Korelasi panjang dan lebar lengkung gigi terhadap posisi anteroposterior bibir pada maloklusi klas I non ekstraksi

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Maloklusi

2.1.1 Definisi
Menurut White dan Gardiner, maloklusi merupakan keluarnya gigi geligi dari
relasi normal pada lengkung rahang yang sama dan gigi geligi pada lengkung rahang
yang berlawanan. Sedangkan menurut Fisk, maloklusi merupakan kondisi dimana
struktur gigi geligi tidak berada pada kondisi yang seimbang dengan struktur wajah
dan/atau kranium.10,11
Maloklusi terbagi atas maloklusi dental dan skeletal. Maloklusi dental
melibatkan gigi geligi individu pada satu rahang, sedangkan maloklusi skeletal
melibatkan tulang dan jaringan pendukungnya. Maloklusi skeletal menurut Bhalajhi12
disebabkan oleh adanya kerusakan pada struktur dasar skeletal dalam hal ukuran,
posisi, dan hubungan antara tulang rahang.12
2.2

Maloklusi Klas I


2.2.1 Definisi
Maloklusi Klas I skeletal menurut Salzmann merupakan kondisi dimana gigi
geligi dengan tulang wajah dan tulang rahang berada dalam keadaan harmonis satu
sama lain dan kepala dalam posisi istirahat (Gambar 2.1).

10,11

Maloklusi Klas I

merupakan kondisi dimana lengkung gigi geligi mandibula berada dalam hubungan
mesiodistal yang normal terhadap lengkung maksila, dengan cusp mesiobukal molar
satu permanen maksila jatuh pada groove bukal molar satu permanen mandibula dan

5
Universitas Sumatera Utara

6

cusp mesiolingual molar satu permanen maksila jatuh pada fossa oklusal molar satu

permanen mandibula ketika rahang dalam kondisi istirahat dan gigi geligi dalam
kondisi oklusi sentrik (Gambar 2.2).

Gambar 2.1. Maloklusi Klas I skeletal13

Gambar 2.2. Maloklusi Klas I dental3

Universitas Sumatera Utara

7

2.2

Klasifikasi
Maloklusi terdiri atas maloklusi skeletal dan dental. Menurut Salzmann

(1950)13 maloklusi skeletal terdiri atas Klas I, Klas II, dan Klas III. Klas I skeletal
dapat dibagi dengan klasifikasi sebagai berikut :
a. Divisi 1


: malrelasi lokal insisivus, kaninus, dan premolar (Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Klas I Skeletal divisi 113

b. Divisi 2

: protrusi insisivus maksila (Gambar 2.4).

Gambar 2.4. Klas I Skeletal divisi 213

c. Divisi 3

: linguoversi insisivus maksila (Gambar 2.5).

Gambar 2.5. Klas I Skeletal divisi 313

Universitas Sumatera Utara

8


d. Divisi 4

: protrusi bimaksiler (Gambar 2.6).

Gambar 2.6. Klas I Skeletal divisi 413

Klas II skeletal merupakan kondisi dimana posisi maksila lebih ke distal
daripada mandibula (Gambar 2.7).

Gambar 2.7. Maloklusi Klas II skeletal13

Klas III skeletal merupakan kondisi dimana posisi maksila lebih ke mesial
daripada mandibula (Gambar 2.8).

Universitas Sumatera Utara

9

Gambar 2.8. Maloklusi Klas III skeletal13


Angle mengklasifikasikan maloklusi dental ke dalam 3 kategori besar, yaitu :
1. Maloklusi Klas I
Ketika cusp mesiobukal molar satu permanen maksila jatuh pada groove bukal
molar satu permanen mandibula dan cusp mesiolingual molar satu permanen
maksila jatuh pada fossa oklusal molar satu permanen mandibula ketika gigi
geligi dalam kondisi oklusi sentrik.10,11
2. Maloklusi Klas II
Ketika lengkung mandibula berada lebih ke distal daripada lengkung maksila.
Cusp mesiobukal molar satu permanen maksila jatuh pada jarak antara cusp
mesiobukal molar satu permanen mandibula dan bagian distal premolar dua
mandibula. Serta, cusp mesiolingual molar satu maksila jatuh pada bagian
mesial cusp molar satu permanen mandibula.10,11
Maloklusi Klas II dapat dibagi menjadi :

