BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Tinjauan Teori A. Diabetes Mellitus tipe II - Nindy Nuraeni BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Tinjauan Teori A. Diabetes Mellitus tipe II

  1. Definisi Diabetes Mellitus tipe II adalah suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak mampuan tubuh menggunakan insulin atau memproduksi insulin (Riyadi, 2007). Seseorang dikatakan menderita Diabetes Mellitus jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dL dan pada tes sewaktu >200 mg/dL.

  Diabetes Mellitus tipe II atau yang biasa juga disebut Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM), lebih sering terjadi pada dewasa, tapi dapat terjadi pada semua umur. Kebanyakan penderita kelebihan berat badan, ada kecenderungan familiar, mungkin perlu insulin pada saat hiperglikemik selama stres (Riyadi, 2007).

  2. Etiologi Diabetes Mellitus tipe II dapat terjadi tanpa gejala sebelum hasil diagnosis, Diabetes Mellitus tipe II awalnya diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat

  14 badan. Langkah yang berikutnya, jika perlu, perawatan dengan lisan antidiabetic drugs ( Askandar, T. 1999) Penyebab-penyebab tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya Diabetes Mellitus tipe II menurut Guyton & Hall

  (2002) yaitu :

  a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun) b. Obesitas

  c. Riwayat keluarga

  3. Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe II Menurut Ehsa (2010) Faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya Diabetes Mellitus tipe II dibagi menjadi dua, yaitu :

  a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah : (1) Riwayat keluarga Diabetes Mellitus

  Seorang anak dapat mewarisi gen penyebab Diabetes Mellitus orang tua. Biasanya seseorang yang menderita Diabetes Mellitus mempunyai anggota keluarga yang juga terkena penyakit tersebut.

  (2) Ras atau latar belakang etnis Resiko Diabetes Mellitus tipe II besar pada hispanik, kulit hitam, penduduk asli Amerika dan Asia. (3) Riwayat Diabetes Mellitus pada kehamilan

  Mendapatkan Diabetes Mellitus selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg dapat meningkatkan risiko Diabetes Mellitus tipe II.

  b. Faktor resiko yang dapat diubah : (1) Usia

  Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun.

  (2) Pola makan Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memicu timbulnya Diabetes Mellitus tipe II, hal ini karena pankreas tidak mempunyai kapasitas yang disebabkan oleh jumlah/kadar insulin oleh sel maksimum untuk disekresikan. Oleh karena itu, mengkonsumsi makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin dalam jumlah memadai dapat menyebabkan Diabetes Mellitus.

  (3) Gaya hidup Makanan cepat saji dan olahraga tidak teratur merupakan salah satu gaya hdup jaman sekarang yang dapat memicu terjadinya Diabetes Mellitus tipe II.

  (4) Obesitas Seseorang dikatakan obesitas apabila indeks masa tubuh (IMT

  ) lebih besar dari 25 HDL (“baik” kadar kolesterol) dibawah 35mg/dL dan tingkat trigliserida lebih dari 250mg/dL dapat meningkatkan resiko Diabetes Mellitus tipe II.

  (5) Hipertensi Tekanan darah >140/90 mmHg dapat menimbulkan resiko Diabetes Mellitus tipe II

  (6) Bahan-bahan kimia dan obat-obatan (7) Penyakit dan infeksi pada pankreas (8) Dislipedimia: keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida >250 mg/dL). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (<35 mg/dL) sering didapat pada pasien Diabetes Mellitus.

  4. Patofisiologi Pada Diabetes Mellitus tipe II ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel, sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.

  Resistensi insulin pada Diabetes Mellitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.

  Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal/sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi Diabetes Mellitus tipe II.

  Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas Diabetes Mellitus tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada Diabetes Mellitus tipe II.

  5. Manifestasi Klinik Menurut Riyadi (2007), manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien Diabetes Mellitus, yaitu : a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin)

  b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel karena air intrasel. Dehidrasi intra sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat peka). Dehidrasi intra sel merangsang pengeluaran ADH (Anti Diuretik Hormone) dan menimbulkan rasa haus.

  c. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien Diabetes Mellitus lama, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.

  d. Polifagia (peningkatan rasa lapar)

  e. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada penderita Diabetes Mellitus kronik.

  f. Kelainan kulit : gatal-gatal, bisul.

  Kelainan kulit berupa gatal-gatal, biasanya terjadi didaerah ginjal. Lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat timbulnya jamur.

  g. Kelainan ginekologis.

  h. Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama jamur candida. i. Kesemutan / rasa baal akibat terjadinya neuropati.

  Pada penderita Diabetes Mellitus regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein, akibatnya banyak sel persarafan terutama perifer mengalami kerusakan. j. Kelemahan tubuh.

  Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal. k. Luka/bisul yang tidak sembuh-sembuh

  Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Pada penderita Diabetes Mellitus bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan. Selain itu, luka yang sulit sembuh juga dapat diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita Diabetes Mellitus. l. Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi.

  Penderita Diabetes Mellitus mengalami penurunan produksi hormone seksual akibat kerusakan testosteron dan sistem yang berperan. m. Mata kabur.

  Disebabkan oleh katarak/gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus vitreum.

  6. Komplikasi

  a. Komplikasi akut (1) Ketoasidosis diabetik

  Adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias, terutama diakibatkan oleh defisiensi insulin absolut atau insulin relatif.

