Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembagian kewenangan dalam pemerintahan yang bersifat desentralisasi
disadari sangat diperlukan dan tepat untuk diterapkan di negara yang memiliki
sebaran wilayah kepulauan yang luas dengan keanekaragaman budaya majemuk
serta Indonesia ini. Di samping memudahkan koordinasi dalam pemerintahan,
sistem

desentralisasi

lebih

demokratis

karena

implementasi

kekuasaan


diselaraskan dengan karakter budaya dan kebiasaan daerah masing-masing.
Sering terdapat kecenderungan untuk mempertentangkan antara negara
federal dengan otonomi daerah dalam negara kesatuan.Federalisme adalah suatu
wahana untuk memperhatikan perbedaan daerah (budaya, bahasa dan sebagainya)
dengan memberikan suatu otonomi politik yang luas.Pada kenyataannya
federalism dan regionalism merupakan dua realitas politik yang berbeda.Negara
federal adalah hasil dari penggabungan sejumlah negara bagian yang masingmasing merupakan suatu perwujudan politik yang tidak harus homogeny,
contohnya negara-negara bagian Amerika Serikat. 1Sedangkan otonomi daerah
dalam negara kesatuan sebagaimana yang dimaksudkan di Indonesia adalah
kewenangan

daerah

untuk

mengatur

dan


mengurus

sendiri

urusan

pemerintahannya sebagaimana ditentukan oleh undang-undang.

1

Dirjend Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Seminar :Tinjauan Pelaksanaan
Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, Departemen Keuangan, Jakarta, 2004, hal. 9

Universitas Sumatera Utara

Salah satu wujud pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah penentuan
sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri
dengan potensinya masing-masing. Kewenangan daerah tersebut diwujudkan
dengan memungut pajak daerah dan retribusi daaerah yang diatur dengan UU No.
28 Tahun 2009 yang merupakan penyempurnaan dari UU No. 34 Tahun 2000 dan

peraturan pelaksanaannya yaitu PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan
PP 66 Tahun 2001 tentang Retibusi Daerah. 2
Wewenang mengenakan pungutan pajak atas penduduk setempat untuk
membiayai layanan masyarakat merupakan unsur yang penting dalam sistem
pemerintahan daerah. Di Indonesia, hingga sekarang pemerintahan daerah baik
provinsi maupun kabupaten/kota memiliki kewenangan mengenakan pajak,
meskipun jumlah penerimaan pajak daerah relatif kecil dibandingkan dengan
penerimaan pajak nasional. Sistem pajak daerah yang digunakan selama ini
mengandung banyak kelemahan sehingga manfaat yang diperoleh lebih kecil dari
pada besarnya beban pajak yang diemban oleh masyarakat.Oleh karena itu, dalam
tahun-tahun terakhir, pemerintah tengah melakukan perubahan besar dalam sistem
pajak nasional dan sistem pajak daerah.Idealnya dalam melaksanakan otonomi
daerah harus bertumpu pada sumber-sumber dari daerah itu sendiri, dalam
regulasi keuangan daerah lazim disebut dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu sumber keuangan daerah
yang juga merupakan ujung tombak dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
otonom.

Setiap


kegiatan

pemerintahan

baik

tugas

pokok

maupun

2

Machfud Sidik, Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Sebagai Pelaksanaan
Desentralisasi Fiskal, Seminar Setahun Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah di Indonesia,
UGM, Yogyakarta, 13 Maret 2002.

Universitas Sumatera Utara


tugaspembantuan dapat terlaksana efektif dan efisien jika diimbangi oleh adanya
pendapatan asli daerah, sebagai salah satu media penggerak program pemerintah.
Pendapatan asli daerah diperoleh dari hasil pajak daerah, hasil distribusi, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah yakni hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan,
jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing dan kondisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dan
penjualan dan atau pengadaan barang atau jasa oleh daerah.
Dengan adanya Pendapatan Asli Daerah maka akan meminimalisir
ketergantungan daerah terhadap bantuan pusat. Oleh karena itu daerah diberikan
kewenangan

