PERPINDAHAN PANAS PADA SIRIP SILINDER BAHAN KOMPOSIT SATU DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK DENGAN k = k(T)

  

PERPINDAHAN PANAS

PADA SIRIP SILINDER BAHAN KOMPOSIT

SATU DIMENSI

KEADAAN TAK TUNAK DENGAN k = k(T)

TUGAS AKHIR

  Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar Sarjana Teknik

  Jurusan Teknik Mesin

  

Disusun oleh:

Nama : ERIK SETIYAWAN

NIM : 025214049

  

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

  

TEMPERATURE DISTRIBUTION AT ONE

DIMENSIONAL CILINDRICAL COMPOSITE SOLID

  

IN UNSTEADY STATE

FINAL PROJECT

  Present as partiial Fulfillment of Reuirement To obtain the “Sarjana Teknik” degree

  In mechanical Engineering

  

by :

Name : ERIK SETIYAWAN

Std. Number : 025214049

  

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTEMENT

ENGINEERING DEPARTEMENT

  

PERNYATAAN

  Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

  Yogyakarta, Maret 2007 Penulis

  Erik Setiyawan

  

INTISARI

  Distribusi suhu pada benda padat komposit 1 dimensi keadaan tak tunak

  Erik Setiyawan USD 2007

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) dan beberapa bahan sirip komposit terhadap pola distribusi suhu pada benda padat satu dimensi keadaan tak tunak, dengan k = k(T).

  Perhitungan distribusi suhu dari waktu ke waktu menggunakan metode beda hingga cara ekplisit. Sifat bahan tetap seperti massa jenis ( ρ), kalor jenis (c) dianggap homogen dan tetap atau tidak berubah terhadap perubahan suhu. Adapun prosedur perhitungan yang pertama adalah mencari syarat batas pada benda yang bersentuhan dengan suhu lingkungan dan sambungan kedua bahan.yang kedua adalah menurunkan persamaan disetiap titik dan menentukan syarat stabilitasnya.

  Yang terakhir adalah memasukkan persamaan ke dalam excel, yang kemudian akan didapatkan hasil perhitungan dan tampilan dalam bentuk.

  Dari tujuan diatas dapat terjawab bahwa nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) berpengaruh terhadap lama atau cepatnya benda dalam menyesuaikan dengan suhu lingkungannya, sedangkan pemakaian beberapa bahan yang dibandingkan menunjukkan bahwa tiap bahan mempunyai pola distribusi suhu yang makin seragam.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karunia dan damai sejahtera yang dianugrahkan oleh-Nya, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.

  Selain itu tidak lupa juga saya mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini, mulai dari awal sampai akhir penyusunan tugas akhir ini. Diantaranya kepada : 1.

  Bapak Ir. Gregorius Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Bapak Ir. PK. Purwadi, M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir, yang telah mendukung dan membantu hingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.

  3. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  4. Bapak Ir. YB. Lukiyanto, M.T., Ir. FX. Agus Unggul Santosa, M.T., Bapak Rusdi Sambada, S.T., M.T., Bapak Budi Sugiarta, S.T, M.T., Bapak Budi Setyahandana, S.T., M.T., segenap Dosen Fakultas Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  5. Ayahanda, Bunda tersayang, Erlina dan Erissa yang memberikan dorongan

  6. Pamela Asti Pranata yang terus memotivasiku, yang mempercayakan banyak hal padaku, dan masih buanyaaakk lagi…!! “Hadiah terbaik untuk seorang sahabat adalah sebuah kepercayaan”

  7. Kelompok sel (Komsel), SUM40 spesial buat EricGun, Mara, Franky dan Kitty. Kemenangan kita yang paling agung bukanlah ketika kita tidak pernah jatuh, tetapi ketika kita selalu mampu bangkit dari setiap kegagalan

  8. Persekutuan Pemuda & Mahasiswa dan Persekutuan Doa di GKIN, untuk dukungan doa, semangat dan terus belajar bertumbuh.

  9. Seluruh Karyawan dan Civitas Fakultas Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  10. Sherly Yonathan, Tour” ♂”Genk, Henri, Bintoro, Decky, Danang, Kirun,

  Adi Cupu, Ige, Dwek, Sagita, Brafy, Nadia, Prinses, Herdi, Dr.Elisabeth, Mas KunCORO, Ayu, Mbak Ajeng C, Mas Gepe, Peppy, Putri, Antok Polda, WLB.com, Joho”WE9”community.

  11. Seluruh teman-teman TM’02 yang telah banyak membantu dan teman- teman yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

  Saya menyadari masih banyak kekurangan pada penyajian tugas akhir ini, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk melengkapi tugas akhir ini menjadi lebih baik lagi. Harapan saya semoga tugas akhir ini berguna bagi pembaca di lingkungan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma dan masyarakat pada umumnya.

