ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN TERHADAP KEMAMPUAN MENGHARDIK TUTUP TELINGA DI WISMA ARIMBI RSJ PROF DR SOEROJO MAGELANG - Elib Repository
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN TERHADAP
KEMAMPUAN MENGHARDIK TUTUP TELINGA DI WISMA ARIMBI RSJ PROF DR SOEROJO MAGELANG KARYA ILMIAH AKHIR NERS Disusun Oleh:
NURMA GUPITA, S. Kep A31701028 PROGRAM STUDI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
2018 ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN TERHADAP
KEMAMPUAN MENGHARDIK TUTUP TELINGA DI WISMA ARIMBI RSJ PROF DR SOEROJO MAGELANG KARYA ILMIAH NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners
Disusun Oleh: NURMA GUPITA, S. Kep
A31701028 STASE KEPERAWATAN JIWA PROGRAM STUDI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis akhir yang berjudul “Analisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi: Menghardik Di Wisma Arimbi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang”.
Adapun keberhasilan dalam penyusunan karya tulis akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang terkait. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Hj. Herniyatun, S. Kp. M. Kep. Sp Mat., selaku Ketua STIKes Muhammadiyah Gombong.
2. Dadi Santoso, M. Kep, selaku Ketua Program Studi Profesi Ners Keperawatan.
3. Tri Sumarsih, M. Kep, selaku Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya dalam pembuatan karya tulis ini.
4. Perawat dan staf RSJ Prof Dr Soerojo Magelang terutama Wisma Arimbi yang memberikan informasi demi kelancaran pembuatan karya tulis ini.
5. Ayahanda Slamet Widodo dan Ibunda Karti serta Mbak dan Mas tercinta, yang memberikan dukungan moral maupun materiil serta semangat tiada henti selama penulis mengerjakan Karya Ilmiah ini.
6. Teman seperjuangan yang selalu memotivasi dan memberi semangat. Akhirnya karya tulis ini dapat terselesaikan. Apabila terdapat kekeliruan, kekurangan, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran sebagai perbaikan demi kelancaran dan keberhasilan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Gombong, 06 Juni 2018 Penulis
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong KIA-N, Juli 2018
1) 2)
Nurma Gupita, S. Kep Tri Sumarsih, S. Kep. Ns., MNS Ns. Abdul Jalil, M. 3)Kep. Sp. Kep., J
ABSTRAK
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN
PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN TERHADAP
KEMAMPUAN MENGHARDIK TUTUP TELINGA DI WISMA
ARIMBI RSJ PROF DR SOEROJO MAGELANG
Latar Belakang: Gangguan Persepsi Sensori halusinasi merupakan respon panca
indera yang dialami oleh seseorang tanpa rangsangan atau stimulus dari luar dan tidak dialami oleh orang lain. Menghardik merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan halusinasi dengan menolak halusinasi yang muncul.
Tujuan: untuk menganalisis asuhan keperawatan pada pasien dengan Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran dalam perubahan tanda dan gejala serta kemampuan pasien dalam menghardik di Wisma Arimbi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
Metode: deskriptif melalui pendekatan studi kasus menggunakan teknik analisa
data dengan cara observasi dan dokumentasi keperawatan.Hasil: setelah dilakukan asuhan keperawatan pada P1, P2 dan P3 terjadi
penurunan tanda dan gejala P1 secara Subjektif 66,7% dan objektif 16,7%. P2 secara subjektif 66,7% dan objektif 33,3%, P3 secara subjektif 33,4% dan objektif 50%. Sedangkan untuk peningkatan kemampuan P1 27,8%, P2 33,4% dan P3 25%.