untuk

menggali

potensi

daerahnya


masing-masing

untuk

meningkatkan pendapatan asli daerah masing-masing.
Seiring dengan kebijakan otonomi daerah yang diatur dalam UndangUndang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memberikan
kewenangan yang lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
melaksanakan kewenangan atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan
masyarakat setempat dan potensi daerah masing-masing berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Pelaksanaan otonomi daerah tersebut dititik beratkan pada
pemerintah kabupaten dan kota, yang dimaksudkan agar daerah yang
bersangkutan dapat berkembang sesuai dengan kemampuannya sendiri oleh
karena itu perlu upaya serius dilakukan oleh daerah kabupaten untuk
meningkatkan keuangan daerahnya. Tanpa kondisi keuangan yang baik maka

Universitas Sumatera Utara

daerah tidak mampu menyelenggarakan tugas, kewajiban serta kewenangan dalam
mengatur dan mengurus rumah tangganya, selain itu juga menjadi cirri pokok dan

mendasar dari suatu daerah otonomi hilang.
Setiap daerah memiliki kebijakan keuangan masing-masing sesuai dengan
peraturan daerah. Adapun kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk
meningkatkan pendapatan asli daerah keadaan keuangan daerah sangat
menentukan corak, bentuk, serta kemungkinan-kemungkinan kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Namun perlu juga diperhatikan bahwa
peningkatan pendapat asli daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang lebih
luas tidak hanya ditinjau dari segi daerah masing-masing tetapi dalam kaitannya
dengan kesatuan perekonomian Indonesia.
Peningkatan keuangan daerah utamanya melalui pendapat asli daerah
merupakah hal yang dikehendaki setiap daerah karena keuangan daerah adalah
hak dan kewajiban.Merupakan hak daerah untuk mencari sumber pendapatan
daerah yang berupa pungutan pajak daerah, retribusi daerah atau sumber
penerimaan lain-lain yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.Sedangkan kewajiban adalah kewajiban daerah untuk mengeluarkan uang
dalam rangka melaksanakan semua urusan pemerintah di daerah.
Sumber PAD berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah terdiri dari :
a. Pajak Daerah,
b. Retribusi Daerah,


Universitas Sumatera Utara

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (Laba Badan Usaha
Milik Daerah) dan
d. Lain-lain PAD yang sah. 3
Diantara sumber PAD tersebut yang paling dominan yang memberikan kontribusi
bagi daerah adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Kriteria utama yang paling mendasar agar pajak daerah dan retribusi
daerah sejalan dengan arti/hakekat sebenarnya dari pungutan tersebut adalah
diupayakan kesejahteraan dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
seluruh rakyat. Terdapat perdebatan yang cukup serius mengenai tujuan bangsa
ini, apakah kemandirian ataukah kesejahteraan rakyat yang lebih didahulukan,
walaupun dengan jelas dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan
negara adalah untuk kesejahteraan rakyat. 4
Kemandirian dimaksud disini adalah sebuah bangsa mandiri yang tidak
tergantung pada bangsa-bangsa lain. Terkait dengan dialektika antara kemandirian
dan kesejahteraan di era global ini, seharusnya diartikan bahwa kemandirian
bangsa lebih diutamakan untuk mendukung dan membangun kesejahteraan
rakyat.Kemandirian bangsa bertujuan mensejahterakan rakyat adalah merupakan

suatu

keharusan

untuk

menyelenggarakan

pemerintahan

dalam

suatu

negara.Tanpa ada kemandirian posisi pemerintah dari sisi finansial menjadi lemah
dan akan terus bergantung pada bantuan luar negeri yaitu berupa pinjaman yang
pada akhirnya selain membebani rakyat secara politis kebijakan pemerintah

3


UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, Pasal 6.
4
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Alinea ke-4 Pembukaan

