BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kultur Jaringan - G. HANDAYANI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kultur Jaringan

  Kultur jaringan (tissue culture) adalah suatu teknik mengisolasi bagian-bagian tanaman (sel, sekelompok sel, jaringan, organ, protoplasma, tepung sari, ovari dan sebagainya), ditumbuhkan secara tersendiri, dipacu untuk memperbanyak diri, akhirnya diregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap yang mempunyai sifat sama seperti induknya dalam suatu lingkungan yang aseptik (bebas hama dan penyakit). Selanjutnya teknik ini juga disebut kultur in vitro (in vitro culture) yang artinya kultur di dalam wadah gelas (Wattimena dkk, 1992). Dasar pengembangan kultur jaringan adalah totipotensi. Totipotensi merupakan potensi suatu sel untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang lengkap. Setiap sel akan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap dan utuh apabila ditempatkan pada kondisi yang sesuai (Kumar dkk, 2011).

  Tahapan kultur jaringan meliputi inisiasi, multiplikasi, perpanjangan dan induksi akar (pengakaran), dan aklimatisasi. Kegiatan inisiasi meliputi persiapan eksplan, sterilisasi eksplan hingga mendapatkan eksplan yang bebas dari mikroorganisme kontaminan. Multiplikasi merupakan tahap perbanyakan eksplan dengan subkultur (pemindahan eksplan dalam media baru yang berisi Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)) secara berulang-ulang untuk mempertahankan stok bahan tanaman (eksplan). Pengakaran merupakan kegiatan terakhir sebelum planlet dipindahkan ke kondisi luar. Aklimatisasi ialah proses

  5 pemindahan/pengadaptasian planlet dari kondisi in vitro ke kondisi luar/lapangan (Kumar dkk, 2011).

2.1.1 Manfaat Kultur Jaringan

  Menurut Darmono (2003); Hendaryono dan Wijayani (1994) manfaat yang bisa didapatkan dari kultur jaringan adalah sebagai berikut : a.

  Bibit dapat diperbanyak dalam jumlah besar dan relatif cepat.

  b.

  Bibit unggul, cepat berbuah serta tahan hama dan penyakit.

  c.

  Seragam atau sama dengan induknya, tetapi dapat juga menimbulkan keberagaman.

  d.

  Efisiensi tempat dan waktu.

  e.

  Tidak tergantung musim, dapat diperbanyak secara kontinyu.

  f.

  Untuk skala besar biaya lebih murah.

  g.

  Cocok untuk tanaman yang sulit beregenerasi.

  h.

  Menghasilkan tanaman bebas virus. i.

  Menghasilkan bahan bioaktif/metabolit sekunder tanpa menanam di luar atau di lapang. j.

  Kultur jaringan sesuai dengan program pemuliaan konvensional seperti penyelamatan embrio. k.

  Produksi bahan-bahan sekunder dapat melalui kultur sel, jaringan, danorgan, misalnya produksi papain dari pepaya. l.

  Proses tukar-menukar plasma nutfah menjadi lebih mudah. m.

  Plasma nutfah bisa disimpan dalam bentuk sel-sel yang kompeten dalam regenerasi.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Teknik In Vitro

  Sel-sel tanaman yang diinduksi dapat diarahkan ekspresi totipotensinya tergantung dari tujuannya. Keberhasilan ekspresi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu seleksi bahan tanaman, teknik sterilisasi eksplan, komposisi media, penambahan zat pengatuh tumbuh, dan faktor lingkungan di mana kultur ditempatkan. Bahan tanaman yang digunakan biasanya merupakan bagian tanaman yang masih aktif membelah. Bahan tanaman yang berasal dari benih biasanya mengalami dormansi. Pematahan dormansi dapat dilakukan dengan merendam benih ke dalam bahan sterilisasi. Perendaman benih Pinus merkusii dalam larutan hidrogen peroxida (H2O2) pada konsentrasi 7% selama 10 menit dapat mematahkan dormansi benih sekaligus efektif dalam mengatasi sumber kontaminan yang terdapat pada benih (Nurtjahjaningsih, 2009).

  Kondisi bahan tanaman yang digunakan sebagai eksplan harus sehat dan kuat. Penggunaan bahan tanam dari potongan batang ramin (Gonystilus bancanus) yang masih sangat muda menyebabkan eksplan mengalami kematian setelah proses sterilisasi, sedangkan eksplan yang lebih dewasa mampu berkembang dan merespon dengan baik perlakuan yang diberikan (Yelnititis dan Komar 2011). Kondisi bahan tanam antara satu tanaman dengan tanaman lainnya sangat berbeda. Untari dan Puspitaningtyas (2006), menyatakan bahwa kondisi fisiologi tumbuhan memberikan respon yang berbeda terhadap perlakuan yang diberikan.

