BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Hakikat Belajar - ANALISIS KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA MELALUI TES DIAGNOSTIK PADA MATERI LINGKARAN SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 1 KALIMANAH TAHUN 2014/2015 - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Hakikat Belajar Pada dasarnya belajar merupakan kegiatan yang paling pokok

  dalam setiap usaha pendidikan. Tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan (Syah, 2005). Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu, bagaimana proses belajar yang dialami oleh peserta didik sangat menentukan berhasil atau tidaknya tujuan dari proses pendidikan. Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan- perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.

  Menurut Slameto (2010), belajar adalah merupakan usaha yang dilakukan sesorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ahmadi (2013) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan.

  Menurut James O. Whittaker (Djamarah, 2008) merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Cronbach berpendapat bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Howard L. Kingskey, dalam Djamarah (2008) belajar adalah proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktik atau latihan.

  Menurut Wittig (Djamarah, 2008) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/ keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman, dimana perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang menyangkut seluruh aspek psiko- fisik organisme dan didasarkan pada kepercayaan bahwa tingkah laku lahiriah organisme itu sendiri bukan indikator adanya peristiwa belajar.

  Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak- banyaknya. Jadi belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa. Adapun pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) adalah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman- pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.

  Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan belajar secara umum merupakan suatu proses tahapan perubahan tingkah laku secara keseluruhan pada individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman atau interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

2. Pengertian Kesulitan Belajar

  Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja akademik (academic performance) yang memuaskan. Namun dari kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan, dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan siswa yang lainnya (Syah, 2005).

  Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya hanya ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau berkemampuan kurang menjadi terabaikan. Dengan demikian, siswa- siswa yang berkemampuan di luar rata-rata (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya.

  Dari sinilah timbul apa yang disebut kesulitan belajar (learning

  

difficulty ) yang tidak hanya menimpa siswa yang berkemampuan

rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa yang berkemampuan tinggi.

  Selain itu, kesulitan belajar juga dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal) yang disebabkan oleh faktor- faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan.

  Ahmadi (2013) mengatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan- hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Djamarah (2008) menyebutkan kesulitan belajar adalah suatu kondisi di mana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan, ataupun gangguan dalam belajar.

  Menurut Lerner (Mulyono, 2003) mengemukakan berbagai kesalahan umum yang dilakukan oleh anak dalam mengerjakan tugas- tugas matematika, yaitu kurangnya pengetahuan tentang symbol, kurangnya pemahaman tentang nilai tempat, penggunaan proses yang keliru, kesalahan perhitungan, dan tulisan yang tidak dapat dibaca sehingga siswa melakukan kekeliruan karena tidak mampu lagi membaca tulisannya sendiri. Menurut Djamarah (2008) beberapa gejala indicator adanya kesulitan belajar anak didik dapat dilihat dari prestasi belajar yang rendah pada siswa, yaitu di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok anak didik di kelas.

  Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, maupun afektif. Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain : a. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya,

  b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan,

  c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan, d. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, pura-pura, dusta, dan sebagainya, e. Menunjukkan perilaku yang berlainan, seperti: membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya, f. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti: pemurung, mudah tersinggung, pemarah, dan sebagainya.

  Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kesulitan belajar adalah keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran dalam belajar yang dapat diwujudkan dengan rendahnya prestasi siswa, adanya sikap yang tidak wajar, menunjukkan perilaku yang berlainan, serta menujukkan gejala emosional yang kurang wajar sebagai akibat dari ancaman, hambatan, gangguan, kesalahan yang dilakukan siswa dalam mengerjakan suatu materi atau soal, maupun faktor-faktor lain yang menyebabkan anak didik tidak dapat belajar secara wajar.

  Adapun dalam penelitian ini kesulitan belajar yang dimaksud adalah kesulitan belajar yang disebabkan oleh kesalahan yang dilakukan siswa dalam mengerjakan suatu materi atau soal dalam mempelajari matematika dan faktor lain yang berasal dalam (faktor intern) dan luar (faktor ekstern) siswa yang berakibat pada rendahnya prestasi belajar pada siswa.

3. Kesulitan Belajar Matematika

  Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, tidak akan terlepas dari masalah kesulitan belajar. Hal ini didasarkan pada karakteristik siswa yang dapat berhasil dalam menerima pelajaran tanpa mengalami kesulitan, namun disisi lain tidak sedikit pula siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan- hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.

  Ada beberapa karakteristik anak berkesulitan belajar matematika yaitu: (1) Adanya gangguan dalam hubungan keruangan; (2) Abnormalitas persepsi visual; (3) Asosiasi visual motor; (4) Perseverasi; (5) Kesulitan mengenal dan memahami simbol; (6) Gangguan penghayatan tubuh; (7) Kesulitan dalam bahasa dan membaca; (8) Performance IQ jauh lebih rendah dari sektor verbal IQ.

4. Letak Kesulitan Belajar

  Menurut Standar proses pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41 Tahun 2007 kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran. Indikator adalah perilaku yang dapat diukur dan atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran.