Rekomendasi: terapi menghardik dengan menutup telinga direkomendasikan
untuk diterapkan pada pasien halusinasi dengar dalam mengontrol halusinasinya. Kata Kunci: gangguan persepsi sensori: halusinasi dan menghardik.1) Mahasiswa Profesi Ners STIKes Muhammadiyah Gombong 2) Dosen STIKes Muhammadiyah Gombong
NERS NURSING STUDY PROGRAM STIKes Muhammadiyah Gombong Scientific Work Final, July 2018
1) 2)
Nurma Gupita, S. Kep Tri Sumarsih, S. Kep. Ns., MNS Ns. Abdul Jalil, M. 3)Kep. Sp. Kep., J
ABSTRACT
ANALYSIS OF NURSING CARE ON THE PATIENTS WITH SENSORY
PERCEPTION DISORDERS: HALLUCINATIONS OF HEARING
ON THE ABILITY TO REBUKE THE EARPLUGS
AT THE GUESTHOUSE ARIMBI RSJ
PROF DR SOEROJO MAGELANG
Background: interference of sensory perception: hallucinations is a response to
faculty perception whose experienced by someone without excitement or stimulus from the outside and not experienced by others. Rebuke is one attempt to control hallucinations by rejecting hallucinations appear.
Purpose: to analyze nursing care in patient with Sensory Perception Disorders:
Hallucinations perceptual perception in the change of signs and symptoms and the ability of patient to rebuke At Wisma Arimbi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
Method: descriptive case study approach using data analysis techniques by means
of observation and nursing documentation.Result: after nursing care on P1, P2 dan P3 a decrease of P1 sign and symptom
66,7% and objective 16,7%. P2 subjectively 66,7% and objectively 33,3%. P3 subjectively 33,4% and objectively 50%. While for the alteration ability P1 27,8%, P2 33,4% and P3 25%.
Recommend: to rebuke therapy can be done by reading dhikr therapy to control
hallucination experienced. Keywords: sensory perception disorders: hallucinations, rebuke.1) Student Ners Profession of Muhammadiyah Health Science Institude of Gombong. 2) Lecture of Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
i HALAMAN PERNYATAN ORISINALITAS iii HALAMAN BEBAS PLAGIARISME iv HALAMAN PERSETUJUAN v HALAMAN PENGESAHAN vi KATA PENGANTAR vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI viii
ABSTRAK ix ABSTRACT x DAFTAR ISI xi DAFTAR TABEL xii DAFTAR LAMPIRAN xiiiBAB 1 PENDAHULUAN
6 C. Manfaat
32 H. Analisa Data dan Penyajian Data
1 A. Latar Belakang
64 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
63 B. Saran
63 A. Kesimpulan
56 BAB V PENUTUP
45 D. Pembahasan
36 C. Hasil Penerapan Tindakan Keperawatan
34 B. Ringkasan Proses Asuhan Keperawatan
35 A. Profil Lahan Praktik
33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
32 I. Etika Studi Kasus
31 G. Lokasi dan Waktu Studi Kasus
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
31 F. Metode Pengumpulan Data
1 B. Tujuan
30 D. Definisi Operasional
29 C. Fokus Studi Kasus
29 B. Subjek Studi Kasus
29 A. Jenis atau Desain Karya Tulis Akhir
28 BAB III METODE STUDI KASUS
23 D. Pohon Masalah
17 C. Asuhan Keperawatan Berdasar Teori
9 B. Konsep Dasar Halusinasi
9 A. Konsep Medis Skizofrenia
30 E. Instrumen Studi Kasus
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sumber Pathway gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran14 Tabel 2.2 Rentang respon halusinasi
20 Tabel 2.3 Standar Keperawatan Jiwa (SAK) pada pasien dengan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
24 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Halusinasi di Wisma Arimbi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang Bulan April 2018
44 Tabel 4.2 Analisa Masalah Keperawatan Pasien Halusinasi
di Wisma Arimbi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang
45 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tanda dan Gejala Halusinasi
Pendengaran Sebelum dan Sesudah Menghardik Tutup
Telinga pada Pasien 1 di Wisma Arimbi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang48 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Tanda dan Gejala Halusinasi
Pendengaran Sebelum dan Sesudah Menghardik Tutup
Telinga pada Pasien 2 di Wisma Arimbi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang49 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tanda dan Gejala Halusinasi
Pendengaran Sebelum dan Sesudah Menghardik Tutup
Telinga pada Pasien 3 di Wisma Arimbi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang50 Tabel 4.6 Analisis Evaluasi Kemampuan Pasien 1 dalam Mengontrol Halusinasi Pendengaran: Menghardik Tutup Telinga di Wisma
Arimbi RSJ Dr Soerojo Magelang Bulan April 2018
51 Tabel 4.7 Analisis Evaluasi Kemampuan Pasien 2 dalam Mengontrol Halusinasi Pendengaran: Menghardik Tutup Telinga di Wisma