Universitas Sumatera Utara

10

a. Klas II divisi 1
Merupakan hubungan molar dimana terdapat ciri khas maloklusi Klas II

yakni labioversi gigi insisivus maksila.10,11
b. Klas II divisi 2
Merupakan hubungan molar dimana terdapat ciri khas maloklusi Klas II,
insisivus maksila mendekati hubungan anteroposterior normal atau sedikit
linguoversi, dimana insisivus lateralis maksila miring ke labial atau ke
mesial.10,11
c. Klas II subdivisi
Ketika hubungan molar Klas II hanya muncul pada salah satu sisi lengkung
rahang, maloklusi dikategorikan sebagai subdivisi dari divisinya.10,11
3. Maloklusi Klas III
Ketika lengkung mandibula berada dalam hubungan mesial terhadap lengkung
maksila; dengan cusp mesiobukal molar satu maksila jatuh pada jarak
interdental di antara aspek distal cusp distal molar satu mandibula dan bagian
mesial cusp mesial molar dua mandibula.10,11
Maloklusi Klas III dapat dibagi menjadi :
a. Maloklusi Pseudo Klas III
Maloklusi ini bukan merupakan maloklusi Klas III sejati, namun
tampilannya hampir sama. Terdapat pergeseran mandibula ke anterior pada
fossa glenoid disebabkan oleh adanya kontak prematur gigi atau alasan lain
ketika rahang diarahkan ke oklusi sentrik.10,11


Universitas Sumatera Utara

11

b. Klas III subdivisi
Maloklusi ini dapat dikatakan ada, hanya jika terdapat maloklusi
unilateral.10,11
2.3

Etiologi
Sulit untuk menentukan etiologi utama maloklusi, karena cukup banyak faktor

yang mempengaruhinya. Profitt dan McDonald & Ireland4 menyimpulkan etiologi
maloklusi diantaranya :
a. Faktor genetik4
i)

Berkurangnya ukuran gigi dan rahang yang disebabkan oleh diskrepansi
ukuran gigi dan rahang.


ii) Sindrom genetik
iii) Cacat pada perkembangan embrionik
iv) Pola makan
b. Faktor lingkungan4
i)

Tekanan yang terus menerus atau peningkatan tekanan 4-6 jam/hari pada
gigi geligi misalnya tekanan dari sekitar jaringan lunak dan kebiasaan
mengisap jempol.

ii) Trauma.
iii) Anomali perkembangan pasca kelahiran.
2.4

Perawatan
Dalam menentukan rencana perawatan yang tepat untuk mengoreksi maloklusi

Klas I, diperlukan pertimbangan yang cukup sehingga tujuan utama perawatan dapat
tercapai. Pada umumnya, perawatan maloklusi Klas I membutuhkan ruang untuk


Universitas Sumatera Utara

12

menggerakkan gigi ke posisi yang ideal. Tindakan yang sering diambil terbagi menjadi
dua, yakni ekstraksi dan non ekstraksi.8,12
1) Ekstraksi
Pencabutan gigi dalam perawatan ortodonti dilakukan untuk mendapatkan
ruang dalam menggerakkan gigi ke posisi yang ideal. Pencabutan gigi pada perawatan
ortodonti dilakukan dengan dua tujuan utama, yaitu:12
a.

Menghilangkan susunan gigi yang berjejal

Ukuran lengkung gigi dipengaruhi oleh ukuran tulang basal dan fungsi otototot mulut. Idealnya, lengkung gigi dengan gigi harus memiliki hubungan yang
harmonis.12,13 Pencabutan gigi dibutuhkan pada keadaan ketika panjang lengkung
rahang tidak dapat menampung seluruh gigi geligi oleh karena ukuran gigi yang
besar.12 Ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pencabutan
yaitu kondisi gigi geligi, posisi gigi yang berjejal, dan posisi gigi geligi.