  (2) Hipoglikemi Adalah penurunan kadar glukosa dalam darah.

  Biasanya disebabkan peningktan kadar insulin yang kurang tepat atau asupan karbohidrat kurang.

  (3) Hiperglikemia hiperosmolar non ketolik Adalah suatu dekompensasi metabolik pada pasien Diabetes Mellitus tanpa disertai adanya ketoasidosis. Gejalanya pada dehidrasi berat, tanpa hiperglikemia berat dan gangguan neurologis.

  b. Komplikasi kronis (1) Mikroangiopati

  a) Retinopati diabetikum disebabkan karena kerusakan pembuluh darah retina. Faktor terjadinya retinopati diabetikum: lamanya menderita Diabetes Mellitus, umur penderita, kontrol gula darah, faktor sistemik (hipertensi, kehamilan).

  b) Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi dalam urin yang disebabkan adanya kerusakan pada glomerulus. Nefropati diabetikum merupakan faktor resiko dari gagal ginjal kronik. c) Neuropati diabetikum biasanya ditandai dengan hilangnya reflex, selain itu juga bisa terjadi poliradikulopati diabetikum yang merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan pada satu atau lebih akar saraf dan dapat disertai dengan kelemahan motorik, biasanya dalam waktu 6-12 bulan. (2) Makroangiopati

  a) Pemyakit jantung koroner dimana diawali dari berbagai bentuk dislipidemia, hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL. Pada Diabetes Mellitus sendiri tidak meningkatkan kadar LDL, namun sedikit kadar LDL pada Diabetes Mellitus tipe II sangat bersifat atherogeni karena mudah mengalami glikalisasi dan oksidasi.

  b) Kaki diabetik Terdapat 4 faktor utama yang berperan pada kejadian kaki Diabetes Mellitus:

  (a) Kelainan vaskular: angiopati, contoh: aterosklerosis (b) Kelainan saraf : Neuropati otonom dan perifer

  (c) Infeksi (d) Perubahan biomekanika kaki

  7. Penatalaksanaan Tujuan umum terapi Diabetes Mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe Diabetes Mellitus adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.

  Menurut Brunner & Suddart (2002), ada empat komponen dalam pelaksanaan Diabetes Mellitus, yaitu : a) Diet dan pengendalian berat badan

  Merupakan dasar dari penatalaksanaan Diabetes Mellitus. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita Diabetes Mellitus diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini:

  1) Memberikan semua unsur makanan essensial (misalnya vitamin, mineral).

  2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai 3) Memenuhi kebutuhan energi

  4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis.

  5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.

  Standar makanan yang dianjurkan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik, seperti: Karbohidrat : 60

  • – 70% Protein : 10
  • – 15% Lemak : 20
  • – 25

  b) Latihan Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan Diabetes Mellitus karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi resiko kardiovaskuler.

  Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga.

  c) Edukasi Menurut Waspaji (2002), Pengelolaan mandiri Diabetes Mellitus secara optimal membutuhkan partisipatif aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang berlangsung seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai perubahan perilaku, membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan motivasi yang berkenaan dengan: 1) Makan makanan sehat 2) Kegiatan jasmani secara teratur 3) Menggunakan obat Diabetes Mellitus secara aman, teratur, dan pada waktu-waktu yang spesifik.

  4) Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai informasi yang ada.

  5) Melakukan perawatan kaki secara berkala. 6) Mengelola Diabetes Mellitus dengan tepat. 7) Mengembagkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan.

  8) Dapat mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

  Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi dan memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi dan evaluasi.

  d) Terapi farmakologis (jika diperlukan) Pada Diabetes Mellitus tipe II insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya.

  Disamping itu, sebagai pasien Diabetes Mellitus tipe II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet dan obat kadang membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan pembedahan atau beberapa kajadian stres lainnya.

  8. Beda Diabetes Mellitus tipe I dan Diabetes Mellitus Tipe II: Menurut Arisman (2011), perbedaan pertama terletak pada usia pasien saat pertama kali didiagnosis. Diabetes Mellitus tipe I lebih banyak menyerang pasien di bawah umur 20 tahun sehingga sering disebut juvenile onset, sebaliknya Diabetes Mellitus tipe II lebih banyak menyerang pasien pada usia 35 tahun ke atas atau disebut adult onset. Penggunaan istilah

  

juvenile onset dan adult onset saat ini sudah dihilangkan, sebab

  pada kenyataannya Diabetes Mellitus tipe I dan Diabetes

  Mellitus tipe II bisa menyerang usia berapapun. Hanya saja, kecenderungannya masih sama yakni Diabetes Mellitus tipe I lebih banyak menyerang di usia muda dan Diabetes Mellitus tipe II di usia tua. Selanjutnya adalah postur dan perawakan pengidapnya. Pasien Diabetes Mellitus tipe I umumnya memiliki perawakan kurus, sedangkan Diabetes Mellitus tipe II lebih banyak menyerang orang-orang bertubuh besar yang dikategorikan kelebihan berat badan (overweight) ataupun obesitas.