Arimbi RSJ Dr Soerojo Magelang Bulan April 2018
52 Tabel 4.8 Analisis Evaluasi Kemampuan P3 dalam Mengontrol Halusinasi Pendengaran: Menghardik Tutup Telinga di Wisma
Arimbi RSJ Dr Soerojo Magelang Bulan April 2018
53 Tabel 5.1 Kesimpulan Tanda dan Gejala Sebelum dan Sesudah
Menghardik Tutup Telinga Pasien Halusinasi Dengar
di Wisma Arimbi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang (n=3)54 Tabel 5.2 Kesimpulan Evaluasi Kemampuan Pasien dalam Mengontrol Halusinasi Pendengaran: Menghardik Tutup Telinga di Wisma Arimbi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang (n=3)
55
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Konsultasi Lampiran 2 : Asuhan Keperawatan Kelolaan Pasien Gangguan Persepsi
Sensori: Halusinasi (P1, P2 dan P3) Lampiran 3 : Lembar Observasi Tanda dan Gejala serta Kemampuan Pasien Lampiran 4 : Jurnal Penelitian Lampiran 5 : Informed Concent Lampiran 6 : SPO Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi SP1 Pasien Lampiran 7 : Strategi Pelaksanaan Lampiran 8 : Jadwal Kegiatan Harian Pasien
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (2017) pada umumnya gangguan mental yang terjadi adalah gangguan kecemasan dan gangguan depresi. Diperkirakan 4,4% dari populasi global menderita gangguan depresi dan
3,6% gangguan kecemasan. Jumlah penderita depresi meningkat lebih dari 18% antara tahun 2005 dan 2015. Depresi merupakan penyebab terbesar kecacatan di seluruh dunia. Lebih dari 80% penyakit dialami orang-orang yang tinggal di negara yang berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2017).
Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil analisis dari WHO sekitar 450 juta orang menderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia. Skizofrenia menjadi gangguan jiwa paling dominan dibanding gangguan jiwa lainnya. Penderita gangguan jiwa sepertiga tinggal di negara berkembang, 8 dari 10 orang yang menderita skizofrenia tidak mendapatkan penanganan medis. Gejala skizofrenia muncul pada usia 15-25 tahun lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibanding perempuan (Ashturkar & Dixit, 2013).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 prevalensi gangguan jiwa berat (psikosis/skizofrenia) pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia ke 2 terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta (27,8%), diikuti Aceh (27,6%) (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data tersebut terlihat jelas jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan gangguan mental emosional serta gangguan jiwa berat, salah satunya adalah skizofrenia.
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang sering ditunjukan oleh adanya gejala positif, diantaranya adalah halusinasi. Gangguan persepsi sensori (halusinasi) merupakan salah satu masalah keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa. Pasien
2 merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata (Keliat, 2012).
Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan persepsi sensori, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan (Damaiyanti, 2012). Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata artinya pasien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus atau rangsangan dari luar (Trimelia, 2011). Dapat disimpulkan bahwa halusinasi merupakan respon persepsi panca indera yang dialami oleh seseorang tanpa rangsangan atau stimulus dari luar dan tidak dialami oleh orang lain. Kasus yang paling banyak di Rumah Sakit Jiwa adalah pasien dengan skizofrenia, 70% mengalami halusinasi dan 30% mengalami waham. Sedangkan pasien yang mengalami waham, 35% mengalami halusinasi (Hawari, 2014).
Menurut Yosep (2011), jenis-jenis halusinasi meliputi halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan, halusinasi penciuman, halusinasi pengecapan, halusinasi perabaan, halusinasi kinesthetik, halusinasi seksual dan halusinasi visceral. Sedangkan jenis halusinasi yang sering dialami oleh seseorang adalah halusinasi pendengaran dan penglihatan (Aristina, 2013). Halusinasi pendengaran berupa bunyi mendering atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna, dan biasanya suara tersebut ditujukan kepada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar atau berdebat dengan suara tersebut. Sedangkan halusinasi penglihatan, seseorang melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan yang kemudian dapat menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan (Yosep, 2011).