Kondisi gigi geligi seperti fraktur, hipoplastik, karies yang besar dan restorasi
yang besar, lebih baik dilakukan pencabutan, daripada mencabut gigi yang sehat.
Susunan gigi yang berjejal bisa diperbaiki dengan lebih mudah jika dilakukan
pencabutan pada bagian lengkung tersebut daripada di bagian lain yang jauh letaknya
dari tempat gigi yang berjejal.12 Susunan gigi insisivus yang berjejal biasanya
diperbaiki dengan mencabut gigi premolar sehingga keseimbangan oklusal penampilan
akhir yang memuaskan dapat diperoleh. Premolar pertama adalah gigi yang paling
sering dicabut karena letaknya yang berada ditengah pada setiap kuadran rahang dan
biasanya terletak cukup dekat dengan daerah yang berjejal, baik di anterior maupun di
posterior.13 Pertimbangan terakhir adalah posisi gigi geligi itu sendiri. Gigi geligi yang

Universitas Sumatera Utara

13

sangat malposisi dan sulit diperbaiki susunannya adalah gigi yang paling sering dipilih
untuk dicabut.12,13
b.

Untuk memperbaiki hubungan lengkung anteroposterior gigi


Pencabutan gigi dalam beberapa kasus membantu mempertahankan hubungan
insisivus dan molar yang normal. Jika ada penyimpangan dalam hubungan lengkung
sagital yang membutuhkan perbaikan dan ditambah dengan letak gigi yang berjejal,
ruang yang dibutuhkan jelas lebih besar daripada jika kedua kondisi ini berdiri sendirisendiri. Kadang-kadang, lebih dari satu gigi perlu dicabut dari tiap lengkung rahang
yang akan dikoreksi.12
2) Non ekstraksi
Perkembangan ilmu dan teknologi di bidang ortodonti memungkinkan banyak
pilihan perawatan non ekstraksi seperti pengasahan interproksimal, ekspansi rahang,
serta distalisasi.9
a. Pengasahan Interproksimal
Pengasahan interproksimal adalah pengurangan enamel gigi di bagian mesial
dan distal.7,9,14,15 Ketebalan permukaan enamel berbeda-beda dimana enamel distal
lebih tebal daripada mesial. Pengasahan interproksimal enamel gigi biasanya 1-1,5
mm per area kontak (0,5-0,75 mm tiap permukaan) baik pada gigi anterior maupun
posterior.9
Indikasi pengasahan interproksimal gigi adalah bila pasien memiliki kebersihan
mulut yang baik, profil pasien lurus dengan kebutuhan ruang ringan hingga sedang
yaitu sebesar 2-5 mm per lengkung dengan lebar mesiodistal gigi geligi yang besar,

Universitas Sumatera Utara

14

dan

pada

pasien

yang

memerlukan

penyesuaian

interdigitasi

pada

akhir

perawatan.9,13,15
Gigi yang sering dilakukan pengasahan interproksimal adalah gigi insisivus
mandibula. Gigi lain yang dapat dilakukan pengasahan interproksimal adalah gigi
anterior maksila dan gigi premolar maksila dan mandibula. Kontraindikasi untuk
pengasahan interproksimal adalah pasien dengan risiko karies yang tinggi dan pada
pasien anak karena dianggap masih memiliki kamar pulpa yang lebar.9,13
b. Ekspansi Rahang
Ekspansi rahang adalah salah satu metode penambahan ruang non invasif yang
biasanya dilakukan pada pasien dengan maksila yang menyempit atau pasien dengan
crossbite unilateral atau bilateral.9 Ekspansi dapat mengatasi kekurangan ruang sekitar
3-8 mm dengan melebarkan jarak intermolar lengkung gigi maksila sekitar 4-10 mm
dan lebar intermolar lengkung gigi bawah sekitar 4-6 mm. Adkins dkk menyatakan
bahwa tiap penambahan lebar intermolar sebesar 1 mm akan menambah panjang
lengkung gigi sebesar 0,7 mm.9 Ekspansi dapat diperoleh melalui efek pada jaringan
skeletal ataupun dentoalveolar. Ekspansi skeletal melibatkan pemindahan sutura mid
palatal sedangkan ekspansi dentoalveolar menghasilkan ekspansi pada dental tanpa
perubahan pada skeletal.9
c. Distalisasi Gigi Molar
Distalisasi gigi molar bertujuan untuk memperoleh ruangan guna memperbaiki
susunan gigi geligi atau memperbaiki hubungan gigi molar. Prosedur ini menambah
panjang lengkung rahang sebanyak panjang dari distalisasi yang dicapai. Pergerakan
yang diinginkan adalah pergerakan bodili semaksimal mungkin dengan minimalnya

