Kajian Kemampuan Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd2+) dengan Menggunakan Adsorben dari Batang Jagung (Zea Mays)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kontaminasi Logam Kadmium (Cd)
Kadmium dapat ditemukan dalam jumlah yang relatif sedikit. Namun demikian,
tingkat toksisitas kadmium sangat tinggi karena termasuk dalam logam berat.
Seluruh logam berat muncul secara alami di lingkungan yang dihasilkan dari
buangan industri dengan jumlah yang makin hari makin meningkat. Logam yang
mempunyai kontribusi toksisitas di dalam air salah satunya adalah kadmium [3].
Sumber dari logam berat kadmium dalam air, baik yang berupa larutan maupun
padatan sering ditemukan di balik batu, ditemukan dalam bentuk sulfida yang berasal
dari limbah/buangan industri yang terkontaminasi, kegiatan pertambangan yang
buruk, dan kebocoran pada kolam penampungan limbah [10].
2.2 Logam Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) adalah salah satu logam transisi dan terletak di golongan 2B dan
periode ke 5 di tabel periodik. Nomor atom Cd adalah 48, berat atom 112,40 dengan
densitas 8,65 g.cm-3. Titik cair Cd adalah 320,9oC dan titik didih 765oC. Kadmium
(Cd) sangat digunakan di dalam Ni/Cd baterai, sebagai pigmen dan stabilizer plastik,
campuran logam dan komponen elektronik [11].
Kadmium (Cd) sukar didegradasi oleh mikroorganisme air sehingga kadmium
(Cd) dapat masuk melalui jaringan tanaman. Kadmium akan terlarut dan sebagian
lagi akan meresap ke dalam tanah dan ada juga yang masuk ke metabolisme tanaman

dan akan terakumulasi pada semua jaringan [12].
Kadmium (Cd) tercemar dilingkungan akibat dari hasil pembangkit listrik,
sistem pemanas, industri logam, insinerator limbah, lalu lintas perkotaan, pabrik
semen dan pabrik pupuk fosfat [13].
Konsumsi logam kadmium telah meningkat terus-menerus selama abad kedua
puluh ini ke seluruh dunia dengan pasokan 22.000 metriks ton [14].
Menurut badan kesehatan dunia [14], ada rentang konsentrasi kandungan
kadmium (Cd) pada beberapa jenis makanan. Berikut data mengenai kandungan
kadmium di dalam makanan yang disampaikan pada Tabel 2.1.

7
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Konsentrasi Kadmium (Nilai Rata-Rata) Dalam Berbagai Jenis
Makanan
Makanan

Cd (mg/kg berat basah)

Kentang

Butir gandum
Beras, tidak area kontaminan
Susu
Tiram
Daging ginjal sapi
Daging sapi
Daging ikan selain kepiting
Sayur bayam
Wortel
Sumber: WHO, 2000

0,01-0,06
0,005-0,08
0,008-0,13
0,00017-0,0002
0,1-4,7
0,2-1,3
0,005-0,02
0,004-0,1
0,043-0,15

0,016-0,030

Efek dari kontaminasi logam berat di tanah dan di air cukup mengkhawatirkan
dan dapat menyebabkan gangguan besar dalam keseimbangan ekologi dan kesehatan
makhluk hidup di bumi [15]. Paparan berlebihan terhadap Cd dapat menyebabkan
berbagai penyakit pada manusia, termasuk gastroenteritis, disfungsi tubulus ginjal,
hipertensi, penyakit jantung, emfisema paru, kanker, dan osteoporosis [16].
Sesuai dengan ketentuan Standar Nasional Indonesia [17], bahwa kandungan
logam berat kadmium (Cd) maksimum di dalam produk pangan adalah 0,2 mg/kg,
sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan [18] Nomor: 492/ Menkes/ Per/ IV/
2010, menyatakan bahwa persyaratan kualitas air minum yang baik hanya
mengizinkan kandungan logam berat kadmium (Cd) maksimum adalah 0,003 mg/l.
2.3 Jagung
Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan. Secara umum,
klasifikasi dan sistematika tanaman jagung [19] sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi


: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledone

Ordo

: Graminae

Family

: Graminaceae

Genus


: Zea

Spesies

: Zea mays L.

