B1J010084 11.

I. PENDAHULUAN
Perkebunan teh PTPN IX Semugih, terletak di Desa Banyumundal, Kecamatan
Moga, Kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Kabupaten Pemalang memiliki luas 1.115,30
km2, dengan curah hujan rata-rata 3019 mm/tahun dan terletak di ketinggian 213-924 m
dpl (Badan Pusat Statistik, 2013).
Tanaman teh berasal dari daerah sub tropis, maka tanaman teh menghendaki
udara yang sejuk. Suhu udara harian yang baik bagi tanaman teh berkisar antara 1325oC yang diikuti oleh cahaya matahari yang cerah dan kelembaban relatif pada siang
hari tidak kurang dari 70%. Tanaman teh akan berhenti pertumbuhannya apabila suhu di
bawah 13oC dan di atas 30oC serta kelembaban relatif kurang dari 70%. Tanaman teh
merupakan tanaman yang kurang tahan terhadap kekeringan sehingga membutuhkan
curah hujan tahunan tidak kurang dari 2000 mm dan menyebar merata. Tanaman teh
menghendaki tanah yang serasi untuk pertumbuhannya (Setyamidjaya, 2000).
Tanaman teh (Camellia sinensis L.O. Kuntze) dibudidayakan secara luas di lebih
dari 30 negara dan telah memberikan kosntribusi yang tidak sedikit bagi perekonomian
negara-negara tersebut (Setyamidjaya, 2000). Tanaman teh merupakan tanaman yang
banyak dibudidayakan di Indonesia, terutama di dataran tinggi. Perkebunan teh
Indonesia berada di berbagai tingkat elevasi, jenis tanah serta arah lereng yang
memberikan variasi kemampuan adaptasi tiap klon. Diperlukan informasi melalui
pengujian-pengujian dalam menentukan klon-klon yang sesuai dengan suatu wilayah
(well-adapted) untuk menghindari kesalahan dalam memilih klon sebagai bahan
tanaman yang dapat mengakibatkan kerugian jangka panjang.

Adanya interaksi antara faktor genetik klon dengan lingkungannya akan
memberikan petunjuk sebagai bahan pertimbangan dalam memilih klon dalam
rangka perluasan, peremajaan maupun penyulaman. Analisis produksi klon teh yang
terpilih dapat digunakan untuk mengetahui apakah merugikan atau menguntungkan

bio.unsoed.ac.id

(Mangoendidjojo, 2000).

Tanaman teh tidak terlepas dari berbagai serangan hama antara lain golongan
tungau (Nuraeni, 2001) salah satunya jenis B. phoenicis (Budianto dan Pratiknyo,
2006). B. phoenicis merupakan tungau hama daun yang sangat berbahaya bagi tanaman
teh, tungau ini sering menimbulkan banyak kerusakan tanaman teh di pulau jawa.
Serangan yang berat terutama terjadi pada kebun-kebun yang terletak pada ketinggian
antara 1000 m – 1800 m dpl. Tungau ini menyerang daun teh, terutama daun teh tua

1

pada bagian permukaan bawah daun dan bagian petiolusnya. Pada awal serangan
terdapat bercak-bercak kecil pada pangkal daun. Tungau ini membentuk koloni pada

pangkal daun sekitar tulang daun. Serangan tungau jingga pada tanaman teh terjadi pada
daun dewasa di bawah bidang petik, namun serangan yang sangat berat mencapai
seluruh daun pada satu pohon sehingga daun berwarna merah kecoklatan dan berangsur
rontok bahkan mahkota perdu menjadi jarang dan akhirnya gundul (Budianto dan
Pratiknyo, 2006). Serangan dapat terjadi sepanjang tahun dan serangan berat terjadi
pada musim kemarau. Kerugian yang ditimbulkan adalah menurunnya produksi daun
karena daun teh tua rontok sehingga hanya tinggal ranting-ranting perdu teh. Menurut
Widayat (1987) jenis tungau yang berpotensi menjadi hama tanaman teh antara lain
Brevipalpus phoenicis. Ambang batas populasi tungau hama B. phoenicis yang

menimbulkan kerugian ekonomi yaitu sebanyak 24 individu per daun atau 50%
kerusakan daun dari seluruh daun pada satu pohon (Budianto dan Pratiknyo, 2007
dalam Oomen, 1982).

Mekanisme perubahan proporsi larva B. phoenicis antara lain adanya preferensi
predator terhadap stadia larva. Secara umum predator lebih menyukai stadia larva
dikarenakan adanya faktor fisik larva yang belum mempunyai khitin yang tebal dan
masih lemah dalam mempertahankan diri dari serangan predator (Pratiknyo, 2007).
Mekanisme perubahan proporsi larva tungau B. phoenicis juga disebabkan oleh adanya
kondisi mikroklimat yang sesuai bagi perkembangan parental B. phoenicis sehingga

memberikan laju reproduksi yang tinggi. Adanya praktek augmentasi tungau predator
akan menyebabkan perubahan proporsi larva B. phoenicis.
Proporsi larva yang tinggi berpengaruh pada kemampuan tungau predator dalam
memangsa tungau hama, karena stadia larva dan telur merupakan stadia yang paling
disukai oleh tungau predator dibandingkan dengan stadia yang lain. Stadia larva juga
merupakan stadia yang paling rentan terhadap kematian sehingga stadia larva dapat
menentukan berhasil atau tidaknya suatu pengendalian hayati.

bio.unsoed.ac.id

Pada kebun Semugih PTPN IX telah banyak digunakan klon teh yang
bereproduksi tinggi untuk perluasan atau penanaman baru. Dengan demikian hama
tungau jingga yang hidup di permukaan bawah daun, tentunya ada hubungan antara
sifat-sifat morfologi daun, dengan perkembangan populasi tungau. Setiap klon teh
mempunyai karakter morfologi daun meliputi sudut duduk daun, luas daun, kerapatan
bulu daun, dan panjang bulu daun yang berbeda dengan klon lain.

2

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah efek augmentasi inundatif tungau predator A.deleoni terhadap
proporsi tungau hama B. phoenicis pada setiap jenis klon tanaman teh
2. Jenis klon apakah yang paling rentan terhadap serangan tungau hama
B. phoenicis.

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini ialah mengetahui efek augmentasi
inudatif A. deleoni terhadap proporsi larva B. phoenicis dan mengetahui klon apa yang
paling rentan terhadap serangan tungau hama B. phoenicis.
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan dalam bidang ilmu
akarologi serta memberikan pengetahuan tambahan mengenai augmentasi inundatif
tungau predator A. deleoni dalam mengendalikan tungau hama B. phoenicis serta
mengetahui klon mana yang paling rentan terhadap serangan tungau hama.

bio.unsoed.ac.id

3