  Diabetes Mellitus tipe I dan Diabetes Mellitus tipe II juga dibedakan berdasarkan penyebabnya. Diabetes Mellitus tipe I disebabkan oleh kerusakan pankreas sehingga produksi insulin berkurang, sementara Diabetes Mellitus tipe II disebabkan oleh resistensi insulin dalam arti insulinnya cukup tetapi tidak bekerja dengan baik dalam mengontrol kadar gula darah, karena penyebabnya berbeda, pengobatan kedua tipe Diabetes Mellitus ini juga tidak sama. Pengidap Diabetes Mellitus tipe I membutuhkan insulin dalam bentuk suntikan maupun pompa insulin sedangkan pasien Diabetes Mellitus tipe II cukup mengkonsumsi obat oral atau obat telan. Diabetes Mellitus tipe I susah diprediksi dan dicegah, sebab merupakan kelainan genetik yang dibawa sejak lahir. Lain halnya dengan Diabetes Mellitus tipe II yang sangat bisa dicegah, karena biasanya menyerang orang-orang dengan pola makan tidak sehat dan jarang berolahraga.

Tabel 2.1 Diabetes Mellitus tipe I dan Diabetes Mellitus tipe II Letak Diabetes Mellitus tipe I Diabetes Mellitus tipe II

  Onset Anak/dewasa muda (<25 tahun) Biasanya setelah usia pertengahan

  Proporsi <10% dari semua penyandang DM >90% dari semua penyandang DM Riwayat Keluarga Tidak lazim Sangat lazim Gejala Akut/sub-akut Lambat Ketoasidosis Sering sekali Jarang, kecuali jika sakit/stress Antibodi ICA, GAD

  Sangat sering positif Biasanya negative Obesitas saat onset Tidak obes Obes sebelum onset Kaitan dengan HLA tipe tertentu

  Ada Tidak ada Kaitan dengan penyakit autoimun Kadang-kadang ada Tidak ada C-peptida darah/urin

  Sangat rendah Rendah/normal/tinggi

Kegunaan insulin Penyelamat nyawa Kadang-kadang diperlukan

sebagai pengawasan gula darah

  Penyebab Pankreas tidak mampu membuat insulin Produksi insulin masih ada, tetapi sel target tidak peka

  Kegunaan diet Mengawasi gula darah (makan/jajan harus diatur seputar pemberian insulin agar tidak terjadi hipoglisemia)

  Menurunkan BB (jadwal tidak harus ketat, kecuali kalau insulin juga diberikan)

  (Sumber : Arisman, 2011)

B. Kadar Gula Darah

  1. Definisi Kadar gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari (70-150 mg/dl), tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan (Henrikson J. E., 2009).

  Ada beberapa tipe pemeriksaan glukosa darah yaitu pemeriksaan gula darah puasa mengukur kadar glukosa darah selepas tidak makan setidaknya 8 jam lalu pemeriksaan gula darah postprandial 2 jam mengukur kadar glukosa darah tepat selepas 2 jam makan. Pemeriksaan gula darah adalah random mengukur kadar glukosa darah tanpa mengambil kira waktu makan terakhir (Henrikson J. E., 2009).

  Tingginya kadar gula darah pada penderita Diabetes Mellitus disebabkan oleh terganggunya organ pankreas sehingga hormon insulin yang dihasilkan menjadi kurang maksimal, akibatnya, insulin yang dihasilkan jumlahnya bisa sedikit bahkan tidak mencukupi untuk menurunkan kadar gula darah atau jumlah insulin mencukupi tetapi kualitasnya rendah sehingga tetap tidak bisa menurunkan kadar gula darah, sebab insulin disini berperan dalam mendorong glukosa darah ke sel tertentu untuk diubah menjadi energi dan mengubah kelebihan glukosa darah menjadi glikogen yang disimpan di hati dan otot sebagai timbunan energi (Abuaqila, 2008).

  2. Meknisme Pengaturan Gula Darah Tingkat gula darah diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Level glukosa di dalam darah dimonitor oleh pankreas, bila konsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, pankreas akan melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di lever (hati), kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses ini disebut glikogenolisis). Glukosa dilepaskan ke dalam aliran darah, hingga meningkatkan level gula darah.

  Apabila level gula darah meningkat, entah karena perubahan glikogen atau karena pencernaan makanan, hormon yang lain akan dilepaskan dari butir-butir sel yang terdapat di dalam pankreas, hormon ini yang disebut insulin dan akan menyebabkan hati mengubah lebih banyak glukosa menjadi glikogen, proses ini disebut glikogenosis, yang mengurangi level gula darah.

  Diabetes Mellitus tipe I disebabkan oleh tidak cukup atau tidak dihasilkannya insulin, sementara Diabetes Mellitus tipe II disebabkan oleh respon yang tidak memadai terhadap insulin yang dilepaskan (resistensi insulin), kedua jenis Diabetes Mellitus ini mengakibatkan terlalu banyak glukosa yang terdapat di dalam darah.

  Panduan federasi Diabetes International (IDF) tentang pengelolaan gula darah sesudah makan, merekomendasikan pasien Diabetes Mellitus untuk menjaga kadar gulanya agar tidak lebih dari 140mg/dL pada dua jam sesudah makan. Panduan IDF ini menekankan pentingnya menjaga gula darah sesudah makan agar terhindar dari resiko komplikasi Diabetes Mellitus. (Triyono & Heru, 2009)

  Kadar glukosa darah prepardial 90-130mg/dL, kadar glukosa darah postpradial <180 mg/dL (Yunir. E., 2007).