  Keberhasilan dalam suatu pembelajaran dapat dilihat dari adanya indicator pencapaian kompetensi. Dimana indicator tersebut dirumuskan dengan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

  Dengan demikian, indikator pencapaian kompetensi merupakan tolak ukur ketercapaian suatu kompetensi dasar. Hal ini berarti bahwa indicator pencapaian kompetensi menjadi acuan dalam penilaian mata pelajaran. Pada kenyataannya tidak semua siswa bisa mencapai indicator pencapaian kompetensi. Hal ini disebabkan karena adanya faktor-faktor yang menyebabkan tidak tercapainya indicator pencapaian kompetensi tersebut.

  Letak kesulitan belajar siswa dapat dilihat dari sisi ketuntasan siswa dalam mempelajari suatu materi. Dalam hal ini adalah pada materi lingkaran. Adapun langkah yang digunakan untuk menentukan letak kesulitan belajar siswa adalah sebagai berikut: a. Pada bagian (ruang lingkup) materi yang menyebabkan hasil prestasi belajar matematika siswa menjadi rendah b. Pada kompetensi dasar mana yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar c. Pada indikator mana yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar dalam mempelajari materi matematika

  Sehingga setelah diketahui letak kesulitan tersebut, dapat dicari alternative pemecahan dalam rangka membantu untuk melakukan tindak lanjut dalam menangani masalah kesulitan yang dihadapi.

5. Jenis- jenis Kesulitan Belajar Matematika

  Untuk mengetahui jenis-jenis kesulitan belajar yang dialami siswa maka dapat diketahui dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal. Oleh karena itu, tidak akan terlepas dari objek- objek matematika dan kesalahan yang ada dalam matematika.

  Berdasarkan karakteristiknya, matematika memilki objek kajian yang abstrak. Ada dua objek yang dapat diperoleh siswa yaitu objek-objek langsung dan objek-objek tak langsung. Objek-objek langsung dalam pelajaran matematika meliputi fakta, konsep, operasi

  (skill), dan prinsip. Sedangkan objek tak langsung dalam pelajaran matematika dapat berupa kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap mandiri, bersikap positif terhadap matematika, serta tahu bagaimana seharusnya belajar.

  Objek-objek abstrak dalam matematika ada yang mudah dipelajari siswa namun ada juga yang sulit dipelajari siswa. Siswa akan mudah mempelajari matematika, apabila siswa telah mengetahui konsep dalam matematika dengan baik.

  a. Objek-objek Langsung Matematika Penjabaran objek-objek langsung tersebut sebagai berikut : 1) Fakta

  Fakta-fakta dalam matematika merupakan suatu kesepakatan yang disajikan baik dalam bentuk kata-kata, simbol atau lambang. Fakta dapat dipelajari dengan teknik menghafal, banyak latihan, peragaan, dan sebagainya. Contoh fakta misalnya jika kita menggunakan kata

  “Lima” maka akan terbayang simbol “5” yang merupakan fakta. Begitu pula perkataan “Dua ditambah lima” menghubungkan dengan simbol “2+5” juga merupakan fakta.

  2) Konsep Konsep dalam matematika adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan kita untuk mengklasifikasikan objek- objek atau peristiwa. Konsep-konsep dalam matematika pada umumnya disusun dari konsep-konsep terdahulu dan juga fakta-fakta. Apakah objek tertentu merupakan contoh konsep atau bukan, siswa harus membentuk konsep dari pengalaman sebelumnya yang diikuti dengan latihan soal untuk memahami pengertian suatu konsep tertentu. Untuk menunjukkan suatu konsep tertentu digunakan batasan atau definisi, seperti kalimat, simbol, atau rumus yang menunjukkan gejala sebagaimana yang dimaksudkan konsep.

  3) Skill (operasi) Skill dalam matematika adalah operasi-operasi dan

  prosedur-prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan masalah matematika. Beberapa skill dapat dikategorikan sebagai kumpulan atau instruksi, atau urutan dari prosedur khusus yang disebut algoritma.

  4) Prinsip Prinsip adalah objek matematika yang paling kompleks, dapat berupa gabungan beberapa konsep, beberapa fakta, yang dibentuk melalui operasi atau relasi. Seseorang dikatakan telah belajar prinsip, apabila ia dapat mengidentifikasikan konsep-konsep yang termuat dalam prinsip, menempatkan konsep-konsep dalam hubungannya yang tepat satu sama lain dan mampu mengaplikasikannya. b. Kesalahan- kesalahan dalam Matematika Kesalahan yang dilakukan siswa dapat dijadikan sebagai acuan kalau siswa mengalami kesulitan belajar. Jenis-jenis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal matematika menurut Hidayat (2012) yaitu : 1) Kesalahan fakta

  Fakta dalam matematika berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol atau permisalan tertentu. Simbol atau permisalan dalam matematika merupakan informasi yang dapat langsung diterima oleh siswa untuk kemudian disimpan dan digunakan untuk menyelesaikan masalah. Kesalahan fakta adalah kesalahan siswa dalam memahami konvensi-konvensi (kesepakatan) matematika yang diungkap dengan simbol atau permisalan tertentu. Termasuk di dalamnya dapat diketahui dari kesalahan dalam melihat data dari komponen-komponen yang sudah diketahui sehingga data yang seharusnya dengan data yang ditulis berbeda. Contoh:

  Soal: Diketahui sebuah lingkaran dengan diameter adalah 40 cm. Hitunglah keliling lingkaran tersebut ! Jawab :