Universitas Sumatera Utara

15

risiko resorpsi akar dan hilangnya penjangkaran gigi anterior ke labial. Indikasi
distalisasi molar atas adalah pada kasus maloklusi klas II ringan hingga sedang,
terutama pada kasus yang disebabkan oleh kehilangan gigi prematur, pada kasus gigi
berjejal ringan hingga sedang, baik untuk tipe wajah mesofasial atau brachifasial,
profil wajah lurus atau datar dan masih mempunyai potensi pertumbuhan.9
2.5

Lengkung Gigi
Lengkung gigi adalah lengkung yang dibentuk oleh mahkota gigi geligi dan

merupakan refleksi gabungan dari ukuran mahkota gigi, posisi dan inklinasi gigi, bibir,
pipi dan lidah.5,7 Menurut Moyers6, lengkung gigi dibagi menjadi lengkung alveolar
dan lengkung basal. Lengkung alveolar (lengkung prosesus alveolar) adalah tempat
tertanamnya gigi di dalam tulang basal. Lengkung alveolar menghubungkan ukuran
dan bentuk lengkung basal dengan lengkung gigi. Lengkung basal adalah lengkung
korpus mandibula dan merupakan bagian terbesar mandibula. Bentuk dan ukuran
lengkung basal tidak berubah meskipun gigi telah hilang atau prosesus alveolar
mengalami resorpsi.6
Singh10 menyatakan bahwa dimensi lengkung gigi yang biasanya diukur adalah
lebar interkaninus, lebar interpremolar, lebar molar pertama permanen, perimeter, dan
panjang lengkung gigi.10 Moyers juga menyatakan bahwa dimensi lengkung gigi
adalah lebar interkaninus, lebar interpremolar, panjang, dan perimeter lengkung gigi.6
a. Lebar lengkung gigi
Singh10 menyatakan bahwa lebar lengkung gigi adalah lebar interkaninus,
lebar interpremolar, dan lebar molar pertama permanen.10 Menurut Kaundal Jai
Ram16, lebar lengkung gigi adalah lebar interkaninus dan lebar intermolar. Lebar

Universitas Sumatera Utara

16

interkaninus diukur dari ujung cusp gigi kaninus dan lebar intermolar diukur dari jarak
antara titik perpotongan margin gingiva dengan perluasan gingiva pada bagian groove
lingual gigi molar pertama permanen.16
Menurut Poosti dan Jalali17 (2007) lebar lengkung gigi dibagi menjadi lebar
interkaninus dan lebar intermolar. Pengukuran dilakukan pada daerah bukal dan
lingual. Lebar intermolar pada daerah bukal adalah jarak yang diukur 5 mm dari
apikal menuju pertengahan mesiodistal dari margin gingiva gigi molar pertama di satu
sisi ke titik yang sama pada sisi yang berlainan. Pada daerah palatal atau lingual, lebar
intermolar adalah jarak yang diukur pada titik tengah daerah servikal gigi molar
pertama di satu sisi ke titik yang sama pada titik yang berlainan. Kedua prosedur sama
untuk menentukan lebar interkaninus.17 Titik pengukuran lebar lengkung gigi dapat
dilihat pada Gambar 2.9 di bawah ini:

Gambar 2.9 Titik referensi pengukuran intermolar pada
daerah bukal dan lingual17

b. Panjang Lengkung Gigi
Panjang lengkung gigi merupakan suatu garis tegak lurus dari titik kontak
antara gigi insisivus sentral permanen ke garis yang menghubungkan permukaan distal

Universitas Sumatera Utara

17

dari gigi molar pertama permanen.17,18 Titik pengukuran panjang lengkung gigi dapat
dilihat pada Gambar 2.10 di bawah ini.