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. i HALAMAN JUDUL BAHASA INGGRIS ……………………………………... ii LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………….. iii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………….. iv PERNYATAAN ………………………………………………………………....v

  INTISARI.……………………………………………………………………… vi KATA PENGANTAR …………………………………………………………. vii DAFTAR ISI……………………………………………………………………. ix DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… xii DAFTAR TABEL ……………………………………………………………... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………………………………………………………1

  1.2. Tujuan ……………………………………………………………… 3 1.3.

  Manfaat …………………………………………………………….. 4

  1.4. Batasan Masalah …………………………………………………… 4

BAB II DASAR TEORI

  2.1. Perpindahan Panas …………………………………………………. 10

  2.2. Perpindahan Panas Konduksi ……………………………………… 11

  2.5. Koefisien Perpindahan Panas Konveksi …………………………... 23

  2.6. Perpindahan Panas Radiasi ………………………………………... 25

  2.7. Benda Komposit …………………………………………………… 26

  2.8. Laju Perpindahan Panas……………………………………………. 26

  2.9. Efisiensi Sirip ……………………………………………………… 27

  2.10. Efektivitas Sirip ………………………………………………….. 28

  BAB III PERSAMAAN NUMERIK BEDA HINGGA DI SETIAP NODE

  3.1. Kesetimbangan Energi……………………………………………. 29

  3.2. Penurunan Model Matematik Dari Sirip…………………………. .30

  3.3. Persamaan Beda Hingga Yang Berlaku Pada Tiap Titik Benda Padat 1 Dimensi………………………………………………….. ..32

  BAB IV METODE PENELITIAN

  4.1. Kondisi Benda Uji Pada Lingkungan ……………………………... 53

  4.2. Peralatan Pendukung Penelitian………………………………….... 54

  4.3. Metode Penelitian Yang Digunakan………………………………. 55

  4.4. Pengambilan Dan Pengolahan Data……………………………….. 56

  BAB V HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

  5.1. Hasil Perhitungan………………………………………………….. .57

  5.1.1. Variasi Bahan Sirip …………………………………….....57

  5.1.2. Variasi Nilai Koefisien Perpindahan Panas Konveksi…… 89

  5.2. Pembahasan……………………………………………………….. 116

BAB VI KESIMPULAN

  6.1. Kesimpulan ………………………………………………………. 129

  5.2. Saran ……………………………………………………………… 131 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 132 LAMPIRAN

  DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 : Berbagai jenis muka bersiripGambar 1.2 : Sirip silinder lurus berbahan kompositGambar 1.3 : Konduktivitas Termal untuk beberapa zat padatGambar 2.1 : Ilustrasi arah aliran kalorGambar 2.2 : Perpindahan panas konduksi pada platGambar 2.3 : Perpindahan panas konveksi pada dindingGambar 2.4 : Silinder dalam arah silangGambar 2.5 : Sifat-sifat dari pengaruh radiasi datangGambar 3.1 : Kesetimbangan energi pada volume kontrolGambar 3.2 : Volume kontrol pada siripGambar 3.3 : Pembagian Volume Kontrol pada siripGambar 3.4 : Volume kontrol pada bagian dalam bahanGambar 3.5 : Volume kontrol pada pertemuan kedua bahanGambar 3.6 : Volume kontrol pada bagian dalam bahan 2Gambar 3.7 : Volume kontrol pada ujung bahan 2Gambar 4.1 : Benda Uji Dan Kondisi Lingkungan

  DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Persamaan Pendekatan Konduktivitas Termal k=k(T)Tabel 2.1 : Nilai Konduktivitas Termal Beberapa Bahan (k) pada 0 °C

  (J.P.Holman, 1995, hal 7)

Tabel 2.2 : Konstanta untuk Persamaan 2.6Tabel 2.3 : Konstanta untuk Perpindahan Kalor dari Silinder Tak BundarTabel 2.4 : Harga Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h)Tabel 5.1 : Waktu yang dibutuhkan hingga tercapai keadaan tunak, untuk variasi bahan, h = 3000 W/m².°C (Proses pendinginan)Tabel 5.2 : Waktu yang dibutuhkan hingga tercapai keadaan tunak, untuk variasi bahan, h = 3000 W/m².°C (Proses pemanasan)Tabel 5.3 : Hasil perhitungan sirip saat tunak dengan h = 3000 W/m².°C

  (kasus pendinginan)

Tabel 5.4 : Hasil perhitungan sirip saat t = 0,5 detik, h = 3000 W/m².°CTabel 5.5 : Hasil perhitungan sirip saat t = 2 detik, h = 3000 W/m².°CTabel 5.6 : Hasil perhitungan sirip saat t = 6 detik, h = 3000 W/m².°CTabel 5.7 : Hasil perhitungan sirip saat t = 10 detik, h = 3000 W/m².°CTabel 5.8 : Hasil perhitungan sirip saat t = 20 detik, h = 3000 W/m².°CTabel 5.9 : Hasil perhitungan sirip saat t = 30 detik, h = 3000 W/m².°CTabel 5.11 : Hasil perhitungan sirip saat t = 0,5 detik, h = 3000 W/m².°CTabel 5.22 : Hasil perhitungan sirip saat t = 20 detik, Variasi h.Tabel 5.28 : Hasil perhitungan sirip saat t = 10 detik, Variasi h.Tabel 5.27 : Hasil perhitungan sirip saat t = 6 detik, Variasi h.Tabel 5.25 : Hasil perhitungan sirip saat t = 0,5 detik, Variasi h Tabel 5.26 : Hasil perhitungan sirip saat t = 3 detik, Variasi h.

  (kasus pemanasan)

Tabel 5.24 : Hasil perhitungan sirip saat tunak untuk variasi h.Tabel 5.23 : Hasil perhitungan sirip saat t = 30 detik, Variasi h.Tabel 5.21 : Hasil perhitungan sirip saat t = 10 detik, Variasi h.Tabel 5.12 : Hasil perhitungan sirip saat t = 2 detik, h = 3000 W/m².°CTabel 5.20 : Hasil perhitungan sirip saat t = 6 detik, Variasi h.Tabel 5.19 : Hasil perhitungan sirip saat t = 2 detik, Variasi h.

