Hubungan Motivasi Perawat dengan Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Infeksi adalah masuk dan berkembangnya mikroorganisme dalam tubuh
yang menyebabkan sakit yang disertai dengan gejala klinis baik lokal maupun
sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi
nosokomial apabila pada saat pasien mulai dirawat dirumah sakit tidak didapatkan
tanda-tanda klinik dari infeksi, pada saat pasien mulai dirawat dirumah sakit, tidak
sedang dalam masa inkubasi dari infeksi (Kozier, 2010).
Menurut Depkes (2002), infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi
atau didapat penderita ketika sedang dirawat di rumah sakit. Seseorang dinyatakan
mengalami infeksi nosokomial dengan ketentuan sebagai berikut: pada waktu
penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinis dari
infeksi yang sedang diteliti, pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit
tidak dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut, tanda-tanda khusus infeksi
tersebut mulai timbul sekurang-kurangnya setelah 3x24 jam sejak mulai
perawatan dan infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh
mikroorganisme yang sama tetapi lokasi infeksi berbeda. Infeksi merupakan salah
satu penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity) bahkan angka kematian
(mortality) di rumah sakit, juga menyebabkan kerugian lain seperti rasa tidak

nyaman bagi pasien maupun keluarganya, perpanjangan hari rawat ( length of
stay), penambahan biaya perawatan dan pengobatan di rumah sakit yang akhirnya

Universitas Sumatera Utara

menimbulkan kesan buruk terhadap citra rumah sakit itu sendiri. Sehingga tidak
berlebihan dikatakan bahwa kejadian infeksi nosokomial ini dapat menjadi
masalah kesehatan baru, baik di negara berkembang maupun di negara maju
(Fatimah, 2011).
Infeksi nosokomial merupakan suatu masalah yang nyata di seluruh dunia
dan terus meningkat (Alvarado, 2000 dalam Saifuddin dkk, 2004;204). Hal ini
dapat terlihat dari persentase infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai
9% (variasi 3 –21%) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh
dunia mendapatkan infeksi nosokomial. Suatu penelitian yang dilakukan oleh
WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang
berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan
adanya infeksi nosokomial dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0% (WHO,
2002 dalam Sri Muliani, 2010).
Infeksi ini menempati posisi pembunuh keempat di Amerika Serikat dan
terdapat 20.000 kematian tiap tahunnya akibat infeksi nosokomial ini. Kejadian

infeksi nosokomial di Malaysia sebesar 12,7 % (Marwoto, 2007 dalam

Sri

Muliani, 2010). RS. Rasul Akram di Iran melaporkan sebesar 14, 2 % pasiennya
menderita infeksi nosokomial di bagian pediatrik dengan usia di bawah 2 tahun
berisiko mengalami infeksi nosokomial (Masoumi, 2009 dalam SriMuliani, 2010).
Penelitian yang dilakukan di 18 rumah sakit di Swiss menyebutkan bahwa
prevalensi infeksi nosokomial sebesar 10, 1% dengan kejadian terbanyak pada
ruang ICU sebesar 29, 7 % (Hugo, 2002 dalam Sri Muliani, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia, kejadian infeksi
nosokomial jauh lebih tinggi. Adapula penelitian yang menyatakan bahwa di
negara-negara berkembang terjadinya infeksi nosokomial tinggi karena kurangnya
pengawasan, praktek pencegahan yang buruk, pemakaian sumber terbatas yang
tidak tepat dan rumah sakit yang penuh sesak oleh pasien (Sumaryono. 2005
dalam Kasmad, 2007).
Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Depkes pada tahun 2004,