  Kll = πd Kll = 3,14 x 400 cm Kll = 1256 cm Perhatikan bahwa jawaban tersebut salah, hal ini dikarenakan data dalam penyelesaian soal tesebut tidak sesuai dengan data yang terdapat dalam soal, yaitu diameter = 400 cm seharusnya diameter = 40 cm

  2) Kesalahan Konsep Konsep adalah ide abstrak yang digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek tertentu, dalam prosesnya diperlukan kemampuan untuk mengorganisasi informasi yang diterima oleh siswa untuk kemudian digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah. Kesalahan konsep adalah kesalahan siswa dalam menguasai konsep-konsep tertentu untuk menyelesaikan suatu masalah termasuk di dalamnya yaitu kesalahan dalam memahami suatu pengertian atau definisi. Contoh :

  P

  Soal : T O S R

  U Q Daerah yang diarsir disebut . . .

  Jawab : tembereng Perhatikan bahwa terdapat kesalahan dalam menjawab, yang benar adalah juring. Kesalahan dalam menjawab diakibatkan tidak tahu konsep dari tembereng dan juring itu sendiri. Pengertian juring atau sektor lingkaran adalah daerah dalam lingkaran yang dibatasi oleh dua buah jari-jari dan busur yang diapit oleh kedua jari-jari tersebut. Dalam hal ini yang merupakan juring atau sektor lingkaran adalah daerah arsiran yang dibatasi oleh dua buah jari-jari yaitu TO dan UO dan sebuah busur TU. Sedangkan tembereng lingkaran adalah daerah dalam lingkaran yang dibatasi oleh sebuah tali busur dan busur dihadapan tali busur. Dengan kata lain daerah arsiran yang dibatasi oleh tali busur dan busur yang sama disebut tembereng. Pada soal di atas yang termasuk tembereng adalah daerah yang dibatasi oleh busur dan tali busur QP.

  3) Kesalahan Operasi Operasi adalah suatu pengerjaan hitung aljabar dan pengerjaaan lain. Pengerjaaan hitung aljabar menekankan pada aspek keterampilan yang dimiliki oleh siswa yang didapat dari pengorganisasian informasi yang didapatkan kemudian digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah. Kesalahan operasi adalah kesalahan yang dilakukan siswa dalam melakukan pengerjaan hitung aljabar. Jadi, terdapat kesalahan dalam mengoperasikan angka-angka, sehingga menyimpang dari kaidah operasi dalam matematika. Contoh :

  Soal : Dari gambar berikut

  2

  BOC = Diketahui : Luas juring OAB = 40 cm , 150 , dan AOB = 60 . Tentukan luas juring OBC !

  C O luasjuring OABAOB

  Jawab:  .... (1)

  luasjuring OBCBOC A B

  40

  60  .... (2) luasjuring OBC 150

  40 

  60 luasjuring OBC .... (3)

  

150

2400

luasjuring OBC  .... (4)

  150 luasjuring OBC

  16

  2 Jadi Luas juring OBC adalah 16 cm

  Perhatikan bahwa dalam penyelesaian soal tersebut terdapat kesalahan dalam menghitung luas juring OBC kesalahan terjadi pada langkah (3) , kesalahan pada langkah (3) menyebabkan kesalahan pada jawaban akhir

  luasjuring OABAOB

 .... (1)

luasjuring OBCBOC

  40

  60

 .... (2)

luasjuring OBC 150

  40  150

  luasjuring OBC .... (3)

  

  60

  6000 luasjuring OBC  .... (4)

  60 luasjuring OBC  100

  2 Jadi seharusnya Luas juring OBC adalah 100 cm

  4) Kesalahan Prinsip Karena prinsip adalah objek matematika yang rumit, dapat terdiri dari fakta, konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi yang merupakan pengorganisasian dari konsep yang ada. Kesalahan prinsip yang dimaksud adalah kesalahan siswa dalam memahami hubungan fakta dengan konsep yang dikaitkan oleh operasi atau relasi, menyimpang dari aturan umum yang berlaku sehingga siswa tidak dapat merencanakan penyelesaian masalah dengan baik. Contoh:

  Soal: Diketahui sebuah lingkaran dengan diameter adalah 40 cm. Hitunglah keliling dan luas lingkaran tersebut! Jawab:

  Kll = 2πr Kll = 2 x 3,14 x 40 cm Kll = 251,2 cm

2 L = πr

  1 2 L =  d

  2

  1 2 L = 3 , 14  

  40

  2

  1 L = 3 , 14   1600

  2 L = 3,14 x 800

  2 L = 2512 cm

  Jadi keliling dan luas lapangan tersebut masing-masing

  2

  adalah 251,2 cm dan 2512 cm Perhatikan bahwa dalam penyelesaian soal tersebut untuk soal keliling tidak memperhatikan nilai r nya sedangkan 2 untuk yang luas seharusnya L =   r sehingga rumus L =

  1  2 

  

   d   2  

6. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar

  Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku siswa seperti kesukaan berteriak-teriak dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering minggat dari sekolah.