Universitas Sumatera Utara

menjadi gamang karena selalu dipengaruhi oleh negara-negara donor dengan
berbagai kepentingannya.
Dalam rangka kemandirian itulah peran pajak dan retribusi daerah untuk
membiayai pembangunan di Indonesia ini menjadi teramat penting. Disadari
bahwa implikasi pungutan pajak dan retribusi daerah akan membawa dampak
yang contraproductive dilakukan dengan semena-mena tidak sesuai dengan rasa
keadilan, dan justru bertentangan dengan tujuan negara yang telah diikrarkan
dalam pembukaan UUD 1945, yaitu mensejehterakan rakyat. Oleh karena itu
pungutan pajak secara implisit diatur dalam UUD 1945 dasar konstitusi RI yaitu
bahwa pajak “memiliki sifat memaksa untuk keperluan negara”, menjadi penting,
hingga makna pajak tidak saja sebagai kewajiban tetapi lebih dari itu merupakan
hak warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam membiayai pembanguna negara.
Negara kita mendasarkan hukum (rechstaat) dan tidak berdasarkan atas

kekuasaan belaka (maachsstaat), hal ini ditemukan pada beberapa ketentuan
yakni: (a) Penjelasan UUD 1945 mengenai sistem pemerintahan, (b) penegasan
penolakan terhadap kekuasaan yang bersifat absolutisme, (c) negara hukum di
Indonesia, (d) sejalan dengan negara demokrasi, (e) kekuasaan kepala negara
terbatas bukan tak terbatas, (f) dan dalam batang tubuh mengatur rumusan tentang
hak-hak kemanusiaan. Dalam negara hukum yang bertujuan mensejahterakan
seluruh warga negaranya (welfarestate), pemungutan pajak negara harus
didasarkan pada undang-undang. Politik hukum nasional dibidang perpajakan
dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ketiga Bab VII Pasal 23A, yang
menyatakan bahwa “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk

Universitas Sumatera Utara

keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Sebelumnya dasar pemungutan
pajak di Indonesia berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan
bahwa “segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”. 5
Perubahan dasar pengaturan pajak tersebut, terjadi pada amandemen ketiga
pada 9 November 2001 yang sebelumnya pungutan pajak berdasarkan UndangUndang, kemudian diubah menjadi diatur dengan undang-undang, dimana
mengandung perubahan makna yang mendasar. Bagi penganut aliran hukum
Positivisme, berpendapat segala pungutan pajak apabila diatur selain dengan
undang-undang menjadi tidak sah/inkonstitusionil.Tetapi bagi aliran moderat yang
dianut oleh pembuat Undang-Undang kita, walaupun sahnya pungutan pajak harus
ditetapkan dengan undang-undang tetapi dapat didelegasikan kepada peraturan
perundang-undangan

dibawahnya

sepanjang

masih

dikehendaki

hierarki

perundang-undangan.Akan tetapi peraturan perundang-undangan yang dibawah
tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Berbeda

dengan

pengaturan

dasar

dalam

UUD

1945

sebelum

Amandemen: pungutan pajak berdasarkan undang-undang mengandung makna
bahwa jenis peraturan-peraturan perundang-undangan selain terdapat dalam
hierarki perundang-undangan diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan
hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi. Berbeda halnya dengan peraturan Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah yang diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, pengaturan disini bersifat umum dan mengatur

5

Ibid. UUD 1945, Pasal 23 ayat 2

Universitas Sumatera Utara

batasan nama pemerintah daerah boleh dan dilarang memungut Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Untuk pemberlakuan bagi masing-masing daerah, UndangUndang No. 28 Tahun 2009 mengamanatkan harus ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
Hal tersebut dapat dimaklumi, karena pajak daerah dan retribusi daerah
adalah sekedar sarana untuk penerimaan daerah. Adalah merupakan kewenangan
daerah, jenis pajak dan retribusi daerah serta besaran tarifnya yang akan
ditetapkan sebagai pemasok penerimaan APBD atas dasar potensi dan dalam
rangka pemikiran hendaknya pungutan pajak dan retribusi daerah tidak menjadi
kontra produktif karena faktor persaingan daerah dalam menarik investor bagi
daerahnya. Disisi lain, penetapan pungutan pajak daerah dengan peraturan daerah,
tidak menyalahi hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. 6
Tegasnya, setelah Amandemen Ketiga UUD 1945, Peraturan Menteri
Dalam Negeri, Peraturan Menteri Keuangan, dan Peraturan Kepala Daerah tidak
boleh lagi mengatur pungutan pajak yang bersifat politik, karena kebijakan
tersebut bukan merupakan bagian dari perundang-undangan sebagaimana diatur
dalam UU No. 12 Tahun 2011. 7
Keberhasilan

dalam

pemungutan

pajak

dipengaruhi

oleh

sistem

perpajakan, dalam Undang-Undang Perpajakan Indonesia dikenal dengan ajaran
The Four Maxims. Adam Smith dalam bukunya berjudul An Inquryinto the Nature
6

UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 7
Ibid

7

Universitas Sumatera Utara

and the Cause of the Weaalth of Nations yang diterbitkan 1776 menyatakan atas
The Four Maxims

itu terdiri dari : equity (keadilan), certainty (kepastian),

ekonomis dan efisien (convenience of payment). Akan tetapi dalam prakteknya
sukar dipahami dan tidak sederhana dalam implementasinya yang pada akhirnya
berujung pada terusiknya rasa keadilan masyarakat pada umumnya dan wajib
pajak pada khususnya.Pada pemungutan pajak hendaknya diperhatikan mengenai
ketelitian dan kebenaran administrasi dan fiskus.Hal ini berkaitan dengan
munculnya ketidakpuasan dari wajib pajak yang tidak mau menerima tindakan
fiskus sehingga menimbulkan adanya sengketa antara wajib pajak dan
fiskus.Sengketa pajak sangat terbuka mengingat wajib pajak sering berpendapat
untuk membayar pajak itu harus sekecil mungkin bahkan kalau perlu
menghindarkan diri dari kewajiban membayar pajak, sedangkan fiskus sebagai
pemungut dibebani pemasukan negara dari pajak yang sangat besar.
Dari gambaran permasalahan

tersebut, penulis tertarik untuk menulis

skripsi ini dengan judul “Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas serta sesuai dengan judul
skripsi ini, yaitu : “Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah” maka beberapa permasalahan yang akan dibahas penulis, antara lain :

Universitas Sumatera Utara

1.

Bagaimana jenis atau objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai UU No.
28 Tahun 2009.

2.

Bagaimana dasar pengaturan hukum dan tata cara pemungutan pajak daerah
dan retribusi daerah.

3.

Bagaimana pelaksanaan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah
ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.

Untuk mengetahui jenis atau objek pajak daerah dan retribusi daerah.

2.

Untuk mengetahui dasar hukum pengaturan dan cara pemungutan pajak
daerah dan retribusi daerah.

3.

Untuk mengetahui pelaksanaan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah
ditinjau dari perspektif hukum administratif Negara.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat

praktis sebagai berikut :
1.

Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan
teknologi baik di dalam ilmu hukum ataupun beberapa ilmu terkait lainnya.

2.

Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman instansiinstansi negara yang berkaitan dalam sistem pemungutan pajak daerah dan
retribusi daerah di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

D. Keasilian Penulisan
Skripsi ini dilakukan dengan melakukan pengamatan dan penelitian yang
dilakukan oleh penelitian sendiri. Adapun pembuatan skripsi ini tidak merupakan
duplikasi atau bentuk plagiat dari hasil penelitian lain. Serta proses pembuatan
skripsi ini saya selaku penulisnya mengacu dan memasukkan beberapa kutipankutipan dari buku-buku referensi dimana untuk melengkapi skripsi ini. Saya
selaku peneliti dan penulis bertanggung jawab terhadap hal-hal pembuatan skripsi
ini kepada pihak manapun.

E. Tinjauan Pustaka
1.

Hukum Administrasi Negara
Hukum administrasi meliputi peraturan-peraturan yang berkenan dengan

administrasi. Administrasi berarti sama dengan pemerintahan. Sehingga Hukum
Administrasi Negara disebut juga hukum tata pemerintahan.Perkataan pemerintah
dapat disamakan dengan kekuasaan eksekutif, artinya pemerintahan merupakan
bagian dari organ dan fungsi pemerintahan, yang tugas utamanya bukanlah organ
dan fungsi pembuat undang-undang dan peradilan.
Hukum administrasi tata negara atau hukum tata pemerintahan berisi
peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pemerintahan umum. Akan tetapi,
tidak semua peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pemerintahan umum
termasuk dalam cakupan Hukum Administrasi Negara sebaga ada peraturan yang
menyangkut pemerintahan umum, tetapi tidak termasuk dalam Hukum
Administrasi Negara, melainkan masuk pada lingkup HTN.

Universitas Sumatera Utara

Hukum

administrasi

negara

adalah

seperangkat

peraturan

yang

memungkinkan administrasi negara menjalankan fungsinya, yang sekaligus juga
melindungi warga terhadap sikap tidak administrasi negara, dan melindungi
administrasi negara itu sendiri. Hukum administrasi negara sebagai hubungan
istimewa yang diadakan memungkinkan para pejabat administrasi negara
melakukan tugas mereka yang khusus. Sehingga dalam hal ini hukum administrasi
negara memiliki 2 aspek, yaitu pertama, aturan-aturan hukum yang mengatur
dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara itu melakukan tugasnya
kedua, aturan-aturan hukum yang mengatur hukum antara alat perlengkapan
administrasi negara atau pemerintaha dengan para warga negaranya. 8
2.

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Salah satu faktor penting untuk melaksanakan urusan rumah tangga daerah

adalah kemampuan keuangan daerah. Dengan kata lain faktor keuangan
merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kemampuan daerah dalam
melaksanakan otonomi. Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan daerah
itu Pamudji menegaskan :
‘Pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan
efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan,
dan keuangan inilah merupakan dalam satu dasar criteria untuk mengetahui secara
nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri”.
Dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa daerah
Indonesia terbagi dalam daerah yang bersifat otonom atau bersifat daerah
8

Bachsan Mustafa, Sistem Administrasi Negara Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2001, hal 6.

Universitas Sumatera Utara

administrasi.Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan
kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara
proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan
sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pemerintah
pusat dan daerah.Sumber pembiayaan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan
atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. 9
Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri dari :
a.

Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali

dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah,
hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
b.

Dana Perimbangan
Dana perimbangan yakni dana yang berasal dari pusat yang bertujuan

menciptakan keseimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah antara
pemerintah daerah. Dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana
Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).DBH bersumber dari
pajak dan sumber daya alam.Sedangkan DAU dialokasikan untuk provinsi dan
kabupaten/kota.Untuk besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. 10
Dana alokasi umum dialokasi dengan tujuan pemerataan dengan
memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk,
dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan antara daerah
9

Op.Cit, UUD 1945, Pasal 18
Adrian Sutedi, Hukum Pajak, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal.2

10

Universitas Sumatera Utara

yang maju dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil.Dana alokasi
khusus bertujuan untuk membantu membiayai kebutuhan-kebutuhan khusus
daerah. Disamping itu untuk menanggulangi keadaan mendesak seperti bencana
aalam, kepada daerah dapat dialokasikan dana darurat. 11
Dana alokasi khusus dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai
kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas
nasional.
c.

Pinjaman Daerah
Pinjaman daerah adalah transaksi yang mengakibatkan pemerintah daerah

menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga
pemerintah daerah tersebut dibebani kewajiban untuk melakukan pembayaran
kembali (PP No. 54 Tahun 2005).
Hal tersebut sejalan dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan pemerintah pusat dan daerah, yang menyatakan bahwa daerah dapat
melakukan pembiayaan daerah melalui berbagai alternatif sumber pembiayaan
baru, misalnya pinjaman kepada pihak dalam negeri, luar negeri, pihak swasta
maupun kepada masyarakat melalui obligasi.
d.

Lain-Lain Penerimaan yang Sah
Penerimaan lain yang sah terdiri dari hibah dan dana darurat. Hibah adalah

penerimaan daerah berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing,
badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau
perorangan. Dana darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan

11

RorsituPandiangan, Hukum Pajak, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2015, hal. 197

