PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (5)

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR
1. Apa yang Dimaksud Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir?

Gambar 1. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
Energi Nuklir merupakan energi hasil dari sebuah proses kimia yang dikenal
dengan reaksi fisi dan reaksi fusi pada sebuah inti atom. Sudah berpuluh tahun
manusia memanfaat potensi energi yang dihasilkan dari reaksi fisi (pembelahan)
inti uranium dan plutonium. Penemuan ini juga berasal dari coba-cobanya para
ilmuan menembakkan neutron ke inti untuk mendapatkan inti baru, namun pada
bebarapa inti berat hal itu menyebabkan inti menjadi pecah (terbagi) sekaligus
melepaskan neutron lain yang konsekuensinya menimbulkan panas disekitarnya.
Panas ini kemudian di ambil dengan menempatkan reaksi tersebut didalam air, air
yang panas tadi dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin. untuk bagian turbinnya
hampir sama dengan pembangkit listrik tenaga uap. Namun selain panasnya yang
diambil, neutron yang lepas ini juga dimanfaatkan untuk banyak hal, seperti untuk
mengukur dimensi dari suatu zat, untuk memutasikan tumbuhan agar didapatkan
bibit unggul dan lain sebagainya.
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir adalah sebuah pembangkit daya thermal yang
menggunakan satu atau beberapa reaktor nuklir sebagai sumber panasnya. Prinsip
kerja sebuah PLTN hampir sama dengan sebuah Pembangkilt Listrik Tenaga Uap,
menggunakan uap bertekanan tinggi untuk memutar turbin. Putaran turbin inilah


yang diubah menjadi energi listrik. Perbedaannya ialah sumber panas yang
digunakan untuk menghasilkan panas. Sebuah PLTN menggunakan Uranium sebagai
sumber panasnya. Reaksi pembelahan (fisi) inti Uranium menghasilkan energi
panas yang sangat besar.
Daya sebuah PLTN berkisar antara 40 Mwe sampai mencapai 2000 MWe, dan
untuk PLTN yang dibangun pada tahun 2005 mempunyai sebaran daya dari 600
MWe
sampai
1200
MWe.
PLTN dikategorikan berdasarkan jenis reaktor yang digunakan. Namun pada
beberapa pembangkit yang memiliki beberapa unit reaktor yang terpisah
memungkinkan untuk menggunakan jenis reaktor yang berbahan bakar seperti
Uranium dan Plutonium.
Hingga saat ini, terdapat 442 PLTN berlisensi di dunia dengan 441 diantaranya
beroperasi di 31 negara yang berbeda. Keseluruhan reaktor tersebut menyuplai
17% daya listrik dunia.

Gambar 2. Bagian-bagian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir


2. Sistem Kerja PLTN
Prinsip kerja PLTN hampir mirip dengan cara kerja pembangkit listrik tenaga uap
(PLTU) berbahan bakar fosil lainnya. Jika PLTU menggunakan boiler untuk
menghasilkan energi panasnya, PLTN menggantinya dengan menggunakan reaktor
nuklir.

Seperti terlihat pada gambar , PLTU menggunakan bahan bakar batubara,
minyak bumi, gas alam dan sebagainya untuk menghasilkan panas dengan cara
dibakar, kemudia panas yang dihasilkan digunakan untuk memanaskan air di dalam
boiler sehingga menghasilkan uap air, uap air yang didapat digunakan untuk
memutar turbin uap, dari sini generator dapat menghasilkan listrik karena ikut
berputar seporos dengan turbin uap. Perbedaannya pada pembangkit listrik
konvensional bahan bakar untuk menghasilkan panas menggunakan bahan bakar
fosil seperti ; batubara, minyak dan gas. Dampak dari pembakaran bahan bakar
fosil ini, akan mengeluarkan karbon dioksida (CO 2), sulfur dioksida (SO 2) dan
nitrogen oksida (Nox), serta debu yang mengandung logam berat. Sisa pembakaran
tersebut akan ter-emisikan ke udara dan berpotensi mencemari lingkungan hidup,
yang bisa menimbulkan hujan asam dan peningkatan suhu global.
Pada PLTN juga memiliki prinsip kerja yang sama yaitu di dalam reaktor terjadi