  3. Pengaruh Langsung Dari Masalah Gula Darah Bila level gula darah menurun terlalu rendah, berkembanglah kondisi yang bisa fatal yang disebut hipoglikemia.

  Gejala-gejalanya adalah perasaan lelah, fungsi mental yang menurun, rasa mudah tersinggung, dan kehilangan kesadaran. Bila levelnya tetap tinggi, yang disebut hiperglikemia, nafsu makan akan tertekan untuk waktu yang singkat. Hiperglikemia dalam jangka panjang dapat menyebabkan masalah-masalah kesehatan yang berkepanjangan yang berkaitan dengan Diabetes Mellitus, termasuk kerusakan pada mata, ginjal dan saraf (Yunir. E., 2007).

  4. Cara Mengontrol Kadar Gula Darah Kadar gula darah dapat di kontrol dengan 3 cara yakni menjaga berat badan ideal, diet makanan seimbang dan melakukan olah raga/latihan fisik. Seiring dengan berjalannya waktu, ketiga cara tersebut, kadar gula darah mungkin tidak terkontrol dengan baik, pada keadaan seperti inilah baru diperlukan obat anti diabetes (OAD), pada dasarnya obat baru diperlukan jika dengan cara diet dan olahraga gula darah belum terkontrol dengan baik. (Ramdhani.

  R., 2008).

  5. Cara Menurunkan Kadar Glukosa Darah (Susatyo, JP., 2010)

  a. Diet Diet rendah karbohidrat merupakan cara yang paling dikenal dalam menurunkan kadar gula darah. Makanan yang rendah karbohidrat termasuk susu kedelai, selai, dan ikan kering bisa menjadi pilihan. Selain itu, makanan tinggi serat seperti kacang kedelai, oatmeal, bran/sekam atau sereal dengan kismis, roti whole bread dan kacang-kacangan bisa membantu mengontrol diabetes. Disamping itu, menambah asupan buah dan sayur-sayuran segar.

  b. Olahraga Tetap aktif dan berolahraga setiap hari. Jalan kaki dan bentuk olahraga ringan lainnya dapat membantu membakar gula didalam tubuh. Jalan cepat, memotong rumput dan aktivitas rumah tangga lainnya merupakan pilihan olahraga yang tepat untuk mengatur kadar glukosa darah.

  c. Turunkan berat badan Berat badan normal akan membantu mengontrol kadar glukosa darah. Berkonsultasi dengan ahli nutrisi dan mengikuti anjuran diet dengan benar.

  d. Suplemen Penderita diabetes lebih beresiko mengalami kekurangan seng.

  Mengkonsumsi suplemen atau memperbanyak asupan makanan yang mengandung seng untuk menurunkan kadar gula darah.

  Ayam dan sarden merupakan makanan yang kaya akan seng.

  e. Istirahat cukup Kurang tidur akan mengurangi kemampuan tubuh untuk mengolah glukosa darah agar efektif. Anda bisa membantu menurunkan kadar gula darah dengan istirahat yang cukup. f. Obat-obatan Penggunaan insulin dan obat-obatan penurun kadar gula darah harus sesuai dengan dosis dan waktu penggunaan yang dianjurkan karena apabila tidak sesuai atau lupa, dapat mengakibatkan, efek samping yang tidak diharapkan seperti hipoglikemik dan hiperglikemik.

Tabel 2.2 : Kriteria Pengendalian Diabetes Mellitus. Kriteria Baik Sedang Buruk

  Glukosa darah puasa (mg/dL) 80-109 110-125 ≥126

  Glukosa darah 2 jam (mg/dL) 110-144 145-179 ≥180

  Glukosa sewaktu 80-144 145-179 ≥180

  A1C < 6,5 6,5-8 >8 Kolesterol total (mg/dL) < 200 200-239

  ≥240 Kolesterol LDL (mg/dL) < 100 100-129

  ≥130 Kolesterol HDL (mg/dL) > 45 TrigliKersenda (mg/dL) < 150 150-199

  ≥200

  2)

  IMT (kg/m 18,5-22,9 23-25 >25 Tekanan darah (mmHg) <130/80 130-140/80-90 >140/90

  

Sumber: Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes

Mellitus tipe II Perkeni di Indonesia : 2006

  6. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Terkendalinya Kadar Glukosa Darah

  a. Faktor Internal 1) Penyakit dan Stres

  Seseorang yang sedang menderita sakit karena virus atau bakteri tertentu akan merangsang produksi hormone tertentu yang secara tidak langsung berpengaruh pada kadar gula darah (Tandra, 2008). Adapun menurut Leslie (1999), kadar gula darah dipengaruhi oleh stress seseorang.

  Stress adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan individu untuk berespon atau melakukan tindakan. Stress muncul ketika ada ketidakcocokan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuan yang dimiliki, (Selye, 2005). Diabetesi yang mengalami stress dapat merubah pola makan, latihan, penggunaan obat yang biasanya dipatuhi diabetesi dan hal ini menyebabkan terjadinya hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2002).

