BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Nafissatun Nisari BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi (KBBI, 2013). Berdasarkan PP Nomor 66 tahun 2010 tentang perubahan atas PP no 17 tahun

  2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar dalam perguruan tinggi.

  Mahasiswa baru adalah peserta belajar yang baru memulai pembelajarannya di perguruan tinggi (KBBI, 2013).

  Mahasiswa baru juga dituntut untuk melakukan adaptasi dilingkungan baru, orang baru atau teman baru, dan pada proses pembelajaran baru. Proses adaptasi dilakukan dengan cara individu masing-masing. Mahasiswa yang tidak dapat melakukan adaptasi akan mengalami hambatan dalam membina hubungan baru dengan orang baru atau teman baru. Pada proses adaptasi penerimaan teman baru atau teman sebaya sangat diperlukan untuk membina suatu hubungan baru dimana mereka belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain selain anggota keluarganya. Proses adaptasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah konsep diri, dan kecerdasan emosional.

  Penelitian Voitkane (2001) terhadap 607 mahasiswa tahun pertama universitas Latvia di Riga, Latvia didapat hasil bahwa 52,6% mahasiswa mengalami kesulitan dalam membentuk hubungan baru. Dari hasil penelitian Setyarini (2012) di Asrama STIKes Santo Barromeus di Kota Baru Parahyangan didapatkan bahwa responden dengan proses adaptasi pada kategori baik 8 orang (11,6%) dan tidak baik 61 orang (88,4%). Hasil penelitian Tairas (2011 dalam Muharomi, 2012) mengemukakan bahwa biasanya mahasiswa baru membutuhkan waktu sekitar enam bulan untuk beradaptasi dengan lingkungan, teman dan sistem perkuliahan yang baru.

  Menurut Nur & Ekasari (2008) dalam junal penelitiannya remaja merupakan periode transisi atau masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan biologis dan psikologis. Biologis ditandai dengan tumbuh dan ber- kembangnya seks primer dan seks sekunder, sedangkan psikologis di-tandai dengan sikap, perasaan, keinginan, dan emosi yang labil atau tidak menentu.

  Di masa peralihan ini, banyak kendala yang akan dihadapi remaja akibat berbagai perubahan seperti perubahan fisik, sosial, emosional, dan lain-lain, yang semua itu dapat menimbulkan rasa cemas dan ketidaknyamanan. Akibatnya, masa ini disebut juga sebagai masa yang penuh dengan badai dan tekanan, karena remaja harus belajar ber-adaptasi dan menerima semua perubahan yang seringkali me-nyebabkan pergolakan emosi dalam dirinya.

  Menurut Roy (1960 dalam Rasmun, 2009) proses adaptasi dipengaruhi oleh beberapa diantaranya yaitu fisik (physiological), konsep diri (self consept), fungsi peran (role function) dan kemandirian (interdependence).

  Kemampuan beradaptasi dipengaruhi oleh konsep diri. Konsep diri diartikan sebagai seperangkat perspektif yang relatif stabil yang dipercaya mengenai dirinya sendiri. West & Turner (2008) mengemukakan definisi konsep diri sebagai hal yang ingin ditampilkan seorang individu pada individu lainnya yang dimulai dari pengamatan pada diri sendiri, kemudian menghasilkan gambaran dan penilaian diri.

  Dengan adanya konsep diri yang positif, individu akan lebih menghargai dirinya dan memiliki kepercayaan diri yang baik sehingga memungkinkannya untuk mengurangi rasa cemas yang dia alami. Konsep diri juga menjadikan individu menjadi lebih baik ketika akan melakukan adaptasi dengan lingkungan baru dan teman sebayanya.

  Selain konsep diri, kecerdasan emosional juga berperan penting dengan adaptasi yang dilakukan oleh remaja di lingkungan baru atau suasana baru.

  Kecerdasan emosional yang kurang dapat menyebabkan mahasiswa baru kurang dapat beradaptasi dengan baik. Dengan kata lain mahasiswa dapat membutuhkan waktu cukup lama untuk dapat beradaptasi dengan teman baru dan lingkungan baru.

  Soedarjoen (2009) mengemukakan bahwa upaya penyesuaian diri terhadap situasi yang menimbulkan tekanan biasa membuat remaja mendapat gangguan emosional intens, terutama bila mereka tidak mampu mengatasinya. Mereka mengalami gangguan fungsi mental dan terganggu pula aspek identitas dirinya, bahkan bunuh diri karena terserang depresi berat. Mahdi (2008) mengatakan bahwa tercatat sebanyak 952 orang remaja mati bunuh diri dalam lima tahun terakhir atau sekitas 190 orang dalam setahun atau setiap dua hari remaja Bali mati karena bunuh diri. Kemudian yang terjadi di Lampung, ada beberapa remaja yang melakukan bunuh diri hanya karena alasan sepele (Ubayendri, 2009).

  Penelitian yang dilakukan oleh Pastey dan Aminbhavi (2006) menunjukan bahwa individu yang mempunyai kematangan emosi akan mempunyai tingkat stres yang tinggi juga mempunyai kepercayaan diri yang tinggi. Hal ini berarti individu yang mempunyai kematangan emosi yang baik, belum tentu mempunyai tingkat stres yang rendah dibandingkan dengan individu yang tidak matang emosinya. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa kepercayaan diri mempunyai korelasi yang positif dengan penyesuaian diri (Goswami,1980; Anihorti,1987; Kaur,1993; dalam Pastey & Aminbhavi, 2006). Jika kematangan emosi berpengaruh dengan kepercayaan diri dan kepercayaan diri berkolerasi positif dengan penyesuaian diri, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kematangan emosi berkorelasi dengan penyesuaian diri.

  Orang yang memiliki kematangan emosi menurut Pitaloka (2008) seseorang akan mudah beradaptasi dengan hal-hal baru tanpa menjadikannya sebagai tekanan atau stresor. Kemampuan ini dapat tumbuh sebagai tekanan bentuk adaptasinya dengan lingkungan baru yang sengaja diciptakan untuk mengurangi stres yang dapat berkembang dalam dirinya. Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru secara baik dapat merupakan indikasi kemampuan penyesuaian diri yang positif.

  Hasil survey pendahuluan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto hari senin tanggal 30 Desember 2013 pada semester III dengan responden 10 orang di dapatkan 3 orang mengatakan dapat beradaptasi dengan cepat dan 7 orang lainnya mengatakan belum dapat beradaptasi dengan semua teman dikelas dan lingkungan. Mereka merasa tidak percaya diri untuk berbicara atu memulai pembicaraan dengan orang lain yang dirasa lebih cantik, pintar, dan kaya. Sebagian orang yang belumdapat beradaptasi dengan teman satu kelasnya juga mengatakan bahwa mereka lebih senang berteman dengan orang yang satu daerah dengan meraka ataupun satu kos atau kontrakan dengan meraka.

  Berdasarkan data tersebut di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian lebih lanjut dengan memfokuskan pembahasan dengan judul hubungan konsep diri, dan kecerdasan emosional dengan adaptasi teman sebaya pada mahasiswa semester III di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

  Penelitian dilakukan di Fakultas ilmu kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto karena Universitas ini dirasa cocok untuk dijadikan tempat penelitian sebab di Universitas ini banyak tugas yang harus dilakukan dengan cara kerjasama kelompok dan praktek di Rumah Sakit. Dalam kerja kolompok dan praktek memang harus dibutuhkan kerjasama tanpa adanya kerjasama tim suatu tugas yang dibebankan akan semakin terasa sulit dan adanya kerjasama yang bagus sesama anggota harus mengenal antara satu sama lain anggotanya, mereka juga harus dapat beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan masing-masing anggota kelompok.

  B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat berhubungan dalam adaptasi teman sebaya pada mahasiswa baru diantaranya yaitu konsep diri (self concept), dan kecerdasan emosional. Berdasarkan identifikasi tersebut maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah : hubungan konsep diri dan kecerdasan emosional dengan adaptasi teman sebaya pada mahasiswa semester III di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

  C. Tujuan Penelitian a. Tujuan umum

  Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui hubungan konsep diri, dan kecerdasan emosional dengan adaptasi teman sebaya pada mahasiswa semester III di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

b. Tujuan khusus 1.

