BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - ANA NUR ARIFAH BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik dengan

  karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekeresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya, bersifat kronik dan disertai komplikasi kronik maupun akut (Sudoyo, 2006). Diabetes melitus adalah penyakit gangguan metabolismme karbohidrat, lemak dan protein yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja atau sekresi insulin yang bersifat kronis dengan ciri khas hiperglikemia/ peningkatan kadar glukosa darah diatas normal (Miharja, 2009). Diabetes melitus yang lebih dikenal sebagai penyakit kencing manis merupakan keadaan yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, dan mempunyai karakteristik hiperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO, 2008).

  Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin maupun keduanya yang menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati (Perkeni, 2007).

  Diabetes melitus merupakan sekelompok penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan gula darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (American Diabetes Assosiation, 2010).

  Diabetes melitus juga dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu diabetes melitus tipe I dan diabetes melitus tipe II. Penyebab dari masing- masing tipe juga berbeda. Diabetes melitus tipe I merupakan diabetes yang tergantung insulin dan ditandai dengan penghancuran sel-sel beta pankreas yang disebabkan oleh (a) faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe I; (b) faktor imunologi atau autoimun; (c) faktor lingkungan yaitu disebabkan karena virus atau toksin tertentu yang dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan obstruksi sel beta. Sedangkan, diabetes melitus tipe II disebabkan karena kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin (Johnson, 2005). Faktor yang berhubungan dengan diabetes melitus tipe II ialah usia, obesitas, riwayat dan keluarga. Diabetes melitus tipe 2 adalah jenis diabetes melitus yang paling banyak ditemukan di masyarakat (Trisnawati, 2013).

  Pada tahun 2013 di dunia terdapat 382 juta penderita diabetes melitus dan diperkirakan meningkat 55% (592 juta) pada tahun 2035. Pada tahun 2013 Indonesia menduduki peringkat 7 dunia setelah China, India, Amerika, Brasil, Rusia dan Meksiko dengan jumlah 8,5 juta penderita dan diperkirakan naik menjadi 14,1 juta pada tahun 2035 (International

  

Diabetes Foundation (IDF), 2013). Pada RISKESDAS (riset kesehatan

  dasar) 2013 menunjukan kenaikan prevalensi diabetes sebesar 2,1 % dibandingkan tahun 2007 sebesar 1,1%.

  Pada tahun 2013, proporsi penduduk Indonesia yang berusia ≥15 tahun dengan diabetes melitus adalah 6,9%. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi utara (2,4%) dan Kalimantan timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) Dan Nusa Tenggara Timur (3,3%) (Kemenkes, 2013).

  Hasil riset kesehatan dasar yang dipublikasikan DEPKES RI tahun 2008 menunjukkan prevalensi penyakit diabetes melitus untuk Jawa Tengah menurut diagnosis tenaga kesehatan sebesar 0,8% secara keseluruhan adalah 1,3%, prevalensi tertinggi terdapat di Kabupaten Cilacap (3,9%), diikuti Kota Tegal (3,1%), Surakarta (2,8%), dan Pemalang (2,1%) (Depkes, 2008). Jumlah kasus diabetes melitus yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 209.319 kasus, terdiri atas pasien diabetes melitus yang tidak tergantung insulin sebanyak 183.172 jiwa dan pasien diabetes melitus yang tergantung insulin sebanyak 26.147 jiwa (Dinkes Jateng, 2012). Data pada profil kesehatan Kabupaten Banjarnegara tahun 2012 tentang penyakit tidak menular

  (PTM) di puskesmas terdapat 3.364 jiwa (1,85%) yang menderita diabetes melitus dari jumlah 181.543 jiwa. Berdasarkan survei lapangan di Puskesmas I Rakit tahun 2015, selama bulan Januari sampai Oktober didapatkan hasil 65 pasien yang menderita diabetes melitus.