  Selain itu, stress memicu terjadinya reaksi biokimia dalam tubuh melalui 2 jalur, yaitu netral dan neuro endokrin. Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi dalam saraf simpatis yang menyebabkan ujung saraf mengeluarkan norepinefrin untuk meningkatkan frekuensi jantung. Peningkatan frekuensi jantung bertujuan untuk memperoleh perfusi yang baik, kondisi ini menyebabkan glukosa darah meningkat guna sumber energi untuk perfusi (Guyton, 1996).

  Bila stress menetap, respon stress akan melibatkan hipotalamus pituitari. Hipotalamus mensekresi corticotropin-

  

releasing factor , yang menstimulasi pituitari anterior untuk

  memproduksi glukokartikoid, terutama kortisol. Peningkatan kortisol akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah (Smeltzer & Bare, 2002). Selain itu kortisol juga dapat menginhibisi pengambilan glukosa oleh sel tubuh (Guyton, 1996).

  2) Obesitas Obesitas artinya berat badan yang berlebih minimal sebanyak 20% dari berat badan idaman. Rumus untuk menentukan berat badan idaman adalah sebagai berikut : (TB dalam cm

  • – 100) – 10%. Hal ini berarti indeks masa tubuh lebih dari 25 kg/m2 (Sukarji, 2007). Individu dengan Diabetes Mellitus tipe II diketahui sebanyak 80% diantaranya adalah obesitas. Obesitas menyebabkan reseptor insulin pada target di seluruh tubuh kurang sensitif dan jumlahnya berkurang sehingga insulin dalam darah tidak dapat dimanfaatkan (Ilyas, 2007). 3) Makanan / Asupan Makan Makanan diperlukan sebagai bahan bakar dalam pembentukan ATP. Selama pencernaan, banyak zat gizi yang diabsorpsi untuk memenuhi kabutuhan energi tubuh sampai makanan berikutnya. Di dalam makanan yang dikonsumsi, terkandung karbohidrat, lemak dan protein (Tandra, 2008). Kadar gula darah sebagian tercantum pada apa yang dimakan dan oleh karenanya sewaktu makan diperlukan adanya keseimbangan diet. Mempertahankan kadar gula darah agar mendekati nilai normal dapat dilakukan dengan asupan
makanan yang seimbang sesuai dengan kebutuhan (Sukardji, 2002).

  Makanan yang berbeda dapat memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap kadar gula darah. Faktor-faktor penting dalam diri karbohidrat terhadap kenaikan kadar gula darah (Rimbawan, 2004) adalah sebagai beikut :

  a) Kandungan serat dalam makanan

  b) Proses pencernaan

  c) Cara pemasakannya

  d) Ada atau tidaknya zat anti terhadap penyerapan makanan sebagi zat anti nutrient e) Waktu makan dengan kecepatan lambat atau cepat

  f) Pengaruh intoleransi glukosa

  g) Pekat atau tidaknya makanan Pasien Diabetes Mellitus memiliki kemampuan tubuh yang terbatas untuk mengatur metabolisme hidrat arang dan jika toleransi hidrat arang dilampaui, pasien akan mengalami glikosuria dan ketonuria yang pada akhirnya dapat menjadi ketoasidosis, maka pembatasan kandungan hidrat arang dalam diet pasien Diabetes Mellitus harus dilakukan (PERKENI, 1998).

  4) Jumlah latihan fisik / Olahraga yang dilakukan Manfaat latihan fisik atau olahraga sebagai terapi Diabetes

  Mellitus telah cukup lama dikenal sebagai salah satu upaya penanggulangan penyakit Diabetes Mellitus, disamping obat dan diet (Darmono, 2002). Latihan fisik dapat meningkatktan sensitifitas jaringan terhadap insulin. Pada Diabetes Mellitus tipe I peningkatan sensitifitas jaringan terhadap insulin tersebut dapat mengurangi kebutuhan insulin, sedangkan pada Diabetes Mellitus tipe II peningkatan sensitifitas jaringan tersebut sangat penting dalam regulasi kadar glukosa darah (Ilyas, 2007).

  5) Perawatan baik dengan Tablet maupun Insulin Cara kerja obat hipoglikemk oral pada umumnya merangsang sel beta pankreas untuk mengeluarkan insulin atau mengurangi absorpsi glukosa dalam usus, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah.

  Pencegahan dengan mengatur pola makan masih merupakan pengobatan utama, tetapi bila hal ini bersama latihan jasmani ternyata gagal, maka diperlukan penambahan obat oral. Obat hipoglikemik oral diberikan agar Diabetes Mellitus dapat terkontrol dengan baik (Soegondo, 1995). b. Faktor Eksternal 1) Pendidikan

  Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara atau mengatasi masalah-masalah dan meningkatkan kesehatannya. Pendidkan bagi pasien Diabetes Mellitus berhubungan dengan perilaku pasien dalam melakukan pengendalian terhadap kadar glukosa darah agar tetap stabil.

  Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini membutuhkan waktu yang lama, namun hasil yang dicapai bersifat tahan lama karena didasari oleh kesadaran sendiri (Notoadmodjo, 2005). 2) Pengetahuan

  Pengetahuan meru pakan penampakan dari hasil “tabu” dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan adalah hasil pengetahuan manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “what” (Notoatmodjo, 2002).

  Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam diri orang tersebut sehingga terjadi suatu proses berurutan (Rogers, 1994).

