Peraturan Perundangan « Indonesia Biosafety Clearing House

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 69 TAHUN 1999
TENTANG
LABEL DAN IKLAN PANGAN
UMUM
Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan penting
pengaturan, pembinaan, dan pengawasan di bidang pangan sebagaimana dikehendaki oleh Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Salah satu upaya untuk mencapai tertib pengaturan di bidang pangan
adalah melalui pengaturan di bidang label dan iklan pangan, yang dalam prakteknya selama ini belum
memperoleh pengaturan sebagaimana mestinya.
Banyaknya pangan yang beredar di masyarakat tanpa mengindahkan ketentuan tentang pencantuman label
dinilai sudah meresahkan. Perdagangan pangan yang kedaluwarsa, pemakaian bahan pewarna yang tidak
diperuntukkan bagi pangan atau perbuatan-perbuatan lain yang akibatnya sangat merugikan masyarakat,
bahkan dapat mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa manusia, terutama bagi anak-anak pada
umumnya dilakukan melalui penipuan pada label pangan atau melalui iklan. Label dan iklan pangan yang
tidak jujur dan atau menyesatkan berakibat buruk terhadap perkembangan kesehatan manusia.
Dalam hubungannya dengan masalah label dan iklan pangan maka masyarakat perlu memperoleh informasi
yang benar, jelas dan lengkap baik mengenai kuantitas, isi, kualitas maupun hal-hal lain yang diperlukannya
mengenai pangan yang beredar di pasaran. Informasi pada label pangan atau melalui iklan sangat

diperlukan bagi masyarakat agar supaya masing-masing individu secara tepat dapat menentukan pilihan
sebelum membeli dan atau mengkonsumsi pangan. Tanpa adanya informasi yang jelas maka kecurangankecurangan dapat terjadi.
Perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab bukan semata-mata untuk melindungi kepentingan
masyarakat yang mengkonsumsi pangan. Melalui pengaturan yang tepat berikut sanksi-sanksi hukum yang
berat, diharapkan setiap orang yang memproduksi pangan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah
Indonesia untuk diperdagangkan dapat memperoleh perlindungan dan jaminan kepastian hukum.
Persaingan dalam perdagangan pangan diatur supaya pihak yang memproduksi pangan dan pengusaha
iklan diwajibkan untuk membuat iklan secara benar dan tidak menyesatkan masyarakat melalui
pencantuman label dan iklan pangan yang harus memuat keterangan mengenai pangan dengan jujur.
Pemerintah menyadari perkembangan teknologi pangan sangat berpengaruh terhadap pelabelan pangan.
Perkembangan tersebut tidak mungkin dicakupi secara keseluruhan melalui Peraturan Pemerintah ini.
Namun, hal itu tidak mungkin pula untuk dikesampingkan tanpa membuka peluang untuk pengaturan lebih
lanjut. Dalam kondisi yang demikian, Peraturan Pemerintah ini sekaligus memerintahkan kepada instansi
terkait untuk mengaturnya manakala diperlukan. Sudah barang tentu pengaturannya disesuaikan dengan
lingkup tugas dan kewenangan yang melekat pada instansi yang bersangkutan.
Tidak hanya masalah yang berhubungan dengan kesehatan saja yang perlu diinformasikan secara benar
dan tidak menyesatkan melalui label dan atau iklan pangan, namun perlindungan secara batiniah perlu
diberikan kepada masyarakat. Masyarakat Islam merupakan jumlah terbesar dari penduduk Indonesia yang
secara khusus dan non diskriminatif perlu dilindungi melalui pengaturan halal. Bagaimanapun juga,
kepentingan agama atau kepercayaan lainnya tetap dilindungi melalui tanggung jawab pihak yang

memproduksi pangan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan bagi
keperluan tersebut.
Selain daripada keterangan-keterangan yang wajib dimuat pada label sebagaimana diinginkan oleh Pasal 30
ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, diatur juga hal-hal lain yang sekiranya dapat
diinformasikan kepada masyarakat. Untuk menampung pengaturan tersebut maka pokok-pokok yang
mendasari pengaturan yang berkaitan dengan label tentang nutrisi atau gizi bagi kepentingan kelompok
masyarakat tertentu diatur di dalam Peraturan Pemerintah ini. Pengaturan selanjutnya diserahkan kepada
Menteri Kesehatan yang lebih memahami tentang aspek kesehatan masyarakat, termasuk akibat sampingan
pangan tertentu terhadap kesehatan kelompok masyarakat tertentu.