Gambar 2.10. Titik referensi dalam pengukuran panjang
lengkung gigi 17

c. Perimeter Lengkung Gigi
Menurut Poosti dan Jalali17 (2007), perimeter lengkung gigi diukur dengan
menjumlahkan empat segmen gigi. Segmen pertama diukur dari distal gigi molar
pertama ke mesial gigi premolar pertama. Segmen kedua diukur dari mesial gigi
premolar pertama ke mesial gigi insisivus sentralis. Segmen ketiga diukur dari mesial
gigi insisivus sentralis ke mesial gigi premolar pertama pada sisi yang berlainan.
Segmen keempat diukur dari mesial gigi premolar pertama ke distal gigi molar
pertama permanen pada sisi yang berlainan.17
Mills dan Hamilton menyarankan penggunaan modifikasi rumus untuk
pengukuran lengkung gigi yaitu: diketahui x adalah panjang lengkung dan y adalah
lebar lengkung (lebar lengkung intermolar).17

Perimeter lengkung = 2

� +

�2

Universitas Sumatera Utara

18

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lengkung Gigi
Pada dasarnya ukuran dan bentuk lengkung gigi geligi ditentukan oleh skleton
cartilaginous dari maksila dan mandibula pada masa janin, kemudian berkembang
mengikuti benih gigi dan tulang rahang yang tumbuh. Selama periode setelah
kelahiran, kekuatan lingkungan yang bekerja pada mahkota gigi mempengaruhi
ukuran dan bentuk lengkung gigi. Perubahan lengkung gigi pada masa tumbuh
kembang, sangat dipengaruhi oleh tumbuh kembang prosesus alveolaris. Secara umum
lengkung gigi berkembang pada tahap gigi bercampur lalu cenderung stabil sampai
tahap gigi permanen.19 Pada mandibula, tumbuh kembang lengkung gigi berlangsung
dari usia 4-8 tahun sedangkan pada maksila hal ini berlangsung dari usia 4-13 tahun
dan cenderung lebih stabil hingga dewasa.19,20 Bishara (1988) menyatakan pada wanita
pertumbuhan maksila akan berhenti pada usia 15 tahun sedangkan pada pria
pertumbuhan maksila berhenti sekitar 17 tahun.19 Lengkung gigi berbeda pada setiap
individu karena dipengaruhi oleh lingkungan, nutrisi, genetik, ras, jenis kelamin,
kondisi sistemik, kesehatan, dan variasi individu juga dapat terjadi.18,19,21


Faktor Lingkungan
Hal-hal yang termasuk dalam faktor lingkungan tersebut antara lain lokasi,

makanan, kebiasaan oral, fisik dan malnutrisi. Kebiasaaan makan makanan dengan
tekstur yang lebih halus menyebabkan penggunaan otot pengunyahan berkurang,
sehingga hal ini berpengaruh pada ukuran mandibula menjadi kecil dan maksila
menjadi sempit. Kebiasaan oral yang mempengaruhi lengkung gigi antara lain
menghisap ibu jari atau jari-jari tangan, mengisap dot, bernafas melalui mulut, dan
menjulurkan lidah. Kebiasaan oral yang akan mempengaruhi ukuran dan bentuk

Universitas Sumatera Utara

19

lengkung gigi tergantung dari frekuensi serta durasi melakukan kebiasaan tersebut.
Malnutrisi dapat menimbulkan kelainan pada gigi dan mulut serta dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi dan tulang rahang menjadi
lambat.21


Faktor Genetik
Variasi genetik memiliki pengaruh besar pada bentuk, lebar dan panjang

lengkung rahang. Variasi genetik yang signifikan telah terbukti mempengaruhi
dimensi lengkung dan palatal.19