Universitas Sumatera Utara

kepada daerah yang terkena bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan atau krisis
solvabilitas.
Beberapa daerah mengalami kesulitan dalam membiayai kebutuhan
pembangunan daerahnya. Mengatasi kekurangan dana tersebut beberapa daerah
telah mengeluarkan berbagai Peraturan Daerah (Perda) sebagai dasar untuk
mengenakan pungutan berupa pajak dan retribusi dalam meningkatkan
pendapatan asli daerah. Kemampuan daerah untuk melaksanakan otonomi
ditentukan oleh berbagai variabel, yaitu variabel pokok yang terdiri dari
kemampuan keuangan, organisasi dan masyarakat, variabel penunjang yang terdiri
dari faktor geografi dan sosial budaya serta variabel khusus yang terdiri atas aspek
politik dan hukum.
Dalam peraturan pemerintah No. 105 Tahun 2000, menyebutkan bahwa
keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam angka
penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di
dalamnya segala bentuk kekayaan lain yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban daerah tersebut dalam kerangka APBD.
Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan tersebut, keuangan
daerah sebagai salah satu indikator untuk mengetahu kemampuan daerah dalam
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan dikeluarkannya
undang-undang tentang otonomi daerah, membawa konsekuensi bagi daerah yang
akan menimbulkan perbedaan antar daerah yang satu dengan yang lainnya,
terutama dalam hal kemampuan keuangan daerah, antara lain :

Universitas Sumatera Utara

1.

Daerah yang mampu melaksanakan otonomi daerah

2.

Daerah yang mendekati mampu melaksanakan otonomi daerah

3.

Daerah yang sedikit mampu melaksanakan otonomi daerah dan

4.

Daerah yang kurang mampu melaksanakan urusan otonomi daerah. 12
Selain itu ciri utama yang menunjukkan suatu daerah mampu

melaksanakan otonomi daerah adalah sebagai berikut :
1.

Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan
dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan
menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahannya.

2.

Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin agar
Pendapat Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan
terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan
daerah, sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar.
Berkaitan dengan hakekat otonomi daerah yaitu pelimpahan wewenang

pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan
kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat, maka
peranan data keuangan daerah sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi sumbersumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang harus dikeluarkan
agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. 13
Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan
anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa
12

Rochmat Soemitro, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1944, cet.8
(Bandung:Eresco, 1977), hal 1
13
Santoso Brotohadiharjo, Pengantar Ilmu-Ilmu Pajak, Refika Aditama, Bandung, 2008.

Universitas Sumatera Utara

terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat
kebijakan

dalam

pengelolaan

keuangan

daerah

untuk

melihat

kemampuan/kemandirian daerah. 14
Pendapatan Asli Daerah merupakan suatu pendapatan yang menunjukkan
kemampuan suatu daerah dalam menghimpun sumber-sumber dana untuk
membiayai pengeluaran rutin. Jadi dapat dikatakan bahwa pendapatan asli daerah
sebagai

pendapatan

rutin

dari

usaha-usaha

pemerintah

daerah

dalam

memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerahnya sehingga dapat
mendukung pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah.
Menurut Warsito :
“Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut
sendiri oleh pemerintah daerah.Sumber PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi
daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan pendapatan asli daerah
lainnya yang sah”.
Adapun menurut Herlina Rahman :
“Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari
hasil pajak daerah, hasil distribusi hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dalam menggali
pendanaan dalam pelaksanaan otoda sebagai perwujudan asas desentralisasi”.
Pemerintah daerah supaya dapat mengurus rumah tangganya sendiri
dengan sebaik-baiknya, maka perlu diberikan sumber-sumber pembiayaan yang
cukup.Tetapi mengingat bahwa tidak semua sumber pembiayaan dapat diberikan
14

Joko Mulijono, Hukum Pajak Konsep, Aplikasi dan Penuntun Praktis, Andi,
Yogyakarta, 2010, hal.9

Universitas Sumatera Utara

kepada daerah maka daerah diwajibkan untuk menggali segala sumber-sumber
keuangannya sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa sumber-sumber
Pendapatan Asli Daerah meliputi :
a.

Pajak Daerah

b.

Retribusi Daerah

c.

Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah

d.

Penerimaan dari Dinas-Dinas Daerah

e.

