Kajian Kemampuan Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd2+) dengan Menggunakan Adsorben dari Batang Jagung (Zea Mays)

(1)

LAMPIRAN A

DATA BAHAN BAKU

A.1 Data Kalibrasi Larutan Standar Hasil Analisis AAS Tabel A.1 Data Kalibrasi Larutan Standar

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

0.2000 0.1185

0.4000 0.2242

0.6000 0.3445

0.8000 0.4514

1.0000 0.5597

Dari hasil plot antara adsorbansi versus konsentrasi, diperoleh persamaan linier untuk kedua logam. Persamaan ini nantinya akan digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan hasil analisa AAS. Persamaan untuk masing-masing logam Cd2+ adalah sebagai berikut :

Abs. = (0,56810xConc.) + 0,00032000... (A.1)

A.2 Hasil Pencucian Adsorben Batang Jagung

Tabel A.2 Data Hasil Pencucian dari Adsorben Batang Jagung

No Bentuk Volume

Pencucian (mL)

Pencucian 1 (pH)

Pencucian 2 (pH)

Pencucian 3 (pH)

1 Lingkaran 200 6 6 6

2 ½ Lingkaran 200 6 6 6

3 ¼ Lingkaran 200 6 6 6

4 50 mesh 200 5 6 6


(2)

A.3 Hasil Pengeringan Adsorben Batang Jagung

A.31 Perhitungan Pengeringan Adsorben Batang Jagung

 Data pengeringan adsorben batang jagung bentuk 50 mesh :

Massa adsorben Basah = 50 g

Massa Wadah = 127,98 g

Massa adsorben pengeringan I = 49,76g Massa adsorben pengeringan II = 40,11 g Massa adsorben pengeringan III = 31,41 g Massa adsorben pengeringan IV = 23,33 g Massa adsorben pengeringan V = 6,66 g Massa adsorben pengeringan VI = 2,18 g Massa adsorben pengeringan VII = 1,32 g Massa adsorben pengeringan VIII = 1,27 g Massa adsorben pengeringan IX = 1,24 g

 Data pengeringan adsorben batang jagung bentuk 70 mesh :

Massa adsorben Basah = 50 g

Massa Wadah = 127,98 g

Massa adsorben pengeringan I = 48,71 g Massa adsorben pengeringan II = 39,51 g Massa adsorben pengeringan III = 31,16 g Massa adsorben pengeringan IV = 23,44 g Massa adsorben pengeringan V = 10,77 g Massa adsorben pengeringan VI = 6,03 g Massa adsorben pengeringan VII = 2,42 g Massa adsorben pengeringan VIII = 1,40 g Massa adsorben pengeringan IX = 1,31 g Massa adsorben pengeringan XI = 1,30 g

 Data pengeringan adsorben batang jagung bentuk lingkaran :

Massa adsorben Basah = 10 g

Massa Wadah = 127,98 g

Massa adsorben pengeringan I = 6,4 g Massa adsorben pengeringan II = 1,85 g


(3)

Massa adsorben pengeringan III = 1,71 g Massa adsorben pengeringan IV = 1,53 g Massa adsorben pengeringan V = 1,47 g

 Data pengeringan adsorben batang jagung bentuk ½ lingkaran :

Massa adsorben Basah = 10 g

Massa Wadah = 127,98 g

Massa adsorben pengeringan I = 4,74 g Massa adsorben pengeringan II = 2,34 g Massa adsorben pengeringan III = 2,29 g Massa adsorben pengeringan IV = 2,26 g

 Data pengeringan adsorben batang jagung bentuk ¼ lingkaran :

Massa adsorben Basah = 10 g

Massa Wadah = 127,98 g

Massa adsorben pengeringan I = 4,29 g Massa adsorben pengeringan II = 2,32 g Massa adsorben pengeringan III = 2,31 g Massa adsorben pengeringan IV = 2,27 g


(4)

A.4 Data Hasil Kapasitas Adsorpsi Dengan Variasi Bentuk

Tabel A.3 Hubungan Kapasitas Adsorpsi Batang Jagung Terhadap Variasi Bentuk Adsorben pada Kecepatan Pengadukan 220 rpm Berdasarkan Konsentrasi Tetap Cd2+ 50 ppm

Bentuk Waktu qt (mg/g) Persen adsorpsi (%)

Lingkaran 2 jam 3,04 60,89

24 jam 3,35 66,98

½ Lingkaran 2 jam 3,37 67,45

24 jam 3,75 75,00

¼ Lingkaran 2 jam 4,00 79,95

24 jam 4,38 87,69

50 mesh 2 jam 4,11 80,75

24 jam 4,39 87,75

70 mesh 2 jam 4,25 85,00

24 jam 4,43 88,50

A.5 Data Hasil Kapasitas Adsorpsi Dengan Variasi Kecepatan Pengadukan

Tabel A.4 Hubungan Kapasitas Adsorpsi Batang Jagung Terhadap Variasi Kecepatan Pengadukan dengan Bentuk Adsorben ¼ Lingkaran pada Kecepatan Pengadukan 220 rpm Berdasarkan Konsentrasi Tetap Cd2+ 50 ppm

Kecepatan (rpm) Waktu qt (mg/g) Persen Adsorpsi (%)

150 rpm 2 jam 3,67 73,43

24 jam 4,03 80,54

220 rpm 2 jam 4,00 79,95

24 jam 4,38 87,69

250 rpm 2 jam 4,00 80,00


(5)

A.6 Data Hasil Penentuan Waktu Optimum

Tabel A.5 Data Hasil Penentuan Waktu Optimum dengan Bentuk Adsorben ¼ Lingkaran pada Kecepatan Pengadukan 220 rpm Berdasarkan Konsentrasi Cd2+ 50 ppm

Waktu (Menit) Persen Adsorpsi (%) qt (mg/g)

10 56,96 2,85

20 63,44 3,17

30 71,05 3,55

40 71,33 3,57

50 74,71 3,74

60 76,51 3,83

70 79,65 3,98

80 79,65 3,98


(6)

LAMPIRAN B

CONTOH PERHITUNGAN

B.1 Pembuatan Larutan (Stock Solution)

Contoh pembuatan larutan multi-sistem dari (Cd(CH3COO)2.2H2O) dengan

kondisi sebagai berikut :

Konsentrasi Cd(II) : 50 ppm

Volume : 4 liter

Mr. Cd(CH3COO)2.2H2O : 266.529 g/mol

Ar. Cd : 112.411 g/mol

Untuk membuat larutan Cd(II) 50 ppm maka diperlukan massa masing-masing senyawa sebesar :

Massa Cd (50 mg/L), m = 50 mg/L x 4 Liter m = 200 mg

Massa Cd(CH3COO)2.2H2O yang diperlukan,

m2 = 474,205 mg

m2 = 0,474 g

Maka, larutkan 0,474 g Cd(CH3COO)2.2H2O dengan akuades hingga volume


(7)

B.2 Perhitungan Kapasitas Adsorpsi

Untuk pH 4,5 dan konsentrasi larutan 50 ppm (Konsentrasi Cd aktual, C0 =

50,0053 mg/L), pada waktu t = 10 menit diperoleh konsentrasi Ct = 21,52 mg/L dengan volume sampel = 100 mL. Sehingga dapat dihitung kapasitas adsorpsi Cd dengan persamaan sebagai berikut :


(8)

LAMPIRAN C

DOKUMENTASI PERCOBAAN

C.1 Sampel dan Bahan Baku

Gambar C.1 Kebun Jagung yang Akan Digunakan Sebagai Adsorben


(9)

Gambar C.3 Pemotongan dan Pembersihan Batang Jagung


(10)

C.2 Eksperimen

Gambar C.5 Material Logam Berat (Cd(CH3COO)2.2H2O) yang Digunakan


(11)

Gambar C.7 Pengatur Keasaman NaOH (0,1 M) dan HCl (0,1 M)


(12)

C.3 Foto Hasil Adsorpsi Batang Jagung Menggunakan Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)


(13)

(14)

(15)

DAFTAR PUSTAKA

1 Kampalanonwat, Pimolpun., Supaphol, Pitt.. (2014). The Study of Competitive Adsorption of Heavy Metal Ions from Aqueous Solution by Aminated Polyacrylonitrile Nanofiber Mats. Energy Procedia 56. Hal 142-151

2 Vafakhah, S., Bahrololoom, M.E., Bazarganlari, R., Saeedikhani, M. (2014). Removal of Copper Ions from Electroplating Effluent Solutions with Native Corn Cob and Corn Stalk and Chemically Modified Corn Stalk. Journal of Environmental Chemical Engineering 2. Hal 356-361

3 Zheng, Lirchun., Dang, Zhi., Yi, Xiaoyun., Zhang, Hui. (2010). Equilibrium and Kinetic Studies of Adsorption of Cd(II) from Aqueous Solution Using Modified Corn Stalk. Journal of Hazardous Materials 176. Hal 650-656 4 Suhud, Iffatunniswah., Vanny M. A. Timow., Baharuddin Hamzah. (2012).

Adsorpsi Ion Kadmium (II) Dari Larutannya Menggunakan Biomassa Akar Dan Batang Kangkung Air (Ipomoea Aquatica Forks). Jurnal Akademika Kimia. Vol 1, No.4. Hal 153-158

5 Tangio, Julhina S. (2013). Adsorpsi Logam Timbal (Pb) Dengan Menggunakan Biomassa Enceng Gondok (Eichhorniacrassipes). Jurnal Entropi. Vol VIII. Nomor 1

6 Rahmayani, Fatimah., Siswarni MZ (2012). Pemanfaatan Limbah Batang Jagung Sebagai Adsorben Alternatif Pada Pengurangan Kadar Klorin Dalam Air Olahan (Treated Water). Jurnal Teknik Kimia Usu. Vol 2, No. 2

7 Fathi, M.R., Asfaram, A., FArhangi. (2015). Removal of Direct Red 23 from Aqueous Solution Using Corn Stalks: Isotherms, Kinetic and Thermodynamic Studies. Spectrochimica Acta Part A: Molecular and Biomolecular Spectroxcopy 135. Hal 364-372

8 Badan Pusat Statistik. (2014). Luas Panen Dan Produksi Jagung Indonesia Tahun 2009-2013. Departemen Pertanian RI

9 Yuniarsih, Triana, Eka., Nappu, Basir, M. (2013). Pemanfaatan Limbah Jagung Sebagai Pakan Ternak Di Sulawesi Selatan. Seminar Nasional Serealia. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.

10 Istarani, Festri., Pandebesie., Ellina S.. (2014). Studi Dampak Arsen (As) dan Kadmium (Cd) Terhadap Penurunan Kualitas Lingkungan. Jurnal Teknik Pomits. Vol 3. No. 1

11 Rehman, Muhammad Zia-ur., Sabir, Muhammad., Rizwan, Muhammad., Saifullah., Ahmed, Hamaad Raza., Nadeem, Muhammad. (2015). Remediating Cadmium-Contamined Soils by Growing Grain Crops Using


(16)

Inorganic Amendments. Soil Remediation and Plants, Chapter 13. Hal 367-396

12 Nova, Mitria, Siska. (2011). Evaluasi Penggunaan Air Irigasi yang Tercemar Logam Berat Kadmium (Cd) Pada Ambang Batas Terhadap Kadar Kadmium (Cd) Tanaman Bayam ( Amaranthu sp). Program Studi Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Andalas. Padang

13 Zhang, Yongli., Yue Liu., Xinrui Wang., Zhiming Sun., Junkui Ma., Tao Wu., Fubao Xing., Jianping Gao. (2014). Porous Graphene Oxide/Carboxymethyl Cellulose Monoliths, With High Metal Ion Adsorption. Journal Elsevier

14 WHO (World Health Organization). (2000). WHO Air Quality Guidelines for Europe, second ed. WHO Euro. www.who.int

15 Rumahlatu, Dominggus. (2013). Efek Logam Berat Kadmium Terhadap Apoptosis Melalui Aktivasi Protein Caspase-3 Pada Bulu Babi Diadema Setosum. Jurnal Pendidikan Sains, Vol. 1, No. Pendidikan Biologi. Universitas Negeri Malang

16 Ji, Weichang., Chen, Zhongqiu., Li, dan., Ni, Wuzhong. (2012). Identifying The Criteria of Cadmium Pollution in Paddy Soils Based on A Field Survey. Energy Proceding 16. Hal 27-31.