reaksi fisi bahan bakar uranium sehingga menghasilkan energi panas, kemudian air
di dalam reaktor dididihkan, energi kinetik uap air yang didapat digunakan untuk
memutar turbin sehingga menghasilkan listrik untuk diteruskan ke jaringan
transmisi,.
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, panas yang dipakai dihasilkan dari proses
reaksi pembelahan inti Uranium di dalam reaktor nuklir. Sebagai bahan pemindah
panas tersebut digunakanlah air yang secara terus-menerus disirkulasikan selama
proses. Bahan bakar yang digunakan untuk pembakaran ini, yang menggunakan
Uranium tersebut tidak melepaskan partikel-partikel seperti Nox, CO2, ataupun SO2,
serta tidak mengeluarkan partikel debu yang mengandung logam berat. Sehingga
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir adalah pembangkit yang sangat ramah
lingkungan. Di Indonesia juga berencana akan menggunakan pembangkit listrik
jenis ini.
Limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian PLTN, adalah berupa
elemen bakar bekas dalam bentuk padat. Elemen bakar bekas ini untuk sementara
bisa disimpan di lokasi PLTN, sebelum dilakukan penyimpanan secara lestari.

Gambar 3. Sistem Kerja Pembangkit Tenaga Listrik
Keselamatan terpasang
Keselamatan terpasang dirancang berdasarkan sifat-sifat alamiah air dan uranium.

Bila suhu dalam teras reaktor naik, jumlah neutron yang tidak tertangkap maupun
yang tidak mengalami proses perlambatan akan bertambah, sehingga reaksi
pembelahan berkurang. Akibatnya panas yang dihasilkan juga berkurang. Sifat ini
akan menjamin bahwa teras reactor tidak akan rusak walaupun system kendali
gagal beroperasi.
Penghalang ganda
PLTN mempunyai sistim pengamanan yang ketat dan berlapis-lapis, sehingga
kemungkinan terjadi kecelakaan maupun akibat yang ditimbulkan sangat kecil.
Sebagai contoh, zat radioaktif yang dihasilkan selama reaksi pembelahan inti
uranium sebagian besar (> 99 %) akan tetap tersimpan di dalam matriks bahan
bakar, yang berfungsi sebagai penghalang pertama. Selama operasi maupun jika
terjadi kecelakaan, selongsong bahan bakar, akan berperan sebagai penghalang
kedua untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif tersebut keluar kelongsong. Kalau
zat radioaktif masih dapat keluar dari dalam kelongsong, masih ada penghalang
ketiga yaitu sistim pendingin. Lepas dari sistim pendingin, masih ada penghalang
keempat berupa bejana tekan terbuat dari baja dengan tebal + 20 cm. Penghalang
kelima adalah perisai beton dengan tebal 1,5 - 2 m. Bila saja zat radioaktif itu masih
ada yang lolos dari perisai beton, masih ada penghalang keenam, yaitu sistim
pengungkung yang terdiri dari pelat baja setebal + 7 cm dan beton setebal 1,5 - 2
m yang kedap udara.

