Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Kulit Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis Sims.) Menggunakan Mencit

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Nama Daerah
Tanaman markisa ungu di Indonesia memiliki berbagai macam nama
daerah seperti buah monyet (Sunda), markisah (Melayu) dan buwah negri (Jawa)
dan areuypasi (Jawa) (Depkes RI, 1999).
2.1.2 Nama Asing
Buah markisa ungu memiliki nama lain seperti purple granadilla (Inggris),
marajuca doce (Brazil), ji dan guo (Cina), linmangkon (Thailand), paarse
passievrucht (Belanda) dan buah susu (Malaysia).
2.1.3 Habitat
Markisa ungu adalah tanaman yang berasal dari Brazil bagian selatan yaitu
dari Paraguay hingga Argentina bagian utara. Di Indonesia, markisa ungu di
tanam didaerah dataran tinggi tropis dan didaerah subtropis pada ketinggian 700
sampai 2000 m di atas permukaan laut dengan suhu 18 sampai 25oC. Daerah
penghasil markisa ungu masih terpusat di beberapa kabupaten di provinsi
Sumatera Utara (Kabupaten Karo, Simalungun, Dairi, Tapanuli Utara) dan
provinsi Sulawesi Selatan (Kabupaten Gowa, Sinjai, Tator, Enrekang Dan
Polmas) (Karsinah, dkk., 2010).

2.1.4 Sistematika tumbuhan
Menurut herbarium bogoriense (2015), sistematika tumbuhan markisa
ungu sebagai berikut:

5
Universitas Sumatera Utara

Kindom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa


: Malpighiales

Suku

: Passifloraceae

Marga

: Passiflora

Jenis

: Passiflora edulis Sims.

2.1.5 Morfologi tanaman
Tanaman markisa merupakan tumbuhan semak yang hidup menahun dan
bersifat merambat hingga sepanjang 20 m atau lebih. Batang tanaman sedikit
berkayu, bersulur dan memiliki bayak percabangan yang terkadang tumbuh
tumpang tindih. Pada tanaman muda, cabang berwarna hijau dan setelah tua

menjadi hijau kecoklatan. Daun tanaman sangat rimbun tumbuh secara bergantian
pada batang atau cabang. Bentuk daun menjari, bergerigi, berwarna hijau,
mengkilap dengan panjang tangkai 2 - 3 cm, panjang daun 9 - 12 cm dan lebar 7 9 cm (Rukmana, 2003).
Markisa berbunga tunggal, bulat, berkelamin dua, terletak di ketiak daun,
tangkai bergerigi, panjang 3 - 4 cm dan berwarna hijau. Benang sari bertangkai,
berbentuk tabung, panjang sekitar 6 cm dan berwarna kuning. Jumlah kelopak
lima dan mahkota bunga juga lima berbentuk lonjong dengan permukaan beralur
berwarna ungu, jumlah benang sari lima dan putik tiga. Markisa dapat berbunga
setiap waktu, namun musim utama di Indonesia terjadi pada bulan
Desember/Januari dan Juni. Buah markisa berbentuk agak bulat lonjong, panjang
4 - 6 cm. Kulit hijau muda, setelah masak berubah warna menjadi violet. Kulit

6
Universitas Sumatera Utara

buah tipis, liat dan tahan benturan pada saat pengangkutan. Bagian dalam buah
diliputi oleh lapisan berwarna putih (endocarp) yang mengandung banyak petkin.
Buah memiliki banyak biji berwarna hitam dan dibungkus oleh selaput berisi sari
buah (juice) yang masam manis dan beraroma harum semerbak (Hermanto, dkk.,
2013).

2.1.6 Kandungan kimia
Markisa ungu mengandung berbagai macam senyawa metabolit sekunder.
Daun markisa ungu mengandung

tanin, glikosida, flavonoid, saponin dan

alkaloid. Batang tanaman markisa ungu mengandung glikosida, flavonoid,
saponin dan alkaloid. Buah markisa ungu mengandung tanin, glikosida, flavonoid
dan alkaloid (Akanbi, dkk., 2011).
2.1.7 Hasil skrining fitokimia kulit buah markisa ungu
Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia, ekstrak etanol, fraksi n-heksan
fraksi etilasetat dan fraksi sisa kulit buah markisa ungu dapat dilihat pada Tabel
2.1 di bawah ini
Tabel 2.1 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak kulit buah
markisa ungu
No
Parameter
Serbuk Ekstrak Fraksi
Fraksi
Fraksi

.
simplisia etanol
netilasetat
sisa
heksan
1. Alkaloid
2. Flavonoid
+
+
+
3. Glikosida
+
+
+
+
4. Glikosida antrakinon
5. Saponin
+
+
+

+
6. Tanin
+
+
+
7. Steroid/Triterpenoid
+
+
+
Keterangan:
(+) positif : mengandung golongan senyawa
(-) negatif : tidak mengandung golongan senyawa

7
Universitas Sumatera Utara

Hasil skrining fitokimia kulit buah markisa ungu berupa serbuk simplisia
dan ekstrak etanol menunjukkan hasil postitif pada senyawa yaitu flavonoid,
glikosida, saponin, tanin dan triterpenoid. Fraksi n-heksan hanya menunjukkan
hasil positif terhadap senyawa non polar yaitu triterpenoid. Pada fraksi etilasetat

mengandung senyawa seperti flavonoid, glikosida, saponin dan tanin, sedangkan
pada fraksi sisa tersisa senyawa glikosida dan saponin (Nugraha, 2015)
2.1.8 Manfaat markisa ungu
Markisa banyak mengandung vitamin B dan potassium. Markisa
berkhasiat menyembuhkan gejala alergi kronis, memulihkan penyakit liver dan
ginjal, meningkatkan kekebalan tubuh dan kekuatan antibodi dalam darah.
Markisa juga mampu menyaring, memisahkan dan membuang racun dari dalam
tubuh. Markisa juga dapat meningkatkan kesegaran kulit tubuh dan merangsang
pertumbuhan sel muda pada kulit wajah. Markisa mengandung vitamin C dosis
tinggi dan antioksidan (Hermanto, dkk., 2013).

2.2 Toksisitas
Uji toksisitas merupakan suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat
pada sistem biologi dan data hubungan dosis-respon yang khas dari sediaan uji.
Uji toksisitas merupakan salah satu uji praklinik penting untuk menentukan efek
toksik suatu senyawa yang akan terjadi setelah pemberiannya dalam takaran
tertentu. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberi informasi mengenai
derajat bahaya sediaan uji tersebut bila terjadi pemaparan pada manusia, sehingga
dapat ditentukan dosis penggunaannya demi keamanan manusia (OECD, 2008).


8
Universitas Sumatera Utara

Obat sebelum dipasarkan atau digunakan harus menjalani serangkaian uji
untuk memastikan efektivitas dan keamanannya (Priyanto, 2009). Umumnya
uji toksisitas terdiri atas dua jenis, yaitu toksisitas umum (akut, subkronik dan
kronik) dan toksisitas khusus (teratogenik, mutagenik dan karsinogenik)
(Priyanto, 2009; Lu, 1994).
2.2.1 Toksisitas umum
2.2.1.1 Toksisitas akut
Uji toksisitas akut merupakan uji deteksi efek toksik yang muncul dalam
waktu singkat setelah pemberian sediaan uji yang diberikan secara oral dalam
dosis tunggal, atau dosis berulang yang diberikan dalam waktu 24 jam. Prinsip uji
toksisitas akut oral yaitu sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis yang diberikan
pada beberapa kelompok hewan uji kemudian dilakukan pengamatan terhadap
adanya efek toksik dan kematian sebagai parameter akhir (BPOM RI, 2011).
Tujuan toksisitas akut adalah untuk mendeteksi toksisitas dari suatu zat,
untuk memperoleh informasi awal yang dapat digunakan untuk merancang uji
toksisitas selanjutnya serta untuk menentukan LD50 (potensi ketoksikan) akut dari
suatu senyawa (Priyanto, 2009; BPOM RI, 2011).

LD50 didefinisikan sebagai “ suatu dosis yang diberikan pada hewan uji
diharapkan akan menyebabkan kematian pada 50% hewan percobaan ”. Pengujian
ini juga dapat menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik
spesifiknya, serta memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya digunakan
dalam pengujian yang lebih lama (Lu, 1994). LD 50 adalah dosis perkiraan ketika
suatu zat diberikan langsung kepada hewan uji, menghasilkan kematian 50%

9
Universitas Sumatera Utara

dari populasi di bawah kondisi yang ditentukan dari tes (Hudgson dan Levi,
2004). Nilai LD50 sangat berguna untuk hal-hal sebagai berikut:
a. Menentukan klasifikasi lazim zat kimia sesuai dengan toksisitas relatifnya,
artinya penggolongan toksik suatu zat berdasarkan dosis yang menghasilkan
LD50, dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kategori penggolongan sediaan uji
Kategori

LD50
Supertoksik

5 mg/kg atau kurang
Amat sangat toksik
5-50 mg/kg
Sangat toksik
50-500 mg/kg
Toksik sedang
0,5-5 g/kg
Toksik ringan
5-15 g/kg
Praktis tidak toksik
>15 g/kg
 supertoksik: (5 mg/kg bb atau kurang), contoh: Nikotin











amat sangat toksik : (5-50 mg/kg bb), contoh: timbal arsenat
sangat toksik : (50-500 mg/kg bb), contoh: hidrokinon
toksik sedang: (0.5-5 g/kg bb), contoh: isopropanol
toksik ringan : (5-15 g/kg bb), contoh: asam ascorbat
praktis tidak toksik : (>15 g/kg bb), contoh: propilen glikol

b. Evaluasi dampak keracunan yang tidak sengaja; perencanaan penelitian
toksisitas subkronik dan kronik pada hewan, memberikan informasi tentang
mekanisme toksisitas, pengaruh umur, seks, faktor lingkungan dan variasi
respons antar spesies dan antar strain hewan, memberikan informasi tentang
reaktivitas suatu populasi hewan (Lu, 1994).
2.2.1.2 Toksisitas subkronik
Uji toksisitas subkronik merupakan suatu pengujian untuk mengetahui
efek toksik yang muncul setelah pemberian sediaan uji dengan dosis yang

10
Universitas Sumatera Utara

diberikan secara oral pada hewan uji, biasanya setiap hari atau lima hari dalam
seminggu selama 28 hari (BPOM RI, 2011). Tujuan toksisitas subkronik oral
adalah untuk memperoleh informasi adanya efek toksik zat yang tidak terdeteksi
pada uji toksisitas akut, informasi kemungkinan adanya efek toksik setelah
pemaparan sediaan uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu (OECD,
2008) untuk memberikan informasi dosis yang tidak menimbulkan efek toksik
dan mempelajari adanya efek reversibilitas zat tersebut (BPOM RI, 2011).
Prinsip uji toksisitas subkronik oral adalah sediaan uji dalam beberapa
tingkat dosis diberikan setiap hari pada beberapa kelompok hewan uji dengan satu
dosis per kelompok selama 28 atau 90 hari (OECD, 2008), bila diperlukan
ditambahkan kelompok satelit untuk melihat adanya efek yang bersifat reversibel
(BPOM RI, 2011). Studi subkronik dapat dilakukan pada tikus dan mencit dengan
rute pemberian yang lazim yaitu oral. Sekurang-kurangnya digunakan tiga
kelompok dosis yang berbeda, 1 kelompok kontrol dan 2 kelompok satelit
(kelompok dosis tinggi dan kelompok kontrol). Dosis sediaan uji yang paling
tinggi harus menimbulkan efek toksik tetapi tidak menimbulkan kematian atau
gejala toksik yang berat, dosis menengah menimbulkan gejala toksik yang lebih
ringan sedangkan dosis yang paling rendah tidak menimbulkan gejala toksik
(BPOM RI, 2011).
Parameter efek toksik adalah mortalitas, pertambahan berat badan, berat
organ relatif, konsumsi makanan dan minuman, uji laboratorium klinik, serta
gambaran histopatologi organ. Berat badan dan konsumsi makanan diukur setiap
minggu. Penurunan berat badan merupakan indeks efek toksik yang sederhana
namun sensitif. Konsumsi makanan juga merupakan indikator yang berguna,

11
Universitas Sumatera Utara

konsumsi makanan yang nyata berkurang dapat menimbulkan efek yang mirip
manifestasi toksik suatu zat (BPOM RI, 2011). Uji laboratorium klinik biasanya
mencakup pemeriksaan hematologi, biokimia klinis dan histopatologi. Disamping
itu, berat relatif organ harus diukur karena merupakan indikator yang
berguna bagi toksisitas (Lu, 1994).
2.2.1.3 Toksisitas kronik
Uji toksisitas kronis dilakukan dengan memberikan senyawa uji berulangulang selama masa hidup hewan uji atau sebagian besar masa hidupnya (Priyanto,
2009). Prinsip toksisitas kronik oral pada umumnya sama dengan uji toksisitas
subkronik, hanya pada toksisitas kronik sediaan uji yang diberikan lebih lama
yaitu tidak kurang dari 12 bulan (BPOM RI, 2011).
2.3.1 Toksisitas khusus
2.3.1.1 Uji teratogenik
Uji teratogenik merupakan suatu pengujian untuk memperoleh informasi
adanya abnormalitas fetus yang terjadi karena pemberian suatu zat dalam masa
perkembangan embrio (Priyanto, 2009). Prinsip pengujian ini senyawa uji dalam
beberapa tingkat dosis diberikan kepada beberapa kelompok hewan hamil selama
paling sedikit masa organogenesis dari kehamilan, satu dosis untuk satu
kelompok. Sesaat sebelum waktu melahirkan, uterus diambil dan dilakukan
evaluasi terhadap fetus (OECD, 2008).
2.3.1.2 Uji mutagenik
Uji mutagenik merupakan uji yang dilakukan untuk memperoleh informasi
mengenai kemungkinan terjadinya efek mutagenik suatu senyawa. Efek