  (kasus pendinginan) Tabel 5.18 : Hasil perhitungan sirip saat t = 0,5 detik, Variasi h.

Tabel 5.16 : Hasil perhitungan sirip saat t = 30 detik, h = 3000 W/m².°C Tabel 5.17 : Hasil perhitungan sirip saat tunak, untuk variasi h.Tabel 5.15 : Hasil perhitungan sirip saat t = 20 detik, h = 3000 W/m².°CTabel 5.14 : Hasil perhitungan sirip saat t = 10 detik, h = 3000 W/m².°CTabel 5.13 : Hasil perhitungan sirip saat t = 6 detik, h = 3000 W/m².°CTabel 5.29 : Hasil perhitungan sirip saat t = 20 detik, Variasi h.

  

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Faktor efisiensi dan prestasi kerja mesin yang baik sangat di harapkan dalam dunia industri saat ini. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk memperolehnya, antara lain dengan cara pendinginan. Untuk menghasilkan proses pendinginan yang cepat pada suatu peralatan dapat digunakan sirip. Sirip digunakan untuk memperluas permukaan benda untuk mempercepat perpindahan panas ke lingkungan. Oleh karena itu sirip banyak digunakan pada peralatan yang memiliki suhu kerja yang tinggi. Di karenakan penelitian tentang sirip sangat sedikit dilakukan dan banyak faktor yang membuat penelitian tentang sirip ini menjadi sangat sulit dilakukan, antara lain dengan keterbatasan dalam menghitung tiap perubahan suhu yang terjadi dengan akurat karena terjadi pada waktu yang sangat cepat, maka hanya sedikit pula pengetahuan tentang distribusi suhu pada sirip apalagi untuk menentukan efisiensi dan distribusi suhunya. Hanya sirip-sirip bentuk sederhana saja yang dapat ditentukan tingkat efisiensinya, itu pula tidak diketahui dengan perincian yang jelas. Berbagai macam sirip dapat dilihat seperti pada Gambar 1.1. Berdasarkan itu semua penulis mencoba memecahkan masalah ini dengan mencari distribusi suhu pada sirip dengan pendekatan kesetimbangan Tunak Dengan k = k(T)”. Penelitian tersebut bertujuan untuk meneliti dan mengetahui kondisi sirip kerucut pada keadaan tak tunak dan keadaan tunak melalui perhitungan laju perpindahan panas, efisiensi sirip dan efektivitas sirip dengan memvariasikan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h) dan bahan sirip. Hasil yang didapat, semakin besar nilai konduktivitas termal dan difusivitas termal bahan semakin kecil laju perpindahan panas, efisiensi dan efektivitas pada sirip kerucut.

  Penelitian lain tentang sirip juga dilakukan oleh Bintoro Adi Nugroho dengan judul “Perpindahan Kalor Pada Sirip Piramid Sama Sisi 1 Dimensi Keadaan Tak Tunak Dengan k = k(T). Penelitian dilakukan untuk menghitung laju perpindahan panas, efisiensi, dan efektivitas sirip piramid sama sisi pada keadaan tak tunak dengan variasi ukuran sirip dan nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h). Hasilnya adalah semakin panjang panjangnya sirip maka laju perpindahan panas semakin besar, efisiensi sirip semakin menurun, dan efektivitas sirip semakin meningkat. Semakin besar nilai koefisien perpindahan panas konveksi maka laju perpindahan panas semakin besar, efisiensi sirip dan efektivitas sirip semakin menurun.

  Penelitian ini membahas proses perpindahan panas pada sirip dengan variasi bahan komposit dan nilai koefisien perpindahan panas konveksi, serta pengaruhnya terhadap distribusi suhu, laju perpindahan panas dan efisiensi sirip pada keadaan tak tunak. Dengan metode komputasi beda hingga cara eksplisit dan dengan model matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan pasa sirip keadaan tak tunak dengan nilai k yang diambil tetap. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah nilai konduktivitas termal (k) bahan yang merupakan fungsi temperatur, k=k(T) serta bahan yang komposit.

Gambar 1.1 : Berbagai jenis muka bersirip

1.2. Tujuan

  Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :

  1. Mengetahui perbandingan beberapa bahan sirip lurus berbahan komposit ditinjau dari distribusi suhu, laju perpindahan panas, efisiensi dan efektivitas pada sirip pada keadaan tak tunak

2. Mengetahui pengaruh koefisien perpindahan panas konveksi terhadap

  silinder lurus berbahan komposit pada keadaan tak tunak dengan sifat bahan yang berubah berdasarkan suhu, k=k(T).

  1.3. Manfaat

  Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat antara lain :

  1. Dapat mengerti dan menghitung suhu dan laju perpindahan panas pada sirip silinder lurus berbahan komposit dengan sifat bahan yang berubah terhadap suhu.

  2. Membantu dalam menentukan waktu yang diperlukan sirip silinder lurus berbahan komposit untuk mencapai keadaan tunak dengan metode beda hingga cara eksplisit.

  3. Membantu dalam menentukan urutan laju perpindahan panas pada sirip silinder lurus berbahan komposit dengan variasi nilai koefisien perpindahan kalor konveksi dan variasi bahan.