Pertahanan berlapis

Disain keselamatan suatu PLTN menganut falsafah pertahanan berlapis (defence in
depth). Pertahanan berlapis ini meliputi :Lapisan keselamatan pertama , PLTN
dirancang, dibangun dan dioperasikan sesuai dengan ketentuan yang sangat ketat,
mutu yang tinggi dan teknologi mutakhir. Lapis keselamatan kedua PLTN
dilengkapi dengan sistim pengamanan/keselamatan yang digunakan untuk
mencegah dan mengatasi akibat-akibat dari kecelakaan yang mungkin dapat terjadi
selama umur PLTN. Keselamatan ketiga , PLTN dilengkapi dengan sistim
pengamanan tambahan, yang dapat diandalkan untuk dapat mengatasi kecelakaan
hipotesis, atau kecelakaan terparah yang diperkirakan dapat terjadi pada suatu
PLTN. Namun kecelakaan tersebut kemungkinannya tidak akan pernah terjadi
selama umur PLTN.
Limbah Radioaktif
Selama operasi PLTN, pencemaran yang disebabkan oleh zat radioaktif terhadap
lingkungan dapat dikatakan tidak ada. Air laut atau sungai yang dipergunakan
untuk membawa panas dari kondensor sama sekali tidak mengandung zat
radioaktif, karena tidak bercampur dengan air pendingin yang bersirkulasi di dalam
reactor. Sedangkan gas radioaktif yang dapat keluar dari sistim reactor tetap
terkungkung di dalam sistim pengungkung PLTN dan sudah melalui sistim ventilasi

dengan filter yang berlapis-lapis. Gas yang dilepas melalui cerobong aktivitasnya
sangat kecil (sekitar 2 milicurie/tahun) sehingga tidak menimbulkan dampak
terhadap lingkungan.

3. Keunggulan PLTN Jika Diterapkan Di Indonesia
Kebutuhan energi Indonesia telah dianalisis oleh BPPT, LIPI, Pertamina, Dep.
Energi dan Sumber Daya Mineral, dan instasi-instansi lain. Bahkan lembagalembaga konsultan energi juga melakukan analisis secara independen. Hasil-nya
adalah sama. Kebutuhan energi di Indonesia tahun 2025 dan 2050 sulit untuk
dipenuhi dengan kondisi seperti sekarang ini. Pada tahun 2025, kita memerlukan
produksi listrik sebesar 100 ribu MWe (setara dengan 2000 PLTU kelas 50 MWe).
Pada tahun 2050, Indonesia memerluka suplai listrik sebesar 8 kali dari produksi
tahun 2010. Padahal, proyeksi tersebut belum memasukkan perubahan mode
sektor transportasi ke arah mode listrik, karena suplai energi minyak bumi
diproyeksikan sudah habis pada tahun 2020-2025 atau bisa diperpanjang habis
tahun 2030 bila ada sumber baru. Kita perlu merubah banyak energi batubara, gas,
nuklir ke energi listrik, energi cair, dan energi gas Hidrogen.
Mengapa memilih energi nuklir?





Cadangan sumber energi minyak bumi yang tersedia semakin terbatas. Dengan
eksploitasi lima ratus juta barel setahun diperkirakan cadangan minyak bumi di
Indonesia tinggal duapuluh tahun lagi.
Demikian pula dengan pemanfaatan energi alternatif lain. Energi panas bumi,
misalnya walaupun bersih lingkungan tetapi ketersediaannya relatif jauh dari
permukiman.

Selanjutnya meskipun energi surya cocok untuk penggunaan skala kecil di
pedalaman, tetapi belum dapat berkembang menjadi energi yang dapat
digunakan secara massal dan handal untuk industri. Biayanya masih sangat
tinggi, sehingga belum dapat bersaing dengan energi konvensional umumnya.
 Energi air, untuk memperoleh energi dalam jumlah besar dari air, kita perlu
membuat waduk. Di Indonesia khususnya pulau Jawa hampir tidak mungkin
untuk membuat waduk lagi.
 Energi batu bara, walaupun cadangan batu bara cukup besar, pengembangan
energi batu bara bila dilakukan secara bsar-besaran kan menimbulkan polusi
terhadap lingkungan. Untuk memperoleh energi 600 MW dibutuhkan
pembakaran batu bara sekitar 200 gerbong kereta api tiap hari, yang
menghasilkan :

× 12.600 ton CO2
× 180 ton gas asam dan 3 ton abu terbang. Hal ini dapat dibayangkan polusi
udara yang akan terjadi bila konsumsi energi semakin tinggi.
 Energi angin, untuk menggerakkan kincir angin diperlukan kecepatan rata-rata 4
m/s dalam setahun. Di Indonesia kondisi ini hanya dapat ditemukan di beberapa
tempat di Nusa Tenggara.
Oleh sebab itu, pembangkit listrik tenaga nuklir lebih cocok diterapkan di
Indonesia