8
Universitas Sumatera Utara

Jagung merupakan salah satu bahan pangan yang penting di Indonesia karena
jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras [20].
Akhir-akhir ini tanaman jagung semakin meningkat penggunaannya. Tanaman
jagung banyak sekali gunanya, sebab hampir seluruh bagian tanaman dapat
dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan [21], antara lain:
a)

Batang dan daun muda: pakan ternak

b) Batang dan daun tua (setelah panen): pupuk hijau atau kompos

c)

Batang dan daun kering: kayu bakar

d) Batang jagung: pulp (bahan kertas)
e)

Buah jagung muda (putren, Jw): sayuran, bergedel, bakwan, sambel goreng

f)

Biji jagung tua: pengganti nasi, marning, brondong, roti jagung, tepung,
bihun, bahan campuran kopi bubuk, biskuit, kue kering, pakan ternak, bahan
baku industri bir, industri farmasi, dextrin, perekat, industri tekstile.

Batang jagung tidak bercabang, berbentuk silinder, dan terdiri dari beberapa ruas
dan buku ruas. Pada buku ruas akan muncul tunas yang berkembang menjadi
tongkol. Tinggi batang jagung tergantung varietas dan tempat penanamannya,
umumnya berkisar 60-300 cm [22].
Jagung memiliki kadar protein lebih tinggi (9,5%) dibandingkan dengan beras

(7,4%). Jagung juga mengandung karoten berkisar antara 6,4-11,3 µg/g, 22%
diantaranya beta-karoten dan 51% xantofil. Beta-karoten memiliki aktivitas
provitamin A yang dapat memberikan perlindungan terhadap kebutaan khususnya
disebabkan oleh katarak dengan menjadi filter terhadap sinar UV. Xanthofil memiliki
fungsi meregulasi perkembangan sel dan melindungi sel normal dari sel mutan
pemicu penyebab kanker, menangkal radikal bebas yang dapat merusak jaringan
tubuh, sistem imunitas tubuh terhadap serangan infeksi dengan meningkatkan
komunikasi antar sel, dan mencegah penyakit jantung [23].
2.4 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu metode penyerapan fluida. Adsorpsi dapat terjadi
karena gaya tarik-menarik secara elektrostatis maupun gaya tarik-menarik yang
diperbesar dengan ikatan koordinasi hidrogen atau ikatan Van Der Waals [24].
Adsorpsi terbagi atas dua yaitu adsorpsi fisik dan kimia. Dalam adsorpsi fisik
kekuatan ikatan antara molekul yang diadsorpsi dan permukaan sangat lemah, atau

9
Universitas Sumatera Utara

tipe Van der Waals. Energi yang berasosiasi dengan ikatan tersebut relatif lemah.
Sebaliknya dalam adsorpsi kimia ikatan sangat berperan dan merupakan resultan dari

suatu transfer atau penempatan elektron dalam reaksi antara adsorbat dan adsorben
[25].
Suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben untuk tujuan pemisahan apabila
mempunyai daya adsorpsi yang selektif, dengan luas permukaan per satuan massa
yang besar, serta memiliki daya ikat yang kuat terhadap zat yang hendak dipisahkan
secara fisik atau kimia [26].
2.4.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adsorpsi
Dalam proses adsorpsi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi adsorpsi secara
umum [27], antara lain adalah:
a) Diameter partikel adsorben
Tiap jenis adsorben mempunyai karakteristik tersendiri. Adsorben yang baik
untuk mengadsorpsi zat yang satu belum tentu baik untuk mengadsorpsi zat yang
lain. Semakin kecil diameter partikel adsorben, maka laju adsorpsi akan semakin
meningkat sehingga proses adsorpsi berlangsung lebih efektif. Hal ini
disebabkan karena semakin kecil diameter partikel, lintasan yang ditempuh oleh
adsorbat dalam berdifusi ke pori-pori adsorben lebih pendek.
b) Adsorbat
Adsorbat dapat berupa zat elektrolit maupun zat non elektrolit. Untuk zat
elektrolit adsorpsinya besar, karena mudah mengionisasi sehingga antara
molekulnya saling tarik-menarik. Untuk zat non elektrolit adsorpsinya kecil

karena tidak mengalami ionisasi.
c) Luas permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, maka adsorpsi yang terjadi akan
semakin besar sebab kemungkinan adsorbat untuk diadsorpsi juga semakin
besar. Jadi semakin halus suatu adsorben maka adsorpsinya akan semakin besar.
d) Konsentrasi
Semakin tinggi konsentrasi larutan, maka kontak antara adsorbat dengan
adsorben semakin besar sehingga adsorbat yang teradsorpsi akan semakin besar.