  1.4. Batasan Masalah

  Sirip silinder lurus berbahan komposit mula-mula mempunyai suhu awal Ti yang seragam. Suhu dasar sirip (T b ) tetap dan merata sebesar 100°C dan komposisi bahan sirip silinder lurus berbahan komposit ini tersusun atas 2 bahan yang berbeda (bahan 1 dan bahan 2) Secara tiba-tiba sirip berbentuk silinder koefisien perpindahan kalor konveksi (h) dan pada keadaan tak tunak (unsteady

  

state) atau berubah terhadap waktu. Nilai suhu fluida dan nilai kofisien

  perpindahan panas konveksi dipertahankan tetap dari waktu ke waktu. Persoalan yang perlu diselesaikan adalah mencari nilai distribusi suhu, laju perpindahan panas, efisiensi dan efektivitas dari sirip dari waktu ke waktu.

1.4.1. Benda Uji

  Geometri benda komposit seperti terlihat pada Gambar 1.2 tersusun dari 2 bahan yang berbeda. Panjang bahan 1 adalah L 1 dan panjang bahan 2 adalah L 2 , dengan L 1 tidak sama dengan L 2 . Sirip berbentuk silinder berbahan komposit dengan panjang sirip L.

  Suhu fluida dan h Bahan 1 Bahan 2

  b

  T ρ ρ

  D

  1

  2 L L

  L x

  ρ 2 = massa jenis sirip bahan 1, kg/ m³ c 1 = kalor spesifik sirip bahan 1, J/kg.°C c

  2 = kalor spesifik sirip bahan 2, J/kg.°C k

  1 = k(T) = koefisien perpindahan panas konduksi berubah terhadap suhu, W/ m.°C k

  2 = k(T) = koefisien perpindahan panas konduksi berubah terhadap suhu, W/ m.°C

  L

  1 = panjang sirip bahan 1, m

  L 2 = panjang sirip bahan 2, m L = panjang total sirip bahan 1 dan bahan 2, m D = diameter sirip, m

1.4.2. Model Matematika

  Model matematika untuk sirip dinyatakan sebagai berikut:

  Ac T k x x

  1 <x<L, t > 0…(1.2)

  ; L

  2 ρ

  2

  2

  ∞ , ,

  ∂ ∂

  ∂ ∂

  ⎢⎣ ⎡

  = − − ⎥⎦ ⎤

  ∂ ∂

  T c T dx dAs h x T t x

  ( ) ( ) ( ) ( ) t T t x dx dV

  ( ) ( ) ( ) ( ) t T t x dx dV

  1 ρ ; 0<x<L 1 , t > 0… (1.1)

  1

  Penyelesaian dilakukan dengan menyelesaikan model matimatik yang sesuai dengan persoalan, yang dinyatakan dengan persamaan (1.1) dan (1.2).

  ∞ , ,

  ∂ ∂

  ∂ ∂

  ⎢⎣ ⎡

  = − − ⎥⎦ ⎤

  ∂ ∂

  Ac T k x x

  T c T dx dAs h x T t x

  1

  didapat dari persamaan pendekatan konduktivitas termal k=k(T), seperti pada

Tabel 1.1 :Tabel 1.1 : Persamaan Pendekatan Konduktivitas Termal k=k(T) Bahan Massa Jenis Daerah suhu k fungsi dari suhu atau k = k(T) dengan satuan W/m. o C kg/m 3 o C

  Tembaga, 99,9-98% 8930 0-600 k = 0,00002T

  2

  • 0,0622T + 385,66 Besi (armc), 99,92% 7850 0-800 k = 0,00002T
  • 0,0706T + 74,59 Baja, 99,2% Fe; 0,2 C 7800 0-999 k = -0,00002T
  • 0,0075T + 45,852 Aluminium, 99,75% 2700 0-800 k = -0,0002T
    • 0,0412T + 229,17 Perak, 99,9% 10500 0-500 k = 6.10

  • 7
  • 4
  • >100,1811T + 410,54 Dari Gambar 1.3 dapat dilihat grafik harga k(T) untuk beberapa bahan.
Keadaan awal benda yang merupakan kondisi awal benda mempunyai suhu yang seragam atau merata. Secara matematis dinyatakan dengan persamaan :

  2

  2

  2

  T

  3

  T

  2

  

T x , t = T x , = T ; ≤ x ≤ L , t = 0 ……………………………………… (1.3)

( ) ( ) i

1.4.4. Kondisi Batas

  Kondisi batas sirip ada 2, yaitu pada kondisi pada dasar sirip dan kondisi pada ujung sirip. Dinyatakan pada persamaan (1.4) dan (1.5).

  • Kondisi dasar sirip

  T T

  = ; x = 0, t ≥ 0……………………………………………………… (1.4)

  b

  • Kondisi ujung sirip

  ∂ TT

  h A T T h A T T k A c

  V ( ∞ − ) ( + ∞ − ) = ρ ≥ 0… (1.5) + ; x = L, t

  2 s 2 i 2 c 2 i cxt

  Keterangan pada Persamaan (1.1) sampai (1.5) : T(x,t) = suhu pada posisi x, saat t, °C T = suhu fluida, °C

  ∞ T = suhu awal sirip, °C i

  T b = suhu dasar sirip, °C A = luas penampang volume kontrol, m² c

  A s = luas permukaan volume kontrol, m² V = besar volume kontrol, m³ t = waktu, detik

  x = posisi titik yang ditinjau, m h = koefisien perpindahan panas konveksi, W/ m².°C k(T) = koefisien perpindahan panas konduksi berubah terhadap suhu, W/ m.°C

1.4.5. Asumsi :

  3

  • Sifat-sifat bahan untuk massa jenis bahan ( , kg / m ) dan kalor jenis

  ρ

  o bahan ( c , J / kg C ) bernilai tetap selama proses berlangsung dan merata.