PLTN tidak membakar bahan bakar fosil, tetapi menggunakan bahan bakar dapat
belah (bahan fisil). Di dalam reaktor, bahan fisil tersebut direaksikan dengan
neutron sehingga terjadi reaksi berantai yang menghasilkan panas. Panas yang
dihasilkan digunakan untuk menghasilkan uap air bertekanan tinggi, kemudian uap
tersebut digunakan untuk menggerakkan turbin. Dengan digunakannya bahan fisil,
berarti tidak menghasilkan CO2, hujan asam, ataupun gas beracun lainnya seperti
jika menggunakan bahan bakar fosil.
Selain itu PLTN juga mampu menghasilkan daya stabil yang jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan pembangkit listrik lainnya. Perlu diketahui juga bahwa bahan
bakar uranium yang sudah habis dipakai dapat didaur ulang kembali menghasilkan

bahan bakar baru untuk teknologi di masa depan.
PLTN juga menggunakan bahan bakar yang relatif lebih murah dibandingkan
pembangkit listrik tenaga lain karena pada PLTN digunakan bahan bakar yang relatif
lebih sedikit dibandingkan dengan Pembangkit listrik lainnya. Rasio bahan bakar
yang diperlukan dengan energi yang dihasilkan sangat besar. Untuk PLTN reaksi
fusi, bahan bakar yang digunakan sangat melimpah di bumi . Dimana reaksi fusi ini
menggunakan Hidrogen yang dapat dielektrolisis dari air yang sangat melimpah di
bumi ini.
Lalu, dibandingkan pembangkit listrik lainnya, PLTN mempunyai faktor
keselamatan yang lebih tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh studi banding kecelakaan
yang pernah terjadi di semua pembangkit listrik. Secara statistik, kecelakaan pada
PLTN mempunyai persentase yang jauh lebih rendah dibandingkan yang terjadi
pada pembangkit listrik lain. Hal tersebut disebabkan karena dalam desain PLTN,
salah satu filosofi yang harus dipunyai adalah adanya “pertahanan berlapis”
(defence in-depth). Dengan kata lain, dalam PLTN terdapat banyak pertahanan

berlapis untuk menjamin keselamatan manusia dan lingkungan. Jika suatu sistem
operasi mengalami kegagalan, maka masih ada sistem cadangan yang akan
menggantikannya. Pada umumnya, sistem cadangan berupa suatu sistem otomatis
pasif. Disamping itu, setiap komponen yang digunakan dalam instalasi PLTN telah

didesain agar aman pada saat mengalami kegagalan, sehingga walaupun
komponen tersebut mengalami kegagalan, maka kegagalan tersebut tidak akan
mengakibatkan bahaya bagi manusia dan lingkungannya.

4. Kelemahan PLTN
Biaya untuk membangun sebuah PLTN (over head cost) untuk permulaan sangat
tinggi sekali, sehingga perlu pemikiran yang serius dalam memperoleh dana yang
tidak merugikan masyarakat. harga uranium dunia terus naik sejalan dengan
kebangkitan program tenaga nuklir pada banyak negara di dunia. Harga uranium
yang pada tahun 2006 adalah sekitar US$ 30 per barel, saat ini telah mencapai US$
130 perbarel. Kenaikan harga uranium ini sebetulnya tidak banyak mempengaruhi
keekonomian PLTN mengingat beroperasinya PLTN hanya memerlukan uranium
dalam jumlah sedikit, namun tetap saja kenaikan harga uranium dunia ini perlu
terus dipantau.
Selain itu juga disebutkan kesulitan terbesar dalam merencanakan PLTN di
Indonesia adalah tidak jelasnya biaya kapital dan biaya operasi dan pemeliharaan
yang terkait dengan spent fuel disposal, dan biaya decommisioning. Untuk biaya
kapital misalnya, sebuah studi bersama antara PLN dan sebuah perusahaan listrik
dari luar negeri mengindikasikan biaya pembangunan PLTN sebesar US$ 1.700 per
kW untuk Engineering, Procurement, Construction (EPC) atau US$ 2.300 per kilowatt