Penerimaan Lain-lain 15

F. Metode Penelitian
1.

Jenis Penelitian
Dalam pembahasan masalah, penulis sangat memerlukan data dan

keterangan yang akan dijadikan bahan analisis. Metode penelitian yang
dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode yuridis normatif.
Metode yuridis normatif yaitu dalam menjawab permasalahan digunakan sudut
pandang hukum berdasarkan peraturan hukum yang berlaku, untuk selanjutnya
dihubungan dengan kenyataan di lapangan yang berkaitan dengan permasalahan
yang akan dibahas. Serta mencari bahan dan informasi yang berhubungan dengan
materi penelitian ini melalui berbagai peraturan perundang-undangan karya tulis
ilmiah yang berupa makalah, skripsi, buku-buku, Koran, majalah, situs internet

15

Loc.cit, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004.

Universitas Sumatera Utara

yang

menyajikan

informasi

yang

berhubungan

dengan

masalah

yang

diteliti.16Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk
menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dipandang dari sisi
normatifnya. 17
2.

Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif.Deskriptif berarti bahwa penelitian ini

menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terkait
implementasi terhadap pelaksanaan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang
pajak daerah dan retribusi daerah.
3.

Pendekatan Penelitian
Pendekatan undang-undang (statue approach) dilakukan dengan menelaah

semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan implementasi
pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai Undang-Undang No. 28
Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. 18
4.

Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terbagi atas :
a. Bahan hukum primer yaitu berbagai badan hukum yang bersifat mengikat
yang terdiri dari : Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak
daerah dan retribusi daerah.

16

Zaimul Bahri, Struktur dalam Metode Penelitian Hukum. (Bandung : Angkasa, 1996),

hal. 68
17

Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Surabaya, Bayu
Media Publishing, 2005, hlm. 46
18
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Prenada Media Group, 2013,
hlm.7

Universitas Sumatera Utara

b. Bahan hukum sekunder yaitu berbagai bahan kepustakaan berupa buku,
jurnal, bahan kuliah, hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
c. Bahan hukum tertier yaitu berbagah bahan yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti Kamus Hukum,
Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, serta pencarian pada
website-website yang relevan.
5.

Teknik Pengumpulan Data
Jenis data dalam penelitian ini meliputi data sekunder. Teknik

pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data
melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literature, tulisantulisan para pakar hukum, bahan kuliah, putusan-putusan hakim yang berkaitan
dengan penelitian ini.
6.

Analisa Data
Analisa data yang dilakukan secara kualitatif yakni pemilihan teori-teori,

asas-asas, norma-norma, doktrin dan pasal-pasal di dalam perundang-undangan
terpenting yang relevan dengan permasalahan. Membuat sistematika dari datadata tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis secara
kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematiks pula,
selanjutnya semua data diseleksi, diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif
sehingga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.

Universitas Sumatera Utara

G. Sistematika Penulisan
Dalam melakukan pembahasan skripsi ini, penulis membagi dalam lima
bab. Tata urutan sistematikanya sebagai berikut :
Bab I :

Pendahuluan yang meliputi latar belakang, dimana penulis
melihat bahwa proses pelaksanaan pemungutan pajak daerah dan
retribusi daerah sangatlah penting, diikuti dengan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan,
tinjauan kepustakaan, metodologi penelitian data yang terakhir
sistematika pembahasan.

Bab II :

Tinjauan umum tentang pajak dan retribusi, dan sebagai sub
pembahasannya antara lain; sejarah singkat pemungutan pajak,
jenis-jenis dan fungsi pajak, pengertian dan objek pajak daerah
dan retribusi daerah.

Bab III :

Dasar hukum dan tata cara pemungutan pajak daerah dan retribusi
daerah sebagai sub bahasannya terdiri dari: dasar hukum
pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah, perubahan pajak
daerah dengan retribusi daerah serta tata cara pemungutan pajak
daerah dan retribusi daerah.

Bab IV :

Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 ditinjau dari
hukum administrasi negara. Sub bahasannya antara lain:
pengertian dan tujuan hukum administrasi negara, asas-asas dan
tujuan pemungutan pajak dan retribusi, tinjauan hukum

Universitas Sumatera Utara

administrasi negara terhadap pelaksanaan pemungutan pajak
daerah dan retribusi daerah.

Universitas Sumatera Utara