Sebagaimana telah diuraikan di atas, pengaruh pangan yang dikonsumsi terhadap kesehatan manusia perlu
diwaspadai. Oleh karena itu, iklan tentang pangan perlu secara khusus diatur dan dikendalikan dengan
sebaik-baiknya melalui Peraturan Pemerintah ini. Penggunaan anak-anak berusia di bawah lima tahun
secara tegas dilarang untuk mengiklankan pangan yang tidak secara khusus ditujukan untuk konsumsi oleh
mereka. Larangan ini sangat diperlukan untuk menghindarkan anak-anak terhadap pengaruh iklan yang
bersifat negatif atau menyesatkan yang secara mudah diterima oleh anak-anak yang secara alamiah belum
mampu membedakan hal-hal yang baik atau yang buruk.
Peraturan Pemerintah ini mewajibkan agar label ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab
dan atau huruf Latin. Ketentuan ini berlaku mengikat tidak hanya terhadap pangan yang diproduksi di dalam
negeri, namun berlaku juga terhadap pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk

diperdagangkan. Tujuan pengaturan ini dimaksudkan agar informasi tentang pangan dapat dipahami oleh
seluruh lapisan masyarakat, baik di kota maupun di desa-desa.
Dengan tidak mengesampingkan pengaturan yang sudah ada dalam lingkungan Undang-undang yang
mengatur tentang Kesehatan, maka Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan sebagai
pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan merupakan pelengkap terhadap
pengaturan yang sudah ada. Tujuan daripada pengaturan tersebut adalah untuk lebih memperkuat jaminan
kepastian hukum bagi masyarakat yang mengkonsumsi pangan.
Pada akhirnya, keterpaduan tugas di bidang pengawasan dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
sangat tergantung pada kemampuan aparatur negara untuk menghindari timbulnya ekses yang tidak
diharapkan.

PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 3

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Yang dimaksud dengan "pangan olahan tertentu" dalam ketentuan ini adalah pangan olahan untuk
komsumsi bagi kelompok tertentu, misalnya susu formula untuk bayi, pangan yang diperuntukan bagi ibu
hamil atau menyusui, pangan khusus bagi penderita penyakit tertentu, atau pangan lain sejenis yang
mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan kualitas kesehatan manusia.

Pasal 5
Ayat (1)
Keterangan tidak benar adalah suatu keterangan yang isinya bertentangan dengan kenyataan
sebenarnya atau tidak memuat keterangan yang diperlukan agar keterangan tersebut dapat
memberikan gambaran atau kesan yang sebenarnya tentang pangan.
Keterangan yang menyesatkan adalah pernyataan yang berkaitan dengan hal-hal seperti sifat,
harga, bahan, mutu, komposisi, manfaat atau keamanan pangan yang meskipun benar dapat
menimbulkan gambaran yang menyesatkan pemahaman mengenai pangan yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pernyataan (klaim) tentang manfaat kesehatan di dalam Peraturan
Pemerintah ini adalah pernyataan bahwa produk pangan tertentu mengandung zat gizi dan atau zat
non gizi tertentu yang bermanfaat jika dikonsumsi atau tidak boleh dikonsumsi bagi kelompok
tertentu, misalnya untuk anak-anak berusia di bawah lima tahun, kelompok lanjut usia, ibu hamil dan
menyusui, dan sebagainya.
Yang dimaksud bahwa pernyataan tersebut hanya dapat dicantumkan pada label atau iklan apabila
secara ilmiah hal tersebut dapat dipertanggung-jawabkan adalah, antara lain melalui uji laboratorium
atau uji klinis.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 7
Ketentuan ini berlaku juga terhadap pangan yang berdasarkan fakta ilmiah bermanfaat bagi kesehatan, tidak
boleh diiklankan sebagai obat.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10

Ayat (1)
Pencantuman keterangan halal atau tulisan "halal" pada label pangan merupakan kewajiban apabila
pihak yang memproduksi dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia menyatakan
(mengklaim) bahwa produknya halal bagi umat Islam.
Penggunaan bahasa atau huruf selain bahasa Indonesia dan huruf Latin, harus digunakan
bersamaan dengan padanannya dalam bahasa Indonesia dan huruf Latin.

Keterangan tentang kehalalan pangan tersebut mempunyai arti yang sangat penting dan
dimaksudkan untuk melindungi masyarakat yang beragama Islam agar terhindar dari mengkonsumsi
pangan yang tidak halal (haram).
Kebenaran suatu pernyataan halal pada label pangan tidak hanya dibuktikan dari segi bahan baku,
bahan tambahan pangan, atau bahan bantu yang digunakan dalam memproduksi pangan, tetapi
harus pula dapat dibuktikan dalam proses produksinya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Pencantuman tulisan halal pada dasarnya bersifat sukarela. Namun setiap orang yang memproduksi
dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan menyatakannya
sebagai produk yang halal, sesuai ketentuan ia wajib mencantumkan tulisan halal pada label

produknya. Untuk menghindarkan timbulnya keraguan di kalangan umat Islam terhadap kebenaran
pernyataan halal tadi, dan dengan demikian juga untuk kepentingan kelangsungan atau kemajuan
usahanya, sudah pada tempatnya bila pangan yang dinyatakannya sebagai halal tersebut
diperiksakan terlebih dahulu pada lembaga yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional
(KAN). Pemeriksaan tersebut dimaksudkan untuk memberikan ketenteraman dan keyakinan umat
Islam bahwa pangan yang akan dikonsumsi memang aman dari segi agama.
Ayat (2)
Lembaga keagamaan dimaksud adalah Majelis Ulama Indonesia. Pedoman ini bersifat umum, dan
antara lain meliputi persyaratan bahan, proses atau produknya.
Pasal 12
Yang dimaksud dengan "bagian utama label pangan " adalah bagian dari label yang memuat keterangan
paling penting untuk diketahui oleh konsumen.
Pasal 13
Ayat (1)
Selain ketiga keterangan sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan ini, maka keterangan tentang
halal dapat dicantumkan pada bagian utama label pangan, agar mudah dilihat dan diketahui oleh
masyarakat yang akan membelinya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14

Cukup jelas
Pasal 15
Ketentuan ini dimaksudkan agar pangan olahan yang diperdagangkan di Indonesia, harus menggunakan
label dalam bahasa Indonesia. Khusus bagi pangan olahan untuk diekspor, dapat dikecualikan dari
ketentuan ini.

Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dengan perkembangan teknologi di bidang pangan maka terdapat produk pangan tertentu yang
tidak atau belum memiliki nama produk, misalnya makanan ringan yang dikenal dengan istilah
snacks seperti chiki, tazzos, dan lain-lain. Oleh karena itu cukup dicantumkan nama jenis produk

pangan yang bersangkutan, seperti makanan ringan.
Ketentuan ini hanya mengijinkan penggunaan bahasa asing secara terbatas, yaitu dalam hal tidak
ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 20
Ayat (1)

Dengan mencantumkan jumlah air yang digunakan sebagai campuran suatu produk pangan maka
setiap orang yang akan mengkonsumsi pangan dapat mengetahui jumlah berat bersih pangan yang
bersangkutan
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Penggunaan kata "tidak menyesatkan" dimaksudkan karena meskipun pengkayaan atau penambahan
vitamin, mineral atau zat gizi benar dilakukan pada saat pengolahan, tetapi pencantuman pernyataan atas
pengkayaan tersebut masih mungkin tetap dapat menyesatkan misalnya dalam hal untuk jenis pangan yang
bersangkutan karena pola pengkomsumsiannya, pengkayaan tersebut tidak membawa manfaat apapun bagi
konsumen kecuali manfaat komersial yang diperoleh produsen.
Pasal 22
Ayat (1)
Pencantuman nama golongan Bahan Tambahan Pangan diperlukan agar setiap orang yang
mengkonsumsi pangan secara jelas dapat mengetahui jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan yang
dipergunakan.
Ayat (2)
Kewajiban untuk mencantumkan nomor kode internasional memudahkan bagi setiap orang yang
memproduksi ataupun mengkonsumsi pangan tertentu sekaligus memudahkan pengawasannya.
Ayat (3)

Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Yang dimaksudkan dengan berat bersih setelah dikurangi medium cair adalah berat bersih pangan dalam
keadaan tidak dicampuri air (berat setelah ditiris).
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)

Ketentuan ini dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh informasi tentang produsen asal
maupun importir pangan yang bersangkutan di Indonesia.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh informasi yang lengkap, yaitu baik
importir maupun distributor pangan yang bersangkutan.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Meskipun keterangan yang digunakan adalah kata "baik digunakan sebelum", namun hal ini tidak
mengurangi makna ketentuan yang menyatakan tentang larangan memperdagangkan pangan yang
melampui saat kadaluwarsanya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Nomor Pendaftaran Pangan adalah nomor yang diberikan bagi pangan olahan yang dimaksud dalam
ketentuan ini dalam rangka peredaran pangan.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "riwayat produksi" adalah penjelasan mengenai waktu produksi atau
rangkaian mata rantai produksi.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a

Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan jumlah keseluruhan hanya berlaku untuk kalori, lemak dan karbohidrat. Untuk kalori
artinya kalori total yang berasal dari lemak, protein dan karbohidrat. Untuk lemak artinya lemak total,
sedangkan untuk karbohidrat artinya karbohidrat total.
Ayat (3)
Angka kecukupan gizi atau dikenal dengan istilah Recomended Dietary Allowance of Nutrients
merupakan pengertian di bidang gizi yang dianut di Indonesia, yang mendasarkan perhitungannya
sesuai dengan pola konsumsi pangan dan kebutuhan gizi manusia Indonesia sendiri, yang dalam
hal ini tidak sama dengan yang berlaku di negara-negara lain karena adanya perbedaan geografis,
pola makan, dan lain-lain.
Pasal 33
Ayat (1)
Ayat ini melarang pencantuman pernyataan pada label pangan bahwa sesuatu pangan merupakan
sumber sesuatu zat gizi tertentu, kecuali bila jumlah zat gizi dalam pangan tersebut sekurangkurangnya 10% dari jumlah zat gizi harian yang dianjurkan dalam satu takaran saji. Ketentuan
mengenai jumlah minimal dari suatu zat gizi yang diijinkan diatur di dalam Standar Nasional
Indonesia (SNI). Dalam hal belum ada pengaturannya maka Menteri Kesehatan berwenang untuk
menetapkan kadar minimal yang wajib dipenuhi dalam produksi pangan tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dengan ketentuan ini tulisan PANGAN IRADIASI tidak perlu dicantumkan pada produk tersebut,
melainkan cukup dengan keterangan pada bahan yang digunakan itu saja bahwa bahan yang
digunakan tersebut telah mengalami perlakuan diiradiasi.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)

Dengan ketentuan ini tulisan PANGAN REKAYASA GENETIKA tidak perlu dicantumkan pada
produk tersebut, melainkan cukup dengan keterangan pada bahan yang digunakan itu saja bahwa
bahan yang digunakan tersebut merupakan pangan hasil rekayasa genetika.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Pencantuman keterangan tentang tata cara penyiapan dan atau penggunaan pangan olahan perlu
dilakukan secara jelas dan mudah dimengerti, khususnya mengenai tata urutannya, agar pangan
yang bersangkutan dapat dikonsumsi sesuai dengan tujuannya, serta untuk menghindari adanya
kesalahan dalam penyiapannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 40
Informasi tentang cara penyimpanan sangat diperlukan bagi konsumen, karena kekeliruan pada cara
penyimpanan dapat mempercepat penurunan mutu pangan atau membuat pangan tertentu tersebut cepat
rusak, misalnya untuk pangan yang harus disimpan di tempat yang sejuk akan mengalami penurunan mutu
apabila tidak disimpan di dalam lemari es, atau tidak disimpan di tempat yang sejuk.
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)

Cukup jelas
Ayat (2)
Peraturan pelaksanaan tersebut, antara lain mengatur tentang hal-hal sebagai berikut :
1. Pangan yang mengandung bahan tambahan pangan golongan anti oksidan, pemanis buatan,
pengawet, pewarna dan penguat rasa harus dicantumkan pula nama bahan tambahan pangan, dan
nomor indek khusus untuk pewarna;
2. Peringatan misalnya konsumsi berlebihan mempunyai efek laksatif; untuk pemanis buatan aspartam
mencantumkan peringatan Fenilketonurik : mengandung fenilalanin; pada label sediaan pemanis
buatan dan pangan yang mengandung pemanis buatan mencantumkan tulisan yang menyatakan
bahwa pangan tersebut untuk penderita diabetes dan atau orang yang membutuhkan pangan yang
berkalori rendah;
3. Untuk sediaan pemanis buatan kesetaraan kemanisan dibandingkan dengan gula;
4. Tulisan mengandung gula dan pemanis buatan, jika pangan tersebut selain mengandung pemanis
buatan juga mengandung gula.
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud "produk pangan lainnya" adalah produk pangan yang diperdagangkan dengan
merek dagang. Larangan mendiskreditkan produk lain bertujuan agar konsumen mempunyai
kebebasan memilih berdasarkan pengetahuannya sendiri terhadap suatu produk pangan tanpa
dipengaruhi oleh iklan yang bersifat mendiskreditkan produk lain sejenis.
Ayat (2)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari adanya pengeksploitasian anak dalam iklan pangan,
khususnya yang semata-mata menampilkan anak-anak di bawah lima tahun namun bukan untuk
pangan yang khusus anak-anak kelompok usia tersebut.
Dalam konteks iklan pangan tersebut, dapat saja menampilkan anak-anak berusia di bawah lima
tahun, namun ditampilkan dalam suatu konteks yang lebih luas, misalnya bersama keluarga.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah meluasnya konsumsi pangan olahan tertentu yang
mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi, misalnya monosodium glutamat (MSG), gula,
lemak atau karbohidrat, yang dapat membahayakan atau mengganggu pertumbuhan dan atau
perkembangan anak-anak.
Ayat (4)
Persetujuan Menteri Kesehatan yang dimaksud dalam ayat ini hanya merupakan persetujuan bagi
materi iklan, agar dapat lebih terseleksi mengenai penyebarluasan informasi mengenai pangan yang
diperuntukkan bagi bayi, dan semata-mata dilakukan untuk lebih meningkatkan penggunaan Air
Susu Ibu.
Yang dimaksud dengan pangan yang diperuntukkan bagi bayi adalah susu bayi, namun tidak
termasuk makanan pendamping ASI seperti bubur bayi.
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pangan yang diperlukan bagi bayi dalam ketentuan ini adalah makanan
pendamping ASI seperti bubur bayi, namun tidak termasuk pangan pengganti Air Susu Ibu yang
lazim disebut susu formula bayi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas

Pasal 53
Pangan berbeda dengan obat dan masing-masing mempunyai karakter yang spesifik, yaitu pangan tidak
menyembuhkan sedangkan obat untuk penyembuhan. Pangan tidak dapat berfungsi sebagai obat, sehingga
mengiklankan pangan sebagai obat merupakan perbuatan yang menipu konsumen.
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol (C2H5OH)
yang dapat diperdagangkan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 59
Kewenangan pengawasan yang dilakukan oleh Menteri Kesehatan sebagaimana diatur dalam ketentuan ini
adalah dalam hal mengawasi kesesuaian atau pemenuhan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah dengan
keterangan atau pernyataan dalam Label dan Iklan yang beredar di masyarakat.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)

Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Huruf a
Pengecualian ini dimaksudkan hanya bagi produk pangan yang kemasannya terlalu kecil, sehingga
secara teknis sulit memuat seluruh keterangan yang diwajibkan sebagaimana berlaku bagi produk
pangan lainnya, yang lazimnya oleh pihak yang memproduksi pangan yang bersangkutan, pangan
tersebut dimasukkan ke dalam kemasan yang lebih besar yang memungkinkan untuk memuat
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini.
Selain itu, dalam produk pangan yang dikemas dalam bentuk yang sangat kecil tersebut tetap perlu
dimuat nama dan alamat pihak yang memproduksinya.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan pangan dalam jumlah besar (curah) adalah pangan yang dikemas dalam
wadah, sehingga volume bersih pangan yang bersangkutan lebih dari 500 liter atau berat bersih
pangan yang bersangkutan lebih dari 500 kilogram.
Pasal 64
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3867