Faktor Jenis Kelamin
Secara umum, pria memiliki ukuran lengkung gigi yang lebih panjang dan

lebih lebar daripada wanita. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan
perkembangan lengkung gigi dan jangka waktunya lebih panjang pada pria
dibandingkan wanita. Namun, hal ini tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan.19,22
Menurut penelitian yang dilakukan Begum dkk, hubungan antara ukuran gigi
mandibula dan maksila tergantung pada populasi tertentu dan jenis kelamin.
Perbedaan jenis kelamin yang signifikan terlihat pada rasio keseluruhan. Perbedaanperbedaan ini dapat dijelaskan berdasarkan kenyataan bahwa pria cenderung
menunjukkan segmen lengkung mandibula yang relatif lebih besar dibandingkan
wanita dan

wanita cenderung memiliki dimensi lengkung yang lebih kecil

dibandingkan pria.22

Universitas Sumatera Utara

20

2.6

Analisis Sefalometri
Metode pengukuran deskriptif kepala manusia yang dapat ditentukan dengan

cara mengukur berbagai bagian serta mencatat posisi dan bentuk dari struktur kranial
dan wajah dikenal dengan sefalometri. Sefalometri lebih banyak digunakan untuk
mempelajari tumbuh kembang kompleks kraniofasial dan kemudian berkembang
sebagai sarana yang sangat berguna untuk mengevaluasi keadaan klinis misalnya
membantu menentukan diagnosis, menyusun rencana perawatan, dan menilai hasil
perawatan dalam bidang ortodonti. Dari sefalogram lateral dapat dilakukan analisis
jaringan keras dan lunak.23,24
Dalam menentukan posisi anteroposterior bibir, maka titik-titik jaringan lunak
pada sefalometri yang diukur adalah sebagai berikut :
a. Labrale superior (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas.
b. Labrale Inferior (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah.
Menurut Arnett, dengan munculnya radiografi sefalometri, berbagai analisis
dapat dikembangkan dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas profil estetika
wajah. Ada perbedaan standar sefalometri antara satu populasi dengan populasi yang
lain dalam menentukan keserasian dan keseimbangan wajah pada perawatan ortodonti,
umumnya digunakan standar ras Kaukasoid.25
2.7

Analisis Model Studi
Model studi digunakan sebagai alat diagnosis dan rencana perawatan ortodonti.

Analisis model studi adalah penilaian tiga dimensi terhadap gigi geligi pada maksila
maupun mandibula serta penilaian terhadap hubungan oklusalnya. Kedudukan gigi

Universitas Sumatera Utara

21

pada rahang maupun hubungannya dengan gigi pada rahang antagonisnya dinilai
dalam arah sagital, transversal, dan vertikal.14
Meskipun hingga saat ini analisis model dengan sistem komputerisasi sudah
berkembang, namun analisis model studi dengan cara manual masih umum dilakukan
oleh para praktisi ortodonti, karena hanya menggunakan alat-alat sederhana seperti
symmetograph, brass wire, jangka berujung runcing, penggaris, kaliper digital atau
jangka sorong. Analisis lebar dan panjang lengkung gigi dapat dilakukan pada model
studi. Ada dua diantara beberapa analisis model studi yang telah lama digunakan di
bidang ortodonti yaitu Analisis Pont dan Korkhaus.5,7,26
2.7.1 Analisis Pont
Analisis Pont diperlukan untuk mendiagnosis lebar lengkung gigi yang
tergolong sempit, lebar, atau normal yang diperlukan sebagai dasar rencana perawatan
perlu tidaknya ekspansi lateral terhadap lengkung gigi di regio premolar atau
molar.5,7,27 Pont menyarankan bahwa lengkung maksila dapat diekspansi sebanyak 1-2
mm lebih besar dari idealnya untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya relaps.27
Lebar lengkung gigi menurut Pont adalah lebar anterior dan lebar posterior. Lebar
anterior adalah lebar interpremolar dan lebar posterior adalah lebar intermolar.
Titik pengukuran lebar interpremolar dan lebar intermolar Pont pada maksila
dan mandibula dapat dilihat pada gambar 2.11 dibawah ini:

Universitas Sumatera Utara

22

Gambar 2.11. (A) Jarak interpremolar diukur dari titik terdistal
cekung mesial pada oklusal gigi premolar
pertama maksila ke titik yang sama pada sisi
yang berlainan, (B) jarak intermolar diukur dari
titik cekung mesial pada permukaan oklusal pada
gigi molar pertama maksila ke titik yang sama
pada sisi yang berlainan, (C) jarak interpremolar
diukur dari titik kontak antara gigi premolar satu
dan gigi premolar dua mandibula ke titik yang
sama pada sisi yang berlainan, (D) jarak
intermolar diukur dari titik puncak cusp
mesiobukal molar satu permanen mandibula ke
titik yang sama pada sisi yang berlainan.5,14

2.7.2 Analisis Korkhaus
Pengukuran panjang lengkung gigi menurut Korkhaus dilakukan dengan
mengukur jarak dari kontak mesial gigi insisivus sentralis maksila tegak lurus dengan
garis yang menghubungkan titik referensi lebar interpremolar Pont. Panjang lengkung
gigi mandibula menurut Korkhaus adalah 2 mm lebih pendek dari lengkung maksila.
Titik pengukuran panjang lengkung Korkhaus pada maksila dan mandibula
dapat dilihat pada gambar 2.12 di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

23

(A)

(B)

Gambar 2.12. (A) Panjang lengkung maksila diukur dari kontak mesial gigi
insisivus sentralis maksila tegak lurus dengan garis Interpremolar
Pont, (B) panjang lengkung mandibula diukur dari kontak mesial
gigi insisivus sentralis mandibula tegak lurus dengan garis yang
menghubungkan titik kontak antara gigi premolar satu dengan
gigi premolar dua.7

2.8

Posisi Anteroposterior Bibir
Untuk menentukan diagnosis dan rencana perawatan, ortodontis membutuhkan

penilaian terhadap garis bibir. Dalam analisis sefalometri dan fotografi, ada beberapa
garis referensi yang digunakan dalam penilaian posisi anteroposterior bibir atas dan
bawah, diantaranya adalah E-line Ricketts, S-line Steiner, H-line Holdaway, dan B-line
Burstone.28
E-line adalah garis referensi yang paling sering digunakan dalam diagnosa dan
rencana perawatan ortodonti. E-line merupakan garis yang digambar dari Pronasal
(Pn) ke jaringan lunak Pogonion (Pog) dan prominensia bibir terhadap kedua garis ini
juga dinilai. Jarak bibir atas ke E-line adalah -1 mm dan jarak bibir bawah ke E-line
adalah 0 mm. Hal tersebut berarti bahwa bibir atas sedikit di belakang E-line dan bibir
bawah menyentuh E-line pada wajah yang proporsional (Gambar 2.13).24,28

Universitas Sumatera Utara

24

Prn

Pog
Gambar 2.13. Titik analisis sefalometri lateral24

Universitas Sumatera Utara

25

2.9 Kerangka Teori
Maloklusi Klas I
Dental
Diagnosis ortodonti

Skeletal
Perawatan Maloklusi

Analisis radiografi

Ekstraksi

Non ekstraksi

Sefalometri lateral
Analisis model

Jaringan lunak

Posisi bibir atas
Posisi bibir bawah

Relasi sagital
Analisis Korkhaus

Panjang
lengkung gigi

Perubahan
lengkung gigi

Relasi transversal

Analisis Pont

E-line

Lebar
lengkung gigi

Universitas Sumatera Utara

26

2.10 Kerangka Konsep

Maloklusi Klas I

Model studi maksila / mandibula
sebelum dan setelah perawatan
Panjang lengkung
sebelum dan
setelah perawatan

Lebar lengkung
sebelum dan
setelah perawatan

Radiografi sefalometri lateral
sebelum dan setelah perawatan

Posisi anteroposterior
bibir atas sebelum dan
setelah perawatan

Posisi anteroposterior
bibir bawah sebelum
dan setelah perawatan

HUBUNGAN

2.11 Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa perubahan panjang dan lebar
lengkung gigi memiliki korelasi terhadap posisi anteroposterior bibir pada maloklusi
Klas I non ekstraksi.

Universitas Sumatera Utara