struktur. Jadi, yang menjadi konsep dasar teori strukturalisme adalah adanya anggapan bahwa di dalam dirinya sendiri karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berjalinan (Pradopo dkk dalam Jabrohim, 2003: 54). Anggapan teori strukturalisme yang memandang bahwa struktur itu harus lepas dari unsur lain memunculkan adanya kajian semiotik. Karena kajian semiotik juga tidak dapat sepenuhnya lepas dari struktur maka kajian ini akhirnya disebut dengan kajian struktural semiotik.

  Semiotik sendiri berasal dari kata Yunani “semeion”, yang berarti tanda. Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistam tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda (van Zoest, 1993: 1). Lebih lanjut Preminger (Pradopo, 2003: 19) semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.

  Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan sebagainya (Nurgiyantoro, 2002: 40).

  Dengan studi interdisipliner ini, teori strukturalisme dapat menggunakan pendekatan ekstrinsik karena mengaitkan dengan teori feminisme. Hal ini sejalan dengan pernyataan Darma (2004: 85) strukturalisme dapat menggunakan pendekatan ekstrinsik, jika strukturalisme digunakan sebagai studi interdisipliner. Mengaitkan antara sastra dengan antropologi, sosiologi, sejarah, psikologi, maupun bidang kajian sastra yang lainnya. Sedangkan feminisme adalah bagian dari pendekatan sosiologi sastra.

  Konsep semiotik yang disampaikan oleh Saussure adalah bahasa merupakan sistem tanda yang mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna. Bahasa sebagai sistem tanda tersebut mewakili dua unsur (diadik) yang tak terpisahkan: signifier dan signified, signifiant dan signifie, atau penanda dan petanda.

  Wujud penanda dapat berupa bunyi-bunyi ujaran atau huruf-huruf tulisan, sedangkan petanda adalah unsur konseptual, gagasan, atau makna yang terkandung dalam penanda tersebut (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2002: 43).

  Penanda dan petanda merupakan konsep Saussure yang terpenting, sedangkan konsep Saussure yang lain adalah: a. Parole dan Langue

  Perbedaan antara ekspresi kebahasaan (parole, speech, utterance) dan sistem pembedaan diantara tanda-tanda, sistem yang digunakan oleh semua orang

  (langue, language). Parole bersifat konkret yang kemudian membentuk sistem bahasa yang bersifat abstrak yaitu langue.

  b. Paradigmatik dan Sintagmatik Hubungan sintagmatik bersifat linier, sedangkan hubungan paradigmatik merupakan hubungan makna dan perlambangan, hubungan asosiatif, pertautan makna, antara unsur yang hadir dengan yang tidak hadir. Menurut Nurgiyantoro (2002: 47) kajian paradigmatik berupa konotasi, asosiasi-asosiasi yang muncul dalam pikiran pembaca, dikaitkan dengan teori fungsi puitik. Jadi, kata-kata yang mengandung unsur kesinoniman (hubungan paradigmatik) maupun kesejajaran sintaksis hubungan linier, hubungan sintagmatik bentuk yang dipilih dalam puisi tersebut adalah bentuk yang paling tepat.

  Pilihan bahasa yang berunsur puitik yang berupa kata-kata (paradigmatik), biasanya berkaitan dengan ketepatan unsur-unsur bunyi (asosiasi), aliterasi, asonansi, rima, ketepatan bentuk dan juga makna (Nurgiyantoro, 2002: 49).

  c. Diakroni dan Sinkroni Diakronis mengkaji bahasa dalam perkembangan sejarah, dari waktu ke waktu, studi tentang evolusi bahasa, studi mengenai elemen-elemen individual pada waktu yang berbeda. Adapun sinkroni mengkaji bahasa pada masa tertentu, hubungan elemen-elemen bahasa yang saling berdampingan.

  Kajian semiotik menggunakan dua model pembacaan sebagai berikut.

  1.Pembacaan Heuristik Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur kebahasaan atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama.

  Yang dilakukan dalam pembacaan ini antara lain menerjemahkan atau memperjelas arti kata-kata dan sinonim-sinonim.

  Pembacaan heuristik pada puisi dapat dilakukan dengan parafrase dengan menggunakan bahasa yang lebih logis (pemaknaan yang sesuai dengan sintaksis/ tata bahasa). Hal itu dapat dilakukan dengan cara memberikan sisipan kata atau sinonim kata-katanya yang dapat diletakkan dalam tanda kurung. Struktur kalimat dapat disesuaikan pula dengan kalimat baku.

  2. Pembacaan Hermeneutik Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan yang dilakukan secara berulang- ulang (retroaktif) atau berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua (konvensi sastra). Hal itu dilakukan untuk memperoleh daya interpretasi yang baik dalam mengungkapkan bahasa puisi yang lebih luas menurut maksudnya. Pembacaan hermeneutik ini berkaitan dengan konvensi sastra yang memberikan makna itu di antaranya konvensi ketaklangsungan ekspresi puisi (Riffaterre dalam Jabrohim, 2003: 97). Ketaklangsungan ekspresi puisi mencakup tiga hal (Endraswara, 2003: 66).

  a. Penggantian arti (displacing of meaning) Penggantian arti ialah adanya pemakaian bahasa kias, seperti metafora, personifikasi, alegori, metonimia, dan sebagainya. Misal: “bumi ini perempuan jalang” (Dewa Telah Mati karya Chairil Anwar) berupa metafora ini membandingkan antara bumi dengan perempuan jalang (liar), berarti penyair ingin menyampaikan betapa “kejamnya” bumi ini.

  b. Penyimpangan arti (distorting of meaning) Penyimpangan arti muncul karena tiga hal, yaitu: Ambiguitas, kontradiksi, nonsence. Berikut merupakan penjelasannya masing-masing.

  1) Ambiguitas, muncul disebabkan oleh pemakaian bahasa sastra yang multimakna. Misal: “mengembara di negeri asing” (Doa karya Chairil Anwar) jelas melukiskan ambigu makna, yakni suasana bingung, tidak jelas, kabur, dan sunyi. 2) Kontradiksi, berupa perlawanan situasi. Misal: “serasa hidup dan mati, hidup di dunia seperti di neraka jahanam” 3) Nonsence, kata-kata yang secara lingual tidak bermakna karena adanya permainan bunyi. Misal: “pot pot pot” (Amuk karya Sutardji Calzoum Bachri) c. Penciptaan arti (creating of meaning)

  Penciptaan arti disebabkan oleh pemanfaatan bentuk visual, misal: enjambemen, persajakan, homologues (persejajaran bentuk maupun baris), dan tipografi. Misal: puisi Tragedi Sihka dan Winka.

  Hal ini mengisyaratkan bahwa Sistem tanda pada puisi mempunyai makna berdasarkan konvensi-konvensi sastra. Konvensi-konvensi puisi tersebut antara lain: konvensi kebahasaan (bahasa kiasan, sarana retorika, dan gaya bahasa), konvensi yang menunjukkan ketaklangsungan ekspresi puisi (penyimpangan arti, penggantian arti, dan penciptaan arti), konvensi visual (bait, baris sajak, enjambemen, rima, tipografi, dan homologue (Jabrohim, 2003: 70).

2.3.2 Diksi dan Bahasa Kiasan

2.3.2.1 Diksi

  Diksi merupakan pemilihan kata yang tepat, padat, dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca. Diksi dalam puisi dapat menggunakan makna denotatif maupun makna konotatif.

  Diksi dan pola kalimat merupakan unsur-unsur struktur sintaktik. Penyair harus cermat dalam memilih kata. Kata-kata dipilih dengan mempertimbangkan makna, komposisi bunyi rima dan iramanya, serta kedudukan katanya di tengah kata lain dan keseluruhan tulisan. Tiap kata jadi memiliki makna. Tiap kata menjadi konkrit dan khusus, atau abstrak dan umum (Luxemburg dkk., 1989: 192). Diksi puitis, menurut Waluyo dalam Kurnia (2000) mengalami penyimpangan bahasa yaitu dengan ciri-ciri berikut. 1) Penyimpangan semantis

  Makna puitis berjumlah banyak, tidak hanya mewakili satu makna, tidak selalu sama dengan makna kata sehari-hari, serta tidak dikonotasikan sama oleh para penyair. Kata sungai akan berarti bencana bagi penyair dari daerah banjir. Tapi jadi bermakna rejeki bagi penyair yang hidup di wilayah penangkap ikan dan penambang sungai.

  Goenawan Mohamad, dalam Sajak New York melihat “bulan”: . . . . dari

  

hutan Manhattan/ ia lari / ke Central Park hitam / meluncur, / di arena es, /

ketika daun mapel / memainkan orkes. Dalam sajak ini, “bulan” bagai orang yang