  Jadi, pengetahuan merupakan tingkatan terendah dalam domain kognitif. Pengetahuan merupakan hasil dari tingkah laku, hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan pada suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 1993). Pasien Diabetes Mellitus akan mampu melakukan pengendalian kadar glukosa darah dengan baik jika didasari dengan pengetahuan mengenai penyakit Diabetes Mellitus baik tanda dan gejala maupun penanganannya.

  3) Kedekatan dan Keterpaparan terhadap Sumber Informasi Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan informasi, mempengaruhi kemampuan, semakin banyak sumber informasi yang diperoleh maka semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2003).

  Salah satu faktor yang mempengaruhi tindakan seseorang dalam meningkatkan kualitas kesehatannya adalah terjangkaunya informasi yaitu tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil seseorang. Pada pasien Diabetes Mellitus, dengan adanya kemudahan untuk memperoleh informasi mengenai pengendalian kadar gula darah dapat memfasilitasi terjadinya tindakan untuk melakukan pengendalian kadar gula darah mereka.

C. Daun Kersen (Muntingia calabura L.)

  1. Definisi Daun Kersen (Muntingia calabura L.) atau biasa disebut ceri Indonesia ini adalah nama sejenis pohon yang memiliki buah kecil yang manis. Nama-nama lainnya di beberapa negara adalah:

  datiles, aratiles, manzanitas (Filipina), khoom somz (Laos),

  (Kamboja), dan kerukup siam (Malaysia). Juga

  krakhob barang

  dikenal sebagai capulin blanco, cacaniqua, niguito (bahasa Spanyol). Jamaican cherry, yang lalu nama tersebut diambil menjadi kersen dalam bahasa Indonesia. Ditambahkan oleh Rahman dkk (2010), nama latin buah kersen adalah Muntingia

  calabura L. yang dikenal sebagai China cherry. Disebutkan oleh

  Soepomo. T. (1991), Tanaman kersen memiliki kedudukan taksonomi sebagai berikut:

  Kerajaan : Plantae (tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan biji) Anak Divisi : Angiospermae (Tumbuhan biji tertutup)

  Kelas : Dicotyledoneae (Tumbuhan biji belah) Anak Kelas : Dialypetalae Bangsa : Malvales / Columniferae Suku : Elaeocarpaceae Genus : Muntingia Species : Muntingia calabura L.

Gambar 2.1. Pohon dan Daun Kersen (Muntingia calabura L.)

  Kersen (Muntingia calabura L.) merupakan tanaman buah tropis termasuk family Elaeocarpaceae yang mudah dijumpai. Kersen (Muntingia calabura L.) berkhasiat sebagai antioksidan, obat sakit kuning, memelihara kesehatan hati dan ginjal, mencegah kanker, dan meningkatkan kebugaran tubuh serta antidiabetes (Sentra Informasi IPTEK, 2005).

  Daun kersen (Muntingia calabura L.) mengandung senyawa atau lignan antara lain falvonoid, tannin, triterpene, saponin, dan polifenol yang menunjukan aktivitas antioksidatif (Priharyanti & Zakaria, 2007). Antioksidan tersebut diduga mampu melindungi sel hati dari kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas.

  Pengambilan zat kimia dalam daun kersen (Muntingia calabura L.) dilakukan dengan ekstraksi prinsip maserasi dengan pelarut aqua disyillated (Zakaria ZA.

  Mat A.M, Mastura M, Mat S.H, Mohamed A.M, Moch Jamil N.S, Rofiee M.S and Sulaiman M.R., 2007).

  2. Morfologi Tumbuhan kersen (Muntingia calabura L.) Tumbuhan kersen (Muntingia calabura L.) merupakan tumbuhan perdu atau pohon kecil yang tingginya hanya sampai 12 meter, meski umumnya hanya sekitar 3-6 m saja. Selalu hijau dan terus menerus berbunga dan berbuah sepanjang tahun, cabang- cabang mendatar, menggantung di ujungnya membentuk naungan yang rindang. Ranting-ranting berambut halus bercampur dengan rambut kelenjar, demikian pula daunnya, daun-daun terletak mendatar, berseling, helaian daun tidak simetris, bundar telur lanset, tepinya bergerigi dan berujung runcing, 1-4 x 4-14 cm sisi bawah berambut kalabu rapat, bertingkai pendek. Daun penumpu yang sebelah meruncing berbentuk benang lk 0,5 cm, agak lama lalu mengering dan rontok. Bunga dalam berkas berisi 1-3 (-5) kuntum, terletak di ketiak agak di sebelah atas tumbuhnya daun. Bertangkai panjang, berkelamin dua dan berbilangan lima, kelopak berbagi dalam, taju meruncing bentuk benang, berambut halus, mahkota bertepi rata, bundar telur terbalik, putih tipis gundul lk 1 cm. Benang sari berjumlah banyak, 10 sampai lebih dari 100 helai.

  Bunga yang mekar menonjol keluar, ke atas helai daun. Umumnya hanya satu-dua bunga yang menjadi buah dalam tiap berkasnya.

  Bertangkai panjang, bulat hampir sempurna, diameter 1-1,5 cm, hijau kuning dan akhirnya merah apabila masak, bermahkota sisa tangkai putik yang tidak rontok serupa bintang hitam bersudut lima. Berisi beberapa ribu biji yang kecil-kecil halus, putih dan kekuningan, terbenam dalam daging dan sari buah yang manis sekali (Purwonegoro, 1997).