  Adalah suatu pendapat yang keliru dengan mengatakan kesulitan belajar anak didik disebabkan oleh rendahnya intelegensi. Karena dalam kenyataannya cukup banyak anak didik yang memiliki inteligensi yang tinggi, tetapi hasil belajarnya rendah, jauh dari yang diharapkan. Dan masih banyak anak didik dengan intelegensi rata-rata atau normal, tetapi dapat meraih prestasi belajar yang tinggi. Tetapi juga tidak disangkal bahwa intelegensi yang tinggi memberi peluang yang besar bagi anak didik untuk meraih prestasi belajar yang tinggi. Oleh karena itu, selain faktor intelegensi, faktor non intelegensi juga diakui dapat menjadi penyebab kesulitan belajar bagi anak didik dalam belajar (Djamarah, 2008).

  Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam (Syah, 2005) : a. Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa itu sendiri. Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yakni: 1) Bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/ intelegensi siswa ; 2) Bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap ; 3) Bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran ( mata dan telinga).

  b. Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari luar diri siswa. Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor ini terbagi menjadi tiga macam, yakni :

  1) Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, serta rendahnya kehidupan ekonomi keluarga;

  2) Lingkungan perkampungan/ masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer group) yang nakal;

  3) Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat- alat belajar yang berkualitas rendah.

  Adapun penjabaran uraian di atas

  • – berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh Drs. H. Abu Ahmadi dan Drs. Widodo Supriyono di dalam buku mereka Psikologi Belajar – dapat dikatakan bahwa faktor penyebab kesulitan belajar baik dari dalam diri siswa maupun di luar diri siswa dapat dikelompokkan menjadi:

  a. Faktor intern (faktor dari dalam diri manusia itu sendiri) yang meliputi: 1) Sebab yang bersifat fisik:

  a) Sakit Seorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga saraf sensoris dan motorisnya lemah.

  Akibatnya rangsangan yang diterima melalui inderanya tidak dapat diteruskan ke otak.

  b) Kurang sehat

  Anak yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan belajar, sebab ia akan mudah capek, mengantuk, pusing, daya konsentrasi hilang, kurang semanagat, pikiran terganggu. Karena hal-hal ini maka penerimaan respon otak menjadi berkurang, saraf otak tidak mampu secara maksimal dalam memproses, mengelola, menginterpretasi, serta mengorganisasikan bahan pelajaran melalui inderanya.

  c) Cacat tubuh Cacat tubuh dikategorikan kedalam cacat ringan dan serius. Cacat ringan seperti kekurangan pendengaran, kurang penglihatan, dan gangguan psikomotor. Sedangkan cacat tubuh serius seperti buta, tuli, bisu, hilang tangan dan kakinya.

  2) Sebab yang bersifat rohani

  a) Inteligensi (IQ) Anak yang IQ-nya tinggi dapat menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Anak yang normal dapat menamatkan SD tepat pada waktunya. Sedangkan anak yang IQ-nya rendah pada umumnya mengalami kesulitan.

  b) Bakat

  Bakat adalah potensi/kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir. Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang akan mudah mempelajari yang sesuai dengan bakatnya. Apabila seorang anak harus mempelajari bahan yang lain dari bakatnya akan cepat bosan, mudah putus asa, dan tidak senang. Hal- hal tersebut akan tampak pada anak suka mengganggu kelas, berbuat gaduh, tidak mau belajar sehingga nilainya rendah.

  c) Minat Tidak adanya minat seorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan belajar. Belajar yang tidak ada minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhan, maupun tidak sesuai dengan kecakapannya menimbulkan problema pada dirinya. Karena itu pelajaran pun tidak pernah mengalami proses dalam otak sehingga menimbulkan kesulitan.

  d) Motivasi Motivasi sebagai faktor batin berfungsi menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Seorang siswa yang besar motivasinya akan giat berusaha, tampak gigih tidak mau menyerah, giat membaca buku-buku untk meningkatkan prestasinya dalam memecahkan masalahnya.

  e) Faktor kesehatan mental Dalam belajar tidak hanya menyangkut segi intelek, tetapi juga menyangkut segi kesehatan mental dan emosional. Hubungan kesehatan mental dengan belajar adalah timbal balik. Kesehatan mental dan ketenangan emosi akan menimbulkan hasil belajar yang baik demikian juga belajar yang selalu sukses akan membawa harga diri seseorang. Bila harga diri tumbuh akan merupakan faktor adanya kesehatan mental.

  f) Tipe-tipe khusus seseorang pelajar (1) Tipe visual

  Seorang yang bertipe visual akan cepat mempelajari bahan-bahan yang disajikan secara tertulis seperti bagan, grafik, gambar. Pokoknya mudah mempelajari bahan pelajaran yang dapat dilihat dengan alat penglihatannya.

  (2) Tipe auditif Seorang yang bertipe auditif, mudah mempelajari bahan yang disajikan dalam bentuk suara (ceramah). Begitu guru menerangkan ia langsung cepat menangkap bahan pelajaran, di samping itu kata dari teman (diskusi) atau suara radio/casette ia mudah menangkapnya.