10
Universitas Sumatera Utara

e)

Temperatur
Jika temperatur dinaikkan molekul adsorbat akan bergerak lebih cepat
sehinnga kemungkinan untuk menangkap atau mengadsorpsi molekul-molekul
akan semakin sulit, akibatnya jumlah adsorbat yang teradsorpsi akan sedikit.

f)


Kecepatan Pengadukan
Semakin besar kecepatan pengadukan, maka laju adsorpsi akan semakin
meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin besar kecepatan pengadukan,
semakin bertambah kesempatan kontak antara adsorbat dengan adsorben
sehingga adsorpsi dapat berlangsung lebih efektif.

g) Kelarutan adsorbat (solubity of adsorbate)
Semakin kecil kelarutan adsorbat, maka laju adsorpsi akan semakin
meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin kecil kelarutan adsorbat, semakin
mudah adsorbat untuk berpindah dari fasa cairan menuju ke fasa padatan
(adsorben).
h) pH
Pengaruh pH terhadap laju adsorpsi dipengaruhi oleh jenis adsorbat. Laju
adsorpsi meningkat pada kondisi pH yang menyebabkan penurunan kelarutan
adsorbat dalam cairan.
i)

Waktu kontak
Untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi dan memaksimalkan efisiensi

adsorpsi maka diperlukan waktu kontak yang cukup antara adsorbat dengan
adsorben.

2.4.2 Pengukuran Adsorpsi
Adsorpsi suatu larutan dapat diukur melalui mekanismenya. Tujuan pengukuran
ini adalah untuk mendapatkan data penting yang selanjutnya dapat digunakan untuk
mengukur kinetika dan kesetimbangan adsorpsi [28].
Jumlah logam teradsorpsi per satuan massa adsorben pada kesetimbangan , dan
persentasi penghapusan pada waktu t, dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut ini :
(2.1)
[28], [29]

11
Universitas Sumatera Utara

(2.2)
[29], [30]
Keterangan:
qe

= massa logam teradsorpsi pada kesetimbangan

(mg/g)

R% = Persentasi penghapusan logam

(%)

C0 = konsentrasi logam awal

(mg/L)

Ce = konsentrasi kesetimbangan

(mg/L)

V= volume larutan

(L)

mads= massa adsorben

(g)

Persamaan-persamaan ini mengasumsikan bahwa perubahan volume fase cair
massa diabaikan karena konsentrasi zat terlarut kecil dan volume yang ditempati oleh
adsorben juga kecil [28]. Jumlah logam berat teradsorpsi pada sampel dihitung
dengan menggunakan alat AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) untuk
mendapatkan data analisis yang akurat dan tepat.
2.4.3 Kinetika Adsorpsi
Kinetika adsorpsi dapat memberikan informasi tambahan mengenai efisiensi
adsorpsi dan mekanismenya. Pada tingkat penyerapan zat terlarut dalam adsorben
dapat menentukan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi adsorpsi dan itu juga dapat
diperoleh dari analisis kinetiknya. Kinetika adsorpsi ini diperoleh secara empiris
dengan menggunakan model pseudo orde satu, pseudo orde dua dan intra-partikel
model difusi [31].
2.4.3.1 Model Pseudo Orde Satu
Model pseudo orde satu dijelaskan oleh Lagergen merupakan model yang paling
banyak digunakan untuk mengevaluasi kinetika adsorpsi berdasarkan kapasitas solid
(Yang, et al., 2015). Persamaannya dapat dijelaskan sebagai berikut:
ln(qe – qt) = ln qe – k1t

(2.3)

[24], [32]
Keterangan:
qe = massa logam teradsorpsi pada kesetimbangan

(mg/g)

qt = massa logam teradsorpsi pada waktu t

(mg/g)

k1 = tetapan laju adsorpsi pseudo orde satu

(min-1)

12
Universitas Sumatera Utara

t

= waktu adsorpsi

(min)

2.4.3.2 Model Pseudo Orde Dua
Persamaan pseudo orde kedua adalah model lain dari kinetika adsorpsi yang
dikembangkan oleh Ho dan McKay [30]. Persamaannya dinyatakan sebagai berikut:
(2.4)
[24], [32], [33]
Dimana k2 merupakan tetapan laju adsorpsi pseudo orde dua (g/mg.min).
2.4.3.3 Intra-Partikel Model Difusi
Intra-partikel model difusi, diusulkan oleh weber dan Morris, yang
mengasumsikan bahwa mekanisme adsorpsi terjadi melalui difusi molekul adsorbat
ke dalam pori-pori bahan penyerap atau adsorben [32]. Persamaannya dinyatakan
sebagai berikut:
qt = Kid.t0,5 + C