Penanganan atau perawatan intensif perlu diberikan agar pasien skizofrenia dengan halusinasi tidak melakukan tindakan yang dapat membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan. Terjadinya halusinasi dapat menyebabkan pasien menjadi menarik diri terhadap
3 lingkungan sosialnya, hanyut dengan kesendirian halusinasinya, sehingga seseorang akan semakin jauh dari hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya. Selain itu, seseorang yang mengalami halusinasi khususnya halusinasi pendengaran, bisa bertengkar atau berbicara dengan suara-suara yang dia dengar, bisa juga berbicara keras seperti menjawab pertanyaan seseorang, kemudian dapat berakibat melukai diri sendiri maupun orang lain.
Halusinasi dapat mempengaruhi perilaku seseorang yang mengalami halusinasi. Respon pasien akibat terjadinya halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata atau tidak nyata. Yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrolnya. Pasien akan mengalami panik dan perilakunya akan dikendalikan oleh halusinasi. Pada situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide) bahkan merusak lingkungan. Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya hal tersebut maka diperlukan penanganan yang tepat.
Penanganan halusinasi sama dengan penanganan skizofrenia pada umumnya. Di rumah sakit, penanganan halusinasi dapat berupa intervensi biologis, intervensi psikologis, maupun intervensi sosiokultural. Pada gejala-gejala yang timbul akibat halusinasi dapat diberikan obat-obatan psikotik berupa neuroleptic sebagai bentuk intervensi biologis, teknik- teknik perilaku sebagai bentuk intervensi psikologis, serta terapi perubahan lingkungan dan melibatkan keluarga dalam perawatan sebagai bentuk intervensi sosiokultural.
Menangani atau mengontrol pasien halusinasi bisa dilakukan ke pasien langsung (individu), keluarga maupun kelompok (TAK). Menangani atau mengontrol halusinasi yang dilakukan ke pasien langsung (individu) dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktifitas secara
4 terjadwal, mengkonsumsi obat secara teratur (Keliat, 2012). Menghardik merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan halusinasi dengan menolak halusinasi yang muncul. Penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2013
) tentang “Pengaruh Menghardik terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Dengar pada Pasien Skizofrenia di RSJD Dr. Amino Gondohutomo” menunjukkan bahwa terdapat pengaruh menghardik baik menghardik dengan menutup telinga maupun tanpa menutup telinga terhadap tingkat halusinasi dengar.
Pasien dengan halusinasi pendengaran mengalami gangguan status mental atau dengan kata lain pasien mengalami defisit kognitif khususnya dalam hal konsentrasi. Sehingga perlu dilakukan suatu upaya untuk memutus halusinasi dengan alternatif menghardik menutup telinga. Diharapkan dengan menghardik menutup telinga, pasien dapat lebih fokus pada menghardik. Upaya dalam menangani atau mengontrol pasien halusinasi dengan menghardik telah dilakukan sehari-hari oleh perawat di Wisma Arimbi dalam rangka upaya memutus halusinasi. Akan tetapi penerapan tindakan untuk menganalisa penurunan tanda dan gejala serta peningkatan kemampuan pasien dalam menghardik belum pernah dilakukan di Wisma Arimbi.
Halusinasi juga memerlukan suatu strategi manajemen gejala seperti perawatan diri sendiri (self care) untuk mengatasi gejala halusinasi. Sebuah studi di Taiwan oleh Tsai & Ku (2009) tentang self care symptom
management , menemukan bahwa self care manajemen gejala skizofrenia
pada halusinasi pendengaran dibagi dalam 3 kategori, yaitu fisiologis, kognitif dan perilaku (behavioral). Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi fisiologis yang banyak digunakan adalah tidur dan mendengarkan musik. Strategi kognitif yang sering digunakan adalah mengabaikan suara halusinasi, dan strategi manajemen yang terkait perubahan perilaku yang paling sering digunakan adalah menutup telinga. Menutup telinga ditemukan sebagai strategi yang efektif untuk mengatasi halusinasi pendengaran dan dipertimbangkan sebagai metode pasif dalam budaya
5 barat. Peneliti juga menemukan bahwa menonton televisi adalah pendekatan yang paling umum di budaya barat, sedangkan pasien dengan skizofrenia dalam budaya Cina lebih cenderung menggunakan metode yang lebih pasif, seperti mengabaikan halusinasi pendengaran, sebagai pilihan utama.