  Dilihat dari data diatas dapat dikatakan jumlah penderita diabetes melitus di puskesmas masih tergolong kecil. Akan tetapi, hal tersebut tidak dapat dibiarkan karena jumlah penderita diabetes melitus dapat bertambah apabila tidak dicegah. Jika sudah dideteksi terkena diabetes melitus biasanya orang tersebut akan merasa stres dan berfikir hal-hal yang negatif. Oleh karena itu, peneliti akan meneliti bagaimana kepercayaan diri dan mekanisme koping pada penderita diabetes melitus.

  Menurut Tandra (2007), gejala psikologis yang terjadi pada penderita diabetes dapat terjadi dua kali lebih mudah menyerang penderita diabetes dibandingkan dengan orang yang tidak terkena diabetes. Sedangkan menurut Soebroto (2009), sumber stres yang dialami penderita dapat berupa stres fisik seperti luka yang tidak kunjung sembuh dan berupa stres mental seperti kehilangan peran dalam rumah tangga, hilangnya pekerjaan dan pendapatan keluarga menjadi berkurang. Selain itu, menurut Soegondo, dkk (2009) berpendapat bahwa stres penderita diabetes dikarenakan oleh pengaturan diet, obat-obatan, serta insulin untuk mengontrol gula dalam darah.

  Penerapan diet merupakan salah satu komponen penting dalam keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Kedisiplinan dan kepatuhan penderita selama hidupnya dibutuhkan untuk menaati program diet yang dianjurkan guna membantu mempertahankan gula darah yang normal sehingga dapat mencegah komplikasi. Namun, lamanya waktu untuk mengikuti program diet dapat menimbulkan kejenuhan dan stres pada penderita (Widodo, 2012).

  Stres akan meningkatkan hormon dari kelenjar adrenal yaitu adrenalin dan kortisol yang akan mempengaruhi kadar glukosa dan lemak.

  Glukosa dan lemak akan dilepaskan tubuh untuk memberikan tambahan energi. Keadaan ini akan memberikan dampak yang buruk bagi penderita diabetes karena akan terjadi peningkatan glukosa dalam darah (Smith, 1994). Oleh karena itu, menurut Widyastuti (2004) penderita diabetes memerlukan strategi koping (penanggulangan) yang tepat untuk mengatasi stes tersebut.

  Strategi koping yang dilakukan penderita diabetes dapat berupa strategi koping yang efektif dan tidak efektif. Strategi koping yang tidak efektif adalah strategi koping yang dikelompokan dalam kategori pengelakan (Widyastuti, 2004). Pengelakan yang dilakukan oleh penderita yaitu seperti mengonsumsi kopi, alkohol dan merokok. Tiga kebiasaan ini dianggap dapat membuat pikiran menjadi tenang dan menghilangkan stres (Tandra, 2007).

  Penelitian yang dilakukan oleh Juliansah (2013) menyebutkan bahwa mekanisme koping adaptif yang digunakan penderita diabetes yaitu menjalani pengobatan medis, sering kontrol, pengaturan makan, pengobatan alternatif tradisional, olah raga dan berbagi pengalaman sesama penderita. Selain dari penatalaksanaan diet dan penatalaksaan stres, penderita diabetes melitus juga harus patuh terhadap diet diabetes melitus. Kepatuhan diet penderita diabetes melitus merupakan suatu perubahan perilaku yang positif dan diharapkan proses kesembuhan penyakit lebih cepat dan terkontrol. Pengaturan diet yang seumur hidup bagi pasien diabetes melitus menjadi sesuatu yang sangat membosankan. Perubahan perilaku diet bagi pasien diabetes melitus yang diharapkan adalah keinginan melakukan perubahan pada pola makannya dari yang tidak teratur menjadi diet yang terencana (Perkeni, 2011).