17 Standar Nasional Indonesia. (2009). Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan

18 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Persyaratan Kualitas Air Minum

19 Bara, Aria. (2010), Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Dan Frekuensi Pemberian Pupuk Urea Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea Mays L). Departemen Agronomi Dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor

20 Ekowati, Diah., Nasir, Mochamad. (2011). Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea Mays L) Varietas Bisi-2 Pada Pasir Reject Dan Pasir Asli Di Pantai Terisik Kulonprogo. Jurnal Manusia Dan LIngkungan, Vol 18.hal. 220-231


(17)

21 Balai Pertanian Nasional (BaPerNas). (2006). Jagung (Zea Mays L.). http://www.ristek.go.id

22 Bara, Aria. (2010). Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Dan Frekuensi Pemberian Pupuk Urea Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea Mays L). Departemen Agronomi Dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor

23 Aini, Nur. (2013). Teknologi Fermentasi Pada Tepung Jagung. Graha Ilmu. Purwokerto

24 Song, wen., et al. (2016). Adsorption Of Nitrate From Aqueous Solution By Magnetic Amine-Crosslinked Biopolyner Based Corn Stalk And Its Chemical Regeneration Property. Journal Of Hazardous Material, Vol. 304, Hal. 280-290

25 Laksono, Endang Widjajanti. (2002). Analisis Daya Adsorpsi Suatu Adsorben. PPM

26 indah, shinta., rohaniah. (2014). Studi Regenerasi Adsorben Kulit Jagung (Zea Mays. L.) Dalam Menyisihkan Logam Besi (Fe) Dan Mangan (Mn) Dari Air Tanah. Jurnal Teknik Lingkungan UNAND, Vol. 11, Hal. 48-58

27 Putranto, Aditya., Angelia, Stephanie. (2014). Pemodelan Perpindahan Massa Adsorpsi Zat Warna Pada Florisil Dan Silica Gel Dengan Homogeneous And Heterogeneous Surface Diffusion Model. Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Katolik Parahyangan

28 Wijayanto, Rifki, Yogi., Prananto, Ponco, Yuniar. (2013). Pengaruh Ph Dan Waktu Kontak Pada Adsorpsi Pb (II) Menggunakan Adsorben Kitin Terfosforilasi Dari Limbah Cangkang Bekicot (Achatina Fulica). Students Journal. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Brawijaya

29 Guyo, U., Et Al. (2015). Application Of Response Surface Methodology For Cd (II) Adsorption On Maize Tassel-Magnetite Nanohybrid Adsorbent. Journal Of Environmental Chemical Enggineering, Vol. 3, Hal. 2472-2483


(18)

30 Suhendra, Dedy., Gunawan, Ryantin, Erin. (2010). Pembuatan Arang Aktif Dari Batang Jagung Menggunakan Aktivator Asam Sulfat Dan Penggunaannya Pada Penjerapan Ion Tembaga (II). Makara, Sains, Vol. 14

31 Trari, Mohamed, Abbas, Moussa. (2015). Kinetic, Equilibrium And Thermodynamic Study On The Removal Of Congo Red From Aqueous Solutions By Adsorption Onto Apricot Stone. Process Safety And Environment Protection

32 Marban, Gregorio. (2016). BET Adsorption Reaction Model Based On The Pseudo Steady-State Hypothesis For Describing The Kinetic Of Adsorption In Liquid Phase. Journal Of Colloid And Interface Science, Vol. 467, Hal. 170-179

33 Ghasemi, Maryam., et al. (2014). Microwave-Assited Functionalization of Rosa Canina-LFruit Activated Carbon With Tetraethylenepentamine and Its Adsorption Behavior Toward Ni (II) in Aqueous Solution: Kinetic, Equilibrium and Thermodynamic Studies. Powder Technology

34 Adsorption Of Emulsified Oil From Metalworking Fluid On Activated Bleaching Earth-Chitosan-SDS Composites: Optimization, Kinetic, Isoterms. Journal Of Environmental Management, Vol. 169, Hal. 103-115

35 Fonseca, B., et al. (2011). Mobility of Cr, Pb, Cd, Cu, Zn in a loamy sand soil: a comparative study. Geoderma. 164, 232-237.

36 Liu, Haibin., et al. (2013). Competitive adsorption of Cd(II), Zn(II), and Ni(II) from their binari and ternary acidic systems using tourmaline. Journal of Environmental Management. 128, 727-734.

37 Sinaga, Ferawalden. (2009). Studi Pembuatan Serat Makanan Dari Tongkol Jagung. Departemen Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan


(19)

38 Maulina, Anggi, Cynthia., Rosarrah, Ahdayani., Djaeni,Mohammad. (2013). Aplikasi Spray Dryer Untuk Pengeringan Larutan Garam Amonium Perklorat Sebagai Bahan Propelan. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Vol. 2, No. 4, Hal. 84-92

39 Prasetiowati, yuni., Koestiari, Toeti. (2014). Kapasitas Adsorpsi Bentonit Teknis Sebagai Adsorben Ion Cd2+. UNESA Journal Of Chemistry, Vol. 3, No. 3.

40 Tandy, Edward., Fahmi, Hasibuan, Ismail., Harahap, Hamidah. (2012). Kemampuan Adsorben Limbah Lateks Karet Alam Terhadap Minyak Pelumas Dalam Air. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 1, No. 2

41 Imawati, Anita., Adhitiyawarman. (2015). Kapasitas Adsorpsi Maksimum Ion Pb (lll) Oleh Arang Aktif Ampas Kopi Teraktivasi HCl Dan H3PO4. JKK,

Vol 4(2). Hal. 50-61

42 Vafakhah, S., Bahrololoom, M.E., Bazarganlari, R., Saeedikhani, M. (2014). Removal of copper ions from electroplating effluent solutions with native corn cob and corn stalk and chemically modified corn stalk. Journal of Environmental Chemical Engineering. 2, 356-361.

43 Syauqiah, Isna., Amalia, Mayang., Kartini, A, Hetty. (2011). Analisis Variasi Waktu Dan Kecepatan Pengadukan Pada Proses Adsorpsi Limbah Logam Berat Dengan Arang Aktif. INFO TEKNIK, Vol 12, No. 1

44 Asip, Faisop., Mardhiah, Ridha., Husna (2008). Uji Efektifitas Cangkang Telur Dalam Mengadsorpsi Ion Fe2+ Dengan Proses Batch. Jurnal Teknik Kimia, Vol. 15, No. 2

45 Hamdiani, Saprini., Nuryono., Rusdiarso, Bambang. (2015). Kinetika Adsorpsi Ion Emas (III) Oleh Hibrida Merkapto Silika. J. Pijar MIPA, Vol. X, No. 1

46 Sen, T.K., Gomez, D. (2011). Adsorption of zinc (Zn2+) from aqueous solution on natural bentonite. Desalination. 267, 286-294.


(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan, dan Laboratorium Mikrobiologi Industri, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang jagung dengan bentuk lingkaran, setengah (1/2) lingkaran, seperempat (1/4) lingkaran dengan ketebalan masing-masing 0,5 cm, kemudian ukuran 50 mesh dan 70 mesh sebagai adsorben, yang diperoleh dari pertanian jagung di kota Medan, Indonesia. Kadmium asetat dihidrat (Cd(CH3COO)2.2H2O) dibeli dari Merck KgaA, Darmstadt, Germany, sebagai sumber kadmium (Cd2+), asam klorida (HCl) dibeli dari

Mallinckrodt Baker, Inc, Paris, natrium hidroksida (NaOH) dibeli dari Merck KgaA, Darmstadt, Germany, sebagai pengatur pH dan air (H2O) dari alat Aquadestilator

model: SMN BIO, sebagai pelarut.

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: magnetic strirrer, saringan mesh 50 mesh dan 70 mesh, pH meter, gelas ukur, beaker glass 1 Liter, corong, erlenmeyer, neraca analitik, botol plastik, cawan, termometer, pipet tetes,

cutter dan Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS) (AA-7000 Series, Shimadzu

Corporation, Japan).

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Prosedur Pembuatan Larutan

Tahap awal dalam melakukan penelitian ini adalah mempersiapkan larutan yaitu larutan logam Cd2+ dengan konsentrasi 50 ppm dari senyawa (Cd(CH3COO)2.2H2O), larutan asam-basa yaitu larutan 0,1 M HCl dan 0,1 M NaOH

dan pelarut logam yang pH-nya 4,5 sebanyak 5 L. a. Pembuatan Larutan HCl 0,1 M (1 L)


(21)

2. Dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL

3. Diencerkan dengan aquadest sampai batas volume konsentrasi 0,1 M b. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M (1 L)

1. Ditimbang 4 g padatanNaOH

2. Dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL

3. Dilarutkan dengan aquadest sampai batas volume konsentrasi 0,1 M c. Pembuatan Larutan Cd2+ 50 ppm

1. Disiapkan pelarut untuk logam Cd2+ yang dikontrol pH-nya dengan larutan asam-basa sampai 4,5 sebanyak 5 L

2. Diambil pelarut tersebut sebanyak 2,5 L dan dimasukkan kedalam botol reagen steril kapasitas 2,5 L

3. Kemudian ditambahkan padatan kadmium asetat dihidrat (Cd(CH3COO)2.2H2O) sebanyak 296,42 mg

4. Diaduk rata hingga padatan melarut

3.3.2 Prosedur Preparasi Batang Jagung (Pembuatan Bio-Adsorben) Prosedur persiapan adsorben sebagai berikut:

1. Batang jagung diperoleh dari sisa hasil panen kebun masyarakat. 2. Batang jagung dibersihkan dari daun dan kulit luarnya.

3. Kemudian batang jagung dipotong-potong dengan bentuk lingkaran penuh, setengah lingkaran dan seperempat lingkaran dengan ketebalan 0,5 cm dan dihaluskan 50 dan 70 mesh.