(2.5)

[33]
Dimana Kid adalah konstanta laju intra-partikel difusi model difusi, nilai C dan
Kid dapat ditentukan dari intersep dan garis kemiringan linear yang diplot dari q t
terhadap t0,5 masing-masing.
2.4.4 Isotermal Adsorpsi
Kesetimbangan isotermal adsorpsi adalah salah satu data penting untuk
memahami mekanisme adsorpsi dan menggambarkan bagaimana adsorbat dapat
berinteraksi dengan adsorben sehingga sangat penting pengoptimalan penggunaan
adsorben [34]. Ada berbagai isotermal adsorpsi yang dapat digunakan, seperti
Langmuir dan Freundlich [24], [33].
2.4.4.1 Isotermal Langmuir
Metode Langmuir digunakan untuk mengevaluasi kapasitas adsorpsi maksimum
yang terjadi pada permukaan homogen adsorben [24]. Model Langmuir dapat
dinyatakan sebagai berikut:
(2.6)
[24], [33]
Dimana qe adalah massa logam teradsorpsi pada kesetimbangan (mg/g), Ce =
konsentrasi kesetimbangan (mg/L), KL = konstanta isotermal Langmuir (L/mg) dan

13
Universitas Sumatera Utara

qmax berkaitan dengan kapasitas adsorpsi maksimum (mg/g). persamaan diatas dapat
dirumuskan dalm bentuk persamaan linier adalah:
(2.7)
[24], [33]
2.4.4.2 Isotermal Freundlich
Dibandingkan dengan isotermal Langmuir, isotermal Freudlich lebih universal.
Dibandingkan dengan isotermal Langmuir, isotermal Freudlich tidak menganggap
bahwa potensi penyerapan konstan [30]. Berikut persamaannya:
log qe = log kf + 1/n log Ce

(2.8)

[24], [33]
Dimana kapasitas untuk adsorpsi adalah k f. Intensitas adsorpsi adalah 1/n.
Apabila nilai n>1 , menunjukkan bahwa kondisi untuk adsorpsi sangat bagus. Nilai
untuk kf dan n dapat ditemukan dengan memplot log q e vs log Ce dan dari intersep
dan slope [30].
2.4.5 Proses Difusi
Difusi merupakan suatu proses berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari
bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian berkonsentrasi rendah. Dalam proses
adsorpsi dapat dipahami sebagai proses berpindahnya suatu substansi dari
pelarut menembus permukaan adsorben. Menurut Fonseca dkk., [35] proses
adsorpsi terjadi pada permukaan luar dan permukaan pori-pori bagian dalam
adsorben, sehingga untuk dapat teradsorpsi, proses-proses yang terjadi pada
padatan dalam larutan umumnya mengalami :
1.

Perpindahan massa zat terlarut/padatan dari cairan ke permukaan adsorben.

2.

Difusi dari permukaan adsorben ke dalam adsorben melalui pori.

3.

Perpindahan massa zat padat dari cairan dalam pori ke dinding pori
adsorben.

4.

Adsorpsi padatan pada dinding pori adsorben.

Difusi ion pada suatu adsorben dapat dibagi dua, yaitu difusi eksternal dan difusi
internal. Jika difusi dari suatu ion hanya meliputi bagian luar permukaan adsorben
atau memiliki keterbatasan, maka disebut sebagai difusi eksternal yang dapat
dideskripsikan menggunakan persamaan berikut:

14
Universitas Sumatera Utara

(2.9)
[36]
Dengan z :
(2.10)
C0, Ct, dan A/V berturut-turut adalah konsentrasi awal larutan, konsentrasi
pada waktu t, dan perbandingan antara total luas permukaan partikel terhadap
volume larutan. A/V dapat dihitung dengan :
(2.11)
[36]
Dimana m adalah massa adsorben (g), d adalah diameter partikel (µm), dan
ρ adalah densitas adsorben (g/cm3). Koefisien difusi eksternal, kf (cm/s), dapat
dideterminasikan dari slop/kemiringan pada garis dari plot antara ln(C t/Co)
versus t.
Jika difusi ion terjadi pada permukaan dalam dan pori-pori, maka proses ini
disebut difusi internal. Difusi internal dapat dideskripsikan menggunakan data
percobaan mengikuti persamaan berikut :

[36]



(2.12)

Dimana qt adalah kapasitas adsorpsi pada waktu t (mg/g), k id adalah
koefisien difusi (mg/g.min^0,5) dan t adalah waktu adsorpsi.

15
Universitas Sumatera Utara