  3. Kandungan

Tabel 2.3 : Kandungan Kersen (Muntingia Callabura L.) Nama Zat Kegunaan

  Flavonoid Bersifat antioksidan, menyekresi hormon insulin yang bekerja untuk metabolisme gula. Tannin Sebagai anti hama untuk mencegah serangga dan fungi pada tanaman. Triterpene meningkatkan fungsi mental lebih baik dan memberi efek menenangkan, mempelancar peredaran darah menuju otak. Saponin mengurangi populasi protozoa, meningkatkan populasi bakteri pancerna serat kasar. Polifenol memiliki kemampuan melindungi tubuh dari efek berbahaya radikal bebas. Kalsium Melancarkan peredaran darah, Melenturkan otot,

  Menormalkan tekanan darah Tiamin Dapat mengendapkan protein sehingga digunakan sebagai antiseptik.

  Ribofalin membantu mencegah berbagai kondisi penyakit umum seperti sakit kepala migrain, katarak, jerawat, dermatitis, rheumatoid arthritis, dan eksim. Niasin membantu fungsi sistem pencernaan manusia yang normal, mempromosikan nafsu makan yang sehat, berfungsi nya saraf, dan kulit bersinar. Mineral Memberikan ketahanan tubuh terhadap penyakit, dan berinteraksi dengan vitamin untuk fungsi tubuh. Vitamin A, B1, Bahan Penting untuk menjalankan fungsi tubuh secara B2, B6, B12, C, E normal dan sehat dan Asam Folat Kromium Memfungsikan hormon insulin lebih efisien dengan jalan membantu ambilan glukosa dari aliran darah ke dalam sel.

  

Sumber : Dwi & Istikhomah, (2010). Dituliskan oleh Ujianto (2011), kandungan gizi buah kersen (Muntingia ) tidak kalah dengan buah yang lain misalnya mangga. Kandungan calabura L. vitamin C buah mangga 30mg sedangkan pada buah kersen (Muntingia calabura

  

L. ) 80,5 mg, selain kandungan kalium pada buah kersen (Muntingia calabura L.)

  124,6 mg jauh lebih dari buah mangga yang hanya 15 mg. Di Indonesia secara tradisional buah kersen (Muntingia calabura L.) digunakan untuk mengobati asam urat dengan cara mengkonsumsi buah kersen (Muntingia calabura L.) sebanyak 9 butir 3 kali sehari dan terbukti dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan dari penyakit asam urat (Ujianto, 2011).

  Daun Kersen (Muntingia calabura L.) telah lama dimanfaatkan sebagai tanaman obat tradisional yang digunakan sebagai obat sakit kepala dan anti radang oleh masyarakat Peru (Wiwied, 2009).

  Daun Kersen (Muntingia calabura L.) mengandung sekelompok senyawa atau lignan antara lain flavonoid, tannin, triterpene, saponin, dan polifenol yang menunjukan aktivitas antioksidan (Priharyanti dan Zakaria, 2007).

  Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan mengecualikan alga dan hornwort. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kulit , tepung sari, nectar, bunga, buah buni, dan biji. Menurut perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid. Sebagian besar tanin pun berasal dari flavonoid. Jadi, flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap ekstrak tumbuhan. (Markham, 1981).

  Hasil penelitian terdahulu menemukan bahwa kulit batang tumbuhan Kersen (Muntingia calabura L.) berkhasiat sebagai obat yaitu untuk peluruh dahak, dan untuk menurunkan kadar glukosa darah pada tikus putih. Sementara penggunaan tumbuhan Kersen (Muntingia calabura L.) secara tradisional digunakan untuk penyembuhan asam urat, antiseptik, antiflamasi, dan antitumor, dimana penggunaannya untuk obat-obatan dilakukan dengan meminum air rebusan dari kulit batang dan daun tumbuhan Kersen (Muntingia calabura L.).

  Sedikit berbeda penggunaannya untuk penyembuhan antiseptik dari tumbuhan Kersen (Muntingia calabura L.), yaitu air rebusan daun dan batang tumbuhan Kersen (Muntingia calabura L.) digunakan bukan dengan cara dikonsumsi, melainkan dioleskan ke daerah luka yakni untuk membunuh bakteri C. Diptheriea, S. Aureus, P Vulgaris, S Epidemidis dan K Rizhophil. (Verdayanti T.E., 2009).

  Penelitian juga pernah dilakukan terhadap tumbuhan Kersen (Muntingia

  

calabura L. ) yakni bagian daunnya, dimana daun kersen (Muntingia calabura L.)

  mengandung kelompok senyawa antara lain flavonoid, tannin, triterpen, saponin dan polifenol yang menunjukkan aktifitas antioksidatif. Antioksidan tersebut diduga mampu melindungi sel hati dari kerusakan yang diakibatkan radikal bebas. Pengambilan zat kimia daun kersen (Muntingia calabura L.) dilakukan dengan ekstraksi prinsip maserasi dengan pelarut aqua distillated. Dalam penelitiannya digunakan karbon tetraklorida (CCl4) sebagai induktor terjadinya hepatotoksik. CCl4 merusak hampir semua sel tubuh termasuk sistem saraf pusat, hati, ginjal, dan pembuluh darah. Adanya efek merusak CCl4 ini terhadap hati dapat dihambat dengan pemberian ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.), yaitu antioksidan yang terdiri dari flavonoid, triterpene, saponin dan polifenol menyebabkan peroksida lipid yang ditimbulkan oleh radikal bebas CCl4 berkurang, sehingga fungsi membran sel tetap terjaga. (Haki, 2009)

  Secara kualitatif diketahui bahwa senyawa yang dominan dalam daun Kersen (Muntingia Callabura L.) adalah flavonoid, flavonoid sendiri dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker dan anti diabetes. Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk melindungi struktur sel, meningkatkan efektifitas vitamin C, anti inflamasi, mencegah keropos tulang, antibiotic dan sebagai antidiabetes (Zakaria et al. 2007).