4. Batang jagung yang telah dipotong-potong, di cuci dengan air distilat sebanyak 3-4 kali hingga pH air pencuci mendekati pH air distilat. 5. Kemudian batang jagung dikeringkan didalam oven pada suhu ±55° C

sampai berat batang jagung tersebut konstan. 3.3.3 Prosedur Batch Adsorpsi

a) Mengukur Pengaruh Ukuran Adsorben Terhadap Kemampuan Adsorpsi

1. Diambil larutan Cd2+ (50 ppm) sebanyak 100 mL dari botol reagen 2,5 L yang diterangkan pada prosedur 3.3.1(c) lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer


(22)

2. Kemudian ditambahkan 1 gram adsorben batang jagung pada ukuran adsorben tertentu

3. Kemudian diaduk dengan magnetic strirrer dengan kecepatan pengadukan 220 rpm pada suhu kamar

4. Lalu diambil 2 mL sampel untuk dianalisis

5. Konsentrasi ion Cd2+ pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)

6. Lalu dihitung nilai qa

7. Kemudian percobaan diulang untuk variasi bentuk lainnya

b) Mengukur Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Kemampuan Adsorpsi

1. Diambil larutan Cd2+ (50 ppm) sebanyak 100 mL dari botol reagen 2,5 L yang diterangkan pada prosedur 3.3.1(c) lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer

2. Kemudian ditambahkan 1 gram adsorben batang jagung pada ukuran adsorben tertentu

3. Kemudian diaduk dengan magnetic strirrer dengan kecepatan pengadukan 220 rpm pada suhu kamar

4. Lalu diambil 2 mL sampel untuk dianalisis

5. Konsentrasi ion Cd2+ pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)

6. Lalu dihitung nilai qa

7. Kemudian percobaan diulang untuk variasi kecepatan pengadukan lainnya

[28, 29]


(23)

3.3.4 Prosedur Kinetika Adsorpsi

a) Mengukur Kinetika Adsorpsi pada Bentuk Adsorben ¼ Lingkaran Terhadap Kemampuan Adsorpsi

1. Diambil larutan Cd2+ (50 ppm) sebanyak 100 mL dari botol reagen 2,5 L yang diterangkan pada prosedur 3.3.1(c) lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer

2. Kemudian ditambahkan 1 gram adsorben batang jagung pada ukuran adsorben ¼ Lingkaran.

3. Kemudian diaduk dengan magnetic strirrer dengan kecepatan pengadukan 220 rpm pada suhu kamar

4. Lalu diambil 2 mL sampel pada selang waktu 10 menit selama 2 jam 5. Konsentrasi ion Cd2+ pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan

Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS) 6. Lalu dihitung nilai qa

3.4 Flowchart Prosedur Penelitian

3.4.1 Persiapan Adsorben (Batang Jagung)

Gambar 3.1 Flowchart Persiapan Adsorben Batang Jagung Mulai

Batang jagung dibersihkan dari daun dan kulit luarnya

Kemudian batang jagung dipotong-potong dengan bentuk lingkaran penuh, setengah lingkaran dan ¼ lingkaran dengan ketebalan 0,5 cm dan

dihaluskan 50 dan 70 mesh

Lalu batang jagung di cuci dengan air distilat sebanyak 3 kali atau sampai hingga pH larutan pencuci mendekati pH air distilat sebesar 7

Batang jagung diperoleh dari hasil panen kebun masyarakat pasar 1 Padang Bulan Kota Medan

Selesai


(24)

3.4.2 Pengeringan Adsorben Batang Jagung

Gambar 3.2 Flowchart Pengeringan Adsorben Batang Jagung 3.4.3 Pembuatan Larutan HCl 0,1 M

Gambar 3.3 Flowchart Pembuatan Larutan HCl 0,1 M Mulai

Oven dihidupkan dan ditunggu hingga mencapai suhu 55 °C Batang jagung yang telah dicuci kemudian di ratakan diatas

tray oven

Ditimbang sejumlah batang jagung yang dialasi aluminium foil, dicatat massanya lalu diletakkan diatas tray oven Setiap 10 menit pengeringan, batang jagung yang dialasi aluminium foil ditimbang sampai massa batang jagung konstan

Selesai

Mulai

Dipipet 8,36 mL dari larutan HCl 37%

Selesai

Dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL


(25)

3.4.4 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M

Gambar 3.4 Flowchart Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M 3.4.5 Pembuatan Larutan Pelarut dengan pH 4,5

Gambar 3.5 Flowchart Pembuatan Larutan Pelarut Mulai

Ditimbang 4 g padatanNaOH

Selesai

Dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL

Dilarutkan dengan aquadest sampai batas volume konsentrasi 0,1 M

Mulai

Disiapkan Aquadest 5 L ke dalam botol reagen steril

Selesai


(26)

3.4.6 Pembuatan Larutan Cd2+ 50 ppm

Gambar 3.6 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cd2+(50 ppm) 3.4.7 Flowchart Prosedur Batch Adsorption

1. Mengukur Pengaruh Ukuran Adsorben Terhadap Kemampuan Adsorpsi

Mulai

Selesai

Diaduk rata hingga padatan melarut

Larutan pelarut ber-pH 4,5 diambil sebanyak 2,5 L

Mulai

Diambil larutan Cd2+ (50 ppm) sebanyak 100 mL dari botol reagen 2,5 L yang diterangkan pada prosedur 3.3.1(c) lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer

Kemudian diaduk dengan magnetic strirrer dengan kecepatan pengadukan 220 rpm pada suhu kamar

Kemudian ditambahkan 1 gram adsorben batang jagung pada ukuran adsorben tertentu

Lalu diambil 2 mL sampel untuk dianalisa Konsentrasi ion Cd2+ setelah adsorpsi dianalisa dengan

Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)

Kemudian ditambahkan padatan Kadmium asetat dihidrat (Cd(CH3COO)2.2H2O)sebanyak 296,42 mg

Kemudian dimasukkan ke dalam botol reagen steril


(27)

Gambar 3.7 Flowchart Mengukur Pengaruh Ukuran Adsorben Terhadap Kemampuan Adsorpsi

2. Mengukur Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Kemampuan Adsorpsi

Selesai

��� � � �

Lalu dihitung nilai qads

Apakah ada variasi bentuk

lainnya?

Tidak

Ya

Mulai

Diambil larutan Cd2+ (50 ppm) sebanyak 100 mL dari botol reagen 2,5 L yang diterangkan pada prosedur 3.3.1(c) lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer

Kemudian diaduk dengan magnetic strirrer dengan kecepatan pengadukan 220 rpm pada suhu kamar

Kemudian ditambahkan 1 gram adsorben batang jagung pada ukuran adsorben tertentu

Lalu diambil 2 mL sampel untuk dianalisa

A B


(28)

Gambar 3.8 Flowchart Mengukur Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Kemampuan Adsorpsi

3.4.8 Flowchart Prosedur Kinetika Adsorpsi

1. Mengukur Kinetika Adsorpsi pada Bentuk Adsorben ¼ Lingkaran Terhadap Kemampuan Adsorpsi

Konsentrasi ion Cd2+ setelah adsorpsi dianalisa dengan Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)

Selesai

��� � � �

Lalu dihitung nilai qads

Apakah ada variasi kecepatan pengadukan lainnya?

Tidak

Ya

Mulai

Diambil larutan Cd2+ (50 ppm) sebanyak 100 mL dari botol reagen 2,5 L yang diterangkan pada prosedur 3.3.1(c) lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer

Kemudian diaduk dengan magnetic strirrer dengan kecepatan pengadukan 220 rpm pada suhu kamar

Kemudian ditambahkan 1 gram adsorben batang jagung pada ukuran adsorben tertentu

A B


(29)

Gambar 3.9 Flowchart Mengukur Kinetika Adsorpsi pada Bentuk Adsorben ¼ Lingkaran Terhadap Kemampuan Adsorpsi

Lalu diambil 2 mL sampel pada selang waktu 10 menit selama 2 jam Konsentrasi ion Cd2+ setelah adsorpsi dianalisa dengan

Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)

Selesai

��� � � �

Lalu dihitung nilai qads


(30)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perlakuan Awal pada Adsorben Batang Jagung

Batang jagung yang telah selesai dipanen, dibersihkan dari pengotor dan komponen lainnya seperti daun ataupun akar yang menempel pada batang, kemudian batang jagung dicuci dengan air bersih. Batang jagung kemudian dipotong dengan bentuk lingkaran, ½ lingkaran, ¼ lingkaran dengan ketebalan 0,5 cm dan ada juga bentuk adsorben yang 50 mesh, dan 70 mesh yang dihaluskan dengan menggunakan ball mill. Kemudian, bentuk dari masing-masing adsorben dicuci dengan air aquadest.

Proses pencucian yang dilakukan pada batang jagung bertujuan untuk mendapatkan perlakuan kodisi pH yang sama pada tiap bentuk batang jagung dan juga untuk menghilangkan kotoran seperti tanah dan residu fungisida atau insektisida yang menempel pada batang jagung [37]. Dari hasil penelitian yang dilakukan, bahwa adsorben bentuk lingkaran, ½ lingkaran, dan ¼ lingkaran membutuhkan tiga kali pencucian sampai pH konstan yaitu pH 6 dan bentuk adsorben 50 mesh dan 70 mesh membutuhkan empat kali pencucian sampai pH konstan yaitu pH 6.

Setelah melakukan pencucian batang jagung dengan berbagai bentuk (lingkaran, ½ lingkaran, ¼ lingkaran, 50 mesh dan 70 mesh), kemudian dilakukan proses pengeringan di oven pada suhu 55oC. Pengeringan dilakukan pada semua bentuk batang jagung hingga berat batang jagung konstan sehingga diperoleh keseragaman massa adsorben. Menurut Maulina, dkk. (2013) [38], proses pengeringan merupakan proses penurunan kadar air dalam bahan sampai pada tingkat kadar air tertentu. Dari hasil pengeringan yang dilakukan, bahwa adsorben batang jagung bentuk lingkaran, ½ lingkaran, dan ¼ lingkaran membutuhkan waktu pengeringan selama 4 jam sampai massa adsorben konstan. Batang jagung bentuk serbuk 50 mesh dan 70 mesh membutuhkan waktu pengeringan lebih lama yaitu selama 9 dan 10 jam.


(31)

4.2 Penentuan Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Bentuk adsorben

Bentuk adsorben yang dilakukan adalah lingkaran, ½ lingkaran, ¼ lingkaran, 50 mesh, dan 70 mesh. Proses adsorpsi dilakukan pada waktu 2 jam dan 24 jam. Penentuan kapasitas adsorpsi dengan variasi bentuk adsorben adalah untuk mengetahui besarnya penjerapan ion logam Cd2+ oleh adsorben batang jagung pada berbagai bentuk.

Untuk menghitung jumlah ion teradsorpsi dengan adsorben digunakan dengan persamaan beriukut :

(4.1)

[28], [29]

(4.2) [24], [30]

(4.3)

[29], [30] Keterangan:

qe = massa logam teradsorpsi pada kesetimbangan (mg/g)

qe = massa logam teradsorpsi pada waktu t (mg/g)

R% = persentasi penghapusan logam (%) C0 = konsentrasi logam awal (mg/L)

Ct = konsentrasi pada waktu t (mg/L)

Ce = konsentrasi kesetimbangan (mg/L)

V = volume larutan (L)


(32)

Data kapasitas adsorpsi adsorben batang jagung berbagai bentuk dapat dilihat pada Tabel A.3 (Lampiran A) dan pada Gambar 4.1 dan 4.2.

Gambar 4.1 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Berbagai Bentuk Adsorben Batang Jagung pada Kecepatan Pengadukan 220 rpm dan Konsentrasi Cd2+ 50 ppm

Gambar 4.2 Persentase Adsorpsi (%) dengan Berbagai Bentuk Adsorben pada Kecepatan Pengadukan 220 rpm dan Konsentrasi Cd2+ 50 ppm

Dari contoh Tabel A.3 (pada lampiran A), Gambar 4.5 dan 4.6 terlihat bahwa hubungan kapasitas dan persen adsorpsi pada berbagai bentuk adsorben. Pada bentuk

Lingkaran 1/2

Lingkaran

1/4

Lingkaran 50 mesh 70 mesh

2 jam 3.04 3.37 4.00 4.04 4.25

24 jam 3.35 3.75 4.38 4.39 4.43

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 q t (m g/g)

Variasi Bentuk

Lingkaran 1/2 Lingkaran 1/4

Lingkaran 50 mesh 70 mesh

2 Jam 60.89 67.45 79.95 80.75 85.00

24 Jam 66.98 75.00 87.69 87.75 88.50

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 R (% )

Variasi Bentuk


(33)

adsorben lingkaran dari t0 = 0 menit hingga t1 = 2 jam memiliki qt = 3,04 mg/g dan

pada tmax = 24 jam memiliki kapasitas adsorpsi maksimal (qmax) adalah 3,35 mg/g.