  Mendeskripsikan karakteristik mahasiswa.

  2. Mendeskripsikan konsep diri mahasiswa semester III di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

  3. Mendeskripsikan kecerdasan emosional mahasiswa semester III di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

  4. Mendeskripsikan adaptasi teman sebaya mahasiswa semester III di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

  5. Mendeskripsikan hubungan konsep diri dengan adaptasi teman sebaya pada mahasiswa semester III di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

  6. Mendeskripsikan hubungan kecerdasan emosional dengan adaptasi teman sebaya pada mahasiswa semester III di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

D. Manfaat Penelitian a.

  Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan mampu mengembangkan keterampilan dalam mempraktekkan metode bidang keperawatan jiwa tentang hubungan konsep diri, dan kecerdasan emosional dengan adaptasi teman sebaya pada mahasiswa semester III di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

  b.

  Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian diharapkan dapat menambah dan memperkuat ilmu pengatahuan yang terkait dengan proses adaptasi yang baik bagi mahasiswa semester III pada saat program orientasi mahasiswa baru. Lebih mempersiapkan mahasiswa baru dalam melakukan adaptasi.

  c.

  Bagi dunia keilmuan Sebagai tambahan informasi ilmu pengetahuan sosial kemasyarakatan terutama ilmu keperawatan jiwa.

E. Penelitian Terkait 1.

  Setyarini (2012) ”Hubungan komponen dasar kecerdasan emosional dengan proses adaptasi mahasiswa tinggal di asrama Stikes Santo Barromeus”. Hasil penelitian diperoleh bahwa ada hubungan antara pengendalian diri dengan adaptasi mahasiswa dengan p value = 0,005 dan tidak ada hubungan antara penguasaan diri, motivasi diri, empati, hubungan yang efektif dengan proses adaptasi mahasiwa tinggal di asrama.

  Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan saya teliti adalah sama-sama menggunakan metode penelitian deskriptif analitik, menggunakan uji statistik chi-square, variabel terikat yang diteliti adalah adaptasi.

  Perbedaan dari penelitian ini adalah pada desain penelitian korelasi, variabel yang bebas yang diteliti adalah komponen dari kecerdasan emosional, tempat penelitian yang dilakukan di asrama STIKes Santo Borromeus di kota Baru Parahyangan, dan jumlah sampelnya adalah 69 responden.

  2. Anissa & Handayani (2012) “Hubungan antara konsep diri dan kematangan emosi dengan penyesuaian diri istri yang tinggal bersama keluarga suami”. Hasil penelitian menunjukan besarnya sumbangan efektif dari variabel konsep diri dan kematangan emosi terhadap penyesuaian diri sebesar 36,3%, sedangkan sisanya 63,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Hal ini menunjukan bahwa konsep diri dan kematangan emosi merupakan faktor yang sangat signifikan mempengaruhi kemampuan penyesuaian diri istri dalam keluarga suami. Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan saya teliti adalah pada variabel bebas yang diteliti adalah konsep diri dan variabel terikat penyesuaian diri atau adaptasi. Perbedaan antaran penelitian ini dengan penelitian yang akan saya teliti adalah pada metode penelitian menggunakan deskriptif korelasi, menggunakan populasi para istri di Rw 3 Desa Godong, Kecamatan Godong Kabupaten Grobongan.

3. Kusdiyati, dkk (2011) “Penyesuaian diri di lingkungan sekolah pada siswa kelas XI SMA Pasundan 2 Bandung”.

  Hasil penelitian ini adalah bahwa sebanyak 86 siswa (47,5%) dapat menyesuaikan diri dengan baik, dan 95 siswa (52,5%) tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik. Persamaan dari penelitian ini adalah pada metode penelitian menggunakan deskriptif analitik dan variabel terikatnya adalah penyesuaian diri atau adaptasi. Perbedaannya adalah pada penelitian menggunakan desain penelitian non-eksperimental, populasi di ambil pada siswa kelas XI SMA Pasundan 2 Bandung dengan jumlah sampel sebanyak 181 responden.