proporsi kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit pemerintah dengan jumlah
pasien 1.527 pasien dari jumlah pasien beresiko 160.417. Sedangkanuntuk rumah
sakit swasta dengan jumlah pasien 991 pasien dari jumlah pasien beresiko
130.047 . Untuk rumah sakit ABRI dengan jumlah pasien 254 pasien dari jumlah
pasien bersiko 1.672 pasien. Flebitis adlah infeksi yang tertinggi di rumah sakit
swasta atau pemerintah dengan jumlah pasien 2.168 pasien dari jumlah pasien
beresiko 124. 733 (Depkes, 2004).
Penelitian yang pernah dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada
2004 menunjukkan bahwa 9,8 % pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru
selama dirawat (Balaguris, 2009 dalam SriMuliani 2010). Dilaporkan dari salah
satu rumah sakit di Yogyakarta yakni RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, angka
kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit ini sebesar 7,95% (Agus, 2007 dalam
SriMuliani, 2010).
Dalam Kepmenkes no. 129 tahun 2008 ditetapkan suatu standar minimal
pelayanan rumah sakit salah satunya di unit rawat inap. Indikator SPM dalam unit
tersebut adalah 15 indikator, termasuk didalamnya angka kejadian infekis

Universitas Sumatera Utara

nosokomial dengan standar ≤1,5%. Pelaporan kasus infeksi nosokomial untuk

melihat sejauh mana rumah sakit melakukan pengendalian terhadap infeksi ini.
Data infeksi nosokomial dari surveilans infeksi nosokomial di setiap rumah sakit
dapat digunakan sebagai acuan pencegahan infeksi guna meningkatkan pelayanan
medis bagi pasien (Kepmenkes, 2008).
Data penelitian Sumaryono (2005), di Negara-negara berkembang
termasuk Indonesia, kejadian infeksi nosokomial jauh lebih tinggi. Menurut
penelitian yang dilakukan di dua kota besar Indonesia didapatkan angka kejadian
infeksi nosokomial sekitar 39%- 60%. Di Negara-negara berkembang terjadinya
infeksi nosokomial tinggi karena kurangnya pengawasan, praktek pencegahan
yang buruk, pemakaian sumber terbatas yang tidak tepat dan rumah sakit yang
penuh sesak oleh pasien (Kasmad, 2007).
Infeksi nosokomial dapat dicegah melalui penerapan kewaspadaan umum.
Penerapan kewaspadaan umum merupakan bagian pengendalian infeksi yang
tidak terlepas dari peran masing-masing pihak yang terlibat didalamnya yaitu
pimpinan, staf administrasi, pemberi pelayanan maupun pengguna jasa termasuk
pasien dan pengunjung. Hal ini tentunya pemberi pelayanan kesehatan terutama
perawat sangat berperan penting terhadap pencegahan infeksi nosokomial karena
perawat merupakan salah satu anggota tim kesehatan yang berhubungan langsung
dengan pasien dan bahan infeksius di ruang rawat dalam menilai kinerja perawat
salah satunya adalah dengan melakukan penilaian terhadap kegiatan perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar operasional
prosedur dan standar asuhan keperawatan.

Universitas Sumatera Utara

Dalam“The Journalist Of Infections Control Nursing”, sebagaimana yang
ditulis oleh Nancy Roper (1996) mengadakan survey prevalensi pada 43 rumah
sakit di Inggris yang menunjukkan bahwa kira-kira 20% pasien rumah sakit
terkena infeksi dan dari jumlah tersebut adalah kurang lebih 10% adalah infeksi
dari komunitas, yang sudah ada pada saat pasien masuk rumah sakit serta 1% lagi
infeksi nosokomial. Lokasi dan persentase infeksi yaitu : (1) Saluran kemih
(30%); (2) Luka operasi (20%); (3) Saluran pernafasan (20%); (4) Luka lain
(30%) (Zulkarnain, 1998). Tenaga kesehatan ditempatkan sebagai penyebab yang
paling utama untuk terjadinya infeksi nosokomial. Penularan dapat terjadi akibat
pemakaian alat melalui tangan perawat dan dokter secara langsung.
Penularan dapat terjadi akibat tidak dilakukan tehnik steril. Alat yang telah
siap dipakai jika telah terkontaminasi dengan lingkungan dan digunakan oleh
perawat serta dokter mengakibatkan terjadinya infeksi pada prosedur tindakan
perawatan pasien. Seorang perawat dalam melakukan perawatan harus dimulai
dengan memperhatikan tehnik steril baik pada penggunaan alat maupun dengan