  (3) Tipe motorik Individu yang bertipe motorik, mudah mempelajari bahan yang berupa tulisan-tulisan, gerakan-gerakan, dan sulit mempelajari bahan yang berupa suara dan penglihatan.

  b. Faktor ekstern (faktor dari luar manusia) 1) Faktor keluarga

  a) Faktor orang tua (1) Cara mendidik anak

  Orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan anak, menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam belajarnya

  (2) Hubungan orang tua dan anak

  Kasih sayang dari orang tua, perhatian atau penghargaan kepada anak-anak menimbulkan mental yang sehat bagi anak

  (3) Bimbingan dari orang tua Orang tua merupakan contoh terdekat dari anak-anaknya. Segala yang diperbuat orang tua tanpa disadari aka ditiru oleh anak-anaknya. Karenanya sikap orang tua yang tidak baik, sebaik mungkin dihindari.

  b) Suasana rumah yang gaduh, tidak mungkin anak dapat belajar dengan baik. Demikian juga suasana rumah yang selalu tegang, selalu banyak cekcok di antara anggota keluarga selalu ditimpa kesedihan, antara ayah dan ibu selalu cekcok atau selalu membisu akan mewarnai suasana keluarga yang melahirkan anak-anak tidak sehat mentalnya. Anak akan selalu terganggu konsentrasinya dan malas untuk belajar.

  c) Sarana/ prasarana Kurangnya alat-alat belajar, kurangnya biaya yang disediakan oleh orang tua dan tidak adanya tempat belajar yang baik akan menghambat kemajuan belajar anak. Dan keadaan dimana ekonimi keluarga berlimpah menyebabkan anak segan untuk belajar dan cenderung bermalas-malasan.

  2) Faktor Sekolah

  a) Guru Guru dapat menjadi penyebab kesulitan belajar jika:

  (1) Guru tidak berkualitas, baik dalam pengambilan metode yang digunakan atau dalam mata pelajaran yang dipegangnya. (2) Hubungan guru dengan murid kurang baik, karena adanya sikap guru yang tidak senangi oleh murid-muridnya. Misalnya sikap guru yang kasar dan suka marah, tak pandai menerangkan dan lain-lain. (3) Guru menuntut standar pelajaran di atas kemampuan anak. Hal ini biasa terjadi pada guru yang masih muda yang belum berpengalaman hingga belum dapat mengukur kemampuan murid-muridnya, sehingga hanya sebagian kecil muridnya yang dapat berhasil dengan baik. (4) Guru tidak memiliki kecakapan dalam usaha diagnosis kesulitan belajar siswa. Misalnya dalam bakat, minat, sifat, kebutuhan anak-anak, dan sebagainya.

  (5) Metode mengajar guru yang dapat menimbulkan kesulitan belajar.

  b) Faktor alat Alat-alat pelajaran yang kurang lengkap membuat penyajian pelajaran menjadi kurang baik pula.

  c) Kondisi gedung Ruangan belajar anak sebaiknya memenuhi syarat kesehatan seperti:

  (1) Ruangan sebaiknya berjendela dan mempunyai ventilasi yang cukup sehingga pada pagi dan siang hari udara segar dapat masuk ruangan dan sinar matahari juga dapat menerangi ruangan

  (2) Dinding bersih dan tidak kotor (3) Lantai bersih (4) Keadaan gedung jauh dari tempat keramaian, sehingga anak menjadi lebih berkonsentrasi dalam belajar.

  d) Waktu sekolah dan disiplin kurang Apabila sekolah masuk sore, siang atau malam, maka kondisi anak tidak lagi dalam keaadaan yang optimal untuk menerima pelajaran, sebab energi telah berkurang. Di samping itu, pelaksanaan disiplin yang kurang, seperti: siswa yang sering datang terlambat ke sekolah, tugas yang diberikan tidak dilaksanakan, serta murid-murid yang cenderung liar juga akan mempengaruhi proses belajar. 3) Faktor media masa dan lingkungan sosial

  a) Faktor media masa meliputi: bioskop, TV, surat kabar, majalah, buku-buku komik yang ada disekeliling kita.

  Hal itu akan menghambat belajar apabila anak terlalu banyak waktu yang dipergunakan untuk itu, hingga lupa akan tugasnya belajar.

  b) Lingkungan sosial (1) Teman bergaul

  Teman bergaul pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa anak. Apabila anak suka bergaul dengan mereka yang tidak sekolah, maka ia akan malas belajar, sebab cara hidup anak yang sekolah berlainan dengan anak yang tidak sekolah.

  (2) Lingkungan tetangga Corak kehidupan tetangga, misalnya suka main judi, minum arak, menganggur, pedagang, tidak suka belajar, akan mempengaruhi anak-anak yang bersekolah. Minimal tidak ada motivasi bagi anak untuk belajar.

  (3) Aktivitas dalam masyarakat Terlalu banyak berorganisasi, kursus ini itu, akan menyebabkan belajar anak menjadi terbengkalai. Orang tua harus mengawasi, agar kegiatan ekstra diluar belajar dapat diikuti tanpa melupakan tugas belajarnya. Dari faktor-faktor penyebab kesulitan belajar yang telah dikemukakan di atas terlihat jelas bahwa kesulitan belajar yang dialami siswa dapat berasal dari dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa. Setelah diketahui faktor-faktor penyebab kesulitan belajar tersebut, maka dapat diambil langkah-langkah sebagai rancangan tindak lanjut untuk mengatasi kesulitan belajar. Dan untuk mengetahui faktor penyebab kesulitan belajar siswa, dibutuhkan suatu alat evaluasi berupa angket dan wawancara kepada siswa.