Pada bentuk adsorben ½ lingkaran dari t0 = 0 menit hingga t1 = 2 jam memiliki qt =

3,37 mg/g dan pada tmax = 24 jam memiliki kapasitas adsorpsi maksimal (qmax)

adalah 3,75 mg/g. Pada bentuk adsorben ¼ lingkaran dari t0 = 0 menit hingga t1 = 2

jam memiliki qt = 4,00 mg/g dan pada tmax = 24 jam memiliki kapasitas adsorpsi

maksimal (qmax) adalah 4,38 mg/g. Pada bentuk adsorben 50 mesh dari t0 = 0 menit

hingga t1 = 2 jam memiliki qt = 4,04 mg/g dan pada tmax = 24 jam memiliki kapasitas

adsorpsi maksimal (qmax) adalah 4,39 mg/g. Pada bentuk adsorben 70 mesh dari t0 = 0

menit hingga t1 = 2 jam memiliki qt = 4,25 mg/g dan pada tmax = 24 jam memiliki

kapasitas adsorpsi maksimal (qmax) adalah 4,43 mg/g. Kemudian persen adsorpsi dari

bentuk adsorben lingkaran pada saat t0 = 0 menit hingga t1 = 2 jam memiliki persen

adsorpsi (%) sebesar 60,89 % dan pada saat tmax = 24 jam memiliki kapasitas

adsorpsi maksimalnya (qmax) sebesar 66,98%. Pada bentuk adsorben ½ lingkaran

pada saat t0 = 0 menit hingga t1 = 2 jam memiliki persen adsorpsi (%) sebesar 67,45

% dan pada saat tmax = 24 jam memiliki kapasitas adsorpsi maksimalnya (qmax)

sebesar 75,00 %. Pada bentuk adsorben ¼ lingkaran pada saat t0 = 0 menit hingga t1

= 2 jam memiliki persen adsorpsi (%) sebesar 79,95 % dan pada saat tmax = 24 jam

memiliki kapasitas adsorpsi maksimalnya (qmax) sebesar 87,69 %. Pada bentuk

adsorben 50 mesh pada saat t0 = 0 menit hingga t1 = 2 jam memiliki persen adsorpsi

(%) sebesar 80,75 % dan pada saat tmax = 24 jam memiliki kapasitas adsorpsi

maksimalnya (qmax) sebesar 87,75 %. Pada bentuk adsorben 70 mesh pada saat t0 = 0

menit hingga t1 = 2 jam memiliki persen adsorpsi (%) sebesar 85 % dan pada saat

tmax = 24 jam memiliki kapasitas adsorpsi maksimalnya (qmax) sebesar 88,50 %. Dari

hasil analisa di atas bahwa bentuk 70 mesh memiliki kapasitas adsorpsi yang tinggi pada waktu 2 jam dan 24 jam yaitu sebesar 4,25 mg/g dan 4,43 mg/g dan persen adsorpsi pada waktu 2 jam dan 24 jam sebesar 85 % dan 88,50 %, sedangkan kapasitas adsorpsi yang paling kecil adalah bentuk lingkaran dengan kapasitas adsorpsi 3,04 mg/g pada waktu 2 jam dan 3,35 mg/g pada waktu 24 jam dan persen adsorpsi pada waktu 2 jam dan 24 jam adalah 60,89 % dan 66,98%.

Hasil percobaan diatas menunjukkan bahwa bentuk 70 mesh lebih banyak terjadi proses adsorpsi daripada bentuk yang lingkaran. Penyebab dominan bentuk 70


(34)

mesh dibandingkan dengan bentuk lingkaran adalah luas permukaan dari bentuk tersebut.

Menurut Prasetiowati dan Koestiati (2014) [39], bahwa daya serap adsorpsi ditentukan oleh luas permukaan dari adsorben tersebut. Besarnya adsorpsi sebanding dengan luas permukaannya. Semakin kecil bentuk adsorben tersebut, maka semakin besar luas permukaannya. Makin besar luas permukaan adsorben, maka semakin besar pula adsorpsi yang terjadi.

Proses adsorpsi yang terjadi karena adanya gaya tarik-menarik antar atom (gaya Van der Waals) pada permukaan padatan. Oleh karena adanya gaya ini, padatan cenderung menarik molekul-molekul lain yang bersentuhan dengan permukaan adsorben menuju ke dalam permukaannya. Akibatnya konsentrasi molekul pada permukaan menjadi lebih besar dari pada dalam larutan [40]. Ilustrasi dari gaya Var der Walls dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Gaya Tarik-Menarik Atom

4.3 Penentuan Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Kecepatan Pengadukan Penentuan kapasitas adsorpsi Cd2+ dengan variasi kecepatan pengadukan dengan menggunakan batang jagung dengan bentuk ¼ lingkaran. Variasi kecepatan yang digunakan adalah 150 rpm, 220 rpm dan 250 rpm. Pengaruh kecepatan pengadukan adsorpsi dapat dilihat pada Tabel A.4 (Lampiran A) dan Gambar 4.4 dan 4.5.


(35)

Gambar 4.4 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Kecepatan Pengadukan pada Konsentrasi Cd2+ 50 ppm dan Bentuk Adsorben ¼ Lingkaran

G

ambar 4.5 Persentase Adsorpsi (%) dengan Variasi kecepatan Pengadukan pada Konsentrasi Cd2+ 50 ppm dan Bentuk Adsorben ¼ Lingkaran

150 rpm 220 rpm 250 rpm

2 jam 3.67 4.00 4.00

24 jam 4.03 4.38 4.43

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 q t (m g/g)

Variasi Kecepatan Pengadukan

150 rpm 220 rpm 250 rpm

2 Jam 73.43 79.95 80.00

24 Jam 80.54 87.69 88.51

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 R (% )


(36)

Sebagai contoh dari Tabel A.4 (pada lampiran A) dan dari Gambar 4.8 dan 4.9 dapat diamati kapasitas adsorpsi dari berbagai kecepatan pengadukan. Pada kecepatan pengadukan 150 rpm dari t0 = 0 menit hingga t1 = 2 jam diperoleh

kapasitas adsorpsi (qt) sebesar 3,67 mg/g dan pada tmax = 24 jam didapat kapasitas

maksimalnya (qmax) sebesar 4,03 mg/g. Pada kecepatan pengadukan 220 rpm dari t0

= 0 menit hingga t1 = 2 jam diperoleh kapasitas adsorpsi (qt) sebesar 4 mg/g dan pada

tmax = 24 jam didapat kapasitas maksimalnya (qmax) sebesar 4,38 mg/g. Pada

kecepatan pengadukan 250 rpm dari t0 = 0 menit hingga t1 = 2 jam diperoleh

kapasitas adsorpsi (qt) sebesar 4 mg/g dan pada tmax = 24 jam didapat kapasitas

maksimalnya (qmax) sebesar 4,43 mg/g. Kemudian persen adsorpsi dari berbagai

variasi kecepatan pengadukan, pada kecepatan pengadukan 150 rpm dari t0 = 0 menit

hingga t1 = 2 jam diperoleh persen adsorpsi (%) sebesar 73,43 % dan pada tmax = 24

jam didapat kapasitas maksimalnya (qmax) sebesar 80,54 %. Pada kecepatan

pengadukan 220 rpm dari t0 = 0 menit hingga t1 = 2 jam diperoleh persen adsorpsi

(%) sebesar 79,95 % dan pada tmax = 24 jam didapat kapasitas maksimalnya (qmax)

sebesar 87,69 %. Pada kecepatan pengadukan 250 rpm dari t0 = 0 menit hingga t1 = 2

jam diperoleh persen adsorpsi (%) sebesar 80 % dan pada tmax = 24 jam didapat

kapasitas maksimalnya (qmax) sebesar 88,51 %. Dari hasil analisis tersebut bahwa

kapasitas adsorpsi dari setiap variasi kecepatan pengadukan mengalami peningkatan dari waktu 2 jam sampai 24 jam. Kapasitas adsorpsi terbesar terdapat pada kecepatan pengadukan 250 rpm yaitu pada 2 jam sebesar 4 mg/g dan 24 jam yaitu 4,43 mg/g dengan persen adsorpsi pada 2 jam dan 24 jam sebesar 80 % dan 88,51 %.

Menurut Imawati dan Adhitiyawarman (2015) [41], bahwa kecepatan pengadukan sangat berpengaruh penting dalam proses adsorpsi. Dalam proses adsorpsi kecepatan pengadukan yang semakin rendah maka kapasitas adsorpsinya semakin kecil. Akan tetapi, kecepatan pengadukan yang terlalu cepat dapat mengakibatkan zat yang teradsorpsi akan mengalami desorpsi karena zat yang teradsorpsi akan terlepas dan tercampur kembali kedalam fluida. Kecepatan yang terlalu cepat dapat mengakibatkan struktur dari adsorben tersebut akan rusak.

Batang jagung memiliki diameter pori yang cukup besar sekitar ± 50 µm [42]. Jika dibandingkan dengan diameter karbon aktif yang hanya memiliki diameter sekitar 0,6 µm [43]. Dalam proses adsorpsi, jika proses pengadukan kecil maka


(37)

adsorbant akan sulit menembus lapisan film antara permukaan adsorben dan filmn difusinya. Apabila pengadukan sesuai maka akan menaikkan film difusinya sampai ke titik pori difusi [44]. Berikut ilustrasi dari molekul-molekul adsorbant memasuki pori-pori adsorben yang disajikan pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Proses Molekul-Molekul Adsorbant Masuk Ke Dalam Pori-Pori Adsorben [44]

Dalam proses adsorpsi perpindahan molekul-molekul ke dalam pori-pori adsorben melalui proses sebagai berikut [27]:

a. Perpindahan massa dari cairan ke permukaan butir. b. Difusi dari permukaan butir ke dalam butir melalui pori c. Perpindahan massa dari cairan dalam pori ke dinding pori d. Adsorpsi pada dinding pori.

4.4 Penentuan Waktu Kontak Optimum dan Kinetika Adsorpsi

Waktu kontak merupakan lamanya waktu kontak antara adsorben (batang jagung) dengan adsorbat (ion Cd2+) secara optimum dan untuk mengetahui kinetika adsorpsinya. Makin cepat periode kesetimbangan tercapai makin baik adsorben untuk digunakan dari sudut pandang waktu yang diperlukan. Batang jagung dapat mengadsorpsi ion logam Cd2+ secara optimum. Pada penelitian ini variasi waktu kontaknya adalah 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80 dan 120 menit. Larutan Cd2+ yang digunakan pada analisa optimasi waktu kontak ini adalah 50 ppm yang telah dibuat sendiri dan telah dianalisa menggunakan alat AAS (Atomic Adsorption Spectrofotometric) dan berat adsorben batang jagung yang digunakan adalah 1 gram


(38)

dengan bentuk adsorben yaitu ¼ lingkaran. Dari data Tabel A.5 (Lampiran A) dapat dibuat hubungan antara waktu kontak dengan konsentrasi ion Cd2+ yang teradsorpsi dari larutan Cd, seperti yang disajikan pada Gambar 4.7

Gambar 4.7 Kapasitas Adsorpsi Logam Cd2+ dengan Konsentrasi Ion Logam Cd2+ 50 ppm pada Bentuk Adsorben ¼ Lingkaran dan Kecepatan Pengadukan 220 rpm

Gambar 4.7 menunjukakan bahwa Cd2+ yang teradsorpsi semakin besar dengan bertambahnya waktu kontak. Hal ini diesebabkan semakin lama waktu interaksi adsorben dengan adsorbat menyebabkan peningkatan kemampuan adsorpsi Cd2+. Menurut teori putranto., dkk (2014) [27], bahwa untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi makan diperlukan waktu kontak yang cukup antara adsorbat dengan adsorben. Dari Gambar 4.9 dapat dilihat naiknya konsentrasi Cd2+ yang teradsorpsi paling besar dan mencapai titik optimum adalah pada menit ke-120 dengan konsentrasi Cd2+ yang teradsorpsi sebesar 79,95 %. Pada 10 menit pertama adsorpsi ion logam Cd2+ adalah 56,96 %. Pada awal penyerapan, permukaan adsorben sudah banyak menyerap ion Cd2+ sehingga proses penyerapan berlangsung efektif. Daya adsorpsi ion Cd2+ semakin meningkat sampai pada waktu 70 menit yaitu dengan besarnya konsentrasi Cd2+ teradsorpsi 63,44%, 71,05%, 71,33%, 74,71%, 76,51% dan 79,65%. Setelah interaksi berlangsung 70 menit, adsorpsi ion logam Cd2+ oleh karbon aktif mendekati konstan, hal ini menunjukkan telah

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00

60.00

70.00 80.00 90.00

0 20 40 60 80 100 120 140

R

(%

)

t (min)

Kinetika Adsorpsi


(39)

tercapainya keadaan kesetimbangan. Waktu kesetimbangan ditentukan untuk mengetahui kapan suatu adsorben mengalami kejenuhan sehingga proses adsorpsi terhenti. Pada keadaan ini, kapasitas adsorpsi permukaan batang jagung telah jenuh dan telah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi ion logam Cd2+ dalam adsorben batang jagung sehingga penyerapan pada waktu kontak diatas 80 menit menjadi konstan atau hampir sama. Dalam proses adsorpsi bahwa adsorpsi terjadi pada dua tahap yaitu tahap awal terjadi secara cepat kemudian tahap kedua perlahan-lahan kapasitas adsorpsi menurun dikarenakan zat yang teradsorpsi kedalam adsorben mengalami kejenuhan sehingga adsorben tidak dapat lagi mengadsorpsi zat tersebut [45].