  • Perubahan volume dan bentuk pada sirip diabaikan selama proses berlangsung.
  • Tidak ada pembangkitan energi di dalam sirip.
  • Suhu fluida tetap dan merata dari waktu ke waktu.
  • Nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) dari fluida tetap dan merata dari waktu ke waktu.
  • Sambungan bahan 1 dan bahan 2 dianggap sempurna • Perpindahan panas radiasi diabaikan.
  • Arah perpindahan kalor hanya dalam 1 arah, arah x.

DASAR TEORI

2.1. Perpindahan Panas

  Perpindahan panas ( heat transfer) dapat didefinisikan sebagai perpindahan energi panas yang terjadi dari satu daerah ke daerah lain sebagai akibat dari adanya perbedaan suhu atau gradien suhu antara daerah-daerah atau material tersebut. Ilmu tentang perpindahan panas tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi panas dapat berpindah dari satu daerah ke daerah lain tetapi juga dapat meramalkan atau memprediksi laju perpindahan panas yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Ilmu perpindahan panas dapat melengkapi hukum pertama dan kedua termodinamika, karena ilmu termodinamika hanya dapat digunakan untuk meramalkan energi yang diperlukan untuk mengubah sistem dari suatu keadaan setimbang ke keadaan setimbang yang lain, tetapi tidak dapat meramalkan kecepatan perpindahan panas itu. Hal ini dapat terjadi karena perpindahan panas ini berlangsung sistem tidak berda dalam keadaan setimbang.

  Perpindahan panas pada umumnya diketahui mempunyai tiga cara (modus) yang berbeda, yaitu : konduksi (conduction; dikenal sebagai hantaran), radiasi ( radiation, dikenal sebagai sinaran), dan konveksi (convection; dikenal sebagai ilian). Setiap cara perpindahan panas tersabut mempunyai uraian yang berbeda-beda. Tetapi perlu diketahui kebanyakan situasi yang terjadi di alam diperhatikan bahwa dalam hal perekayasaan untuk saling mengetahui pengaruh dari cara-cara perpindahan panas tersebut karena dalam prakteknya bila salah satu mekanisme mendominasi secara kuantitatif maka diperoleh penyelelesaian pengira-iraan (approximate solution) yang berguna dengan mengabaikan semua mekanisme kecuali cara perpindahan panas yang mendominasi tersebut. Namun perubahan kondisi lingkungan atau luar seringkali memerlukan perhatian satu atau dua mekanisme yang sebelumnya diabaikan.

  T Profil suhu x q x

  

Gambar 2.1: Ilustrasi arah aliran kalor

2.2. Perpindahan Panas Konduksi

  Konduksi adalah suatu proses perpindahan panas dimana panas yang mengalir dari daerah yang mempunyai suhu yang tinggi ke daerah yang mempunyai suhu lebih rendah dalam satu medium (padat) atau dalam dua medium Energi berpindah secara konduksi dan laju perpindahan panas berbanding dengan gradient suhu normal. Seperti yang digambarkan pada Gambar 2.2. perpindahan panas konduksi pada plat.

  Δ

Gambar 2.2: Perpindahan panas konduksi pada plat

  Persamaan perpindahan panas konduksi adalah : ΔΤ

  q = − k . A . ………………………………………………………... (2.1)

  Δ x

  Keterangan : q = laju perpindaha n panas ( watt ) watt k konduktivi tas termal bahan ( )

  = o m C

  2

Α = luas penampang tegak lurus dengan laju perpindaha n panas ( m )

∂ Τ

  = gradien suhu ke arah perpindaha n panasx

  Tanda – (minus) yang terdapat dalam persamaan tersebut dimaksudkan agar persamaan diatas memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu panas akan tentang konduksi panas. Perpindahan panas konduksi dapat terjadi apabila ada medium yang bersifat diam.

2.3. Konduktivitas Termal

  ΔΤ Persamaan q k . A . merupakan persamaan dasar tentang

  = − Δ x

  ΔΤ konduktivitas termal. Berdasarkan atas rumusan q = − k . A . , maka dapat Δ x melaksanakan pengukuran dalam percobaan untuk menentukan konduktivitas termal berbagai bahan. Untuk gas pada suhu rendah, pengolahan analisis teori kinetik gas dapat dipergunakan untuk meramalkan secara teliti nilai-nilai yang diamati dalam percobaan.

  Nilai konduktivitas termal berubah terhadap suhu, tetapi dalam perekayasaan perubahan cukup kecil sehingga diabaikan. Bahan yang mempunyai nilai konduktivitas termal tinggi dinamakan konduktor, sedangkan bahan yang nilai konduktivitas termalnya rendah disebut isolator. Nilai konduktivitas termal beberapa bahan dapat dilihat dalam Tabel 1.1, untuk memperhatikan urutan besaran yang mungkin didapatkan dalam praktek dan nilai konduktivitas termal tersebut sangat tergantung pada suhu.

Tabel 2.1 : Nilai Konduktivitas Termal Beberapa Bahan (k) pada 0 °C (J.P.Holman, 1995, hal 7)

  W Btu o o

  Bahan m . C h . ft . F Logam Perak (murni) 410 237 Tembaga (murni) 385 223 Alumunium (murni) 202 117 Nikel (murni)

  93

  54 Besi (murni)

  73

  42 Baja karbon, 1 %

  43

  25 Timbal (murni)

  35 20,3 Baja krom-nikel (18% Cr, 8%Ni) 16,5 9,4 Bukan logam Kuarsa (sejajar sumbu) 41,6

  24 Magnesit 3,15 2,4 Marmar 2,08 - 2,94 1,2-1,7 Batu pasir 1,83 1,06 Kaca, Jendela 0,78 0,45 Kayu mapel atau ek 0,17 0,096 Serbuk gergaji 0,059 0,034 Wol kaca 0,038 0,022 Zat Cair Air-raksa 8,21 4,74 Air 0,556 0,327 Amonia 0,40 0,312 Minyak lumas, SAE 50 0,147 0,085

  0,073 0,042 Freon 12, CCl F

  2

2 Gas

  0,175 0,101 Hidrogen 0,141 0,081 Helium Dapat diperoleh bahwa jika aliran panas dinyatakan dalam watt, maka satuan konduktivitas termal itu adalah watt per derajat Celsius. Diperoleh nilai konduktivitas termal itu menunjukkan seberapa cepat laju panas dalam bahan tertentu. Dapat disimpulkan pula jika makin cepat molekul bergerak maka makin cepat pula energi yang diangkut.

  Energi termal yang dihantarkan dalam zat padat terjadi menurut salah satu dari dua cara berikut, yaitu melalui getaran kisi (lattice vibration) atau dengan angkutan melalui elektron bebas. Jika dalam konduktor listrik yang baik terdapat elektron bebas yang bergerak dalam struktur kisi-kisi bahan maka elektron itu dapat mengantarkan muatan listrik dan dapat pula membawa energi termal dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang mempunyai suhu lebih rendah. Energi panas yang dipindahkan atau berpindah dengan cara getaran kisi tidaklah sebanyak dengan cara angkutan elektron. Oleh sebab itu, penghantar listrik yang baik merupakan penghantar panas yang baik pula, contohnya perak, tembaga, alumunium, nikel dan besi. Sama halnya dengan isolator yang baik, merupakan isolator panas yang baik juga.

2.4. Perpindahan Panas Konveksi

  Perpindahan panas konveksi terjadi pada fluida bergerak seperti air, minyak atau angin dan terjadi perpindahan massa. Perpindahan panas konveksi merupakan perpindahan energi panas dengan kerja gabungan dari konduksi panas, Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan energi dari permukaan benda padat ke fluida cair atau gas.

  ∞

Gambar 2.3: Perpindahan panas konveksi pada dinding

  Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan benda padat yang mempunyai suhu tinggi ke fluida sekitarnya berlangsung dengan beberapa tahap yaitu panas akan mengalir secara konduksi dari permukaan benda padat ke partikel-partikel fluida yang berbatasan dengan permukaan benda padat tersebut. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam pada partikel-partikel fluida. Hal ini menyebabkan partikel-partikel fluida akan bergerak ke daerah yang mempunyai suhu rendah didalam fluida dan partikel-partikel fluida tersebut akan bercampur dan memindahkan sebagian energi ke partikel-partikel fluida yang lainnya. Persamaan perpindahan panas konveksi adalah :

  q = h . Α . ( Τ − Τ ) …………………………………………………… (2.2) w

  ∞

  2 A = luasan permukaan dinding benda yang bersentuhan dengan fluida, m o T w = suhu permukaan benda, C o

  T = suhu fluida, C ∞

  Perpindahan panas secara konveksi dibedakan menjadi dua yaitu perpindahan panas konveksi secara alamiah (bebas) dan perpindahan panas konveksi secara paksa.

2.4.1. Perpindahan Panas konveksi Secara Alamiah atau Bebas

  Perpindahan panas konveksi secara alamiah atau bebas terjadi bila sebuah benda ditempatkan dalam suatu fluida yang mempunyai suhu lebih tinggi atau lebih rendah dari benda tersebut. Karena adanya perbedaan suhu benda dan suhu fluida mengakibatkan panas mengalir diantara benda dan fluida, akibat lainnya adalah adanya perubahan kerapatan lapisan-lapisan fluida didekat permukaan. Perbedaan kerapatan menyebabkan fluida yang lebih berat mengalir ke bawah dan fluida yang ringan akan mengalir ke atas. Perbedaan kerapatan karena gradien suhu mengakibatkan terjadinya gerakan fluida atau gerakan fluida karena terjadinya beda massa jenis, terjadi tanpa adanya bantuan alat seperti pompa atau kipas. Mekanisme perpindahan panas ini dikenal dengan konveksi alamiah atau bebas.

  Contoh paling sederhana pada perpindahan panas konveksi alamiah atau bebas ditemui pada kasus memasak air. Semua air yang ada dalam tangki dapat perbedaan massa jenis. Fluida yang mengalami pemanasan akan mengembang sehingga massa jenisnya lebih kecil dari fluida dingin.

  Arus perpindahan energi dalam yang tersimpan dalam fluida pada konveksi alamiah atau bebas pada hakekatnya sama dengan konveksi paksa, tetapi intensitas gerakan pencampurannya dalam konveksi alamiah atau bebas pada umumnya lebih kecil dan koefisien perpindahan panasnya menjadi lebih kecil dari konveksi paksa.

2.4.1.1. Bilangan Rayleigh (Ra)

  Untuk silinder horizontal, bilangan Rayleigh dinyatakan dengan persamaan (2.3) :

  3

  g ⋅ ⋅ ( T − T ) ⋅ β w δ

  ∞

  Ra = Gr ⋅ Pr = ⋅ Pr ………………………………............. (2.3)

  2

  v

  T T

  1 ( − )

  w ∞

  Dengan dan T

  =

  β = f T

  2 f

  Keterangan : Pr = bilangan Prandtl Gr = bilangan Grashof

  2 g = percepatan gravitasi = 9,81, m/detik

  = panjang karakteristik, untuk silinder horizontal δ

  δ = L, m T = suhu dinding, °K w

2.4.1.2. Bilangan Nusselt (Nu)

  Untuk silinder horizontal, bilangan Nusselt dinyatakan dengan:

  • 5

12 Untuk 10 < Gr Pr < 10 :

  1

  6 ⎛ ⎞

  1 Gr Pr 2 ⎜ ⎟ 60 , 387 ............................................ (2.4) + Nu = ,

  16 ⎜ ⎟

  9

  9 ⎜ ⎟

  • 16

  ( ) ( )

  1 , 559 Pr ⎝ ⎠

  • 6

9 Untuk 10 < Gr d Pr < 10 hanya untuk laminer:

  1 ⎛ ⎞

  4 ⎜ , 518 ⋅ ( Gr ⋅ Pr ) ⎟

  Nu = ,

  36 .............................................................. (2.5)

  d

  4 ⎜ ⎟

  9

  9 ⎜ 16 ⎟ 1 ( 559 Pr )

  • ,

  ( )

  ⎝ ⎠

2.4.2. Perpindahan Panas Konveksi Paksa

  Perpindahan panas konveksi paksa terjadi karena adanya perbedaan suhu yang mengalir dan fluida yang bergerak yang dikarenakan adanya alat bantu seperti pompa, blower atau kipas angin. Akibat dari perbedaan suhu antara benda dan fluida mengakibatkan panas mengalir dari antara benda dan fluida serta mengakibatkan perubahan kerapatan lapisan-lapisan fluida yang ada didekat permukaan. Perbedaan kerapatan menyebabkan fluida yang berat akan mengalir ke arah bawah dan fluida yang ringan akan bergerak ke atas. Gerakan fluida yang terjadi ini karena adanya bantuan alat seperti kipas angin atau pompa. Mekanisme perpindahan panas karena adanya fluida yang bergerak karenakan adanya alat bantu disebut perpindahan panas konveksi paksa. Pada kasus sirip diasumsikan

  

Gambar 2.4: Silinder dalam arah silang

  Untuk menghitung laju perpindahan panas konveksi, harus diketahui terlebih dahulu nilai koefisien perpindahan panas konveksi h. Sedangkan untuk mencari nilai koefisien perpindahan panas konveksi h dapat dicari dari bilangan Nusselt. Bilangan Nusselt yang dipilih harus sesuai dengan kasusnya, karena setiap kasus mempunyai bilangan Nusselt tersendiri. Pada konveksi paksa bilangan Nusselt merupakan fungsi dari bilangan Reynold, Nu f (Re, Pr) .

  = Untuk berbagai bentuk geometri benda, koefisien perpindahan panas rata – rata dapat dihitung dari Persamaan (2.6):

  n

  1 ⎛ ⎞ u d h d

  ~ .

  3 ⎜ ⎟ = C ⋅ Pr …………………………………………….. (2.6) ⎜ ⎟ k v f f

  ⎝ ⎠

  Dengan besar konstanta C dan n sesuai dengan Tabel 2.2

Tabel 2.2 : Konstanta untuk Persamaan 2.6

  Re df C n

  0,4 - 4 0,989 0,33 4 - 40 0,911 0,385 Untuk perpindahan panas dari silinder yang tak bundar nilai C dan n dapat ditentukan berdasarkan Tabel 2.3.

Tabel 2.3 : Konstanta untuk Perpindahan Kalor dari Silinder Tak Bundar

  (J.P.Holman, 1995, hal 271)

2.4.2.1. Untuk Aliran Laminar

  Pada aliran menyilang silinder, syarat aliran Laminar: Re x &lt; 100.000, Bilangan Reynold dirumuskan sbb :

  U x ρ ~

  Re = ...................................................................................... (2.7)

  x μ

  Persamaan Nusselt yang berlaku adalah :

3 Untuk 1 < Re < 10

  ,

  25 Pr ⎛ ⎞

  , 5 ,

  38 Nu = , 43 ,

  • f

  50 Re Pr .............................................. (2.9)

  ( )

  ⎜⎜ ⎟⎟ Pr

  

w

  ⎝ ⎠

  3

5 Untuk 10 < Re < 2 × 10

  ,

  25 Pr ⎛ f

  , 6 ,

38 Nu = ,

  25 Re Pr ....................................................... (2.10) ⎜⎜ ⎟⎟

  Pr

  w

  ⎝ ⎠

2.4.2.2. Untuk Kombinasi Aliran Laminar dan Turbulen

  Pada aliran menyilang silinder, syarat aliran sudah turbulen: 500.000 &lt; Re

  7 &lt; 10 sehingga berlaku persamaan Nusselt :