(kW) (setelah memperhitungkan biaya bunga pinjaman selama konstruksi). Angka
tersebut kini dipandang terlalu rendah, karena menurut laporan mutakhir (tahun
2009), biaya pembangunanPLTN pada beberapa negara telah mencapai US$ 3.500
hingga US$ 5.500 per kW.
Selanjutnya apabila terjadi kecelakaan, maka biaya pemulihannya cukup besar
bahkan dapat lebih besar dari biaya pembangunannnya. Karena PLTN mempunyai
limbah radioaktif yang sangat berbahaya dan harus selalu dijaga.
Seperti terjadinya kecelakaan PLTN Fukushima Daichi pada bulan Maret 2011
yang sangat buruk dimana ribuan penduduk yang semula bermukim di dekat PLTN
tersebut harus diungsikan ke daerah yang aman. Pemerintah Jepang langsung
mengevakuasi penduduk yang berada di radius 10 hingga 20 kilometer dari lokasi
PLTN. Empat karyawan PLTN Fukushima diketahui terluka akibat ledakan di reaktor
nomor 1. 140 ribu orang telah dievakuasi dari daerah tersebut, namun seorang
pejabat lainnya mengatakan, terdapat 190 orang dalam radius 10 kilometer, ketika
tingkat radiasi meningkat. 22 orang dinyatakan telah terkontiminasi. Selain itu tiga
dari empat unit sistem pendinginan di Fukushima Daini rusak. Temperatur air
pendingin pada reaktor meningkat di atas 100 derajat Celcius, sebagai tanda sistem
pendinginnya tidak berfungsi.
Lalu, PLTN juga merupakan teknologi sangat tinggi sehingga untuk
mengoperasikannya memerlukan sumberdaya manusia atau tenaga kerja yang
mempunyai kualitas tinggi (high qualified people). Personil yang mengoperasikan
PLTN harus memenuhi persyaratan yang sangat ketat, dan wajib mempunyai
sertifikat sebagai operator reaktor yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Tenaga

Nuklir (BAPETEN). Untuk mendapatkan sertifikat tersebut, mereka harus mengikuti
dan lulus ujian pelatihan. Sertifikat tersebut berlaku untuk jangka waktu tertentu
dan setelah lewat masa berlakunya maka akan dilakukan pengujian kembali. Namun
menurut International Atomic Energy Agency (IAEA), Indonesia termasuk dalam 13
negara terbaik dalam mengoperasikan reaktor nuklir dan pemanfaatan teknologi
nuklir untuk maksud damai. Di Indonesia, hasil riset nuklir secara nyata telah
mampu memberikan kontribusi dalam pembangunan nasional. Sayangnya, apa
yang diharapkan dari pemanfaatan teknologi nuklir di tanah air ini tidak semudah
apa yang diperoleh. Masih banyak masyarakat yang menentang pengembangan
teknologi nuklir, khususnya pemanfaatannya untuk pembangkit listrik (PLTN).
Beberapa kalangan menilai, nuklir bisa menimbulkan risiko besar, mengingat radiasi
yang ditimbullkannya bisa mengancam masyarakat di sekitar apabila terjadi
bencana.

5. Kesimpulan

Indonesia sebenarnya sangat cocok mengembangkan pembangkit listrik ini,
sebagai upaya diversifikasi penggunaan pembangkit listrik primer berbahan bakar
fosil, seperti batubara, minyak bumi, dan gas alam. Dengan penanggulangan radiasi
yang cermat dan berlapis, PLTN dapat menjadi solusi kebutuhan energi listrik yang
besar di Indonesia. Namun disadari bahwa pengambilan keputusan untuk
membangun PLTN tidak semata-mata didasarkan pada pertimbangan keekonomian
dan keenergian, namun juga pertimbangan lain seperti aspek politik, keselamatan,
penerimaan sosial, budaya dan lingkungan.