Sebuah studi fenomenologi di kota Cimahi Jawa Barat (Suryani, 2013) menunjukkan bahwa pencegahan halusinasi dapat dilakukan dengan pendekatan spiritual dan menggunakan koping yang konstruktif serta menghindari kesendirian. Di dalam penelitian ini didapatkan bahwa beberapa responden yang mengalami halusinasi menggunakan cara untuk mencegah halusinasi yang mereka alami dengan sholat, banyak teman, curhat, jangan banyak pikiran, rajin beribadah, konsultasi dengan tenaga kesehatan dan puasa. Dalam penelitian ini, peneliti mengungkapkan bahwa dalam merawat penderita dengan halusinasi untuk melakukan pemutusan halusinasi tidak cukup dengan mengajarkan pasien untuk mengatakan “stop saya tidak mau dengar” seperti yang selama ini diajarkan oleh perawat hampir di semua rumah sakit di Indonesia. Peneliti mengatakan hal terpenting adalah bagaimna cara mencegah halusinasi tersebut yaitu dengan melatih penderita untuk mengenali situasi dan kondisi yang mencetuskan halusinasi tersebut.
Menangani pasien halusinasi yang dilakukan ke kelompok adalah dengan cara Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) khususnya Stimulasi Persepsi. Terapi Aktifitas Kelompok: Stimulasi Persepsi adalah terapi yang menggunakan aktifitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2012) yang bertujuan agar pasien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat, dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami dan dapat membantu pasien mengenali halusinasi serta pasien mampu mengontrol gangguan halusinasi yang ia alami. Penelitian yang dilakukan oleh Agusta Dian Ellina (2013) mengenai
6 terhadap Kemampuan Mengendalikan Halusinasi pada Pasien Skizofrenia di RSJ Menur Surabaya”, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi Sesi ke 1-3 terhadap kemampuan mengendalikan halusinasi dengan p=0,002.
RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang merupakan salah satu RSJ yang terakreditasi A, dan berada di Kabupaten Magelang bagian utara yang beralamat di Jalan Jenderal Ahmad Yani 169. Wisma Arimbi merupakan salah satu wisma atau ruangan khusus wanita di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang yang mempunyai visi “menjadi ruang pelayanan keperawatan yang unggul untuk me mbantu tercapainya kesembuhan”. Data yang penulis peroleh pada bulan Maret , didapatkan data bahwa selama sebulan
± 11 pasien halusinasi, dengan halusinasi penglihatan dan pendengaran yang sering terjadi. Selain pasien halusinasi juga terdapat pasien dengan waham, HDR (Harga Diri Rendah) dan RPK (Resiko Perilaku Kekerasan). Pasien yang mengalami halusinasi di Wisma Arimbi di rawat inap selama ± 28 hari (nilai ideal 6-9 hari). Penulis melakukan asuhan keperawatan kepada tiga pasien yang mengalami halusinasi (P1, P2 dan P3), dan penulis juga mengajarkan terapi untuk mengontrol halusinasi: menghardik yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menulis karya ilmiah akhir yang berjudul “Analisis Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran terhadap Kemampuan Pasien Dalam Mengontrol Halusinasi: Menghardik di Wisma Arimbi RSJ Prof. Dr.
Soerojo Magelang”.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum Tujuan umum karya ilmiah ini adalah untuk menganalisis asuhan keperawatan pada pasien (P1, P2 dan P3) dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi terhadap kemampuan pasien dalam mengontrol
7 halusinasi: menghardik di Wisma Arimbi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memaparkan hasil pengkajian dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pada pasien P1, P2 dan P3.
b. Mampu memaparkan hasil analisa data dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pada pasien P1, P2 dan P3.
c. Mampu memaparkan hasil intervensi keperawatan dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pada pasien P1, P2 dan P3.
d. Mampu memaparkan hasil implementasi keperawatan dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pada pasien P1, P2 dan P3.
e. Mampu memaparkan hasil evaluasi P1, P2 dan P3.
f. Mampu memaparkan hasil analisis inovasi keperawatan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan keperawatan dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pada pasien P1, P2 dan P3.