  4

  1

  1

  5

  5

  2

  3

  8 ⎛

  ⎞ ,

62 Re Pr Re

  ⎛ ⎞ ⎜ ⎟

  3

  3 1 ............................................ (2.11) + + Nu = , ⎜ ⎟

  2 4 ⎜ ⎟ 282000

  ⎝ ⎠

  3 ⎛ ⎞

  ⎝ ⎠ ,

  4 ⎛ ⎞

  ⎜ ⎟

  • 1

  ⎜ ⎟ ⎜ ⎟

  Pr ⎝ ⎠

  ⎝ ⎠ Keterangan : Re = Bilangan Reynold Nu = Bilangan Nusselt o

  T w = Suhu permukaan dinding, C o

  T = Suhu fluida, C ~

2 A = Luas permukaan dinding, m

  2 g = percepatan gravitasi = 9,81, m/detik

  = panjang karakteristik, untuk dinding vertikal δ

  δ = L, m o k = koefisien perpindahan panas konduksi dari fluida, W/m C

  3 = Massa jenis fluida, kg/m

  ρ u = Kecepatan fluida, m/det ∞

  = viskositas dinamik, kg/m s μ o k = koefisien perpindahan panas konduksi fluida, W/m C f

  2o h = koefisien perpindahan panas konveksi, W/m C Pr = Bilangan Prandtl L = Panjang dinding, m

2.5. Koefisien Perpindahan Panas Konveksi

  Koefisien perpindahan panas konveksi ( ) h bervariasi terhadap jenis alirannya (laminer atau turbulen), bentuk dan ukuran benda atau area yang dialiri fluida, sifat-sifat dari fluida, suhu rata-rata, dan posisi sepanjang permukaan benda. Koefisien perpindahan panas konveksi juga tergantung dari jenis mekanisme perpindahan panas konveksi yang terjadi, dengan konveksi alamiah (bebas) yaitu gerakan fluida yang disebabkan bougancy effect atau konveksi paksa yaitu gerakan fluida yang disebabkan oleh alat bantu seperti pompa atau kipas.

  Nilai koefisien perpindahan panas konveksi dapat ditentukan secara analisis untuk aliran fluida diatas benda-benda yang mempunyai bentuk ukuran yang sederhana seperti sebuah plat datar atau aliran dalam tabung seperti pada Nilai kira-kira koefisien perpindahan panas konveksi ditunjukan pada Tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4 : Harga Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h) (Heat Transfer A Basic Approach, hal 7)

  W Btu

  2 o 2 o

  m . C h . ft . F Modus

  Konveksi bebas, ΔT = 30 °C Plat vertikal, tinggi 0,3 m (1 ft) di udara 4,5 0,79 Silinder horisontal, diameter 5 cm di udara 6,5 1,14 Silinder horisontal, diameter 2 cm, dalam air 890 157 Konveksi paksa

  Aliran udara 2 m/s diatas plat bujur sangkar 12 2,1 0,2 m Aliran udara 35 m/s diatas plat bujur sangkar 75 13,2 0,75 m Udara 2 atm mengalir didalam tabung 65 11,4 diameter 2,5 cm, kecepatan 10 m/s Air 0,5 kg/s mengalir dalam tabung 2,5 cm 3500 616 Aliran udara melintas silinder diameter 5 cm, 180

  32 kecepatan 50 m/s Air mendidih Dalam kolam atau bejana 2500-35.000 440-6200

Mengalir dalam pipa 5000-100.000 880-17.600 Pengambunan uap air, 1 atm Muka vertikal 4000-11.300 700-2000

Diluar tabung horizontal 9500-25.000 1700-4400 Dari bilangan Nusselt (Nu), dapat diperoleh nilai koefisien perpindahan panas konveksi:

  Nu k

  h ⋅ ⋅ δ f

  Nu = atau h = ……………………………………….............. (2.12) k f δ

  Keterangan : Nu = Bilangan Nusselt

  2o h = koefisien perpindahan panas, W/m C o k f = koefisien perpindahan panas konduksi dari fluida, W/m C

  = panjang karakteristik, untuk dinding vertikal δ

  δ = L, m

2.6. Perpindahan Panas Radiasi

  Berlainan dengan mekanisme dari konduksi dan konveksi, dimana perpindahan energi terjadi melalui bahan antara, panas juga dapat berpindah melalui daerah-daerah hampa udara, yaitu mekanisme sinaran. Perpindahan panas radiasi merupakan proses dimana panas mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila kedua benda terpisah dalam ruang bahkan bila terdapat ruang hampa diantara benda-benda tersebut. Istilah radiasi pada umumnya dipakai untuk segala jenis hal tentang gelombang elektromagnetik, tetapi dalam ilmu perpindahan panas yang diperhatikan adalah hal ini yang diakibatkan oleh suhu serta dapat mengangkut energi melalui medium yang tembus cahaya atau melalui ruang. Energi panas yang berpindah dengan cara ini

  (transmisi), seperti digambarkan pada Gambar 2.5. Kebanyakan benda padat tidak meneruskan radiasi termal, sehingga untuk kebanyakan nilai transmisivitas dapat dianggap nol.

  

Gambar 2.5: Sifat-sifat dari pengaruh radiasi datang

  2.7. Benda Komposit