7. Tes Diagnostik

  a. Definisi Diagnostik Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan untuk melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda seorang siswa. Upaya yang demikian ini disebut “diagnosis” yang bertujuan untuk menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa.

  Menurut Djamarah (2008) diagnosis adalah keputusan (penentuan) mengenai hasil dari pengolahan data.

  Tentu saja keputusan dapat diambil setelah dilakukan analisis terhadap data yang telah diolah. Diagnosis dapat berupa: 1) Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak didik, dan tingkat kesulitan yang dirasakan anak didik 2) Keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak didik 3) Keputusan mengenai faktor utama yang menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak didik

  Diagnosis merupakan upaya untuk menentukan jenis kesulitan siswa serta menemukan faktor-faktor penyebab timbulnya masalah kesulitan pada siswa. Dalam konteks proses belajar mengajar faktor-faktor yang menjadi penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi output hasil belajar. Faktor-faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa bisa berupa faktor intern (yang berasal dari dalam siswa) dan faktor ekstern (yang berasal dari luar siswa).

  Diagnostik berarti langkah-langkah prosedural dalam rangka diagnosis (Syah, 2005). Keputusan diambil berdasarkan hasil diagnosis (Djamarah, 2008). Setelah itu, dilakukan suatu kegiatan penyusunan program dan penetapan ramalan mengenai bantuan yang harus diberikan kepada anak untuk membantunya keluar dari kesulitan belajar. Kegiatan ini disebut (Prognosis). Jadi, prognosis bertujuan untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya.

  b. Definisi Tes Diagnostik Kata “Tes” berasal dari bahasa Perancis kuno:

  

testum dengan arti: piring untuk menyisihkan logam-logam

  mulia” (maksudnya dengan menggunakan alat berupa piring itu akan diperoleh jenis-jenis logam mulia yang nilainya sangat tinggi) dalam bahasa inggris ditulis dengan test yang berarti “ujian” atau “percobaan”. Sedangkan dalam bahasa arab :

  

Imtihan (Sudijono). Menurut Arikunto (1999) tes adalah

  merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara atau aturan-aturan yang sudah ditentukan.

  Menurut Djamarah (2008) Diagnosis adalah penentuan jenis penyakit dengan meneliti (memeriksa) gejala- gejalanya atau proses pemeriksaan terhadap hal yang dipandang tidak beres, maka agar akurasi keputusan yang diambil tidak keliru tentu saja diperlukan kecermatan dan ketelitian yang tinggi.

  Arikunto (1999) menyebutkan bahwa tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan- kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat. Tes jenis ini bertujuan untuk mendiagnosa kesulitan belajar siswa untuk mengupayakan perbaikannya. Sasaran utama tes diagnostik belajar adalah untuk menemukan kekeliruan- kekeliruan atau kesalahan- kesalahan, baik kesalahan konsep atau kesalahan proses yang terjadi dalam diri siswa tatkala mempelajari suatu topik belajar tertentu (Suke, 1991).

  Sedangkan menurut Sudijono Tes Diagnostik

  

(diagnostic test) adalah tes yang dilaksanakan untuk

  menentukan secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu. Dengan diketahuinya jenis-jenis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik itu maka lebih lanjut akan dapat dicarikan upaya pengobatan yang tepat.

  Tes diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami siswa. Tes diagnostik memerlukan sejumlah soal untuk satu bidang yang diperkirakan merupakan kesulitan bagi siswa. Soal-soal tesebut bervariasi dan difokuskan pada kesulitan ( Djamarah, 2010).

  Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa diagnosis kesulitan belajar adalah kegiatan untuk menemukan kelemahan siswa melalui pemeriksaan terhadap hasil kerja siswa dalam tes berupa langkah-langkah penyelesaian. Pengkajian diagnostik dalam belajar matematika adalah pengkajian kesulitan belajar siswa melalui gejala yang nampak berupa kesalahan-kesalahan siswa dibidang matematika.

  Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tes diagnostik adalah seperangkat tes yang digunakan untuk mengetahui atau mendeteksi kesulitan belajar siswa berdasarkan atas analisis jawaban siswa dalam mengerjakan soal-soal yang telah dirancang untuk mendiagnosa kesulitan belajar siswa pada bagian khusus materi yang diduga memuat kesulitan belajar. Tes diagnostik tidak langsung menunjukkan faktor penyebab kesulitan belajar. Adapun penyebab kesulitan belajar akan diketahui setelah dilakukan analisis. Kemudian hasil analisis tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk perencanaan atau pemberian tindak lanjut berupa perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan yang dimiliki.

  c. Ciri

  • – ciri Tes Diagnostik Menurut Krismanto dalam Rachmadi (2008) ada lima pendekatan yang bisa digunakan, yaitu 1) Pendekatan profil materi 2) Pendekatan prasarat pengetahuan dan kemampuan 3) Pendekatan pencapaian kompetensi dasar dan indikator 4) Pendekatan kesalahan konsep 5) Pendekatan pengetahuan terstruktur.

  Dari kelima pendekatan yang dikemukakan Krismanto, penulis menggunakan pendekatan pencapaian indikator. Pendekatan ini digunakan untuk mendiagnosis kegagalan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran atau indikator tertentu. Karena penulis akan meneliti letak, jenis, dan faktor penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa. Adapun untuk letak kesulitan belajar adalah pada indikator mana siswa mengalami kesulitan belajar.

  Menurut Suke (1991), tes diagnostik dibedakan dari jenis tes yang lainnya oleh ciri-ciri khusus sebagai berikut: 1) Hasil tes diagnostik tidak merupakan ukuran kemampuan siswa tetapi dirancang untuk mendeteksi kesulitan belajar siswa.

  2) Oleh karena fungsinya untuk mendiagnosa kesulitan belajar siswa, maka perhatian utama dalam pemeriksaan hasil tes diagnostik adalah pada jawaban-jawaban yang salah, untuk kemudian dianalisis dan ditafsirkan oleh guru. 3) Menggunakan soal-soal bentuk uraian sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap tentang kelemahan siswa dalam mengerjakan soal. 4) Disertai rancangan tindak lanjut (pengobatan) sesuai dengan kesulitan (penyakit) yang teridentifikasi.

  5) Membantu guru dalam meningkatkan efisiensi mengajarnya di kelas.

  d. Adapun fungsi diadakannya tes diagnostik adalah : 1) Menentukan apakah bahan prasyarat telah dikuasai atau belum 2) Menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang dipelajari 3) Untuk memisahkan (mengelompokkan) siswa berdasarkan kemampuan dalam menerima pelajaran yang akan dipelajari

  4) Menentukan kesulitan-kesulitan belajar yang dialami siswa untuk kemudian menentukan cara yang khusus untuk mengatasi atau memberikan bimbingan

  Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila guru atau pembimbing peka terhadap siswa. Guru atau pembimbing harus meluangkan waktu untuk memperhatikan keadaan siswa bila terlihat gejala-gejala kesulitan belajar. Agar memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu mengumpulkan data tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan menjadi lebih mudah dan terarah.

  e. Pelaksanaan Tes Diagnostik Waktu pelaksanaan tes diagnostik adalah dilakukan sewaktu-waktu bergantung pada program yang dirancang khusus untuk mengidentifikasi kesulitan belajar siswa dan dilakukan setelah subjek penelitian atau siswa telah melewati materi yang akan dianalisis.

  f. Cara Menyusun Tes Diagnostik Untuk mendapatkan suatu tes diagnostik yang baik perlu diikuti beberapa langkah utama dalam penyusunannya

  (Suke,1991). Langkah- langkah yang dimaksud adalah : 1) Menyusun kisi-kisi soal tes diagnostik.

  2) Menyusun soal yang sudah ditulis menjadi perangkat tes berdasarkan rincian spesifikasi yang telah ditetapkan dalam kisi-kisi.

  3) Dilakukan uji coba tes diagnostik untuk meneliti apakah soal tes diagnostik yang telah kita buat sudah dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan apa yang diharapkan. 4) Menganalisis hasil uji coba tes diagnostik. 5) Setelah dianalisis kemudian diadakan perbaikan terhadap hasil uji coba tes diagnostik.

  6) Melakukan tes diagnostik Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan tes diagnostik meliputi: petunjuk pengerjaan, cara menjawab, alokasi waktu yang disediakan, pengawasan dan lain sebagainya. Setelah tes dikerjakan, dilakukan penskoran, yaitu pemberian angka dilakukan dalam rangka mendapatkan informasi kuantitatif dari setiap siswa. Penskoran harus seobjektif mungkin. Setelah tes dilaksanakan dan dilakukan penskoran, hasilnya dapat dianalisis. Hasil tes diagnostik tersebut menggambarkan letak dan jenis kesulitan dalam mempelajari materi lingkaran, kemudian digunakan untuk menganalisis faktor penyebab kesulitan belajar siswa.

8. Materi Lingkaran

  Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah materi Lingkaran yang diajarkan di kelas VIII D SMP Negri 1 Kalimanah, semester genap tahun ajaran 2014/ 2015. Dengan standar kompetensinya adalah 4. Menentukan unsur, bagian lingkaran serta ukurannya. Dengan rincian kompetensi dasar dan indikatornya adalah sebagai berikut :

TABEL 2.1 Kompetensi Dasar dan Indikator Materi Lingkaran KOMPETENSI DASAR

  INDIKATOR

  4.1 Menentukan unsur dan bagian-

  4.1.1 Menyebutkan unsur-unsur atau bagian- bagian lingkaran bagian dari lingkaran misalnya: jari- jari, diameter, busur, talibusur, juring, tembereng, apotema maupun bagian- bagian yang lain dari lingkaran

  4.2 Menghitung keliling dan luas

  4.2.1 Menentukan rumus keliling lingkaran lingkaran

  4.2.2 Menentukan rumus luas lingkaran

  4.3 Menggunakan hubungan sudut

  4.3.1 Menentukan hubungan sudut pusat dan pusat, panjang busur, luas sudut keliling jika menghadap busur juring dalam pemecahan yang sama masalah

  4.3.2 Menentukan panjang busur, luas juring,

  4.3.3 Menggunakan hubungan sudut pusat, panjang busur, luas juring dalam pemecahan masalah

  4.4 Menghitung panjang garis

  4.4.1 Mengenali dan menentukan garis singung persekutuan dua buah singgung baik persekutuan dalam lingkaran maupun persekutuan luar dua lingkaran

B. Penelitian Relevan

  1. Hasil penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 7 Surakarta Kelas X Tahun Ajaran 2011/2012 oleh Badi Rahmad Hidayat , Bambang Sugiarto, dan Getut Pramesti dengan judul analisis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal pada materi ruang dimensi tiga ditinjau dari gaya kognitif siswa yang menunjukkan kesalahan dan mengetahui penyebab kesalahan yang terjadi pada siswa dalam materi ruang dimensi tiga yang ditinjau dari gaya kognitif pada siswa kelas X SMA Negeri 7 Surakarta tahun ajaran 2011/2012

  2. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bunga Suci Bintari Rindyana dengan judul analisis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika materi sistem persamaan linear dua variabel berdasarkan analisis Newman. Penelitian ini dilakukan di Kasus MAN Malang 2 Batu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) sebanyak 84,4 % siswa melakukan kesalahan pada tahap membaca soal (reading) kesulitan yang dialami siswa adalah tidak dapat memaknai kalimat yang mereka baca dengan baik.(2) Pada tahap memahami masalah (comprehension) sebanyak 87,7 % siswa kesalahan yang dilakukan siswa meliputi: (a) tidak menuliskan apa yang diketahui, (b) menuliskan yang diketahui tidak sesuai dengan permintaan soal, (c) menuliskan yang ditanyakan tidak sesuai dengan permintaan soal, (d) tidak menuliskan yang ditanyakan dalam soal, (e) tidak mengetahui maksud pertanyaan. (3) Pada tahap transformasi soal sebanyak 46,6 % siswa yang melakukan kesalahan diantaranya yaitu siswa tidak mengetahui metode yang akan digunakan. (4) Tahap ketrampilan proses sebanyak 32,2 % siswa, yaitu kesalahan dalam proses eliminasi substitusi (5) penulisan jawaban akhir sebanyak 42,2 % siswa, yaitu (a) menuliskan jawaban akhir yang tidak sesuai dengan konteks soal, (b) tidak menuliskan jawaban akhir.

  3. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Juhanto dengan judul analisis letak, jenis, dan faktor penyebab kesulitan belajar siswa kelas XI IPA

  3 SMA Negeri Sokaraja melalui tes diagnostik pada materi limit fungsi tahun ajaran 2012/ 2013. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri Sokaraja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) letak kesulitan belajar siswa pada limit fungsi adalah pada indikator menghitung limit fungsi aljabar dan trigonometri dengan sifat- sifat limit (2) jenis- jenis kesulitan yang dialami oleh siswa dalam menyelesaikan persoalan linit fungsi yang berkaitan denan objek- objek yang dipelajari adalah kesulitan dalam penguasaan fakta, skill, konsep, dan prinsip (3) faktor- faktor yang menyebabkan kesulitan belajar dalam mempelajari materi limit fungsi yang berasal dari faktor intern yaitu faktor psikologis dan faktor ekstern yaitu faktor sekolah dan faktor masyarakat.

  4. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Titin dengan judul analisis kesalahan dan penyebabnya dalam penyelesaian soal ulangan matematika pokok bahasan sistem persamaan linear satu variabel pada siswa kelas VII E SMP Negeri 1 Kembaran tahun ajaran 2004/

Dokumen yang terkait

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATERI ALJABAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 BANGIL

1 48 17

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA MATEMATIKA BERBASIS PENEMUAN TERBIMBING UNTUK SISWA KELAS VIII SMP MATERI LINGKARAN

2 30 8

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) MATEMATIKA BERBASIS MASALAH UNTUK KELAS VIII SMP PADA MATERI LINGKARAN

1 82 9

BAB II Kajian Pustaka A. Deskripsi Teori a. Tinjauan Tentang Berpikir Reflektif 1. Pengertian Berpikir - ANALISIS BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH TEOREMA PHYTAGORAS DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA KELAS VIII SMP NEGERI 1 KAMPAK TAHUN

0 5 62

BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Matematika - PERBEDAAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DAN QUANTUM LEARNING PADA SISWA KELAS VIII MATERI KUBUS DAN BALOK DI MTS DARUL FALAH TAHUN AJARAN 2017/2018 - Institutiona

0 6 29

BAB II KAJIAN PUSTAKA - ANALISIS TINGKAT KREATIVITAS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA MATERI LINGKARAN PADA SISWA KELAS VIII MTs NURUL HUDA PULE TRENGGALEK TAHUN AJARAN 2017/2018 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

1 1 45

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Akuntabilitas Manajerial a. Definisi Akuntabilitas - AKUNTABILITAS MANAJERIAL (Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akuntabilitas Manajerial di PTAIS Kopertais Wilayah 1 Jakarta) - Raden Intan Reposito

0 0 122

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual Fokus dan Subfokus Penelitian 1. Definisi Pengelolaan - Pengelolaan program ekstrakurikuler di MTs. Negeri 1 Tulang Bawang - Raden Intan Repository

0 0 25

ANALISIS RESPONS BERDASARKAN TAKSONOMI SOLO PADA MATERI PERSAMAAN GARIS LURUS DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 COLOMADU TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - UNS Institutional Repository

0 0 21

BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual - NUR EKA SARI BAB II

0 0 32