  Beberapa ilmuwan yang meneliti daun kersen (Muntingia calabura L.) mengetahui daun kersen (Muntingia calabura L.) mengandung senyawa kimia golongan saponin dan flavonoid. "Senyawa golongan flavonoid dapat bekerja sebagai antioksidan, sehingga bisa menyekresi hormon insulin yang diperlukan untuk metabolisme gula. Daun kersen (Muntingia calabura L.) juga berkhasiat melindungi fungsi otot jantung. Sebuah penelitian membuktikan kerja aktif kandungan daun kersen (Muntingia calabura L.) dalam melindungi fungsi otot jantung. Minum rebusan daun kersen (Muntingia calabura L.) baik untuk melindungi fungsi jantung dan kemungkinan kerusakan akibat racun yang masuk ke dalam tubuh (Suhardjono, 2013).

  Menurut Suhardjono (2013) Khasiat Kersen (Muntingia calabura L.) selain sebagai obat diabetes juga sebagai, antara lain : (1) Hipertensi

  Jemur daun kersen (Muntingia calabura L.) sampai kering, seperti kita membuat teh. Setelah daun kering seduh secukupnya dengan air putih panas untuk satu gelas kecil. Tunggu beberapa saat hingga air putih berubah seperti air teh. Minum satu kali sehari.

  (2) Asam Urat Makan buah sembilan butir buah kersen tiga kali sehari. Itu terbukti dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan oleh penyakit asam urat. (3) Kolesterol

  Rebus 1-2 genggam daun Kersen (Muntingia Callabura L.) segar dengan tiga gelas air. Sisakan air rebusan hingga tinggal satu gelas dan minum ramuan itu secara teratur tiga kali sehari. (4) Komposisi Rebusan Daun Kersen (Muntingia calabura L.) sebagai

  Antidiabetes Gunakan 100 gram (10 lembar) daun kersen (Muntingia calabura L.) yang telah dicuci bersih dan rebus dengan menggunakan panci ukur dengan rebusan 200cc air hingga mendidih dan tersisa separuhnya. Hasil rebusan itu diminum satu kali sehari dengan takaran sebanyak 1 gelas, lalu diminum baik dalam kondisi dingin ataupun hangat. Jika menggunakan ekstrak daun kering, 2-5 gram seduh dalam 200 ml air. Keterkaitan antara Rebusan Daun kersen (Muntingia calabura L.) dengan Penurunan Kadar Gula Darah Sewaktu (GDS) Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe

  II yaitu terletak pada penatalaksanaan, karena penatalaksanaan Diabetes Mellitus terdiri dari empat komponen, yaitu pendidikan kesehatan, diet, latihan dan therapy non farmakologi, pendidikan kesehatan sangat penting dalam penatalaksanaan Diabetes Mellitus karena penyuluhan tentang teraphy non farmakologis efeknya dapat menurunkan kadar gula darah, juga dapat memanfaatkan tumbuhan herbal tanpa campur tangan obat-obatan kimia (Sudjono,2003).

  Pendidikan kesehatan tentang therapy non farmakologis yaitu pemanfaatan daun kersen (Muntingia calabura L.). Daun Kersen (Muntingia calabura L.) merupakan salah satu tanaman yang diduga memiliki substansi aktif sebagai antidiabetes yaitu flavonoid, tannin, triterpene, saponin, dan polifenol.

  Kerangka Teori adalah kesimpulan dan tinjauan pustaka yang berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan (Syarifudin, 2010).

Gambar 2.2 Kerangka Teory Penelitian Sumber : Guyton & Hall (2002), Ehsa (2010) dan Susatyo J.P. (2010).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi Diabetes mellitus tipe II:

  1. Usia

  2. Obesitas

  3. Riwayat keluarga

  4. Kelompok etnik

  5. Aktivitas fisik kurang

  6. Penyakit lain Terapi penurunan kadar gula darah :

  1. Diet

  2. Alternatife/herbal dengan rebusan daun kersen (Muntingia calabura L.)

  3. Therapy

  4. Obat-obatan

  5. Suplemen Diabetes

  Mellitus tipe II

  III. Kerangka Konsep

  Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi dan tinjauan pustaka (Syarifudin, 2010).

  Kerangka konseptual penelitian ini adalah : Variabel Bebas Variabel Terikat

  Pemberian rebusan daun kersen Kadar Gula Darah Pasien

  (Muntingia calabura L.) Diabetes Mellitus tipe II

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

  IV. Hipotesis

  Hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh pemberian rebusan daun Kersen (Muntingia calabura L.) terhadap penurunan kadar gula pada pasien Diabetes Mellitus tipe II.