  Penderita diabetes dapat dikatakan patuh terhadap diet apabila memenuhi kategori berikut ini (a) mampu melakukan aktivitas fisik dan pengobatan baik injeksi maupun oral; (b) mengatur pola makan dan diet seimbang; (c) mampu memilih makanan mana yang dianjurkan dan mana makanan yang seharusnya dikurangi (Perkeni, 2007). Menurut Sudoyo (2006) biasanya individu tersebut atau si penderita mempunyai cara tersendiri untuk patuh terhadap diet seperti penderita memperoleh dukungan dari keluarganya, menanyakan kepada orang lain mengenai makanannya dan rutin untuk mengontrol kadar gula darahnya.

  Motivasi penderita dalam kepatuhan terhadap diet diabetes melitus si penderita harus mempunyai manajemen diri yang disebut faktor psikososial. Faktor-faktor psikososial yang dibagi menjadi tiga yaitu yaitu faktor individu, faktor sosial dan faktor lingkungan. Faktor individu misalnya percaya diri, kontrol diri, koping, distres, kecemasan; faktor sosial misal dukungan dari orang lain, karakteristik keluarga, interaksi dengan profesional kesehatan; dan faktor lingkungan antara lain akses terhadap pusat kesehatan, hambatan dalam olahraga dan diet (Wysocki & Buckloh, 2005). Rasa kepercayaan diri untuk patuh terhadap diet akan tumbuh ketika penderita itu menyadari akan kesehatannya dan juga ada faktor yang mendukung dari luar faktor individu yaitu faktor dukungan keluarga.

  Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas

  I Rakit. Program Prolanis di Puskesmas I Rakit sudah sampai dengan petugas memberikan intervensi diet dan programnya kepada anggota Prolanis. Dari 10 orang responden secara acak yang peneliti wawancarai dijumpai 7 responden tidak patuh terhadap diet yang disarankan oleh petugas kesehatan di Puskesmas I Rakit. Selain itu, mereka juga mengatakan berat badan mengalami perubahan yang signifikan yaitu dari gemuk menjadi kurus dan mereka mengatakan lebih percaya diri pada saat tubuhnya masih gemuk. Adapula yang mengatakan tidak peduli dengan diet yang telah dianjurkan dari dokter sehingga mereka makan mengikuti menu keluarga sehari-hari.

  Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian Esa Yulianto (2014) yaitu peneliti menggunakan variabel lain sesuai dengan saran dari penelitian sebelumnya. Peneliti akan meneliti tentang kepercayaan diri, mekanisme koping dan motivasi kepatuhan diet diabetes melitus.

  Berdasarkan masalah dan fenomena yang peneliti uraikan diatas peneliti ingin meneliti tentang “Hubungan Antara Kepercayaan Diri dan Mekanisme Koping terhadap Motivasi Kepatuhan Diet pada Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas I Rakit Tahun 2016”.

  B. Rumusan Masalah

  Permasalahan yang dapat dirumuskan adalah “Apakah terdapat hubungan kepercayaan diri dan mekanisme koping terhadap motivasi kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus di Puskesmas I Rakit tahun 2016?”

  C. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kepercayaan diri dan mekanisme koping terhadap motivasi kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus di Puskesmas I Rakit tahun 2016.

  2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan :

  a. Karakteristik responden penderita diabetes melitus meliputi jenis kelamin dan usia.

  b. Kepercayaan diri pada penderita diabetes melitus di Puskesmas I Rakit tahun 2016. c. Mekanisme koping pada penderita diabetes melitus di Puskesmas I Rakit tahun 2016.

  d. Motivasi kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus di Puskesmas I Rakit tahun 2016.

  e. Mengetahui hubungan antara kepercayaan diri terhadap motivasi kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus di Puskesmas I Rakit tahun 2016.

  f. Mengetahui hubungan antara mekanisme koping terhadap motivasi kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus di Puskesmas I Rakit tahun 2016.

D. Manfaat Penelitian

  1. Bagi Peneliti a. Mendapat pengalaman langsung dalam melakukan penelitian.

  b. Menerapkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan c. Memperkaya pengetahuan tentang peran perawat sebagai peneliti.