12
Universitas Sumatera Utara

mutagenik merupakan efek yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sifat
genetika sel tubuh makhluk hidup (Loomis, 1978).
2.3.1.3 Uji karsinogenik
Uji karsinogenik merupakan uji yang dilakukan untuk memperoleh
informasi mengenai efek korsinogenik suatu senyawa pada hewan percobaan (Lu,
1994) dan untuk mengetahui apakah zat jika dipakai dalam jangka panjang akan
dapat menimbulkan kanker (Priyanto, 2009).

2.4 Anatomi hati
Hati adalah organ terbesar di tubuh dengan berat 1,5 kg, organ ini terletak
dalam rongga perut di bawah diafragma. Hati merupakan organ tempat
pengolahan dan penyimpanan nutrient yang diserap dari usus halus untuk dipakai
oleh bagian tubuh lainnya. Seluruh materi yang diserap melalui usus tiba di hati
melalui vena porta. Pada bagian bawah permukaan hati terdapat pembuluh darah
masuk (vena porta dan arteri hepatika), duktus hepatikus kiri dan kanan yang
keluar dari organ ini di daerah yang disebut portal hepatis (Junqueira dan
Carneiro, 2003). Hati terdiri dari dua lobus utama, yakni lobus kanan dan kiri
yang masing-masing terdiri dari dua segmen. Lobus kanan dibagi menjadi segmen
anterior dan posterior. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral.
Fungsi hati adalah sebagai berikut:
a. mengubah zat makanan yang diabsorpsi dan yang di simpan di suatu tempat
dalam tubuh, dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan.
b. mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu dan
urin.

13
Universitas Sumatera Utara

c. menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.
d. sekresi empedu, garam empedu di buat di hati, dibentuk dalam system
retikuloendotelium, dialirkan ke empedu.
e. pembentukan ureum, hati menerima asam amino diubah menjadi ureum
dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urin.
f. menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air
(Syaifuddin, 2006).

2.5 Gambaran histopatologi hati
Komponen struktur utama dari hati adalah sel hati atau hepatosit. Hepatosit
tersusun berupa lempeng-lempeng yang saling berhubungan dan bercabang
membentuk anyaman tiga dimensi (Junqueira dan Carneiro, 2003).
Hati mendapat aliran darah ganda. Vena porta membawa darah dari usus
dan organ tertentu, sedangkan arteri hepatika membawa darah bersih yang
mengandung oksigen. Vena porta dan arteri hepatika bercabang-cabang menuju
lobus, disebut arteri atau vena interlobaris, seterusnya bercabang-cabang
membentuk arteri dan vena interlobularis yang terdapat di daerah portal. Vena
interlobularis memiliki cabang kecil, kadang-kadang disebut vena pembagi yang
merupakan sumbu asinus hati. Venula pendek berasal dari vena pembagi dan
berakhir langsung pada sinusoid (Delman dan Brown, 1992). Vena sentral
merupakan sebuah pembuluh vena yang dikelilingi oleh sel endotel yang tersusun
rapat, terletak dipusat lobulus dengan hepatosit yang tersusun secara radier kearah
vena sentral (Price, 1997), berperan pada proses sirkulasi dimana vena sentral

14
Universitas Sumatera Utara

menerima darah dari sinusoid-sinusoid yaitu 25% dari arteri hepatika dan 75%
dari vena porta (Underwood, 1997).
Sinusoid merupakan pembuluh darah kapiler yang mengisi lobulus, yang
membawa darah dari arteri dan vena interlobularis masuk ke sinusoid dan menuju
vena sentralis. Susunan percabangan ini menjamin hepatosit memiliki permukaan
yang berhadapan dengan sinusoid yang hanya dibatasi oleh ruang perisinusoid
yaitu ruang sempit diantara sinusoid dan sel-sel hati. Ruang demikian tidak
tampak dalam biopsy hati manusia atau hati hewan uji (Delman dan Brown, 1992;
Junqueira dan Carneiro, 2003). Gambar skematis struktur hati dapat dilihat pada
Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Gambar Skematis Struktur Hati (Junqueira dan Carneiro, 2003).

15
Universitas Sumatera Utara