Kinetika adsorpsi digunakan untuk mengetahui laju adsorpsi yang terjadi pada adsorben terhadap adsorbat dan dipengaruhi oleh waktu. Waktu kontak yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi dijadikan sebagai ukuran laju adsorpsi. Pada penelitian ini pengujian laju adsorpsi dilakukan dengan menduga orde reaksinya. Orde reaksi laju suatu reaksi kimia atau proses kimia diartikan sebagai kecepatan terjadinya suatu reaksi. Dalam penelitian ini, data kinetika adsorsi diperoleh secara empiris dengan menggunakan model pseudo orde satu dan pseudo orde dua. Persamaan 4.4 adalah model pseudo orde satu dan persamaan 4.5 adalah model pseudo orde dua tersebut berturut-turut dapat dilihat sebagai berikut :

(4.4) [36]

( ) (4.5)

[36]

Data hasil eksperimental menunjukkan hasil yang lebih baik terhadap model pseudo orde dua dibandingkan pseudo orde satu berdasarkan pada nilai koefisien korelasi ( r2) seperti ditunjukkan pada Tabel 4.1. Koefisien korelasi tersebut, diperoleh dengan cara melakukan plot data kapasitas adsorpsi (qt) terhadap waktu

dengan menggunakan persamaan di atas, sehingga diperoleh grafik seperti Gambar 4.8 dan Gambar 4.9.


(40)

Tabel 4.1 Pemodelan Pseudo Orde Satu dan Pseudo Orde Dua Kinetika Adsorpsi Cd2+ pada Adsorben Batang Jagung

Bentuk Adsorbe

n

Konsentras i Cd2+ (ppm)

qe Percobaa

n

Pseudo Orde 1 Pseudo Orde 2

qe1 k1 r2 qe2 k2 r2

¼

Lingkaran 50 4,384

4,11 9 4,76 9 0,95 1 4,21 9 0,04 1 0,99 9

Gambar 4.8 Pemodelan Pseudo Orde Satu pada Konsentrasi Logam Cd2+ 50 ppm dan Kecepatan Pengadukan 220 rpm

Gambar 4.9 Pemodelan Pseudo Orde Dua pada Konsentrasi Logam Cd2+ 50 ppm dan Kecepatan Pengadukan 220 rpm

y = 1.1583x + 0.2428 R² = 0.951 0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 0.350 0.400

0.000 0.050 0.100 0.150

1/q

t

(g/m

g)

1/t (min^-1)

Pseudo Orde Satu

Cd

Linear (Cd)

y = 0.237x + 1.3828

R² = 0.999 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00

0 20 40 60 80 100 120 140

t/q t (g. s/m g) t (min)

Pseudo Orde Dua

Cd


(41)

Dari hasil perhitungan teoritis, nilai koefisien korelasi (r2) orde dua lebih mendekati angka satu (1) dibandingkan dengan orde satu. Persamaan orde satu memiliki nilai r2 = 0,951 dan persamaan orde dua memiliki nilai r2 =0,999. Ini menunjukkan bahwa pemodelan pseudo orde dua menjadikan data adsorpsi lebih presentatif. Jika pemodelan ini sesuai dengan percobaan, maka mekanisme adsorpsi melibatkan reaksi kimia (chemisorption) antara adsorbat dan adsorben [44].

4.5 PENENTUAN KINETIKA DIFUSI

Pada penelitian ini akan dicoba untuk mengaplikasikan model difusi untuk mengevaluasi proses adsorpsi pada adsorben batang jagung. Bisa saja kemungkinan proses adsorpsi Cd2+ terjadi hanya pada permukaan luar/eksternal adsorben. Oleh karena itu, proses adsorpsi harus dideskripsikan menggunakan pemodelan difusi eksternal. Namun jika difusi kemungkinan terjadi pada permukaan dalam dan pori-pori adsorben, maka proses adsorpsi dapat dideskripsikan menggunakan pemodelan difusi internal. Pemodelan difusi ekstenal dan internal diaplikasikan dan disesuaikan secara teoritis terhadap data kinetika adsorpsi eksperimental, sehingga diperoleh kesimpulan tentang peristiwa difusi yang terjadi. Adapun persamaan yang digunakan dalam mendeskripsikan pemodelan difusi eksternal dan difusi internal berturut-turut yaitu Persamaan 4.6 dan Persamaan 4.8.

Difusi eksternal

(4.6)

[36] Dengan z :

(4.7)

Difusi internal

√ (4.8)

[36]

Keterangan:

Co = Konsentrasi awal larutan (mg/L)

Ct = Konsentrasi larutan pada waktu t (mg/L)

A = Luas permukaan partikel (cm2)

V = Volume larutan (L)


(42)

qt = Konsentrasi adsorbat pada waktu t (mmol/g)

kid = Koefisien difusi internal (mmol/g. min1/2)

t = waktu adsorpsi (s)

Kedua persamaan di atas akan diaplikasikan untuk data kinetik adsorpsi Cd2+. Parameter dari model difusi eksternal dan internal dapat dilihat pada Gambar 4.10 dan Gambar 4.11.

Gambar 4.10 Pemodelan Kinetika Difusi Eksternal pada Konsentrasi Logam Cd2+ 50 ppm dan Kecepatan Pengadukan 220 rpm

Gambar 4.11 Pemodelan Kinetika Difusi Internal pada Konsentrasi Logam Cd2+ 50 ppm dan Kecepatan Pengadukan 220 rpm

y = 0.0071x + 0.9481

R² = 0.7959

0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000

0 20 40 60 80 100 120 140

ln ( Ct /Co) t (min)

Difusi Ekternal

Cd Linear (Cd)

y = 0.1552x + 2.5514

R² = 0.8707

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50

0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000

q

t

(m

g/

g)

(min)

Difusi Internal

Cd


(43)

Hasil plot diagram pada Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 salah satu contoh yang menunjukkan bahwa model difusi internal memiliki koefisien korelasi (r2) yang lebih tinggi dibandingkan model difusi eksternal. Rendahnya koefisien korelasi model difusi eksternal dibandingkan model difusi internal, terjadi karena adsorpsi pada permukaan dalam dari difusi ion pada larutan logam lebih nyata dari pada difusi ion jika hanya pada permukaan saja.

Ketika diplot antara qt (mg/g) dan √t menunjukkan bahwa garis plot tidak

sesuai dengan garis aslinya/garis operasi. Hal ini mengindikasikan bahwa difusi film dan difusi intra-partikel terjadi secara simultan [46]. Hal ini juga didukung oleh hasil analisi pemodelan kinetika adsorpsi. Kinetika adsorpsi orde dua menunjukkan bahwa proses difusi yang terjadi adalah difusi internal. Ini berarti bahwa ketika ion logam diadsorpsi secara simultan/bersamaan, ion logam tersebut akan terjerap pada permukaan dalam adsorben (site/pori). Sehingga, proses adsorpsi ini mempengaruhi proses difusi dari logam berat dan kapasitas adsorpsi akan semakin lebih besar.


(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dalam melakukan penelitian ini, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut ini :

1. Pada penentuan kapasitas adsorpsi dengan variasi bentuk adsorben yang paling baik menjerap ion logam Cd2+ adalah bentuk 70 mesh dengan persentase adsorpsi 85 - 88,50 %.

2. Berdasarkan penentuan kapasitas adsorpsi dengan variasi kecepatan pengadukan diperoleh bahwa kecepatan pengadukan pada 250 rpm adalah kecepatan pengadukan yang palig baik dalam proses adsorpsi.

3. Pemodelan kinetika adsorpsi terbaik berdasarkan koefisien korelasinya adalah persamaan orde dua, yaitu pada mekanisme adsorpsi melibatkan reaksi kimia (chemisorption) antara adsorbat dan adsorben.

4. Pemodelan kinetika difusi terbaik berdasarkan koefisien korelasinya adalah persamaan difusi internal, yaitu ion logam yang terjerap sampai pada permukaan dalam adsorben (site/pori).

5.2 SARAN

Adapun saran yang dapat diberikan untuk mengembangkan pengetahuan dibidang kompetisi adsorpsi, secara umum adalah sebagai berikut :

1. Disarankan untuk melakukan analisis terhadap permukaan dan pori-pori adsorben, untuk melihat ion logam Cd2+ yang terjerap pada adsorben dengan menggunakan alat BET dan SEM.


(45)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kontaminasi Logam Kadmium (Cd)

Kadmium dapat ditemukan dalam jumlah yang relatif sedikit. Namun demikian, tingkat toksisitas kadmium sangat tinggi karena termasuk dalam logam berat. Seluruh logam berat muncul secara alami di lingkungan yang dihasilkan dari buangan industri dengan jumlah yang makin hari makin meningkat. Logam yang mempunyai kontribusi toksisitas di dalam air salah satunya adalah kadmium [3]. Sumber dari logam berat kadmium dalam air, baik yang berupa larutan maupun padatan sering ditemukan di balik batu, ditemukan dalam bentuk sulfida yang berasal dari limbah/buangan industri yang terkontaminasi, kegiatan pertambangan yang buruk, dan kebocoran pada kolam penampungan limbah [10].

2.2 Logam Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) adalah salah satu logam transisi dan terletak di golongan 2B dan periode ke 5 di tabel periodik. Nomor atom Cd adalah 48, berat atom 112,40 dengan densitas 8,65 g.cm-3. Titik cair Cd adalah 320,9oC dan titik didih 765oC. Kadmium (Cd) sangat digunakan di dalam Ni/Cd baterai, sebagai pigmen dan stabilizer plastik, campuran logam dan komponen elektronik [11].

Kadmium (Cd) sukar didegradasi oleh mikroorganisme air sehingga kadmium (Cd) dapat masuk melalui jaringan tanaman. Kadmium akan terlarut dan sebagian lagi akan meresap ke dalam tanah dan ada juga yang masuk ke metabolisme tanaman dan akan terakumulasi pada semua jaringan [12].

Kadmium (Cd) tercemar dilingkungan akibat dari hasil pembangkit listrik, sistem pemanas, industri logam, insinerator limbah, lalu lintas perkotaan, pabrik semen dan pabrik pupuk fosfat [13].

Konsumsi logam kadmium telah meningkat terus-menerus selama abad kedua puluh ini ke seluruh dunia dengan pasokan 22.000 metriks ton [14].

Menurut badan kesehatan dunia [14], ada rentang konsentrasi kandungan kadmium (Cd) pada beberapa jenis makanan. Berikut data mengenai kandungan kadmium di dalam makanan yang disampaikan pada Tabel 2.1.


(46)

Tabel 2.1 Konsentrasi Kadmium (Nilai Rata-Rata) Dalam Berbagai Jenis Makanan

Makanan Cd (mg/kg berat basah)

Kentang 0,01-0,06

Butir gandum 0,005-0,08

Beras, tidak area kontaminan 0,008-0,13

Susu 0,00017-0,0002

Tiram 0,1-4,7

Daging ginjal sapi 0,2-1,3

Daging sapi 0,005-0,02

Daging ikan selain kepiting 0,004-0,1

Sayur bayam 0,043-0,15

Wortel 0,016-0,030

Sumber: WHO, 2000

Efek dari kontaminasi logam berat di tanah dan di air cukup mengkhawatirkan dan dapat menyebabkan gangguan besar dalam keseimbangan ekologi dan kesehatan makhluk hidup di bumi [15]. Paparan berlebihan terhadap Cd dapat menyebabkan berbagai penyakit pada manusia, termasuk gastroenteritis, disfungsi tubulus ginjal, hipertensi, penyakit jantung, emfisema paru, kanker, dan osteoporosis [16].

Sesuai dengan ketentuan Standar Nasional Indonesia [17], bahwa kandungan logam berat kadmium (Cd) maksimum di dalam produk pangan adalah 0,2 mg/kg, sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan [18] Nomor: 492/ Menkes/ Per/ IV/ 2010, menyatakan bahwa persyaratan kualitas air minum yang baik hanya mengizinkan kandungan logam berat kadmium (Cd) maksimum adalah 0,003 mg/l. 2.3 Jagung

Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan. Secara umum, klasifikasi dan sistematika tanaman jagung [19] sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Graminae

Family : Graminaceae Genus : Zea


(47)

Jagung merupakan salah satu bahan pangan yang penting di Indonesia karena jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras [20].

Akhir-akhir ini tanaman jagung semakin meningkat penggunaannya. Tanaman jagung banyak sekali gunanya, sebab hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan [21], antara lain:

a) Batang dan daun muda: pakan ternak

b) Batang dan daun tua (setelah panen): pupuk hijau atau kompos c) Batang dan daun kering: kayu bakar

d) Batang jagung: pulp (bahan kertas)

e) Buah jagung muda (putren, Jw): sayuran, bergedel, bakwan, sambel goreng f) Biji jagung tua: pengganti nasi, marning, brondong, roti jagung, tepung,

bihun, bahan campuran kopi bubuk, biskuit, kue kering, pakan ternak, bahan baku industri bir, industri farmasi, dextrin, perekat, industri tekstile.

Batang jagung tidak bercabang, berbentuk silinder, dan terdiri dari beberapa ruas dan buku ruas. Pada buku ruas akan muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi batang jagung tergantung varietas dan tempat penanamannya, umumnya berkisar 60-300 cm [22].

Jagung memiliki kadar protein lebih tinggi (9,5%) dibandingkan dengan beras (7,4%). Jagung juga mengandung karoten berkisar antara 6,4-11,3 µg/g, 22% diantaranya beta-karoten dan 51% xantofil. Beta-karoten memiliki aktivitas provitamin A yang dapat memberikan perlindungan terhadap kebutaan khususnya disebabkan oleh katarak dengan menjadi filter terhadap sinar UV. Xanthofil memiliki fungsi meregulasi perkembangan sel dan melindungi sel normal dari sel mutan pemicu penyebab kanker, menangkal radikal bebas yang dapat merusak jaringan tubuh, sistem imunitas tubuh terhadap serangan infeksi dengan meningkatkan komunikasi antar sel, dan mencegah penyakit jantung [23].

2.4 Adsorpsi

Adsorpsi merupakan suatu metode penyerapan fluida. Adsorpsi dapat terjadi karena gaya tarik-menarik secara elektrostatis maupun gaya tarik-menarik yang diperbesar dengan ikatan koordinasi hidrogen atau ikatan Van Der Waals [24].

Adsorpsi terbagi atas dua yaitu adsorpsi fisik dan kimia. Dalam adsorpsi fisik kekuatan ikatan antara molekul yang diadsorpsi dan permukaan sangat lemah, atau


(48)

tipe Van der Waals. Energi yang berasosiasi dengan ikatan tersebut relatif lemah. Sebaliknya dalam adsorpsi kimia ikatan sangat berperan dan merupakan resultan dari suatu transfer atau penempatan elektron dalam reaksi antara adsorbat dan adsorben [25].

Suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben untuk tujuan pemisahan apabila mempunyai daya adsorpsi yang selektif, dengan luas permukaan per satuan massa yang besar, serta memiliki daya ikat yang kuat terhadap zat yang hendak dipisahkan secara fisik atau kimia [26].

2.4.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adsorpsi

Dalam proses adsorpsi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi adsorpsi secara umum [27], antara lain adalah:

a) Diameter partikel adsorben

Tiap jenis adsorben mempunyai karakteristik tersendiri. Adsorben yang baik untuk mengadsorpsi zat yang satu belum tentu baik untuk mengadsorpsi zat yang lain. Semakin kecil diameter partikel adsorben, maka laju adsorpsi akan semakin meningkat sehingga proses adsorpsi berlangsung lebih efektif. Hal ini disebabkan karena semakin kecil diameter partikel, lintasan yang ditempuh oleh adsorbat dalam berdifusi ke pori-pori adsorben lebih pendek.

b) Adsorbat

Adsorbat dapat berupa zat elektrolit maupun zat non elektrolit. Untuk zat elektrolit adsorpsinya besar, karena mudah mengionisasi sehingga antara molekulnya saling tarik-menarik. Untuk zat non elektrolit adsorpsinya kecil karena tidak mengalami ionisasi.

c) Luas permukaan

Semakin luas permukaan adsorben, maka adsorpsi yang terjadi akan semakin besar sebab kemungkinan adsorbat untuk diadsorpsi juga semakin besar. Jadi semakin halus suatu adsorben maka adsorpsinya akan semakin besar. d) Konsentrasi

Semakin tinggi konsentrasi larutan, maka kontak antara adsorbat dengan adsorben semakin besar sehingga adsorbat yang teradsorpsi akan semakin besar.


(49)

e) Temperatur

Jika temperatur dinaikkan molekul adsorbat akan bergerak lebih cepat sehinnga kemungkinan untuk menangkap atau mengadsorpsi molekul-molekul akan semakin sulit, akibatnya jumlah adsorbat yang teradsorpsi akan sedikit. f) Kecepatan Pengadukan

Semakin besar kecepatan pengadukan, maka laju adsorpsi akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin besar kecepatan pengadukan, semakin bertambah kesempatan kontak antara adsorbat dengan adsorben sehingga adsorpsi dapat berlangsung lebih efektif.

g) Kelarutan adsorbat (solubity of adsorbate)

Semakin kecil kelarutan adsorbat, maka laju adsorpsi akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin kecil kelarutan adsorbat, semakin mudah adsorbat untuk berpindah dari fasa cairan menuju ke fasa padatan (adsorben).

h) pH

Pengaruh pH terhadap laju adsorpsi dipengaruhi oleh jenis adsorbat. Laju adsorpsi meningkat pada kondisi pH yang menyebabkan penurunan kelarutan adsorbat dalam cairan.

i) Waktu kontak

Untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi dan memaksimalkan efisiensi adsorpsi maka diperlukan waktu kontak yang cukup antara adsorbat dengan adsorben.

2.4.2 Pengukuran Adsorpsi

Adsorpsi suatu larutan dapat diukur melalui mekanismenya. Tujuan pengukuran ini adalah untuk mendapatkan data penting yang selanjutnya dapat digunakan untuk mengukur kinetika dan kesetimbangan adsorpsi [28].

Jumlah logam teradsorpsi per satuan massa adsorben pada kesetimbangan , dan persentasi penghapusan pada waktu t, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini :

(2.1)


(50)

(2.2) [29], [30]

Keterangan:

qe = massa logam teradsorpsi pada kesetimbangan (mg/g)

R% = Persentasi penghapusan logam (%) C0 = konsentrasi logam awal (mg/L)

Ce = konsentrasi kesetimbangan (mg/L)

V= volume larutan (L)

mads= massa adsorben (g)

Persamaan-persamaan ini mengasumsikan bahwa perubahan volume fase cair massa diabaikan karena konsentrasi zat terlarut kecil dan volume yang ditempati oleh adsorben juga kecil [28]. Jumlah logam berat teradsorpsi pada sampel dihitung dengan menggunakan alat AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) untuk mendapatkan data analisis yang akurat dan tepat.

2.4.3 Kinetika Adsorpsi

Kinetika adsorpsi dapat memberikan informasi tambahan mengenai efisiensi adsorpsi dan mekanismenya. Pada tingkat penyerapan zat terlarut dalam adsorben dapat menentukan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi adsorpsi dan itu juga dapat diperoleh dari analisis kinetiknya. Kinetika adsorpsi ini diperoleh secara empiris dengan menggunakan model pseudo orde satu, pseudo orde dua dan intra-partikel model difusi [31].

2.4.3.1Model Pseudo Orde Satu

Model pseudo orde satu dijelaskan oleh Lagergen merupakan model yang paling banyak digunakan untuk mengevaluasi kinetika adsorpsi berdasarkan kapasitas solid (Yang, et al., 2015). Persamaannya dapat dijelaskan sebagai berikut:

ln(qe– qt) = ln qe– k1t (2.3)

[24], [32] Keterangan:

qe = massa logam teradsorpsi pada kesetimbangan (mg/g)

qt = massa logam teradsorpsi pada waktu t (mg/g)


(51)

t = waktu adsorpsi (min) 2.4.3.2Model Pseudo Orde Dua

Persamaan pseudo orde kedua adalah model lain dari kinetika adsorpsi yang dikembangkan oleh Ho dan McKay [30]. Persamaannya dinyatakan sebagai berikut:

(2.4) [24], [32], [33]

Dimana k2 merupakan tetapan laju adsorpsi pseudo orde dua (g/mg.min).

2.4.3.3Intra-Partikel Model Difusi

Intra-partikel model difusi, diusulkan oleh weber dan Morris, yang mengasumsikan bahwa mekanisme adsorpsi terjadi melalui difusi molekul adsorbat ke dalam pori-pori bahan penyerap atau adsorben [32]. Persamaannya dinyatakan sebagai berikut:

qt = Kid.t0,5 + C (2.5)

[33]

Dimana Kid adalah konstanta laju intra-partikel difusi model difusi, nilai C dan

Kid dapat ditentukan dari intersep dan garis kemiringan linear yang diplot dari qt

terhadap t0,5 masing-masing. 2.4.4 Isotermal Adsorpsi

Kesetimbangan isotermal adsorpsi adalah salah satu data penting untuk memahami mekanisme adsorpsi dan menggambarkan bagaimana adsorbat dapat berinteraksi dengan adsorben sehingga sangat penting pengoptimalan penggunaan adsorben [34]. Ada berbagai isotermal adsorpsi yang dapat digunakan, seperti Langmuir dan Freundlich [24], [33].

2.4.4.1Isotermal Langmuir

Metode Langmuir digunakan untuk mengevaluasi kapasitas adsorpsi maksimum yang terjadi pada permukaan homogen adsorben [24]. Model Langmuir dapat dinyatakan sebagai berikut:

(2.6)

[24], [33]

Dimana qe adalah massa logam teradsorpsi pada kesetimbangan (mg/g), Ce =


(52)

qmax berkaitan dengan kapasitas adsorpsi maksimum (mg/g). persamaan diatas dapat

dirumuskan dalm bentuk persamaan linier adalah:

(2.7)

[24], [33]

2.4.4.2Isotermal Freundlich

Dibandingkan dengan isotermal Langmuir, isotermal Freudlich lebih universal. Dibandingkan dengan isotermal Langmuir, isotermal Freudlich tidak menganggap bahwa potensi penyerapan konstan [30]. Berikut persamaannya:

log qe = log kf + 1/n log Ce (2.8)

[24], [33]

Dimana kapasitas untuk adsorpsi adalah kf. Intensitas adsorpsi adalah 1/n.

Apabila nilai n>1 , menunjukkan bahwa kondisi untuk adsorpsi sangat bagus. Nilai untuk kf dan n dapat ditemukan dengan memplot log qe vs log Ce dan dari intersep

dan slope [30]. 2.4.5 Proses Difusi

Difusi merupakan suatu proses berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian berkonsentrasi rendah. Dalam proses adsorpsi dapat dipahami sebagai proses berpindahnya suatu substansi dari pelarut menembus permukaan adsorben. Menurut Fonseca dkk., [35] proses adsorpsi terjadi pada permukaan luar dan permukaan pori-pori bagian dalam adsorben, sehingga untuk dapat teradsorpsi, proses-proses yang terjadi pada padatan dalam larutan umumnya mengalami :

1. Perpindahan massa zat terlarut/padatan dari cairan ke permukaan adsorben. 2. Difusi dari permukaan adsorben ke dalam adsorben melalui pori.

3. Perpindahan massa zat padat dari cairan dalam pori ke dinding pori adsorben.

4. Adsorpsi padatan pada dinding pori adsorben.

Difusi ion pada suatu adsorben dapat dibagi dua, yaitu difusi eksternal dan difusi internal. Jika difusi dari suatu ion hanya meliputi bagian luar permukaan adsorben atau memiliki keterbatasan, maka disebut sebagai difusi eksternal yang dapat dideskripsikan menggunakan persamaan berikut:


(53)

(2.9) [36]

Dengan z :

(2.10)

C0, Ct, dan A/V berturut-turut adalah konsentrasi awal larutan, konsentrasi

pada waktu t, dan perbandingan antara total luas permukaan partikel terhadap volume larutan. A/V dapat dihitung dengan :

(2.11)

[36]

Dimana m adalah massa adsorben (g), d adalah diameter partikel (µm), dan

ρ adalah densitas adsorben (g/cm3

). Koefisien difusi eksternal, kf (cm/s), dapat

dideterminasikan dari slop/kemiringan pada garis dari plot antara ln(Ct/Co)

versus t.

Jika difusi ion terjadi pada permukaan dalam dan pori-pori, maka proses ini disebut difusi internal. Difusi internal dapat dideskripsikan menggunakan data percobaan mengikuti persamaan berikut :

√ (2.12)

[36]

Dimana qt adalah kapasitas adsorpsi pada waktu t (mg/g), kid adalah


(54)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam masa era global modern saat ini perkembangan industri di seluruh dunia sudah berkembang maju. Perkembangan industri yang sangat pesat menimbulkan beberapa masalah pada lingkungan hidup di sekitarnya. Salah satu permasalahan yang sangat mengkhawatirkan adalah pencemaran ion logam dari limbah industri. Pencemaran oleh kandungan logam berat dalam air limbah industri telah menimbulkan banyak masalah lingkungan yang serius karena bersifat beracun dan tidak dapat terurai [1]. Oleh karena itu, pencemaran ion logam merupakan permasalahan terbesar di dunia karena ion logam berat dapat bergabung dengan rantai makanan sehingga dapat menyebabkan berbagai penyakit dan mutasi gen [2]. Salah satu contoh logam berat yang sangat berbahaya adalah logam kadmium (Cd) [3]. Adapun dampak negatif logam Cd dalam tubuh manusia yaitu dapat menghambat kerja paru-paru, kanker paru-paru, mual, muntah, diare, kram, anemia, kerusakan ginjal dan hati. Oleh karena itu, logam berat berbahaya ini dapat mengganggu kehidupan organisme di lingkungan jika keberadaannya melampaui ambang batas [4]. Maka, metode adsorpsi adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi ion logam dalam limbah cair [3].

Adsorpsi merupakan metode yang paling umum dipakai karena memiliki konsep yang lebih sederhana dan juga ekonomis. Proses adsorpsi yang paling berperan adalah adsorben. Dewasa ini telah dikembangkan metode adsorpsi dengan menggunakan biomassa tumbuhan yang dikenal dengan bioadsorben. Dasar pemikiran dari bioadsorben adalah dengan mengunakan biomassa tumbuhan yang telah mati sebagai pengikat ion logam [5].

Jagung merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang penting, selain gandum dan padi [6]. Permintaan jagung di Indonesia maupun di dunia internasional kini berlangsung sangat dinamis. Permintaan jagung di Indonesia juga disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk dan pesatnya sektor industri yang membutuhkan bahan baku jagung. Kenaikan produktivitas ini sebagian besar didominasi oleh jagung hibrida yang mempunyai nilai sifat-sifat unggul dibandingkan dengan jagung


(55)

lokal [7]. Dalam 5 tahun terakhir, produktivitas jagung di Indonesia mencapai rata-rata 4,59 ton/ha dan mengalami peningkatan mulai dari 4,24 ton/ha pada tahun 2009 menjadi 4,80 ton/ha pada tahun 2013 [8].

Berikut perkembangan data luas panen dan produksi jagung di Indonesia pada lima tahun (2009-2013) yang disajikan pada Tabel 1.1

Tabel 1.1 Luas Panen dan Produksi Jagung Indonesia Tahun 2009-2013

No Indonesia 2009 2010 2011 2012 2013

1 Luas Panen

Jagung (m2) 4,160,659 4,131,676 3,864,692 3,957,595 3,857,359 2 Produksi

Jagung (kg) 17,629,748 18,327,636 17,634,250 19,387,022 18,510,435 Sumber Data: Statistik Pertanian, Departemen Pertanian RI 2014.

Petani jagung hanya mengambil buah dari jagung tersebut untuk dipanen, sedangkan kulit jagung, daun jagung dan batang jagung hanya dibakar tanpa pemanfaatan [9]. Namun, baru-baru ini telah dipelajari batang jagung untuk dimanfaatkan sebagai adsorben [2].

Berikut penelitian yang telah dilakukan tentang bioadsorpsi dan pembuatan adsorben dari batang jagung yang dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Data Beberapa Hasil Penelitian Terbaru Tentang Bioadsorpsi dan Pemanfaatkan Batang Jagung Sebagai Biosorban Dalam Menyerapan Ion Logam

Nama Peneliti

(Tahun) Penelitian Hasil Penelitian Topik Kajian

Fathi., et al., (2015)

- Batang jagung - Kecepatan

pengadukan 200 rpm

- C35H25N7Na2O10

S2

- Massa adsorben 0,2 gram

- Volume Larutan direct red 23 = 25 ml

- Suhu 318,15 K

- pH optimum 2-3

- Temperature optimum 318,15 K

- Ukuran partikel yang optimum = 0-177 dan 210-297 nm

- Konsentrasi optimum 40 mg/L

Removal of Direct Red 23 from aqueous solution using corn stalks: Isotherms, kinetics and thermodynamic studies-ELSEVIER


(56)

Tabel 1.2 Data Beberapa Hasil Penelitian Terbaru Tentang Bioadsorpsi dan Pemanfaatkan Batang Jagung Sebagai Biosorban Dalam Menyerapan Ion Logam (Lanjutan)

Nama Peneliti

(Tahun) Penelitian Hasil Penelitian Topik Kajian Chen., et

al.,(2014) -- Batang jagungMenyerap

Cr(VI)

- pH 1,5-5,5

100-400 mg/L

larutan Cr

- Rentang variasi

suhu 298-323 K - 150 rpm

- Disaring pada

0,45 μm

- Waktu kontak 60

menit

- Batang jagung

dimodifikasi untuk mampu menyerap ion logam Cr dari larutan

- Mengikuti persamaan

isothermal langmuir

- Adsorben yang

dimodifikasi lebih baik dari yang biasa

- pH optimum 4

- waktu kesetimbangan

15 menit

- kapasitas adsorpsi

sebesar 200 mg/g pada 303 K

Removal of Cr(VI) from aqueous solution using modified corn stack: Characteristic, equilibrium, kinetic and thermodynamic study- ELSEVIER

Vafakhah., et al., (2014)

- Batang jagung - Tongkol jagung - Menyerap Cu - 70 mesh - pH 1,5-4,5

- 220 ppm, 1gr

adsorben

- Waktu optimum 20

menit pertama

- pH optimum 4,5

- adsorben diaktifkan

dengan senyawa asam

- kapasitas adsorpsi

sebesar 0,325 mmol/g setelah dimodifikasi

Removal of copper ions from

electroplating effluent solutions

with nativecorn cob and corn

stalk and chemically modified corn stalk-ELSEVIER Amegrissi., et al., (2013)

- Batang jagung - Meyerap logam

Cr

- Variasi pH 2-7,5 - Variasi waktu

pengontakan

- 1 gr adsorben

dan 50 mesh dalam 100 ml larutan Cr dalam 200 rpm

- Menguji

isothermal adsorpsi bahan

- batang jagung

sangat bagus dalam menyerap logam Cr

- adsorben tanpa

modifikasi

- waktu optimal pada

15 menit dan konstan pada 90 menit

- pH optimum pada 2

-2,5

- didapatkan

Langmuir adsorpsi 0,02

- kapasitas adsorpsi

sebesar 0,375 mg/g

Heavy Metal Uptake by Agro

based Waste Materials-Global Journal of Science Frontier Research Environment & Earth Science


(57)

Tabel 1.2 Data Beberapa Hasil Penelitian Terbaru Tentang Bioadsorpsi dan Pemanfaatkan Batang Jagung Sebagai Biosorban Dalam Menyerapan Ion Logam (Lanjutan)

Nama Peneliti

(Tahun) Penelitian Hasil Penelitian Topik Kajian

Lou., et al., (2013)

- Batang jagung

- Suhu

pengeringan 273 K

- Ukurannya

100-150 um

- Temperature 290,

303, 308, 313 K

- Waktu pengaduknya 4 jam - Kecepatan pengadukan 180 rpm

- NH4ReO4 dan

(NH4)6Mo7O24.4 H2O

- OCS yang

DNOA(di-n-octylamine, -organic corn stalk) memiliki

adsorpsi yang tinggi daripada DMA-OCS

- (dimethylamine-

organic corn stalk),

DEA-OCS

(diethylamine-organic

corn stalk), dan

DIOA-OCS

(di-2- ethylhexylamine-organic corn stalk) - Suhu optimum 303 K

Contribution of tertiary amino groups to Re(VII)

biosorption on modified corn stalk: Competitiveness and regularity-ELSEVIER

Berdasarkan uraian di atas, maka batang jagung berpotensi sebagai bahan baku dalam pembuatan adsorben.

1.2Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan diteliti yaitu bagaimana pengaruh bentuk adsorben dan kecepatan pengadukan terhadap kapasitas adsorpsi ion Cd2+ dengan menggunakan batang jagung sebagai bio-adsorben.

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mempelajari pengaruh bentuk adsorben dari batang jagung terhadap kemampuan adsorpsi ion logam kadmium (Cd).

2. Menentukan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kemampuan adsorpsi ion logam kadmium (Cd).


(58)

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat :

1. Memberikan informasi bahwa limbah batang jagung dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan adsorben yang selama ini diabaikan di lingkungan masyarakat.

2. Memberikan informasi mengenai kemampuan dan kinetika adsorpsi dari adsorben yang dibuat dari batang jagung.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Mikrobiologi Industri, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Variabel – variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Variabel tetap yang digunakan adalah :

 Bentuk dari batang jagung : a) Lingkaran

b)Setengah (1/2) lingkaran c) Seperempat (1/4) lingkaran d)Bubuk

e) Suhu adsorpsi

f) Volume larutan solvent g)pH larutan

h)Massa adsorben i) Konsentrasi Cd

: 50 mesh [9] : 70 mesh [10] : 25oC

: 100 mL [2] : 4,5 [2] : 1 gram : 50 ppm 2) Variabel bebas

1. Kecepatan Pengadukan a) 150 rpm b) 220 rpm [2] a) 250 rpm

2. Waktu adsorpsi 2 jam, untuk menghitung kinetika adsorpsi dengan pengambilan sampel 2 ml setiap 10 menit [11]


(59)

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang jagung sebagai adsorben, kadmium asetat dihidrat (Cd(CH3COO)2.2H2O) sebagai sumber

kadmium (Cd2+), asam klorida (HCl) dan natrium hidroksida (NaOH) sebagai pengatur pH, air (H2O) sebagai pelarut. Sedangkan alat analisis utama yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). Hasil analisis yang akan diperoleh akan menggambarkan pengaruh kapasitas adsorpsi terhadap bentuk, kecepatan pengadukan, dan menentukan pemodelan kinetik dan difusi.


(60)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan adsorpsi batang jagung dengan variasi bentuk dalam menyerap ion logam kadmium (Cd2+) 50 ppm pada larutan dengan pH 4,5. Batang jagung yang digunakan dibentuk berupa lingkaran, ½ lingkaran, ¼ lingkaran, 50 mesh, dan 70 mesh. Variasi kecepatan yang digunakan adalah 150, 220, dan 250 rpm. Penelitian ini terbagi menjadi 2 tahap, yaitu perlakuan awal dengan melakukan pencucian dan pengeringan hingga kondisi yang seragam. Tahap kedua adalah pengukuran potensi kapasitas adsorpsi dengan system batch adsorption dan pemodelan kinetika adsorpsi. Pengaruh ukuran batang jagung secara signifikan mempengaruhi kemampuan adsorpsi batang jagung dengan kenaikan dari 60,89%, 67,45%, 79,95%, 80,75% hingga 85,00% untuk bentuk lingkaran, ½ lingkaran, ¼ lingkaran, 50 mesh dan 70 mesh secara berurut selama 2 jam. Pengaruh variasi pengadukan juga mampu meningkatkan kapasistas adsorpsi namun tidak terlalu besar. Model kinetika adsorpsi mengindikasikan adsorpsi terjadi secara kimia. Model kinetika difusi adsorpsi mengindikasikan bahwa ion logam terjerap sampai ke dalam pori-pori adsorben. Kemampuan adsorpsi ini menunjukkan bahwa batang jagung memiliki potensi sebagai adsorben dalam menyerap ion logam dalam larutan.


(61)

ABSTRACT

The idea of this research is to investigate adsorption capacity of corn stalk with different shapes to adsorp cadmium ion (Cd2+) 50 ppm dissolving in the solution on pH 4,5. The corn stalk variation shapes are square, half square, quarter square, 50 mesh and 70 mesh. Different shapes use to adsorp is 150, 220, and 250 rpm. This research consist of two main steps such as, pre-treatment and batch adsorption to determine adsorption capacity and modeling of adsorption kinetic. The influence of the size of the corn stalks significantly affect the adsorption capacity of corn stalks with a rise of 60.89%, 67.45%, 79.95%, 80.75% and 85.00% for a round shape, ½ round, ¼ round, 50 mesh and 70 mesh respectivly for 2 hours adsorption operation. The effect of variation of stirring also able to increase the adsorption capacity but not too big. Adsorption kinetics model indicates adsorption occurs chemically. Models indicate that the adsorption kinetics of diffusion of metal ions adsorbed to the pores of the adsorbent. This shows that the adsorption capacity of corn stalks has potential as an adsorbent to absorb metal ions in solution.


(62)

KAJIAN KEMAMPUAN ADSORPSI LOGAM BERAT

KADMIUM (Cd

2+

) DENGAN MENGGUNAKAN

ADSORBEN DARI BATANG JAGUNG (Zea Mays)

SKRIPSI

Oleh

FIRMANTO PANJAITAN

110405009

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

JUNI 2016


(63)

KAJIAN KEMAMPUAN ADSORPSI LOGAM BERAT

KADMIUM (Cd

2+

) DENGAN MENGGUNAKAN

ADSORBEN DARI BATANG JAGUNG (Zea mays)

SKRIPSI

Oleh

FIRMANTO PANJAITAN

110405009

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

JUNI 2016


(1)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1 Flowchart Persiapan Adsorben Batang Jagung 19 Gambar 3.2 Flowchart Pengeringan Adsorben Batang Jagung 20 Gambar 3.3 Flowchart Pembuatan Larutan HCl 0,1 M 20 Gambar 3.4 Flowchart Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M 21 Gambar 3.5 Flowchart Pembuatan Larutan Pelarut dengan pH 4,5 21 Gambar 3.6 Flowchart Pembuatan Larutan Standart Cd2+ (50 ppm) 22 Gambar 3.7 Flowchart Mengukur Pengaruh Ukuran Adsorben Terhadap

Kemampuan Adsorpsi 23

Gambar 3.8 Flowchart Mengukur Pengaruh Kecepatan Pengadukan

Terhadap Kemampuan Adsorpsi 24

Gambar 3.9 Flowchart Mengukur Kinetika Adsorpsi pada Bentuk

Adsorben ¼ Lingkaran Terhadap Kemampuan Adsorpsi 25 Gambar 4.1 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Berbagai Bentuk Adsorben

Batang Jagung pada Kecepatan Pengadukan 220 rpm dan

Konsentrasi Cd2+ 50 ppm 28

Gambar 4.2 Persentase Adsorpsi (%) dengan Berbagai Bentuk Adsorben pada Kecepatan Pengadukan 220 rpm dan Konsentrasi Cd2+

50 ppm 28

Gambar 4.3 Gaya Tarik-Menarik Atom 30

Gambar 4.4 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Kecepatan Pengadukan pada Konsentrasi Cd2+ 50 ppm dan Bentuk

Adsorben ¼ Lingkaran 31

Gambar 4.5 Persentase Adsorpsi (%) dengan Variasi Kecepatan Pengadukan pada Konsentrasi Cd2+ 50 ppm dan Bentuk

Adsorben ¼ Lingkaran 31

Gambar 4.6 Proses Molekul-Molekul Adsorban Masuk Ke Dalam


(2)

Gambar 4.7 Kapasitas Adsorpsi Logam Cd2+ dengan Konsentrasi Ion Logam Cd2+ 50 ppm pada Bentuk Adsorben ¼ Lingkaran dan

Kecepatan Pengadukan 220 ppm 34

Gambar 4.8 Pemodelan Pseudo Orde Satu pada Konsentrasi Logam Cd2+

50 ppm dan Kecepatan Pengadukan 220 rpm 36 Gambar 4.9 Pemodelan Pseudo Orde Dua pada Konsentrasi Logam Cd2+

50 ppm dan Kecepatan Pengadukan 220 rpm 36 Gambar 4.10 Pemodelan Kinetika Difusi Ekstrenal pada Konsentrasi

Logam Cd2+ 50 ppm dan Kecepatan Pengadukan 220 rpm 38 Gambar 4.11 Pemodelan Kinetika Difusi Internal pada Konsentrasi Logam

Cd2+ 50 ppm dan Kecepatan Pengadukan 220 rpm 38 Gambar C.1 Kebun Jagung yang akan Digunakan Sebagai Adsorben 54 Gambar C.2 Batang Jagung yang Siap Dijadikan Adsorben 54 Gambar C.3 Pemotongan dan Pembersihan Batang Jagung 55 Gambar C.4 Peralatan dan Sampel Batang Jagung Penelitian 55 Gambar C.5 Material Logam Berat (Cd(CH3COO)2.2H2O) yang

Digunakan 56

Gambar C.6 Botol Untuk Larutan Cd2+ 56

Gambar C.7 Pengatur Keasaman NaOH (0,1 M) dan HCl (0,1 M) 57

Gambar C.8 Botol Sampel Untuk Uji Di Alat AAS 57

Gambar C.9 Peak Untuk Ion Logam Cd2+ 58

Gambar C.10 Adsorbansi Logam Ion Cd2+ 59

Gambar C.11 Konsentrasi Logam Ion Cd2+ 50 ppm 60


(3)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Luas Panen dan Produksi Jagung Indonesia Tahun 2009-2013 2 Tabel 1.2 Data Beberapa Hasil Penelitian Terbaru Tentang Bioadsorpsi

dan Pemanfaatkan Batang Jagung Sebagai Biosorban Dalam

Menyerapan Ion Logam 2

Tabel 2.1 Konsentrasi Kadmium (Nilai Rata-Rata) Di Berbagai Jenis

Makanan 8

Tabel 4.1 Pemodelan Pseudo Orde Satu dan Pseudo Orde Dua Kinetika

Adsorpsi Cd2+ pada Adsorben Batang Jagung 36

Tabel A.1 Data Kalibrasi Larutan Standar 47

Tabel A.2 Data Hasil Pencucian dari Adsorben Batang Jagung. 47 Tabel A.3 Hubungan Kapasitas Adsorpsi Batang Jagung Terhadap Variasi

Bentuk Adsorben pada Kecepatan Pengadukan 220 rpm

Berdasarkan Konsentrasi Tetap Cd2+ 50 ppm 50 Tabel A.4 Hubungan Kapasitas Adsorpsi Batang Jagung Terhadap Variasi

Kecepatan Pengadukan dengan Bentuk ¼ Lingkaran pada Kecepatan Pengadukan 220 rpm Berdasarkan Konsentrasi Tetap

Cd2+ 50 ppm 50

Tabel A.5 Data Hasil Penentuan Waktu Optimum dengan Bentuk Adsorben ¼ Lingkaran pada Kecepatan Pengadukan 220 rpm Berdasarkan


(4)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A DATA BAHAN BAKU 47

A.1 Data Kalibrasi Larutan Standar Hasil Analisis AAS 47

A.2 Hasil Pencucian Adsorben Batang Jagung 47

A.3 Hasil Pengeringan Adsorben Batang Jagung 48 A.3.1 Perhitungan Pengeringan Adsorben Batang Jagung 48 A.4 Data Hasil Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Bentuk 50 A.5 Data Hasil Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Kecepatan

Pengadukan 50

A.6 Data Hasil Penentuan Waktu Optimum 51

LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN 52

B.1 Pembuatan Larutan (Stock Solution) 52

B.2 Perhitungan Kapasitas Adsorpsi 53

LAMPIRAN C DOKUMENTASI PERCOBAAN 54

C1 Sampel dan Bahan Baku 54

C2 Eksperimen 56

C3 Foto Hasil Adsorpsi Batang Jagung Menggunakan Atomic


(5)

DAFTAR SINGKATAN

AAS Atomic Adsorption Spectroscopic

pH Power of Hydrogen


(6)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

Cd(CH3COO)2.2H2O Kadmium Asetat Dihidrat mg

C Karbon

O Oksigen

% Persen

HCl Asam klorida ml

NaOH Natrium Hidroksida gr

H2O Air ml

H+ Ion hidrogen

Q Berat Cd yang terjerap oleh satu gram

sampel mg/g

w Berat sampel yang digunakan gr

C0 Konsentrasi larutan Cd awal ppm

Ct Konsentrasi larutan Cd pada waktu t ppm

t waktu menit/ jam

V Volume larutan Cd yang digunakan ml

y Absorbansi