  2. Bagi institusi pendidikan Diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang hubungan kepercayaan diri dan mekanisme koping terhadap motivasi kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus.

  3. Bagi masyarakat Diharapkan dapat menjadi informasi dan bermanfaat bagi masyarakat khususnya pada keluarga dan penderita diabetes melitus agar dapat mematuhi program diet yang telah diberikan oleh tim kesehatan.

  4. Bagi instansi terkait Diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya untuk pasien diabetes melitus.

E. Penelitian Terkait

  1. Yanes P. Taluta (2014) Judul penelitian “Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Mekanisme Koping Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Tobelo Kabupaten Halmahera Utara”. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelatif denagn pendekatan cross sectional. Aspek yang dilihat yaitu kecemasan dan mekanisme koping.

  Persamaan : sama-sama menggunakan sampel penderita diabetes melitus dengan pendekatan cross sectional dan metode deskriptif korelasi. Perbedaan : terletak pada tempat penelitian dan peneliti akan menggunakan mekanisme koping sebagai variabel bebasnya .

  2. Esa Yulianto (2014) Judul penelitian “Hubungan antara Strategi Koping dan Konsep Diri dengan Tingkat Depresi pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II Diwilayah Kerja Puskesmas I Kutasari Kecamatan Kutasari Kabupaten Purbalingga”. Penelitian ini menggunakan desain deskripsi korelasi dengan menggunakan metode cross sectional dengan menggunakan teknik simpel random sampling. Aspek yang dilihat yaitu konsep diri, strategi koping dan tingkat depresi.

  Persamaan : peneliti sama-sama menggunakan penderita diabetes melitus sebagai sampel dan menggunakan deskripsi korelasi.

  Perbedaan : teknik yang akan digunakan peneliti yaitu teknik total sampling dan peneliti akan melihat aspek kepercayaan diri pada penderita diabetes melitus.

  3. Tumilah (2010) Judul penelitian “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kepatuhan Diet Pada Pasien Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Emanuel Banjarneg ara”. Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimen semu (quasi experiment) dan menggunakan kuesioner sebagai instrumentnya. Aspek yang dilihat yaitu pendidikan kesehatan, kepatuhan diet dan diabetes melitus.

  Persamaan : penelitian ini sama-sama meneliti tentang kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus.

  Perbedaan : terletak pada metode penelitian, jumlah responden serta tempat penelitian.

  4. Muhammad Hendro (2010) Judul penelitian “Pengaruh Psikososial terhadap Pola Makan Penderita Diabetes Melitus di RSUD Kabupaten Deli Serdang tahun 2009”.

  Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan desain cross sectional studi yang bertujuan menganalis pengaruh psikososial terhadap Pola Makan Penderita Diabetes Melitus. Metode pengumpulan data melalui wawancara yang berpedoman pada kuesioner dan food recall 24 jam. Analisis data menggunakan uji regresi logistik, hasilnya menunjukan bahwa faktor psikososial sangat berpengaruh terhadap pola makan penderita diabetes melitus yaitu variabel motivasi diri ((p=0.010); B(exp)= 9.955).

  Persamaan : peneliti sama-sama menggunakan penderita diabetes melitus sebagai sampel dan salah satu faktor psikososian percaya diri akan diteliti juga oleh peneliti. Perbedaan : peneliti sebelumnya menggunakan uji regresi logistik sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan ddeskriptif korelasi serta jumlah responden yang berbeda.

  5. Yuni Ramadhani (2014) Judul penelitian “Hubungan Mekanisme Koping Individu dengan Tingkat Kepatuhan Penderita Diabetes Melitus (DM)”. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan menggunakan chi square.

  Tehnik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tehnik purposive

  

sampling. Aspek yang dilihat yaitu mekanisme koping dan kepatuhan

penderita diabetes melitus.

  Persamaan: peneliti akan meneliti masalah mekanisme koping pada penderita diabetes melitus.

  Perbedaan: tempat penelitian, jumlah sampel penelitian serta tehnik yang digunakan dalam penelitian.