  Selanjutnya Zulkarnain (2009) menambahkan bahwa jaringan yang kurang aktif sering menginginkan modifikasi jenis dan takaran zat pengatur tumbuh selama proses pengkulturan dan semakin tua organ eksplan yang digunakan, maka proses pembelahan dan regenerasi sel cenderung semakin menurun.

  Bahan eksplan biasanya mengandung debu, kotoran-kotoran, dan berbagai sumber kontaminan lainnya pada permukaan eksplan terlebih jika bahan yang digunakan berasal dari lapangan. Terdapat beberapa sumber kontaminan mikroorganisme pada sistem in vitro antara lain: media tanam yang kurang steril, lingkungan kerja, pelaksanaan yang kurang hati-hati, eksplan yang kurang steril, dan serangga atau hewan kecil yang berhasil masuk ke dalam botol kultur setelah diletakkan dalam ruang inkubasi.

  Penggunaan bahan sterilan mutlak dibutuhkan dalam perbanyakan tanaman secara in vitro. Dalam kultur in vitro perbanyakan tanaman tanpa penggunaan bahan sterilan (kontrol) akan menghasilkan tingkat kontaminasi eksplan yang tinggi. Seperti yang disampaikan oleh Gunawan (2007), 80% kontaminasi terjadi 11 hari setelah inokulasi pada perlakuan tanpa menggunakan bahan sterilan (kontrol) pada eksplan anggrek kuping gajah (Bulbophyllumbeccarii). Bahan-bahan sterilan pada umumnya bersifat racun, selain dapat membunuh kontaminan, bahan tersebut juga dapat mematikan jaringan tanaman. Rismayani (2010) mengatakan konsentrasi bahan sterilan yang kecil membuat eksplan rentan terhadap patogen, namun semakin tinggi konsentrasi bahan sterilan maka akan menghambat perkembangan jaringan planlet pada tanaman Aglaonema sp.

  Larutan hipoklorit (natrium dan kalsium) telah terbukti mampu mengatasi kontaminasi permukaan pada beberapa tanaman. Seperti yang dilaporkan Rismayani dan Hamzah (2010) penggunaan bahan sterilisasi kloroks3% mampu mensterilkan jaringan Aglaonema sp. dengan sempurna dan meningkatkan jumlah tunas tanaman. Selain itu menurut Khairunisa (2009), penggunaan alkohol 70% selama 3 menit efektif dalam mensterilkan tanaman binahong (Anredera cordifolia) dengan tingkat keberhasilan mencapai 92.76%.

  Penanganan bahan tanaman yang berasal dari lapangan lebih sulit dibandingkan dengan tanaman yang dipelihara di dalam rumah kaca.

  Nurhaimi-Haris dkk. (2009) menggunakan bahan pra-sterilan desogerme dalam mengatasi masalah kontaminan pada eksplan karet dengan hasil yang baik. Desogerme memiliki kemampuan merusak membran dan sel protein berbagai jenis mikrob namun cukup aman untuk jaringan tanaman, sehingga cukup efektif digunakan sebagai desinfektan. Penggunaan merkuri klorida (HgCl2) telah banyak dilakukan untuk mengatasi kontaminan yang berasal dari lapangan. Gunawan (2007) menyampaikan penggunaan HgCl2 0.01% kurang efektif dalam mengatasi kontaminasi pada eksplan anggrek kuping gajah (B. beccarii). Penggunaan bahan tersebut merupakan pilihan terakhir sebab merupakan bahan yang sangat beracun dan dapat mencemari lingkungan jika penanganannya tidak dilakukan dengan hati-hati.

2.2 Eksplan

  Eksplan adalah potongan/bagian jaringan yang diisolasi dari tanaman yangdigunakan untuk inisiasi suatu kultur in vitro. Eksplan merupakan potongan tanaman yang diisolasi untuk inisiasi kultur jaringan. Respon masing-masing eksplan dalam kultur jaringan akan berbeda. Kemampuan regenerasi eksplan dalam kultur jaringan sangat dipengaruhi oleh tipe eksplan, varietas eksplan, umur tanaman induk sumber eksplan, kondisi fisiologis, dan ukuran eksplan.

  Tipe eksplan merupakan faktor yang penting dalam mengoptimalkan pelaksanaan kultur jaringan. Tipe eksplan seperti tunas pucuk, tunas ketiak (aksilar), akar, mata tunas, daun, embrio, dan bakal biji akan memberikan perbedaan yang signifikan pada pertumbuhan eksplan (Jabeen dkk, 2005). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kandungan hormon pada masing-masing bagian eksplan (Kumar dkk, 2011). Varietas eksplan juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi regenerasi eksplan (Kamal dkk, 2007; Michel dkk,2008).