tehnik tindakan yang digunakan. Cuci tangan akan mengurangi 50% dari infeksi
dan peralatan yang kurang steril akibat dari air yang digunakan untuk mencuci
alat telah terkontaminasi kuman akan mengakibatkan timbulnya infeksi pada
pasien (Zulkarnain, 2009).
Layanan keperawatan terutama tentang sikap dan kemampuan perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien / keluarga. Pada penelitian
tentang mutu asuhan keperawatan yang dinilai berdasarkan tingkat kepuasan
klien / keluarga terhadap keperawatan serta kepatuhan perawat terhadap standar

Universitas Sumatera Utara

penerapan proses keperawatan pada 14 ruang medikal bedah di rumah sakit
pemerintah dengan jumlah responden sebanyak 572 orang dihasilkan tingkat
kepuasan klien / keluarga dengan kategori baik 16,9%, kategori sedang 81,5%,
dan kategori kurang 1,55% (Sitorus, 2006).
Berdasarkan indikator mutu pelayanan, data yang diperoleh dari Rumah
Sakit Pirngadi Kota Medan tahun 2006 terdapat infeksi sebesar 32,16% yang
terdiri dari infeksi disebabkan oleh penggunaan jarum infus sebesar 10%, akibat
transfusi darah sebesar 10,16% dan angka infeksi luka operasi sebesar 12%
(Berdasarkan WHO-Depkes Indikator Standar


Rawat Inap tergolong dengan

kejadian infeksi tinggi sebab indikator kejadian infeksi pasca operasi dan kejadian
infeksi nosokomial memiliki standar maksimal 1,5%) (Kuntjoro, 2007).
Data yang diperoleh dari RS. Adam Malik Medan dari 19 ruang rawat inap
ditemukan data infeksi nososkomial yang terbanyak adalah karena pemasangan
infus/ three way dari tahun 2014 didapatkan 101 ( 49,2 %) kejadian plebitis, tahun
2015 kejadian plebitis meningkat menjadi 174 (93,5%). Berdasarkan data tersebut
maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait upaya perawat dalam
pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan masalah di atas, maka rumusan masalah adalah
“Apakah ada hubungan motivasi dengan upaya pencegahan infeksi nosokomial
di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan motivasi dengan upaya pencegahan
infeksi nosokomial di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui motivasi perawat di RSUP Haji Adam Malik
Tahun 2016.
2. Untuk mengetahui upaya pencegahan infeksi nosokomial di RSUP
Haji Adam Malik tahun 2016
3. Untuk mengetahui hubungan motivasi perawat dengan upaya
pencegahan infeksi nosokomial di RSUP Haji Adam Malik Tahun
2016

1.4. Hipotesis Penelitian
1. Tidak ada hubungan motivasi dengan upaya pencegahan infeksi
nosokomial di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2016.
2. Ada hubungan motivasi dengan upaya pencegahan infeksi nosokomial di
RSUP Haji Adam Malik Tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara


1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Praktik Keperawatan
Penelitian ini dapat berkontribusi terhadap praktik keperawatan terkait
peran perawat dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial pada
pasien di rumah sakit adam malik medan.
1.5.2. Pendidikan Keperawatan
Hasil Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan ilmu
keperawatan terkait manajemen infeksi nosokomial dan bermanfaat
bagi institusi pendidikan dalam mempersiapkan mahasiswa yang akan
melaksanakan praktek di rumah sakit.
1.5.3. Penelitian Keperawatan
Hasil

penelitian

ini

diharapkan

dapat


mengembangkan

riset

keperawatan dimana data yang digunakan dalam penelitian ini dapat
digunakan sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara