PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR ALAM PACITAN.
PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING
DI SEKOLAH DASAR ALAM PACITAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Mayangarum Puspa Dewi
NIM 07104244008
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
APRIL 2014
i
ii
iii
iv
MOTTO
“Orang lain mungkin ada untuk membantu kita, menolong kita, membimbing kita
melangkah di jalan kita. Tapi pelajaran yang dipelajari selalu milik kita”
(Melody Beattie)
v
PERSEMBAHAN
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia yang tiada
terhingga. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Karya ini kupersembahkan kepada ;
Ibu dan Bapak, terima kasih atas
Doa, kasih sayang, dan dukungan yang
diberikan selama ini
vi
PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR
ALAM PACITAN
Oleh
Mayangarum Puspa Dewi
NIM 07104244008
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pelaksanaan bimbingan dan
konseling di SD Alam Pacitan; (2) faktor Pendukung dan Penghambat dalam
Pelaksanaan bimbingan dan konseling di SD Alam Pacitan; dan (3) upaya yang
dilakukan SD Alam Pacitan untuk meminimalisir faktor penghambat dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling.
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey dengan pendekatan kualitatif.
Subjek dalam penelitian ini adalah lima orang yang terdiri dari satu kepala
sekolah, dua guru kelas, dan dua siswa SD Alam Pacitan. Instrumen yang
digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data
dilakukan dengan menggunakan data collection, data reduction, data display, dan
conclucions. Teknik keabsahan data dilakukan dengan cara triangulasi,
perpanjangan pengamatan dan peningkatan ketekunan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling di SD Alam Pacitan secara formal memang belum ada tetapi sudah
terintegrasi yang meliputi: bimbingan belajar, bimbingan sosial, bimbingan
pribadi, dan bimbingan karir; (2) faktor pendukung pelaksanaan bimbingan dan
konseling di SD Alam Pacitan meliputi: siswa diberikan kebebasan dalam
mengemukakan pendapat dan ide-idenya, adanya layanan prima yang dilakukan
pihak sekolah agar siswa merasa nyaman, adanya diskusi dengan sesama guru dan
kepala sekolah, adanya hubungan yang terjalin dengan akrab seluruh elemen
sekolah, adanya sarana dan prasarana yang cukup memadai. Faktor penghambat
pelaksanaan bimbingan dan konseling di SD Alam Pacitan yaitu belum
mempunyai guru yang kompeten dalam bidang bimbingan bimbingan dan
konseling dan ada beberapa orangtua yang kurang tanggap terhadap anaknya, (3)
upaya yang telah dilakukan SD Alam Pacitan untuk membantu memecahkan
masalah pada peserta didik, cara pelaksanaan bimbingan oleh guru/wali kelas
dilakukan dengan menciptakan iklim sosio-emosional kelas yang kondusif bagi
belajar peserta didik, memahami karakteristik peserta didik yang unik dan
beragam, menandai peserta didik yang diduga bermasalah, membantu peserta
didik yang mengalami kesulitan belajar melalui program remedial teaching.
Kata Kunci: Bimbingan dan Konseling di SD
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum,wr,wb.
Puji dan syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dasar Alam Pacitan”.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan di
bidang studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, saya menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat:
1.
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.
2.
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah mengijinkan penulis untuk
melakukan penelitian skripsi ini.
3.
Ketua Jurusan Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas
Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan bantuan kepada saya.
4.
Dr. Muhammad Nur Wangid, M.Si dan Sugiyatno, M. Pd sebagai dosen
pembimbing dalam penulisan skripsi ini, yang dengan kesabaran, kearifan,
dan bijaksana telah memberikan bimbingan, arahan, serta dorongan yang
tidak henti-hentinya di sela-sela kesibukannya sehingga skripsi ini bisa
terselesaikan
viii
ix
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ...............................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS.............................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................
iv
MOTTO…………….................................................................................
v
PERSEMBAHAN.....................................................................................
vi
ABSTRAK.................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR..............................................................................
viii
DAFTAR ISI ............................................................................................
x
DAFTAR TABEL……………………………………...………..……..
xiv
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
xvi
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………….……...
1
A. Latar Belakang Masalah………………….……….……….…..
1
B. Identifikasi Masalah………………………......…………….….
7
C. Pembatasan Masalah………………………………………..….
7
D. Perumusan Masalah………………….….……………………..
8
E. Tujuan Penelitian……………………………………………….
8
F. Manfaat Penelitian……………………………………..……….
8
BAB II. KAJIAN TEORI…………………………………………….…
10
A. Tujuan tentang Bimbingan dan Konseling
Komprehensif..............................................................................
10
1. Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif..……....
10
2. Komponen Program Bimbingan dan Konseling
Komprehensif..........................................................................
x
13
3. Strategi Pelaksanaan Program dan Bimbingan dan
Konseling Komprehensif…………………………..………..
19
B. Program Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar (SD………
28
1. Pengertian Program Bimbingan Konseling di SD...............
28
2. Tujuan Program Bimbingan Konseling di SD……..……..
28
3. Program Bimbingan Konseling di SD…………….………
30
4. Personil Pelaksana Pelayanan Bimbingan dan Konseling
di SD…………..…………………………..………………
34
C. Karakteristik siswa…………………………………………..
36
D. Pertanyaan penelitian………………………………………..
37
BAB III. METODE PENELITIAN………………..…………………
38
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian………………………..…....
38
B. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………….….
38
C. Subjek Penelitian…………………………………………….
39
D. Teknik Pengumpulan Data…………………………………..
40
E. Instrument Penelitian………………………………………..
41
F. Sumber Data…………………………………………………
45
G. Teknik Analisis Data………………………………………..
46
H. Teknik Keabsahan Data……………………………………..
48
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………..
50
A. Hasil Penelitian……………………………………..………
50
1. Deskripsi Seting Penelitian……………………..………..
50
a. Visi, Misi dan Tujuan SD Alam Pacitan………..…….
50
b. Kesiswaan SD Alam Pacitan…………………..………
52
c. Tenaga Pendidik SD Alam Pacitan……………………
53
d. Tenaga Kependidikan…………………………………
53
e. Sarana dan Prasarana Kesiswaan SD Alam Pacitan
………………………………………………………...
xi
54
f. Penggunaan Bahasa Inggris dalam Kegiatan Belajar
Mengajar…………………….……………………..….
55
g. Program Kerja SD Alam Pacitan………………..…….
56
h. Kegiatan Pengembangan……………….……………..
57
i. Kurikulum SD Alam Pacitan…………………….……
60
j. Kenaikan Kelas dan Kelulusan……………...………...
70
2. Deskripsi Subjek penelitian……………………………..……
73
a. Subjek BN…………………………………………….
74
b. Subjek MW………………………………………..…..
75
c. Subjek RA……………………………………………..
76
d. Subjek DN……………………………………….…….
77
e. Subjek GT……………………………………………..
78
3. Reduksi Data Penelitian……………………..…………….…
79
a. Subjek BN…………………………………………….
79
b. Subjek MW…………………………………………...
81
c. Subjek RA……………………………………………..
83
d. Subjek DN……………………………………………..
85
e. Subjek GT……………………………………………..
86
4. Display Data Penelitian………………………………………
87
a. Perencanaan Bimbingan dan Konseling SD Alam
Pacitan…………………………………………………...
87
b. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SD Alam
Pacitan……………………………………………………
90
c. Evaluasi Bimbingan dan Konseling di SD Alam
Pacitan……………………………………………………
102
d. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling di SD Alam
Pacitan……………………………………………………
xii
104
e. Upaya yang Dilakukan SD Alam Pacitan untuk
Meminimalisir Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling……..........................................
5. Verifikasi Hasil Data……………………………………..…
107
108
a. Subjek BN……………………………………………..
108
b. Subjek MW……………………………………………
108
c. Subjek RA…………………………………………..…
109
d. Subjek DN………………………………………..……
110
e. Subjek GT………………………………………..……
110
B. Pembahasan………………………………………………
110
1. Perencanaan Bimbingan dan Konseling di SD Alam
Pacitan…………………………………………………
110
2. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SD Alam
Pacitan…………………………………………………
111
3. Evaluasi Bimbingan dan Konseling di SD Alam
Pacitan…………………………………………………
116
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling di SD Alam
Pacitan…………………………………………………
117
5. Upaya yang dilakukan SD Alam Pacitan untuk
Memperkecil Faktor Penghambat dan Pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling………………………………
119
C. Keterbatasan Penelitian…………………………………
120
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………
122
A.
Kesimpulan………………….…………………….……...
122
B.
Saran………………………………………………..…….
125
DAFTAR PUSTAKA…………………………………....……………
126
LAMPIRAN…………………………………………………………...
128
xiii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Kisi-Kisi Pedoman Observasi Program Bimbingan
Konseling……………………………………………….….....
Tabel 2. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Program Bimbingan
Konseling…................................................................................
Tabel 3. Kisi-Kisi Dokumentasi Program Bimbingan
Konseling…………………………………………………..…
Tabel 4. Profil Informan Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia,
Tingkat Pendidikan dan Status Jabatan………….……………
xiv
43
44
45
74
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Analisis kualitatif model interaktif………………..………
xv
49
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Pedoman dokumentasi…………………………..……
129
Lampiran 2. Pedoman observasi…………………………………...
130
Lampiran 3. Pedoman wawancara…………………………………
131
Lampiran 4. Transkrip wawancara………………………………...
132
Lampiran 5. Foto dokumentasi ……………………………………
144
Lampiran 6. Buku bimbingan ………………………………………..
148
Lampiran 7. Buku konsultasi ………………………………….……..
151
Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian…………………………………….
161
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Global Competitiveness Report Tahun 2010/2011, kualitas
pendidikan di Indonesia saat ini masih memprihatinkan, hal ini bisa diketahui
dengan melihat tingkat persaingan global suatu negara dari kualitas pendidikan
tingginya, Indonesia di peringkat ke-44 dari 139 negara, yaitu dibawah Singapura
(3), Malaysia (26), Cina (27),Thailand (38), serta Brunei Darrusalam (28) (Klaus
Schwab, 2012: 16). Data tersebut menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia
perlu ditingkatkan, agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Data tersebut
menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan, agar dapat
bersaing dengan negara-negara lain. Djohar (2006: 3) menambahkan bahwa
pendidikan di Indonesia menghadapi tantangan baik substansi maupun
penyelenggaraannya serta tantangan ke dalam maupun ke luar. Tantangan
substansi lebih terarah kepada mutu pendidikan, sedangkan tantangan tantangan
penyelenggaraan lebih terarah kepada praksis pendidikan dan penyelenggaraan
sistem pendidikan guru di Indonesia. Hal ini dapat terpenuhi melalui
pembentukan sumber daya manusianya.
Pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dan tidak bisa
dipisahkan dalam proses penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.
Hal ini sebagaimana dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 1 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang mendefinisikan pendidikan sebagai berikut:
1
“Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sementara tujuan pendidikan
nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Hal ini berarti pemerintah harus berusaha semaksimal mungkin dalam
membenahi berbagai hal, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas di bidang
pendidikan. Untuk mencapai sumber daya manusia yang berkualitas pendidikan di
Indonesia tidak hanya memprioritaskan perkembangan aspek kognitif atau
pengetahuan peserta didik, namun juga tetapi perkembangan individu sebagai
pribadi yang unik secara utuh. Oleh karena setiap satuan pendidikan harus
memberikan layanan yang dapat memfasilitasi perkembangan pribadi siswa secara
optimal berupa bimbingan dan konseling (BK).
BK adalah salah satu komponen sekolah yang bertugas membantu
menyelesaikan masalah yang dihadapi komponen sekolah yang lain. Khususnya
para siswa atau anak didik baik permasalahan pribadi, keluarga maupun sosial
masyarakat sehingga tercapai tujuan pendidikan. Hal ini berarti program layanan
bimbingan dan konseling memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu
siswa mencapai tujuan pendidikan di sekolah diantarnya sekolah dasar (SD).
Secara formal kedudukan BK dalam sistem pendidikan di Indonesia terdapat
dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
sedangkan hal–hal yang berhubungan dengan pendidikan dasar dimana sekolah
dasar ada didalamnya dibicarakan secara khusus dalam PP No. 28/1999 tentang
2
pendidikan dasar bab X. Pada pasal 25 ayat I, dalam PP tersebut dikatakan bahwa
1) bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka
upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan,
2) bimbingan diberikan oleh guru pembimbing.
Keberadaan bimbingan dalam pendidikan di SD terkait erat dengan sistem
pendidikan dasar 9 Tahun. Sistem pendidikan dasar 9 tahun membawa
konsekuensi kepada wajib belajar sampai dengan usia SMP, dan untuk SD
mempunyai kewajiban menyiapkan para lulusannya untuk memasuki pendidikan
tingkat lanjutan. SD tidak hanya mengantarkan siswanya tamat belajar, melainkan
harus membantu siswa mengembangkan kesiapan baik dari segi akademik, sosial,
maupun pribadi untuk memasuki proses pendidikan di SMP (Sunaryo Kartadinata,
dkk, 2002: 9). Apalagi adanya penggantian kurikulum 2006 dengan kurikulum
2013 menjadikan guru pembimbing harus membuat komitmen teguh untuk
mempersiapkan diri dalam melaksanakan tugas profesi bimbingan dan konseling.
Dalam Kurikulum 2013 memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan dan minat. Atas dasar prinsip perbedaan
kemampuan, kurikulum 2013 kepada peserta didik untuk memiliki tingkat
penguasaan di atas standar yang telah ditentukan (dalam sikap, keterampilan dan
pengetahuan), beragam program sesuai dengan minat peserta didik, dan beragam
pengalaman belajar yang sesuai dengan kemampuan awal dan minat peserta
didik. Pelayanan BK di SD dilakukan oleh guru kelas untuk membantu siswa
menanamkan minat belajar, mengatasi masalah minat belajar dan menangani
kesulitan belajar secara antisipatif (preemptive). Secara khusus tujuan pelayanan
3
arah peminatan kelompok mata pelajaran dan mata pelajaran yaitu mengarahkan
siswa SD untuk memahami bahwa pendidikan di SD merupakan pendidikan wajib
yang harus dikuti oleh seluruh warga negara Indonesia dan setamatnya dari SD
harus dilanjutkan ke studi di SMP, dan oleh karenanya siswa perlu belajar dengan
sungguh-sungguh dan meminati semua mata pelajaran (Kemendikbud, 2013).
Di SD pada umumnya belum ditugaskan Guru BK atau Konselor secara
khusus, sehingga pelayanan BK di SD pada umumnya dilaksanakan oleh Guru
Kelas. Dalam hal ini guru kelas SD dan khususnya guru Kelas VI SD adalah
pelaksana pelayanan arah peminatan tingkat pertama bagi siswa SD, yang akan
tamat SD terutama kelas VI dan melanjutkan pelajarannya ke SMP. Guru kelas VI
SD dapat bekerja sama dengan Guru BK atau Konselor SMP atau SMA atau SMK
yang terdekat dalam pelayanan alih tangan kasus.
Kenyataannya guru kelas mengalami kesulitan dalam menanamkan minat
belajar, mengatasi masalah minat belajar dan menangani kesulitan belajar pada
siswa. Guru cenderung hanya mengajarkan materi sesuai dengan target kurikulum
pada semua mata pelajaran. Selain itu, belum adanya guru pembimbing yang
berlatar pendidikan bimbingan konseling di SD karena pada umumnya lulusan
PGSD, sehingga menjadikan proses bimbingan dan konseling masih dijalankan
dengan apa adanya dan hanya sebatas menunggu permasalahan yang muncul. Hal
ini tentunya menjadikan pelaksanaan bimbingan dan konseling menjadi belum
optimal (Mungin Eddy Wibowo, 2013: 11).
Pentingnya BK di sekolah dasar ini juga didasari atas banyaknya kasus
kenakalan dan kriminalitas yang dilakukan oleh anak–anak sekolah dasar serta
4
permasalahan–permasalahan yang menimpa mereka mengakibatkan terhambatnya
perkembangan mereka, baik dalam akademis, pribadi maupun hubungan sosial.
Seperti kasus yang dikisahkan oleh seorang guru di salah satu sekolah dasar
negeri di Surabaya bagian selatan ada salah seorang siswinya yang tidak mau
mengerjakan satupun soal ujian akhir nasional karna merasa sedih ayahnya mau
menikah lagi dengan wanita lain dan ingin menceraikan ibunya, kasus lain
mengisahkan tentang siswa sekolah dasar kelas VI diwilayah Bali yang tega
memperkosa adik kandungnya sendiri kelas I sekolah dasar yang berumur 7 tahun
karena melihat tayangan berita kriminal perkosaan di salah satu TV swasta lain
lagi kasus yang menimpa siswa salah satu sekolah dasar negeri di kelurahan
Wiyung Surabaya yang mengalami retak tulang kaki karena mempraktikan adegan
di satu acara yang ditayangkan oleh salah satu TV swasta dengan teman
sekelasnya (Yeni dan Nursalim, 2009: 2). Adanya berbagai kasus tersebut dan
uraian sebelumnya menunjukkan bahwa di SD memerlukan pelaksanaan BK
secara optimal baik dari bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan
belajar dan bimbingan karir.
SD Alam Pacitan merupakan salah satu sekolah dasar yang menggunakan
konsep alam sebagai sumber belajar. Berdasarkan studi pendahuluan di SD Alam
Pacitan melalui hasil wawancara dengan kepala sekolah menunjukkan bahwa di
SD tersebut belum ada guru kelas yang berkompetensi dalam bidang bimbingan
dan konseling.
Dari hasil observasi / pra survey awal bahwa di SD Alam Pacitan belum
terdapat guru BK. Kondisi siswa di SD Alam Pacitan bahwa beberapa siswa
5
kurang memiliki minat belajar yang mengakibatkan siswa tersebut berperilaku
mencontek pada saat ulangan dan beberapa siswa sudah mengenal pacaran.
Kondisi pelaksanaan kegiatan bimbingan dan layanan di SD Alam Pacitan belum
tertulis tetapi sudah terintegrasi dengan adanya buku penghubung antara guru
dengan murid dan buku konsultasi yang diperuntukkan bagi guru dengan orang
tua. Pelaksanaan bimbingan belajar yang telah dilaksanakan di SD Alam Pacitan
berupa penambahan jam pelajaran bagi siswa kelas VI dan kelas lainnya untuk
memperdalam materi.
Berdasarkan paparan di atas, peneliti menganggap penting untuk meneliti
lebih lanjut mengenai pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah dasar. Hal
ini dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dasar, guru pembimbing
dihadapkan pada target semua mata pelajaran serta dihadapkan pada sejumlah
karakteristik siswa yang beraneka ragam. Keanekaragaman karakteristik tersebut
akan menimbulkan beberapa kemungkinan perbedaan kamampuan setiap siswa
dalam menempuh kegiatan belajar. Guru pembimbing sebagai salah satu pihak
yang bertanggung jawab dalam kegiatan belajar siswa di sekolah dasar harus
mampu melaksanakan bimbingan dan konseling guna menemukan solusi yang
tepat untuk mengatasi permasalahan belajar yang dihadapi siswa.
Dengan adanya permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti
lebih lanjut dengan judul “Pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar
Alam Pacitan”.
B. Identifikasi Masalah
6
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka dapat diidentifikasikan
masalah sebagai berikut:
1. Banyaknya kasus kenakalan yang dilakukan oleh anak sekolah dasar serta
permasalahan-permasalahan
yang
menimpa
siswa
mengakibatkan
terhambatnya perkembangan siswa, baik dalam akademis, pribadi maupun
hubungan sosial.
2. Guru kelas mengalami kesulitan dalam menanamkan minat belajar, mengatasi
masalah minat belajar dan menangani kesulitan belajar pada siswa.
3. Belum adanya guru BK di SD Alam Pacitan.
4. Terdapat siswa yang belum memiliki minat belajar sehingga berperilaku
mencontek.
5. Terdapat siswa yang sudah mengenal konsep pacaran dan ada yang sudah
berpacaran di sekolah dasar.
6. Guru kelas cenderung hanya mengajarkan materi sesuai dengan target
kurikulum pada semua mata pelajaran, sehingga proses bimbingan dan
konseling masih dijalankan dengan apa adanya dan hanya sebatas menunggu
permasalahan yang muncul.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan
latar
belakang
dan
identifikasi
masalah
yang
telah
dikemukakan di atas, maka penelitian ini dibatasi pada pelaksanaan bimbingan
dan konseling di SD Alam Pacitan.
7
D. Fokus Masalah
Dari batasan masalah yang ada dapat diambil rumusan masalah yaitu
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan bimbingan dan konseling di SD Alam Pacitan?
2. Apakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling di SD Alam Pacitan?
3. Bagaimanakah upaya yang dilakukan SD Alam Pacitan untuk meminimalisir
faktor penghambat dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui pelaksanaan bimbingan dan konseling di SD Alam Pacitan, faktor
pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di SD
Alam Pacitan, dan upaya yang dilakukan SD Alam Pacitan untuk meminimalisir
faktor penghambat dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a.
Hasil penelitian dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan khususnya
pada ruang lingkup psikologi pendidikan dan bimbingan tentang psikologi
anak yang berkaitan dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling.
8
b.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dan bahan
pertimbangan pada penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a.
Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, sehingga hasil penelitian
ini dapat menjadi masukan dan evaluasi untuk proses pendidikan
selanjutnya agar pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah lebih
optimal.
b.
Bagi peneliti, sebagai pengalaman lapangan dalam menerapkan ilmu
bimbingan dan konseling.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan tentang Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Bimbingan dan konseling komprehensif atau yang disebut dengan
bimbingan dan konseling perkembangan (karena mengharap semua aspek
kehidupan peserta didik) merupakan orientasi baru dalam kegiatan layanan
bimbingan dan konseling yang didasari fungsi pengembangan.
1. Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Program bimbingan konseling komprehensif didasarkan pada 4
bidang yaitu kurikulum bimbingan, layanan responsif, perencanaan
individual, dan dukungan sistem. Keempat bidang ini mengarah ke
personal/social
development,
academic
developmet,
dan
karier
development yang arahkanya kepada student achievement and success
(Cobia & Henderson, 2009:61). Menurut Bowers & Hatch (Fathur
Rahman, 2009:3) menyatakan bahwa program bimbingan dan konseling
sekolah tidak hanya bersifat komprehensif dalam ruang lingkup, namun
juga harus bersifat preventif dalam desain, dan bersifat pengembangan
dalam tujuan (comprehensive in scope, preventative in design and
developmental in nature).
Menyusun program bimbingan dan konseling komprehensif tidak
jauh berbeda dengan menyusun sebuah program bimbingan dan konseling
komprehensif, yaitu: 1) mendefinisikan struktur dasar bimbingan yang
10
hendak dilakukan, 2) mengidentifikasi dan mendaftar kompetensi siswa
baik dari segi area isi, level sekolah atu tingkatan kelompok, 3)
mengkonfirmasi kembali dukungan system, 4) menetapan prioritas dari
program yang akan diberikan (desain kualitatif), 5) menetapkan parameter
dan alokasi (desain kuantitatif), 6) menuliskan dan menyalurkan gambaran
dari program yang diinginkan.
Model bimbingan dan konseling Komprehensif terdapat tiga unsur
dan empat komponen. Tiga unsur tersebut meliputi isi dari program,
kerangka yang organisatoris, dan sumber daya. Isi meliputi kemampuan
siswa. Kerangka mempunyai tiga komponen struktural (definisi, asumsi,
dan dasar pemikiran) dan empat komponen program (guidance
curriculum, individual planning, responsive services, and system support).
Unsur Sumber daya menyertakan personil, anggaran dana, dan
mengimplementasikan program. Bimbingan dan konseling komprehensif
mempunyai komponen yang menyertakan aktivitas dan tanggung-jawab
dari semua yang terlibat dalam program bimbingan dan konseling
komprehensif (Cobia & Henderson, 2009:61).
Lima premis dasar yang menegaskan istilah comprehensive school
guidance and counseling yang harus dipahami sebagai kerangka kerja utuh
oleh tenaga-tenaga ahli di bidang bimbingan dan konseling karena lima
premis dasar ini adalah sebagai titik tolak untuk mengembangkan program
dan mengelola bimbingan dan konseling di sekolah. Menurut Gysbers &
11
Henderson (Fathur Rahman, 2009: 6) lima premis dasar yang menegaskan
istilah Comprehensive school guidance and counseling adalah:
a. Tujuan Bimbingan dan konseling bersifat kompatibel dengan tujuan
pendidikan. Dalam pendidikan ada standar dan kompetensi tertentu
yang harus dicapai oleh peserta didik. Oleh karena itu, segala aktivitas
dan proses dalam layanan bimbingan dan konseling harus diarahkan
pada upaya membantu peserta didik dalam pencapaian standar
kompetensi yang dimaksud.
b. Program bimbingan dan konseling bersifat pengembangan (based on
developmental approach). Meskipun seorang konselor dimungkinkan
untuk mengatasi problem dan kebutuhan psikologis yang bersifat krisis
dan klinis, pada dasarnya fokus layanan bimbingan dan konseling lebih
diarahkan pada usaha memfasilitasi pengalaman-pengalaman belajar
tertentu yang membantu peserta didik untuk tumbuh, berkembang, dan
menjadi pribadi yang mandiri.
c. Program bimbingan dan konseling melinbatkan kolaborasi antar staf
(team-building approach). Program bimbingan dan konseling yang
bersifat komprehensif bersandar pada asumsi bahwa tanggung jawab
kegiatan bimbingan dan konseling melibatkan seluruh personalia yang
ada di sekolah dengan sentral koordinasi dan tanggung jawab ada di
tangan konselor yang bersertifikat (certified counselors). Konselor
tidak hanya menyediakan layanan lansung untuk peserta didik, tetapi
juga bekerja konsultatif dan kolaboratif dengan tim bimbingan yang
12
lain. Staf personel sekolah (guru dan tenaga administrasi), orang tua
dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Myrick (1993: 11)
yang menjelaskan bahwa pendekatan bimbingan dan konseling harus
lebih berorientasi kepada pengembangan siswa, yang merupakan usaha
untuk mengidentifikasi keahlian dan pengalaman yang perlu dimiliki
siswa agar berhasil di sekolah.
d. Program bimbingan dan konseling dikembangkan melalui serangkaian
proses sistematis sejak dari perencanaan, desain, implementasi,
evaluasi,
dan
keberlanjutan.
Melalui
penerapan
fungsi-fungsi
manajemen tersebut diharapkan kegiatan layanan bimbingan dan
konseling dapat diselenggarakan secara tepat sasaran dan terukur.
e. Program bimbingan dan konseling ditopang oleh kepemimpinan yang
kokoh. Faktor kepemimpinan ini diharapkan dapat menjamin
akuntabilitas dan pencapaian kinerja program bimbingan dan
konseling.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui Program bimbingan
konseling komprehensif didasarkan pada 4 bidang yaitu kurikulum
bimbingan, layanan responsif, perencanaan individual, dan dukungan
sistem.
2. Komponen Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Menurut Sunaryo Kartadinata (2008: 207), program bimbingan dan
konseling mengandung empat komponen pelayanan, yaitu: a) pelayanan
dasar bimbingan; b) pelayanan responsif, c) perencanaan individual, dan
13
d) dukungan sistem. Keempat komponen program tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
a. Pelayanan Dasar
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan
kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman
terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara
sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang
sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan
sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam
pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam
menjalani kehidupannya.
Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua konseli agar
memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat,
dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain
membantu
konseli agar mereka
dapat mencapai tugas-tugas
perkembangannya. Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku
yang dikembangkan menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial, belajar
dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya membantu konseli
dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya (sebagai standar
kompetensi kemandirian) (Depdiknas, 2007: 207).
b. Pelayanan Responsif
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada
konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan
14
pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat
menimbulkan
gangguan
dalam
proses
pencapaian
tugas-tugas
perkembangan. Konseling individual, konseling krisis, konsultasi
dengan orang tua, guru, dan alih tangan kepada ahli lain adalah ragam
bantuan yang dapat dilakukan dalam pelayanan responsif.
Tujuan pelayanan responsif adalah membantu konseli agar dapat
memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya
atau membantu konseli yang mengalami hambatan, kegagalan dalam
mencapai tugas-tugas perkembangannya. Fokus pelayanan responsif
bergantung kepada masalah atau kebutuhan konseli. Masalah dan
kebutuhan konseli berkaitan dengan keinginan untuk memahami
sesuatu hal karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya
secara positif. Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk memperoleh
informasi antara lain tentang pilihan karir dan program studi, sumbersumber belajar, bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika,
pergaulan bebas. Untuk memahami kebutuhan dan masalah konseli
dapat ditempuh dengan cara asesmen dan analisis perkembangan
konseli, dengan menggunakan berbagai teknik, misalnya inventori
tugas-tugas perkembangan (ITP), angket konseli, wawancara,
observasi, sosiometri, daftar hadir konseli, leger, psikotes dan daftar
masalah konseli atau alat ungkap masalah (AUM) (Depdiknas, 2007:
208).
15
c. Perencanaan Individual
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada peserta
didik agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan
dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan
kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan
kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Pemahaman konseli secara
mendalam dengan segala karakteristiknya, penafsiran hasil asesmen,
dan penyediaan informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan
potensi yang dimiliki konseli amat diperlukan sehingga konseli mampu
memilih dan mengambil keputusan yang tepat di dalam mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk keberbakatan dan
kebutuhan khusus konseli.
Perencanaan individual bertujuan untuk membantu konseli agar
(1) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya, (2) mampu
merumuskan
tujuan,
perencanaan,
atau
pengelolaan
terhadap
perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar
maupun karir, dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan
pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya. Tujuan
perencanaan individual ini dapat juga dirumuskan sebagai upaya
memfasilitasi konseli untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola
rencana pendidikan, karir, dan pengembangan sosial-pribadi oleh
dirinya sendiri. Isi layanan perencanaan individual adalah hal-hal yang
16
menjadi kebutuhan konseli untuk memahami secara khusus tentang
perkembangan dirinya sendiri (Depdiknas, 2007: 209).
Dengan demikian meskipun perencanaan individual ditujukan
untuk memandu seluruh konseli, pelayanan yang diberikan lebih
bersifat individual karena didasarkan atas perencanaan, tujuan dan
keputusan yang ditentukan oleh masing-masing konseli. Melalui
pelayanan perencanaan individual, konseli diharapkan dapat: (1)
mempersiapkan
diri
untuk
mengikuti
pendidikanlanjutan,
merencanakan karir, dan mengembangkan kemampuan sosial- pribadi,
yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya, informasi tentang
Sekolah/Madrasah, dunia kerja, dan masyarakatnya, (b) menganalisis
kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka
pencapaian
tujuannya., (3) mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya, (4)
mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya.
Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan
pengembangan aspek akademik, karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci
cakupan fokus tersebut antara lain, mencakup pengembangan aspek (1)
akademik, meliputi memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan
pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus
atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar
sepanjang hayat; (2) karier, meliputi: mengeksplorasi peluang-peluang
karir mengeksplorasi latihan-latihan pekerjaan, memahami kebutuhan
untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (3) sosial-pribadi meliputi
17
pengembangan
konsep
diri
yang
positif
dan
pengembangan
keterampilan sosial yang efektif (Depdiknas, 2007: 210).
d. Dukungan Sistem
Ketiga komponen di atas, merupakan pemberian bimbingan dan
konseling kepada konseli secara langsung. Menurut Gysber &
Henderson (2006: 81), dukungan sistem merupakan komponen
pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja infra struktur (misalnya
Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan pengembangan kemampuan
profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung
memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran
perkembangan konseli. Program ini memberikan dukungan kepada
konselor dalam memperlancar penyelenggaraan pelayanan di atas.
Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk memperlancar
penyelenggaraan program pendidikan di sekolah/madrasah. Dukungan
sistem
ini
meliputi
aspek-aspek:
(a)
pengembangan
jejaring
(networking), (b) kegiatan manajemen, (c) riset dan pengembangan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
komponen dalam program bimbingan dan konseling komprehensif
mengandung empat komponen pelayanan, yaitu: a) pelayanan dasar
bimbingan; b) pelayanan responsif, c) perencanaan individual, dan d)
dukungan sistem.
18
3. Strategi
Pelaksanaan
Program
Bimbingan
dan
Konseling
Komprehensif
Strategi pelaksanaan program bimbingan dan konseling untuk
masing-masing komponen pelayanan menurut Sunaryo Kartadinata (2008:
224), dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Pelayanan dasar
Strategi yang dapat dilakukan pada komponen pelayanan dasar
meliputi:
1) Bimbingan Kelas
Program yang dirancang menuntut konselor untuk melakukan
kontak langsung dengan para peserta didik di kelas. Secara
terjadwal, konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada para
peserta didik. Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa diskusi
kelas atau brain storming (curah pendapat) (Depdiknas, 2008: 224).
2) Pelayanan Orientasi
Pelayanan ini merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan
peserta didik dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru, terutama lingkungan Sekolah/Madrasah, untuk
mempermudah
atau
memperiancarberperannya
mereka
di
lingkungan baru tersebut. Pelayanan orientasi ini biasanya
dilaksanakan pada awal program pelajaran baru. Materi pelayanan
orientasi di Sekolah/Madrasah biasanya niencakup organisasi
Sekolah/Madrasah, staf dan guru-guru, kurikulum, program
19
bimbingan dan konseling, program ekstrakurikuler, fasilitas atau
sarana prasarana, dan tata tertib Sekolah/ Madrasah (Depdiknas,
2008: 225).
3) Pelayanan Informasi
Menurut Depdiknas (2008: 225) yang dimaksud dengan
pelayanan informasi yaitu pemberian informasi tentang berbagai
hal yang dipandang
bermanfaat bagi peserta didik melalui
komunikasi langsung maupun
tidak langsung (melalui media
cetak maupun elektronik, seperti: buku, brosur, leaflet, majalah,
dan internet).
4) Bimbingan Kelompok
Menurut Depdiknas (2008: 225) konselor memberikan
pelayanan bimbingan kepada peserta didik melalui kelompokkelompok kecil (5 s.d. 10 orang). Topik yang didiskusikan dalam
bimbingan kelompok ini, adalah masalah yang bersifat umum
(common problem) dan tidak rahasia, seperti: cara-cara belajar
yang efektif, kiat-kiat menghadapi ujian, dan mengelola stress.
5) Pelayanan Pengumpulan Data (Aplikasi Instrumentasi)
Menurut Depdiknas (2008: 225) pelayanan pengumpulan dasar
merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi
tentang pribadi peserta didik, dan lingkungan peserta didik.
Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen,
baik tes maupun non-tes.
20
b. Pelayanan responsif
1) Konseling Individual dan Kelompok
Pemberian pelayanan konseling ini ditujukan untuk membantu
peserta didik yang mengalami kesulitan, mengalami hambatan
dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Melalui konseling,
peserta didik (konseli) dibantu untuk mengidentifikasi masalah,
penyebab masalah, penemuan alternatif pemecahan masalah, dan
pengambilan keputusan secara lebih tepat (Gysber & Henderson,
2006: 80). Konseling ini dapat dilakukan secara individual maupun
kelompok.
2) Referal (Rujukan atau Alih Tangan)
Apabila konselor merasa kurang memiliki kemampuan untuk
menangani masalah konseli, maka sebaiknya dia mereferal
atau mengalihtangankan konseli kepada pihak lain yang lebih
berwenang, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan kepolisian.
Konseli yang sebaiknya direferal adalah mereka yang memiliki
masalah, seperti depresi, tindak kejahatan (kriminalitas), kecanduan
narkoba, dan penyakit kronis. (ASCA, 2005: 42)
3) Kolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali Kelas
Konselor berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka
memperoleh informasi tentang peserta didik (seperti prestasi
belajar, kehadiran,
dan pribadinya),
21
membantu
memecahkan
masalah
peserta
didik,
dan
mengidentifikasi
aspek-aspek
bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran.
Aspek-aspek itu diantaranya: (a) menciptakan iklim sosioemosional kelas yang kondusif bagi belajar peserta didik; (b)
memahami karakteristik peserta didik yang unik dan beragam; (c)
menandai peserta didik yang diduga bermasalah; (d) membantu
peserta didik yang mengalami kesulitan belajar melalui program
remedial teaching; (e) mereferal (mengalihtangankan) peserta didik
yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru
pembimbing; (f) memberikan informasi yang up to date tentang
kaitan mata pelajaran dengan bidang kerja yang diminati peserta
didik; (g) memahami perkembangan dunia industri atau perusahaan,
sehingga dapat memberikan informasi yang luas kepada peserta
didik; tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, suasana kerja,
persyaratan kerja, dan prospek kerja); (h) menampilkan pribadi
yang matang, baik dalam aspek emosional, sosial, maupun moralspiritual (hal ini penting, karena guru merupakan "figur central"
bagi peserta didik); dan (i) memberikan informasi tentang cara-cara
mempelajari mata pelajaran yang diberikannya secara efektif.
4) Kolaborasi dengan Orang tua
Konselor perlu melakukan kerjasama dengan para orang tua
peserta didik. Kerjasama ini penting agar proses bimbingan
22
terhadap
peserta
didik
tidak
hanya
berlangsung
di
sekolah/madrasah, tetapijuga oleh orang tua di rumah. Melalui
kerjasama
ini
memungkinkan
terjadinya saling
informasi, pengertian, dan tukar pikiran antar
memberikan
konselor dan orang
tua dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik atau
memecahkan masalah yang mungkin dihadapi peserta didik.
Untuk melakukan kerjasama dengan orang tua ini, dapat
dilakukan beberapa upaya, seperti: (a) kepala sekolah/ madrasah
atau komite sekolah/madrasah mengundang para orangtua untuk
datang ke sekolah/madrasah (minimal satu semester satu kali), yang
pelaksanaannya dapat bersamaan dengan pembagian rapor, (b)
sekolah/madrasah memberikan informasi kepada orangtua (melalui
surat) tentang kemajuan belajar atau masalah peserta didik, dan (c)
orang tua diminta untuk melaporkan keadaan anaknya di rumah ke
sekolah/madrasah, terutama menyangkut kegiatan belajar dan
perilaku sehari-harinya.
5) Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar sekolah/madrasah
Yaitu berkaitan dengan upaya sekolah/madrasah untuk
menjalin kerjasama
dengan
unsur-unsur
masyarakat
yang
dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan.
Jalinan kerjasama ini seperti dengan pihak-pihak (a) instansi
pemerintah, (b) instansi swasta, (c) organisasi profesi, seperti
23
ABKIN (Asosiasi Bimbingan
ahli dalam bidang tertentu yang
dan Konseling Indonesia), (d) para
terkait, seperti psikolog, psikiater,
dan dokter, (e) MGP Musyawarah Guru Pembining), dan (f)
Depnaker (dalam rangka analisis bursa kerja/lapangan pekerjaan).
6) Konsultasi
Konselor menerima pelayanan konsultasi bagi guru, orang
tua, atau
upaya
pihak pimpinan sekolah/madrasah yang terkait dengan
membangun kesamaan persepsi dalam memberikan
bimbingan kepada para peserta didik, menciptakan lingkungan
sekolah/madrasah yang kondusif bagi perkembangan peserta didik,
melakukan referal, dan meningkatkan kualitas program bimbingan
dan konseling. (Gysber & Henderson, 2006:80).
7) Bimbingan Teman Sebaya (Peer Guidance/Peer Facilitation)
Bimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang dilakukan
oleh peserta didik terhadap peserta didik yang lainnya. Peserta didik
yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau
pembinaan oleh konselor. Peserta didik yang menjadi pembimbing
berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu peserta didik
lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik
maupun non-akademik (ASCA, 2005: 42). Di samping itu dia juga
berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor dengan cara
24
memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan, atau
masalah peserta didik yang perlu mendapat pelayanan bantuan
bimbingan atau konseling.
8) Konferensi Kasus
Yaitu kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik
dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat
memberikan
terentaskannya
keterangan,
kemudahan
permasalahan
peserta
dan
komitmen
didik
itu.
bagi
Pertemuan
konferensi kasus ini bersifat terbatas dan tertutup.
9) Kunjungan Rumah
Yaitu kegiatan untuk memperoleh data atau keterangan
tentang peserta didik tertentu yang sedang ditangani, dalam upaya
mengentaskan masalahnya, melalui kunjungan ke rumahnya.
c. Perencanaan individual
Konselor membantu peserta didik menganalisis kekuatan dan
kelemahan dirinya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh,
yaitu yang menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangan, atau
aspek-aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier. Melalui kegiatan
penilaian diri ini, peserta didik akan memiliki pemahaman,
penerimaan, dan pengarahan dirinya secara positif dan konstruktif.
25
Pelayanan perencanaan individual ini dapat dilakukan juga melalui
pelayanan penempatan (perpindahan situasi dari sekolah ke lapanagan
kerja, sekolah ke jenjang berikutnya, atau pindah ke sekolah lain),
untuk membantu peserta didik menempati posisi yang sesuai dengan
bakat dan minatnya. (ASCA, 2005: 41).
Konseli
menggunakan
informasi
tentang
pribadi,
sosial,
pendidikan dan karir yang diperolehnya untuk (a) merumuskan tujuan,
dan merencanakan kegiatan (alternatif kegiatan) yang menunjang
pengembangan dirinya, atau
kegiatan
yang
berfungsi untuk
memperbaiki kelemahan dirinya; (b) melakukan kegiatan yang sesuai
dengan tujuan atau perencanaan yang telah ditetapkan, dan (c)
mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukannya.
d. Dukungan sistem
1) Pengembangan Profesi
Konselor secara terus menerus berusaha untuk "mengupdate"
pengetahuan dan keterampilannya melalui (a) in-service
training, (b) aktif dalam organisasi profesi, (c) aktif dalam
kegiatan-kegiatan
ilmiah,
seperti
seminar
dan
workshop
(lokakarya), atau (d) melanjutkan studi ke program yang lebih
tinggi (pascasarjana). (ASCA, 2005: 43).
26
2) Manajemen Program
Program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin
akan tercipta, terselenggara, dan tercapai bila tidak memiliki suatu
system manajemen yang bermutu, dalam arti dilakukan secara
jelas, sistematis, dan terarah. Oleh karena itu, bimbingan dan
konseling harus ditempatkan sebagai bagian terpadu dari seluruh
program sekolah/madrasah dengan dukungan wajar dalam aspek
ketersediaan sumber daya manusia (konselor), maupun sarana, dan
pembiayaan.
3) Riset dan Pengembangan
Strategi: melakukan penelitian, mengikuti kegiatan profesi
dan mengikuti aktifitas peningkatan profesi serta kegiatan pada
organisasi profesi. (ASCA, 2005: 43).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi
pelaksanaan program bimbingan dan konseling komprehensif dapat
dilakukan dengan berbagai macam seperti bimbingan kelas, pelayanan
orientasi,
pelayanan
informasi,
bimbingan
kelompok,
pelayanan
pengumpulan data (Aplikasi Instrumentasi), konseling individual dan
kelompok, referal (rujukan atau alih tangan), kolaborasi dengan Guru
Mata Pelajaran atau Wali Kelas, kolaborasi dengan Orang tua, kolaborasi
dengan pihak-pihak terkait di luar sekolah/madrasah, konsultasi,
bimbingan teman sebaya (peer guidance/peer facilitation), konferensi
27
kasus, kunjungan rumah, pengembangan profesi, manajemen program, dan
riset dan pengembangan.
B. Program Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar (SD)
1. Pengertian Program Bimbingan Konseling di SD
Pengertian program bimbingan dan konseling menurut Winkel
(2004: 36) adalah suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana dan
terorganisasi
dan
terkoordinasi
selama
periode
waktu
tertentu.”
Berdasarkan pendapat Marsudi (2003: 43) program bimbingan dan
konseling adalah sederet kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan bimbinganmdan konseling. Sederet kegiatan tersebut perlu di
rencanakan sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Sementara dalam
Depdikbud (2004:19) program bimbingan dan konseling merupakan
rencana kegiatan layanan dan kegiatan pendukung yang akan dilaksanakan
pada periode tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
program bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan pelayanan
bantuan kep
DI SEKOLAH DASAR ALAM PACITAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Mayangarum Puspa Dewi
NIM 07104244008
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
APRIL 2014
i
ii
iii
iv
MOTTO
“Orang lain mungkin ada untuk membantu kita, menolong kita, membimbing kita
melangkah di jalan kita. Tapi pelajaran yang dipelajari selalu milik kita”
(Melody Beattie)
v
PERSEMBAHAN
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia yang tiada
terhingga. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Karya ini kupersembahkan kepada ;
Ibu dan Bapak, terima kasih atas
Doa, kasih sayang, dan dukungan yang
diberikan selama ini
vi
PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR
ALAM PACITAN
Oleh
Mayangarum Puspa Dewi
NIM 07104244008
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pelaksanaan bimbingan dan
konseling di SD Alam Pacitan; (2) faktor Pendukung dan Penghambat dalam
Pelaksanaan bimbingan dan konseling di SD Alam Pacitan; dan (3) upaya yang
dilakukan SD Alam Pacitan untuk meminimalisir faktor penghambat dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling.
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey dengan pendekatan kualitatif.
Subjek dalam penelitian ini adalah lima orang yang terdiri dari satu kepala
sekolah, dua guru kelas, dan dua siswa SD Alam Pacitan. Instrumen yang
digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data
dilakukan dengan menggunakan data collection, data reduction, data display, dan
conclucions. Teknik keabsahan data dilakukan dengan cara triangulasi,
perpanjangan pengamatan dan peningkatan ketekunan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling di SD Alam Pacitan secara formal memang belum ada tetapi sudah
terintegrasi yang meliputi: bimbingan belajar, bimbingan sosial, bimbingan
pribadi, dan bimbingan karir; (2) faktor pendukung pelaksanaan bimbingan dan
konseling di SD Alam Pacitan meliputi: siswa diberikan kebebasan dalam
mengemukakan pendapat dan ide-idenya, adanya layanan prima yang dilakukan
pihak sekolah agar siswa merasa nyaman, adanya diskusi dengan sesama guru dan
kepala sekolah, adanya hubungan yang terjalin dengan akrab seluruh elemen
sekolah, adanya sarana dan prasarana yang cukup memadai. Faktor penghambat
pelaksanaan bimbingan dan konseling di SD Alam Pacitan yaitu belum
mempunyai guru yang kompeten dalam bidang bimbingan bimbingan dan
konseling dan ada beberapa orangtua yang kurang tanggap terhadap anaknya, (3)
upaya yang telah dilakukan SD Alam Pacitan untuk membantu memecahkan
masalah pada peserta didik, cara pelaksanaan bimbingan oleh guru/wali kelas
dilakukan dengan menciptakan iklim sosio-emosional kelas yang kondusif bagi
belajar peserta didik, memahami karakteristik peserta didik yang unik dan
beragam, menandai peserta didik yang diduga bermasalah, membantu peserta
didik yang mengalami kesulitan belajar melalui program remedial teaching.
Kata Kunci: Bimbingan dan Konseling di SD
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum,wr,wb.
Puji dan syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dasar Alam Pacitan”.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan di
bidang studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, saya menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat:
1.
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.
2.
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah mengijinkan penulis untuk
melakukan penelitian skripsi ini.
3.
Ketua Jurusan Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas
Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan bantuan kepada saya.
4.
Dr. Muhammad Nur Wangid, M.Si dan Sugiyatno, M. Pd sebagai dosen
pembimbing dalam penulisan skripsi ini, yang dengan kesabaran, kearifan,
dan bijaksana telah memberikan bimbingan, arahan, serta dorongan yang
tidak henti-hentinya di sela-sela kesibukannya sehingga skripsi ini bisa
terselesaikan
viii
ix
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ...............................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS.............................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................
iv
MOTTO…………….................................................................................
v
PERSEMBAHAN.....................................................................................
vi
ABSTRAK.................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR..............................................................................
viii
DAFTAR ISI ............................................................................................
x
DAFTAR TABEL……………………………………...………..……..
xiv
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
xvi
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………….……...
1
A. Latar Belakang Masalah………………….……….……….…..
1
B. Identifikasi Masalah………………………......…………….….
7
C. Pembatasan Masalah………………………………………..….
7
D. Perumusan Masalah………………….….……………………..
8
E. Tujuan Penelitian……………………………………………….
8
F. Manfaat Penelitian……………………………………..……….
8
BAB II. KAJIAN TEORI…………………………………………….…
10
A. Tujuan tentang Bimbingan dan Konseling
Komprehensif..............................................................................
10
1. Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif..……....
10
2. Komponen Program Bimbingan dan Konseling
Komprehensif..........................................................................
x
13
3. Strategi Pelaksanaan Program dan Bimbingan dan
Konseling Komprehensif…………………………..………..
19
B. Program Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar (SD………
28
1. Pengertian Program Bimbingan Konseling di SD...............
28
2. Tujuan Program Bimbingan Konseling di SD……..……..
28
3. Program Bimbingan Konseling di SD…………….………
30
4. Personil Pelaksana Pelayanan Bimbingan dan Konseling
di SD…………..…………………………..………………
34
C. Karakteristik siswa…………………………………………..
36
D. Pertanyaan penelitian………………………………………..
37
BAB III. METODE PENELITIAN………………..…………………
38
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian………………………..…....
38
B. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………….….
38
C. Subjek Penelitian…………………………………………….
39
D. Teknik Pengumpulan Data…………………………………..
40
E. Instrument Penelitian………………………………………..
41
F. Sumber Data…………………………………………………
45
G. Teknik Analisis Data………………………………………..
46
H. Teknik Keabsahan Data……………………………………..
48
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………..
50
A. Hasil Penelitian……………………………………..………
50
1. Deskripsi Seting Penelitian……………………..………..
50
a. Visi, Misi dan Tujuan SD Alam Pacitan………..…….
50
b. Kesiswaan SD Alam Pacitan…………………..………
52
c. Tenaga Pendidik SD Alam Pacitan……………………
53
d. Tenaga Kependidikan…………………………………
53
e. Sarana dan Prasarana Kesiswaan SD Alam Pacitan
………………………………………………………...
xi
54
f. Penggunaan Bahasa Inggris dalam Kegiatan Belajar
Mengajar…………………….……………………..….
55
g. Program Kerja SD Alam Pacitan………………..…….
56
h. Kegiatan Pengembangan……………….……………..
57
i. Kurikulum SD Alam Pacitan…………………….……
60
j. Kenaikan Kelas dan Kelulusan……………...………...
70
2. Deskripsi Subjek penelitian……………………………..……
73
a. Subjek BN…………………………………………….
74
b. Subjek MW………………………………………..…..
75
c. Subjek RA……………………………………………..
76
d. Subjek DN……………………………………….…….
77
e. Subjek GT……………………………………………..
78
3. Reduksi Data Penelitian……………………..…………….…
79
a. Subjek BN…………………………………………….
79
b. Subjek MW…………………………………………...
81
c. Subjek RA……………………………………………..
83
d. Subjek DN……………………………………………..
85
e. Subjek GT……………………………………………..
86
4. Display Data Penelitian………………………………………
87
a. Perencanaan Bimbingan dan Konseling SD Alam
Pacitan…………………………………………………...
87
b. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SD Alam
Pacitan……………………………………………………
90
c. Evaluasi Bimbingan dan Konseling di SD Alam
Pacitan……………………………………………………
102
d. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling di SD Alam
Pacitan……………………………………………………
xii
104
e. Upaya yang Dilakukan SD Alam Pacitan untuk
Meminimalisir Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling……..........................................
5. Verifikasi Hasil Data……………………………………..…
107
108
a. Subjek BN……………………………………………..
108
b. Subjek MW……………………………………………
108
c. Subjek RA…………………………………………..…
109
d. Subjek DN………………………………………..……
110
e. Subjek GT………………………………………..……
110
B. Pembahasan………………………………………………
110
1. Perencanaan Bimbingan dan Konseling di SD Alam
Pacitan…………………………………………………
110
2. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SD Alam
Pacitan…………………………………………………
111
3. Evaluasi Bimbingan dan Konseling di SD Alam
Pacitan…………………………………………………
116
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling di SD Alam
Pacitan…………………………………………………
117
5. Upaya yang dilakukan SD Alam Pacitan untuk
Memperkecil Faktor Penghambat dan Pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling………………………………
119
C. Keterbatasan Penelitian…………………………………
120
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………
122
A.
Kesimpulan………………….…………………….……...
122
B.
Saran………………………………………………..…….
125
DAFTAR PUSTAKA…………………………………....……………
126
LAMPIRAN…………………………………………………………...
128
xiii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Kisi-Kisi Pedoman Observasi Program Bimbingan
Konseling……………………………………………….….....
Tabel 2. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Program Bimbingan
Konseling…................................................................................
Tabel 3. Kisi-Kisi Dokumentasi Program Bimbingan
Konseling…………………………………………………..…
Tabel 4. Profil Informan Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia,
Tingkat Pendidikan dan Status Jabatan………….……………
xiv
43
44
45
74
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Analisis kualitatif model interaktif………………..………
xv
49
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Pedoman dokumentasi…………………………..……
129
Lampiran 2. Pedoman observasi…………………………………...
130
Lampiran 3. Pedoman wawancara…………………………………
131
Lampiran 4. Transkrip wawancara………………………………...
132
Lampiran 5. Foto dokumentasi ……………………………………
144
Lampiran 6. Buku bimbingan ………………………………………..
148
Lampiran 7. Buku konsultasi ………………………………….……..
151
Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian…………………………………….
161
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Global Competitiveness Report Tahun 2010/2011, kualitas
pendidikan di Indonesia saat ini masih memprihatinkan, hal ini bisa diketahui
dengan melihat tingkat persaingan global suatu negara dari kualitas pendidikan
tingginya, Indonesia di peringkat ke-44 dari 139 negara, yaitu dibawah Singapura
(3), Malaysia (26), Cina (27),Thailand (38), serta Brunei Darrusalam (28) (Klaus
Schwab, 2012: 16). Data tersebut menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia
perlu ditingkatkan, agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Data tersebut
menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan, agar dapat
bersaing dengan negara-negara lain. Djohar (2006: 3) menambahkan bahwa
pendidikan di Indonesia menghadapi tantangan baik substansi maupun
penyelenggaraannya serta tantangan ke dalam maupun ke luar. Tantangan
substansi lebih terarah kepada mutu pendidikan, sedangkan tantangan tantangan
penyelenggaraan lebih terarah kepada praksis pendidikan dan penyelenggaraan
sistem pendidikan guru di Indonesia. Hal ini dapat terpenuhi melalui
pembentukan sumber daya manusianya.
Pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dan tidak bisa
dipisahkan dalam proses penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.
Hal ini sebagaimana dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 1 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang mendefinisikan pendidikan sebagai berikut:
1
“Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sementara tujuan pendidikan
nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Hal ini berarti pemerintah harus berusaha semaksimal mungkin dalam
membenahi berbagai hal, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas di bidang
pendidikan. Untuk mencapai sumber daya manusia yang berkualitas pendidikan di
Indonesia tidak hanya memprioritaskan perkembangan aspek kognitif atau
pengetahuan peserta didik, namun juga tetapi perkembangan individu sebagai
pribadi yang unik secara utuh. Oleh karena setiap satuan pendidikan harus
memberikan layanan yang dapat memfasilitasi perkembangan pribadi siswa secara
optimal berupa bimbingan dan konseling (BK).
BK adalah salah satu komponen sekolah yang bertugas membantu
menyelesaikan masalah yang dihadapi komponen sekolah yang lain. Khususnya
para siswa atau anak didik baik permasalahan pribadi, keluarga maupun sosial
masyarakat sehingga tercapai tujuan pendidikan. Hal ini berarti program layanan
bimbingan dan konseling memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu
siswa mencapai tujuan pendidikan di sekolah diantarnya sekolah dasar (SD).
Secara formal kedudukan BK dalam sistem pendidikan di Indonesia terdapat
dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
sedangkan hal–hal yang berhubungan dengan pendidikan dasar dimana sekolah
dasar ada didalamnya dibicarakan secara khusus dalam PP No. 28/1999 tentang
2
pendidikan dasar bab X. Pada pasal 25 ayat I, dalam PP tersebut dikatakan bahwa
1) bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka
upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan,
2) bimbingan diberikan oleh guru pembimbing.
Keberadaan bimbingan dalam pendidikan di SD terkait erat dengan sistem
pendidikan dasar 9 Tahun. Sistem pendidikan dasar 9 tahun membawa
konsekuensi kepada wajib belajar sampai dengan usia SMP, dan untuk SD
mempunyai kewajiban menyiapkan para lulusannya untuk memasuki pendidikan
tingkat lanjutan. SD tidak hanya mengantarkan siswanya tamat belajar, melainkan
harus membantu siswa mengembangkan kesiapan baik dari segi akademik, sosial,
maupun pribadi untuk memasuki proses pendidikan di SMP (Sunaryo Kartadinata,
dkk, 2002: 9). Apalagi adanya penggantian kurikulum 2006 dengan kurikulum
2013 menjadikan guru pembimbing harus membuat komitmen teguh untuk
mempersiapkan diri dalam melaksanakan tugas profesi bimbingan dan konseling.
Dalam Kurikulum 2013 memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan dan minat. Atas dasar prinsip perbedaan
kemampuan, kurikulum 2013 kepada peserta didik untuk memiliki tingkat
penguasaan di atas standar yang telah ditentukan (dalam sikap, keterampilan dan
pengetahuan), beragam program sesuai dengan minat peserta didik, dan beragam
pengalaman belajar yang sesuai dengan kemampuan awal dan minat peserta
didik. Pelayanan BK di SD dilakukan oleh guru kelas untuk membantu siswa
menanamkan minat belajar, mengatasi masalah minat belajar dan menangani
kesulitan belajar secara antisipatif (preemptive). Secara khusus tujuan pelayanan
3
arah peminatan kelompok mata pelajaran dan mata pelajaran yaitu mengarahkan
siswa SD untuk memahami bahwa pendidikan di SD merupakan pendidikan wajib
yang harus dikuti oleh seluruh warga negara Indonesia dan setamatnya dari SD
harus dilanjutkan ke studi di SMP, dan oleh karenanya siswa perlu belajar dengan
sungguh-sungguh dan meminati semua mata pelajaran (Kemendikbud, 2013).
Di SD pada umumnya belum ditugaskan Guru BK atau Konselor secara
khusus, sehingga pelayanan BK di SD pada umumnya dilaksanakan oleh Guru
Kelas. Dalam hal ini guru kelas SD dan khususnya guru Kelas VI SD adalah
pelaksana pelayanan arah peminatan tingkat pertama bagi siswa SD, yang akan
tamat SD terutama kelas VI dan melanjutkan pelajarannya ke SMP. Guru kelas VI
SD dapat bekerja sama dengan Guru BK atau Konselor SMP atau SMA atau SMK
yang terdekat dalam pelayanan alih tangan kasus.
Kenyataannya guru kelas mengalami kesulitan dalam menanamkan minat
belajar, mengatasi masalah minat belajar dan menangani kesulitan belajar pada
siswa. Guru cenderung hanya mengajarkan materi sesuai dengan target kurikulum
pada semua mata pelajaran. Selain itu, belum adanya guru pembimbing yang
berlatar pendidikan bimbingan konseling di SD karena pada umumnya lulusan
PGSD, sehingga menjadikan proses bimbingan dan konseling masih dijalankan
dengan apa adanya dan hanya sebatas menunggu permasalahan yang muncul. Hal
ini tentunya menjadikan pelaksanaan bimbingan dan konseling menjadi belum
optimal (Mungin Eddy Wibowo, 2013: 11).
Pentingnya BK di sekolah dasar ini juga didasari atas banyaknya kasus
kenakalan dan kriminalitas yang dilakukan oleh anak–anak sekolah dasar serta
4
permasalahan–permasalahan yang menimpa mereka mengakibatkan terhambatnya
perkembangan mereka, baik dalam akademis, pribadi maupun hubungan sosial.
Seperti kasus yang dikisahkan oleh seorang guru di salah satu sekolah dasar
negeri di Surabaya bagian selatan ada salah seorang siswinya yang tidak mau
mengerjakan satupun soal ujian akhir nasional karna merasa sedih ayahnya mau
menikah lagi dengan wanita lain dan ingin menceraikan ibunya, kasus lain
mengisahkan tentang siswa sekolah dasar kelas VI diwilayah Bali yang tega
memperkosa adik kandungnya sendiri kelas I sekolah dasar yang berumur 7 tahun
karena melihat tayangan berita kriminal perkosaan di salah satu TV swasta lain
lagi kasus yang menimpa siswa salah satu sekolah dasar negeri di kelurahan
Wiyung Surabaya yang mengalami retak tulang kaki karena mempraktikan adegan
di satu acara yang ditayangkan oleh salah satu TV swasta dengan teman
sekelasnya (Yeni dan Nursalim, 2009: 2). Adanya berbagai kasus tersebut dan
uraian sebelumnya menunjukkan bahwa di SD memerlukan pelaksanaan BK
secara optimal baik dari bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan
belajar dan bimbingan karir.
SD Alam Pacitan merupakan salah satu sekolah dasar yang menggunakan
konsep alam sebagai sumber belajar. Berdasarkan studi pendahuluan di SD Alam
Pacitan melalui hasil wawancara dengan kepala sekolah menunjukkan bahwa di
SD tersebut belum ada guru kelas yang berkompetensi dalam bidang bimbingan
dan konseling.
Dari hasil observasi / pra survey awal bahwa di SD Alam Pacitan belum
terdapat guru BK. Kondisi siswa di SD Alam Pacitan bahwa beberapa siswa
5
kurang memiliki minat belajar yang mengakibatkan siswa tersebut berperilaku
mencontek pada saat ulangan dan beberapa siswa sudah mengenal pacaran.
Kondisi pelaksanaan kegiatan bimbingan dan layanan di SD Alam Pacitan belum
tertulis tetapi sudah terintegrasi dengan adanya buku penghubung antara guru
dengan murid dan buku konsultasi yang diperuntukkan bagi guru dengan orang
tua. Pelaksanaan bimbingan belajar yang telah dilaksanakan di SD Alam Pacitan
berupa penambahan jam pelajaran bagi siswa kelas VI dan kelas lainnya untuk
memperdalam materi.
Berdasarkan paparan di atas, peneliti menganggap penting untuk meneliti
lebih lanjut mengenai pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah dasar. Hal
ini dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dasar, guru pembimbing
dihadapkan pada target semua mata pelajaran serta dihadapkan pada sejumlah
karakteristik siswa yang beraneka ragam. Keanekaragaman karakteristik tersebut
akan menimbulkan beberapa kemungkinan perbedaan kamampuan setiap siswa
dalam menempuh kegiatan belajar. Guru pembimbing sebagai salah satu pihak
yang bertanggung jawab dalam kegiatan belajar siswa di sekolah dasar harus
mampu melaksanakan bimbingan dan konseling guna menemukan solusi yang
tepat untuk mengatasi permasalahan belajar yang dihadapi siswa.
Dengan adanya permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti
lebih lanjut dengan judul “Pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar
Alam Pacitan”.
B. Identifikasi Masalah
6
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka dapat diidentifikasikan
masalah sebagai berikut:
1. Banyaknya kasus kenakalan yang dilakukan oleh anak sekolah dasar serta
permasalahan-permasalahan
yang
menimpa
siswa
mengakibatkan
terhambatnya perkembangan siswa, baik dalam akademis, pribadi maupun
hubungan sosial.
2. Guru kelas mengalami kesulitan dalam menanamkan minat belajar, mengatasi
masalah minat belajar dan menangani kesulitan belajar pada siswa.
3. Belum adanya guru BK di SD Alam Pacitan.
4. Terdapat siswa yang belum memiliki minat belajar sehingga berperilaku
mencontek.
5. Terdapat siswa yang sudah mengenal konsep pacaran dan ada yang sudah
berpacaran di sekolah dasar.
6. Guru kelas cenderung hanya mengajarkan materi sesuai dengan target
kurikulum pada semua mata pelajaran, sehingga proses bimbingan dan
konseling masih dijalankan dengan apa adanya dan hanya sebatas menunggu
permasalahan yang muncul.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan
latar
belakang
dan
identifikasi
masalah
yang
telah
dikemukakan di atas, maka penelitian ini dibatasi pada pelaksanaan bimbingan
dan konseling di SD Alam Pacitan.
7
D. Fokus Masalah
Dari batasan masalah yang ada dapat diambil rumusan masalah yaitu
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan bimbingan dan konseling di SD Alam Pacitan?
2. Apakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling di SD Alam Pacitan?
3. Bagaimanakah upaya yang dilakukan SD Alam Pacitan untuk meminimalisir
faktor penghambat dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui pelaksanaan bimbingan dan konseling di SD Alam Pacitan, faktor
pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di SD
Alam Pacitan, dan upaya yang dilakukan SD Alam Pacitan untuk meminimalisir
faktor penghambat dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a.
Hasil penelitian dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan khususnya
pada ruang lingkup psikologi pendidikan dan bimbingan tentang psikologi
anak yang berkaitan dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling.
8
b.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dan bahan
pertimbangan pada penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a.
Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, sehingga hasil penelitian
ini dapat menjadi masukan dan evaluasi untuk proses pendidikan
selanjutnya agar pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah lebih
optimal.
b.
Bagi peneliti, sebagai pengalaman lapangan dalam menerapkan ilmu
bimbingan dan konseling.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan tentang Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Bimbingan dan konseling komprehensif atau yang disebut dengan
bimbingan dan konseling perkembangan (karena mengharap semua aspek
kehidupan peserta didik) merupakan orientasi baru dalam kegiatan layanan
bimbingan dan konseling yang didasari fungsi pengembangan.
1. Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Program bimbingan konseling komprehensif didasarkan pada 4
bidang yaitu kurikulum bimbingan, layanan responsif, perencanaan
individual, dan dukungan sistem. Keempat bidang ini mengarah ke
personal/social
development,
academic
developmet,
dan
karier
development yang arahkanya kepada student achievement and success
(Cobia & Henderson, 2009:61). Menurut Bowers & Hatch (Fathur
Rahman, 2009:3) menyatakan bahwa program bimbingan dan konseling
sekolah tidak hanya bersifat komprehensif dalam ruang lingkup, namun
juga harus bersifat preventif dalam desain, dan bersifat pengembangan
dalam tujuan (comprehensive in scope, preventative in design and
developmental in nature).
Menyusun program bimbingan dan konseling komprehensif tidak
jauh berbeda dengan menyusun sebuah program bimbingan dan konseling
komprehensif, yaitu: 1) mendefinisikan struktur dasar bimbingan yang
10
hendak dilakukan, 2) mengidentifikasi dan mendaftar kompetensi siswa
baik dari segi area isi, level sekolah atu tingkatan kelompok, 3)
mengkonfirmasi kembali dukungan system, 4) menetapan prioritas dari
program yang akan diberikan (desain kualitatif), 5) menetapkan parameter
dan alokasi (desain kuantitatif), 6) menuliskan dan menyalurkan gambaran
dari program yang diinginkan.
Model bimbingan dan konseling Komprehensif terdapat tiga unsur
dan empat komponen. Tiga unsur tersebut meliputi isi dari program,
kerangka yang organisatoris, dan sumber daya. Isi meliputi kemampuan
siswa. Kerangka mempunyai tiga komponen struktural (definisi, asumsi,
dan dasar pemikiran) dan empat komponen program (guidance
curriculum, individual planning, responsive services, and system support).
Unsur Sumber daya menyertakan personil, anggaran dana, dan
mengimplementasikan program. Bimbingan dan konseling komprehensif
mempunyai komponen yang menyertakan aktivitas dan tanggung-jawab
dari semua yang terlibat dalam program bimbingan dan konseling
komprehensif (Cobia & Henderson, 2009:61).
Lima premis dasar yang menegaskan istilah comprehensive school
guidance and counseling yang harus dipahami sebagai kerangka kerja utuh
oleh tenaga-tenaga ahli di bidang bimbingan dan konseling karena lima
premis dasar ini adalah sebagai titik tolak untuk mengembangkan program
dan mengelola bimbingan dan konseling di sekolah. Menurut Gysbers &
11
Henderson (Fathur Rahman, 2009: 6) lima premis dasar yang menegaskan
istilah Comprehensive school guidance and counseling adalah:
a. Tujuan Bimbingan dan konseling bersifat kompatibel dengan tujuan
pendidikan. Dalam pendidikan ada standar dan kompetensi tertentu
yang harus dicapai oleh peserta didik. Oleh karena itu, segala aktivitas
dan proses dalam layanan bimbingan dan konseling harus diarahkan
pada upaya membantu peserta didik dalam pencapaian standar
kompetensi yang dimaksud.
b. Program bimbingan dan konseling bersifat pengembangan (based on
developmental approach). Meskipun seorang konselor dimungkinkan
untuk mengatasi problem dan kebutuhan psikologis yang bersifat krisis
dan klinis, pada dasarnya fokus layanan bimbingan dan konseling lebih
diarahkan pada usaha memfasilitasi pengalaman-pengalaman belajar
tertentu yang membantu peserta didik untuk tumbuh, berkembang, dan
menjadi pribadi yang mandiri.
c. Program bimbingan dan konseling melinbatkan kolaborasi antar staf
(team-building approach). Program bimbingan dan konseling yang
bersifat komprehensif bersandar pada asumsi bahwa tanggung jawab
kegiatan bimbingan dan konseling melibatkan seluruh personalia yang
ada di sekolah dengan sentral koordinasi dan tanggung jawab ada di
tangan konselor yang bersertifikat (certified counselors). Konselor
tidak hanya menyediakan layanan lansung untuk peserta didik, tetapi
juga bekerja konsultatif dan kolaboratif dengan tim bimbingan yang
12
lain. Staf personel sekolah (guru dan tenaga administrasi), orang tua
dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Myrick (1993: 11)
yang menjelaskan bahwa pendekatan bimbingan dan konseling harus
lebih berorientasi kepada pengembangan siswa, yang merupakan usaha
untuk mengidentifikasi keahlian dan pengalaman yang perlu dimiliki
siswa agar berhasil di sekolah.
d. Program bimbingan dan konseling dikembangkan melalui serangkaian
proses sistematis sejak dari perencanaan, desain, implementasi,
evaluasi,
dan
keberlanjutan.
Melalui
penerapan
fungsi-fungsi
manajemen tersebut diharapkan kegiatan layanan bimbingan dan
konseling dapat diselenggarakan secara tepat sasaran dan terukur.
e. Program bimbingan dan konseling ditopang oleh kepemimpinan yang
kokoh. Faktor kepemimpinan ini diharapkan dapat menjamin
akuntabilitas dan pencapaian kinerja program bimbingan dan
konseling.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui Program bimbingan
konseling komprehensif didasarkan pada 4 bidang yaitu kurikulum
bimbingan, layanan responsif, perencanaan individual, dan dukungan
sistem.
2. Komponen Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Menurut Sunaryo Kartadinata (2008: 207), program bimbingan dan
konseling mengandung empat komponen pelayanan, yaitu: a) pelayanan
dasar bimbingan; b) pelayanan responsif, c) perencanaan individual, dan
13
d) dukungan sistem. Keempat komponen program tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
a. Pelayanan Dasar
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan
kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman
terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara
sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang
sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan
sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam
pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam
menjalani kehidupannya.
Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua konseli agar
memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat,
dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain
membantu
konseli agar mereka
dapat mencapai tugas-tugas
perkembangannya. Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku
yang dikembangkan menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial, belajar
dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya membantu konseli
dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya (sebagai standar
kompetensi kemandirian) (Depdiknas, 2007: 207).
b. Pelayanan Responsif
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada
konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan
14
pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat
menimbulkan
gangguan
dalam
proses
pencapaian
tugas-tugas
perkembangan. Konseling individual, konseling krisis, konsultasi
dengan orang tua, guru, dan alih tangan kepada ahli lain adalah ragam
bantuan yang dapat dilakukan dalam pelayanan responsif.
Tujuan pelayanan responsif adalah membantu konseli agar dapat
memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya
atau membantu konseli yang mengalami hambatan, kegagalan dalam
mencapai tugas-tugas perkembangannya. Fokus pelayanan responsif
bergantung kepada masalah atau kebutuhan konseli. Masalah dan
kebutuhan konseli berkaitan dengan keinginan untuk memahami
sesuatu hal karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya
secara positif. Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk memperoleh
informasi antara lain tentang pilihan karir dan program studi, sumbersumber belajar, bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika,
pergaulan bebas. Untuk memahami kebutuhan dan masalah konseli
dapat ditempuh dengan cara asesmen dan analisis perkembangan
konseli, dengan menggunakan berbagai teknik, misalnya inventori
tugas-tugas perkembangan (ITP), angket konseli, wawancara,
observasi, sosiometri, daftar hadir konseli, leger, psikotes dan daftar
masalah konseli atau alat ungkap masalah (AUM) (Depdiknas, 2007:
208).
15
c. Perencanaan Individual
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada peserta
didik agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan
dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan
kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan
kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Pemahaman konseli secara
mendalam dengan segala karakteristiknya, penafsiran hasil asesmen,
dan penyediaan informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan
potensi yang dimiliki konseli amat diperlukan sehingga konseli mampu
memilih dan mengambil keputusan yang tepat di dalam mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk keberbakatan dan
kebutuhan khusus konseli.
Perencanaan individual bertujuan untuk membantu konseli agar
(1) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya, (2) mampu
merumuskan
tujuan,
perencanaan,
atau
pengelolaan
terhadap
perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar
maupun karir, dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan
pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya. Tujuan
perencanaan individual ini dapat juga dirumuskan sebagai upaya
memfasilitasi konseli untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola
rencana pendidikan, karir, dan pengembangan sosial-pribadi oleh
dirinya sendiri. Isi layanan perencanaan individual adalah hal-hal yang
16
menjadi kebutuhan konseli untuk memahami secara khusus tentang
perkembangan dirinya sendiri (Depdiknas, 2007: 209).
Dengan demikian meskipun perencanaan individual ditujukan
untuk memandu seluruh konseli, pelayanan yang diberikan lebih
bersifat individual karena didasarkan atas perencanaan, tujuan dan
keputusan yang ditentukan oleh masing-masing konseli. Melalui
pelayanan perencanaan individual, konseli diharapkan dapat: (1)
mempersiapkan
diri
untuk
mengikuti
pendidikanlanjutan,
merencanakan karir, dan mengembangkan kemampuan sosial- pribadi,
yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya, informasi tentang
Sekolah/Madrasah, dunia kerja, dan masyarakatnya, (b) menganalisis
kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka
pencapaian
tujuannya., (3) mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya, (4)
mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya.
Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan
pengembangan aspek akademik, karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci
cakupan fokus tersebut antara lain, mencakup pengembangan aspek (1)
akademik, meliputi memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan
pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus
atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar
sepanjang hayat; (2) karier, meliputi: mengeksplorasi peluang-peluang
karir mengeksplorasi latihan-latihan pekerjaan, memahami kebutuhan
untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (3) sosial-pribadi meliputi
17
pengembangan
konsep
diri
yang
positif
dan
pengembangan
keterampilan sosial yang efektif (Depdiknas, 2007: 210).
d. Dukungan Sistem
Ketiga komponen di atas, merupakan pemberian bimbingan dan
konseling kepada konseli secara langsung. Menurut Gysber &
Henderson (2006: 81), dukungan sistem merupakan komponen
pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja infra struktur (misalnya
Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan pengembangan kemampuan
profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung
memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran
perkembangan konseli. Program ini memberikan dukungan kepada
konselor dalam memperlancar penyelenggaraan pelayanan di atas.
Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk memperlancar
penyelenggaraan program pendidikan di sekolah/madrasah. Dukungan
sistem
ini
meliputi
aspek-aspek:
(a)
pengembangan
jejaring
(networking), (b) kegiatan manajemen, (c) riset dan pengembangan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
komponen dalam program bimbingan dan konseling komprehensif
mengandung empat komponen pelayanan, yaitu: a) pelayanan dasar
bimbingan; b) pelayanan responsif, c) perencanaan individual, dan d)
dukungan sistem.
18
3. Strategi
Pelaksanaan
Program
Bimbingan
dan
Konseling
Komprehensif
Strategi pelaksanaan program bimbingan dan konseling untuk
masing-masing komponen pelayanan menurut Sunaryo Kartadinata (2008:
224), dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Pelayanan dasar
Strategi yang dapat dilakukan pada komponen pelayanan dasar
meliputi:
1) Bimbingan Kelas
Program yang dirancang menuntut konselor untuk melakukan
kontak langsung dengan para peserta didik di kelas. Secara
terjadwal, konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada para
peserta didik. Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa diskusi
kelas atau brain storming (curah pendapat) (Depdiknas, 2008: 224).
2) Pelayanan Orientasi
Pelayanan ini merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan
peserta didik dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru, terutama lingkungan Sekolah/Madrasah, untuk
mempermudah
atau
memperiancarberperannya
mereka
di
lingkungan baru tersebut. Pelayanan orientasi ini biasanya
dilaksanakan pada awal program pelajaran baru. Materi pelayanan
orientasi di Sekolah/Madrasah biasanya niencakup organisasi
Sekolah/Madrasah, staf dan guru-guru, kurikulum, program
19
bimbingan dan konseling, program ekstrakurikuler, fasilitas atau
sarana prasarana, dan tata tertib Sekolah/ Madrasah (Depdiknas,
2008: 225).
3) Pelayanan Informasi
Menurut Depdiknas (2008: 225) yang dimaksud dengan
pelayanan informasi yaitu pemberian informasi tentang berbagai
hal yang dipandang
bermanfaat bagi peserta didik melalui
komunikasi langsung maupun
tidak langsung (melalui media
cetak maupun elektronik, seperti: buku, brosur, leaflet, majalah,
dan internet).
4) Bimbingan Kelompok
Menurut Depdiknas (2008: 225) konselor memberikan
pelayanan bimbingan kepada peserta didik melalui kelompokkelompok kecil (5 s.d. 10 orang). Topik yang didiskusikan dalam
bimbingan kelompok ini, adalah masalah yang bersifat umum
(common problem) dan tidak rahasia, seperti: cara-cara belajar
yang efektif, kiat-kiat menghadapi ujian, dan mengelola stress.
5) Pelayanan Pengumpulan Data (Aplikasi Instrumentasi)
Menurut Depdiknas (2008: 225) pelayanan pengumpulan dasar
merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi
tentang pribadi peserta didik, dan lingkungan peserta didik.
Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen,
baik tes maupun non-tes.
20
b. Pelayanan responsif
1) Konseling Individual dan Kelompok
Pemberian pelayanan konseling ini ditujukan untuk membantu
peserta didik yang mengalami kesulitan, mengalami hambatan
dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Melalui konseling,
peserta didik (konseli) dibantu untuk mengidentifikasi masalah,
penyebab masalah, penemuan alternatif pemecahan masalah, dan
pengambilan keputusan secara lebih tepat (Gysber & Henderson,
2006: 80). Konseling ini dapat dilakukan secara individual maupun
kelompok.
2) Referal (Rujukan atau Alih Tangan)
Apabila konselor merasa kurang memiliki kemampuan untuk
menangani masalah konseli, maka sebaiknya dia mereferal
atau mengalihtangankan konseli kepada pihak lain yang lebih
berwenang, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan kepolisian.
Konseli yang sebaiknya direferal adalah mereka yang memiliki
masalah, seperti depresi, tindak kejahatan (kriminalitas), kecanduan
narkoba, dan penyakit kronis. (ASCA, 2005: 42)
3) Kolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali Kelas
Konselor berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka
memperoleh informasi tentang peserta didik (seperti prestasi
belajar, kehadiran,
dan pribadinya),
21
membantu
memecahkan
masalah
peserta
didik,
dan
mengidentifikasi
aspek-aspek
bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran.
Aspek-aspek itu diantaranya: (a) menciptakan iklim sosioemosional kelas yang kondusif bagi belajar peserta didik; (b)
memahami karakteristik peserta didik yang unik dan beragam; (c)
menandai peserta didik yang diduga bermasalah; (d) membantu
peserta didik yang mengalami kesulitan belajar melalui program
remedial teaching; (e) mereferal (mengalihtangankan) peserta didik
yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru
pembimbing; (f) memberikan informasi yang up to date tentang
kaitan mata pelajaran dengan bidang kerja yang diminati peserta
didik; (g) memahami perkembangan dunia industri atau perusahaan,
sehingga dapat memberikan informasi yang luas kepada peserta
didik; tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, suasana kerja,
persyaratan kerja, dan prospek kerja); (h) menampilkan pribadi
yang matang, baik dalam aspek emosional, sosial, maupun moralspiritual (hal ini penting, karena guru merupakan "figur central"
bagi peserta didik); dan (i) memberikan informasi tentang cara-cara
mempelajari mata pelajaran yang diberikannya secara efektif.
4) Kolaborasi dengan Orang tua
Konselor perlu melakukan kerjasama dengan para orang tua
peserta didik. Kerjasama ini penting agar proses bimbingan
22
terhadap
peserta
didik
tidak
hanya
berlangsung
di
sekolah/madrasah, tetapijuga oleh orang tua di rumah. Melalui
kerjasama
ini
memungkinkan
terjadinya saling
informasi, pengertian, dan tukar pikiran antar
memberikan
konselor dan orang
tua dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik atau
memecahkan masalah yang mungkin dihadapi peserta didik.
Untuk melakukan kerjasama dengan orang tua ini, dapat
dilakukan beberapa upaya, seperti: (a) kepala sekolah/ madrasah
atau komite sekolah/madrasah mengundang para orangtua untuk
datang ke sekolah/madrasah (minimal satu semester satu kali), yang
pelaksanaannya dapat bersamaan dengan pembagian rapor, (b)
sekolah/madrasah memberikan informasi kepada orangtua (melalui
surat) tentang kemajuan belajar atau masalah peserta didik, dan (c)
orang tua diminta untuk melaporkan keadaan anaknya di rumah ke
sekolah/madrasah, terutama menyangkut kegiatan belajar dan
perilaku sehari-harinya.
5) Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar sekolah/madrasah
Yaitu berkaitan dengan upaya sekolah/madrasah untuk
menjalin kerjasama
dengan
unsur-unsur
masyarakat
yang
dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan.
Jalinan kerjasama ini seperti dengan pihak-pihak (a) instansi
pemerintah, (b) instansi swasta, (c) organisasi profesi, seperti
23
ABKIN (Asosiasi Bimbingan
ahli dalam bidang tertentu yang
dan Konseling Indonesia), (d) para
terkait, seperti psikolog, psikiater,
dan dokter, (e) MGP Musyawarah Guru Pembining), dan (f)
Depnaker (dalam rangka analisis bursa kerja/lapangan pekerjaan).
6) Konsultasi
Konselor menerima pelayanan konsultasi bagi guru, orang
tua, atau
upaya
pihak pimpinan sekolah/madrasah yang terkait dengan
membangun kesamaan persepsi dalam memberikan
bimbingan kepada para peserta didik, menciptakan lingkungan
sekolah/madrasah yang kondusif bagi perkembangan peserta didik,
melakukan referal, dan meningkatkan kualitas program bimbingan
dan konseling. (Gysber & Henderson, 2006:80).
7) Bimbingan Teman Sebaya (Peer Guidance/Peer Facilitation)
Bimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang dilakukan
oleh peserta didik terhadap peserta didik yang lainnya. Peserta didik
yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau
pembinaan oleh konselor. Peserta didik yang menjadi pembimbing
berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu peserta didik
lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik
maupun non-akademik (ASCA, 2005: 42). Di samping itu dia juga
berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor dengan cara
24
memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan, atau
masalah peserta didik yang perlu mendapat pelayanan bantuan
bimbingan atau konseling.
8) Konferensi Kasus
Yaitu kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik
dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat
memberikan
terentaskannya
keterangan,
kemudahan
permasalahan
peserta
dan
komitmen
didik
itu.
bagi
Pertemuan
konferensi kasus ini bersifat terbatas dan tertutup.
9) Kunjungan Rumah
Yaitu kegiatan untuk memperoleh data atau keterangan
tentang peserta didik tertentu yang sedang ditangani, dalam upaya
mengentaskan masalahnya, melalui kunjungan ke rumahnya.
c. Perencanaan individual
Konselor membantu peserta didik menganalisis kekuatan dan
kelemahan dirinya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh,
yaitu yang menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangan, atau
aspek-aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier. Melalui kegiatan
penilaian diri ini, peserta didik akan memiliki pemahaman,
penerimaan, dan pengarahan dirinya secara positif dan konstruktif.
25
Pelayanan perencanaan individual ini dapat dilakukan juga melalui
pelayanan penempatan (perpindahan situasi dari sekolah ke lapanagan
kerja, sekolah ke jenjang berikutnya, atau pindah ke sekolah lain),
untuk membantu peserta didik menempati posisi yang sesuai dengan
bakat dan minatnya. (ASCA, 2005: 41).
Konseli
menggunakan
informasi
tentang
pribadi,
sosial,
pendidikan dan karir yang diperolehnya untuk (a) merumuskan tujuan,
dan merencanakan kegiatan (alternatif kegiatan) yang menunjang
pengembangan dirinya, atau
kegiatan
yang
berfungsi untuk
memperbaiki kelemahan dirinya; (b) melakukan kegiatan yang sesuai
dengan tujuan atau perencanaan yang telah ditetapkan, dan (c)
mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukannya.
d. Dukungan sistem
1) Pengembangan Profesi
Konselor secara terus menerus berusaha untuk "mengupdate"
pengetahuan dan keterampilannya melalui (a) in-service
training, (b) aktif dalam organisasi profesi, (c) aktif dalam
kegiatan-kegiatan
ilmiah,
seperti
seminar
dan
workshop
(lokakarya), atau (d) melanjutkan studi ke program yang lebih
tinggi (pascasarjana). (ASCA, 2005: 43).
26
2) Manajemen Program
Program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin
akan tercipta, terselenggara, dan tercapai bila tidak memiliki suatu
system manajemen yang bermutu, dalam arti dilakukan secara
jelas, sistematis, dan terarah. Oleh karena itu, bimbingan dan
konseling harus ditempatkan sebagai bagian terpadu dari seluruh
program sekolah/madrasah dengan dukungan wajar dalam aspek
ketersediaan sumber daya manusia (konselor), maupun sarana, dan
pembiayaan.
3) Riset dan Pengembangan
Strategi: melakukan penelitian, mengikuti kegiatan profesi
dan mengikuti aktifitas peningkatan profesi serta kegiatan pada
organisasi profesi. (ASCA, 2005: 43).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi
pelaksanaan program bimbingan dan konseling komprehensif dapat
dilakukan dengan berbagai macam seperti bimbingan kelas, pelayanan
orientasi,
pelayanan
informasi,
bimbingan
kelompok,
pelayanan
pengumpulan data (Aplikasi Instrumentasi), konseling individual dan
kelompok, referal (rujukan atau alih tangan), kolaborasi dengan Guru
Mata Pelajaran atau Wali Kelas, kolaborasi dengan Orang tua, kolaborasi
dengan pihak-pihak terkait di luar sekolah/madrasah, konsultasi,
bimbingan teman sebaya (peer guidance/peer facilitation), konferensi
27
kasus, kunjungan rumah, pengembangan profesi, manajemen program, dan
riset dan pengembangan.
B. Program Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar (SD)
1. Pengertian Program Bimbingan Konseling di SD
Pengertian program bimbingan dan konseling menurut Winkel
(2004: 36) adalah suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana dan
terorganisasi
dan
terkoordinasi
selama
periode
waktu
tertentu.”
Berdasarkan pendapat Marsudi (2003: 43) program bimbingan dan
konseling adalah sederet kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan bimbinganmdan konseling. Sederet kegiatan tersebut perlu di
rencanakan sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Sementara dalam
Depdikbud (2004:19) program bimbingan dan konseling merupakan
rencana kegiatan layanan dan kegiatan pendukung yang akan dilaksanakan
pada periode tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
program bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan pelayanan
bantuan kep