  Peluang keberhasilan kultur jaringan dipengaruhi juga oleh umur tanaman. Semakin muda tanaman, maka akan semakin besar keberhasilan dalam kultur jaringan. Jaringan muda (juvenile) memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan kecepatan pembelahan sel yang tinggi sehingga jaringan muda merupakan bahan eksplan yang baik. Naughmouchi dkk. (2008) mengatakan respon eksplan akan menurun seiring pertambahan umur eksplan.

  Kondisi fisiologi eksplan berperan penting dalam keberhasilan teknik kultur jaringan. Pada umumnya bagian vegetatif lebih siap beregenerasi daripada bagian generatif. Kondisi fisiologis dari suatu tanaman bervariasi secara alami, sejalan dengan pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi oleh lingkungannya. Pengaturan lingkungan tanaman yang bersih dan higienis, dengan pengubahan status fisiologi tanaman induk seperti memanipulasi cahaya, suhu, suplai air, suplai hara dan zat pengatur tumbuh akan mempengaruhi fisiologi eksplan (Zulkarnain, 2009).

  Ukuran eksplan menentukan laju kehidupan bahan eksplan. Eksplan yang berukuran kecil, lebih mudah disterilisasi sehingga akan memperkecil peluang kontaminasi baik secara internal maupun eksternal, namun kemampuan beregenerasi juga kecil sehingga diperlukan media kompleks dalam pertumbuhannya. Semakin besar ukuran eksplan maka akan semakin besar kemampuan beregenerasi, namun peluang untuk kontaminasi juga semakin besar (Zulkarnain, 2009).

2.3 Sterilisasi Eksplan

  Sterilisasi adalah proses untuk mematikan atau menonaktifkan spora dan mikroorganisme sampai ke tingkat yang tidak memungkinkan lagi berkembang biak atau menjadi sumber kontaminan selama proses perkembangan berlangsung.

  Proses sterilisasi yang tidak sempurna akan menimbulkan adanya kontaminasi. Kontaminasi yang umum terjadi adalah kontaminasi oleh cendawan dan bakteri. Komposisi medium kultur jaringan yang mengandung gula, vitamin, asam asam amino, garam-garam anorganik, air, zat pengatur tumbuh, dan bahan pemadat sangat menguntungkan untuk pertumbuhan cendawan dan bakteri. Bila diberi kesempatan maka organisme tersebut akan tumbuh dengan cepat, dan dalam waktu singkat akan menutupi permukaan medium dan eksplan yang ditanam. Selanjutnya organisme ini menyerang eksplan melalui bekas luka pemotongan pada saat perlakuan sterilisasi.

  Beberapa jenis mikroorganisme melepaskan senyawa beracun ke dalam medium kultur yang dapat menyebabkan kematian eksplan (Zulkarnain, 2009).

  Beberapa sumber kontaminasi mikroorganisme pada sistem kultur jaringan, adalah: (1) media, (2) lingkungan kerja yang kurang steril dan pelaksanaan penanaman yang kurang hati-hati dan kurang teliti, (3) eksplan, secara internal (kontaminan terbawa di dalam jaringan tanaman), (4) eksplan, secara eksternal (kontaminan berada di permukaan eksplan akibat prosedur sterilisasi yang kurang sempurna, (5) serangga atau hewan kecil yang masuk ke botol kultur setelah diletakkan pada ruang kultur. Dari semua sumber kontaminasi, yang paling sulit diatasi ialah yang berasal dari eksplan. Oleh karena itu, dalam memilih suatu metode sterilisasi dan bahan sterilisasi haruslah selektif, dengan prinsip semaksimal mungkin menghilangkan mikroorganisme kontaminan yang tidak diinginkan dengan gangguan sekecil mungkin pada jaringan eksplan.

  Sterilisasi eksplan dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu secara mekanik dan secara kimia. Sterilisasi eksplan secara mekanik digunakan untuk eksplan yang keras (misalnya tebu, biji salak, dan sebagainya) atau berdaging

  (misalnya wortel, umbi, dan sebagainya), yaitu dengan membakar eksplan tersebut di atas lampu spiritus sebanyak tiga kali. Sedangkan sterilisasi eksplan secara kimia digunakan untuk eksplan yang lunak (jaringan muda) seperti daun, tangkai daun, anther, dan sebagainya. Bahan-bahan kimia yang sering digunakan untuk sterilisasi permukaan eksplan antara lain:

  1. Natrium hipoklorit Nama dagangnya adalah clorox dan bayclin. Konsentrasi untuk sterilisasi tergantung dari kelunakan eksplan, dapat 5%-20% dan waktunya antara 5- 10 menit.

  2. Mercuri klorit Nama dagangnya adalah sublimat 0.05%. Penggunaan bahan kimia ini harus hati-hati karena bersifat racun. Cara perlakuan sterilisasinya sama dengan clorox, hanya waktunya lebih pendek karena sublimat bersifat keras.

  3. Alkohol 70% Alkohol lebih banyak diperdagangkan dalam bentuk alkohol 95%. Jamur biasanya mati dengan alkohol 70%, sedangkan dengan alkohol 95% masih tetap hidup.

  Prinsip dasar sterilisasi eksplan adalah mensterilkan eksplan dari berbagai mikroorganisme, tetapi eksplannya tidak ikut mati. Setiap tanaman memerlukan perlakuan khusus sehingga sebelum mengulturkan tanaman baru perlu melakukan percobaan sterilisasi. Sebagai patokan, konsentrasi bahan dan waktu yang diperlukan untuk sterilisasi eksplan sebagai berikut :

  1. Sterilisasi Ringan Eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 20% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 15% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 10% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril tiga kali.

  2. Sterilisasi Sedang Eksplan direndam dalam HgCl2 0.1-0.5 mg/l selama 7 menit, lalu bilas dengan air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 15% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 10% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril tiga kali.

  3. Sterilisasi Keras Eksplan direndam dalam HgCl2 0.1-0.5 mg/l selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam alkohol 90% selama 15 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 20% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril tiga kali.

  Menurut Gunawan (1987) ada sekitar sepuluh jenis bahan yang digunakan dalam sterilisasi permukaan, yaitu kalsium hipoklorit, natrium hipoklorit, hidrogen peroksida, gas klorin, perak nitrat, merkuri klorid, betadin, fungisida, antibiotik, dan alkohol.

  Masalah yang sering mengganggu dalam pekerjaan in vitro adalah membuat dan menjaga kondisi aseptik, baik kondisi lingkungan maupun kondisi eksplannya. Oleh karena itu bila memindah-tanamkan bagian tanaman dari satu wadah ke wadah yang lain, jangan menyentuh permukaan bagian dalam dari wadah dengan tangan atau bagian alat yang tidak steril.

  Setiap bahan tanaman mempunyai tingkat kontaminasi permukaan yang berbeda, tergantung dari : a.

  Jenis tanamannya.

  b.

  Bagian tanaman yang dipergunakan.

  c.

  Morfologi permukaan (misalnya berbulu atau tidak).

  d.

  Lingkungan tumbuhnya (Green house atau lapang).

  e.

  Musim waktu mengambil (musim hujan atau kemarau).

  f.

  Umur tanaman (seedling atau tanaman dewasa).

  g.

  Kondisi tanamannya (sehat atau sakit).

2.4 Kencur

  Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan tanaman obat yang bernilai ekonomis cukup tinggi sehingga banyak dibudidayakan. Sistematika tanaman kencur adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Kaempferia Spesies : Kaempferia galanga L.

2.4.1 Manfaat

  Bagian rimpangnya digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional, bumbu dapur, bahan makanan, maupun minuman penyegar lainnya (Rostiana dkk, 2003). Sulaiman dkk. (2007), menyatakan bahwa rimpang kencur dapat digunakan sebagai untuk hipertensi, rematik, dan asma. Ekstrak air daun kencur mempunyai aktivitas antiinflamasi yang diuji pada radang akut yang diinduksi dengan karagenan. Kandungan minyak atsiri dari rimpang kencur diantaranya terdiri atas miscellaneous

  compounds (misalnya etil p-

  metoksisinamat 58,47%, isobutil β-2- furilakrilat 30,90%, dan heksil format 4,78%); derivat monoterpen teroksigenasi (misalnya borneol 0,03% dan kamfer hidrat 0,83%); serta monoterpen hidrokarbon (misalnya kamfen 0,04% dan terpinolen 0,02%) (Sukari dkk, 2008).

  Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan famili Zingiberaceae. Secara empirik kencur digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti: batuk, radang lambung, perut nyeri, tetanus dan bengkak.

  Akar rimpang kencur merupakan bagian yang digunakan sebagai obat (Astuti dkk, 2006). Menurut laporan Jagadish dkk.(2010), ekstrak etil asetat rimpang Kaempferia galanga L.menunjukkan toksisitas yang selektif terhadap sel kanker salah satunya SW-620 (sel kanker kolorektal) dengan IC50 8,2

  9 μg/mL.