C. Manfaat
1. Manfaat Keilmuan Hasil karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi oleh pendidik maupun mahasiswa dalam bidang keilmuan terutama mengenai Analisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Terdahap Kemampuan Klien Dalam Mengontrol Halusinasi: Menghardik di Wisma Arimbi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
2. Manfaat Aplikatif
a. Penulis Diselesaikannya karya ilmiah ini, diharapkan penulis dapat mengaplikasikan pengetahuan tentang ilmu pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dengan menggunakan pendekatan proses
8 keperawatan, serta dapat meningkatkan wawasan dan keterampilan tentang karya ilmiah, khususnya yang berhubungan dengan asuhan keperawatan jiwa dengan gangguan persepsi sensor: halusinasi pendengaran. Penulis juga dapat memperdalam pengetahuan tentang asuhan keperawatan yang telah dilakukannya.
b. Rumah Sakit Hasil tugas akhir/asuhan keperawatan ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan acuan dalam menentukan kebijakan operasional Rumah Sakit agar mutu pelayanan keperawatan dapat ditingkatkan.
c. Pasien Dapat memaksimalkan kemampuannya untuk dapat mengendalikan jiwanya sehingga dapat sembuh dari gangguan jiwa.
d. Perawat Perawat dapat lebih inovatif dalam menerapkan tindakan untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Karina. 2013. Pengaruh Menghardik terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Dengar pada Pasien Skizofrenia di RSJD Dr.
Aminogonduhutomo Semarang.
Arikunto. 2013. ProsedurPenelitian: Suatu Pendekatan Praktik. EdisiRevisi 8.
Jakarta: RinekaCipta. Aristina. 2013. Proses Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama. Ashturkar & Dixit. 2013. Proses Asuhan Keperawatan. Jakarta: mediaCipta. Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Damayanti, Rafina. 2014. Efektifitas Terapi Musik Klasik terhadap Penurunan
Tingkat Halusinasi pada Pasien Halusinasi Dengar di RSJ Tampan Provinsi Riau .
Danardi. 2010. Asuhan Keperawatan Bermutu di Rumah Sakit Jiwa.
Dermawan & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Dharma. 2011. Metodelogi Penelitian Keperawatan: Panduan melaksanakan Dan Menerapakan Hasil Penelitian . Jakarta. Trans Info Media. Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika Djunaedi & Yitnamurtri. 2012. Psikoterapi Gangguan Jiwa. Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer.
Ellina, Agusta Dian. 2013. Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) Stimulasi
Persepsi Sesi 1-3 terhadap Kemampuan Mengendalikan Halusinasi pada Pasien Skizofrenia di RSJ Menur Surabaya.
Haryanto. 2013. Analisis Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Hawari. 2014. Psikopat, Paranodi dan Gangguan Kepribadian. Jakarta: FKUI. Hidayat. 2008. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: EGC. Husain. 2008. Gangguan Kesehatan Jiwa. Diperoleh tanggal 20 Mei 2018 dari
Keliat B.A, dkk. 2016. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC. Lestari. 2014. Hubungan Antara Persepsi dengan Sikap Keluarga dalam
Menangani Anggota Keluarga yang Mengalami Skizofrenia di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda. Diperoleh pada 20 Mei 2018 pada
Lilik. 2011. Pengaruh Menghardik pada Pasien Halusinasi Dengar. Bandung: Refika Media. Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. EGC : Jakarta. Notoatmojo. 2013. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta Noviandi. 2008. Deskripsi Perubahan Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada
Klien Dengan Terapi Individu di Ruang MPKP RSJ Magelang. Diperoleh 20 Mei 2018 dari: Nursalam. 2011. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika. Riskesdas. 2013. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Diakses tanggal 20 Mei 2018.
Stuart, Gail, W. 2009. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Cetakan I. Jakarta: EGC. Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi Cetakan I. Jakarta: Trans Info Medika. Townsend. 2011. Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Vedbeck. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Wahid. 2013. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. WHO. 2017. The World Health Report:mentalhealth.www.who.int/mental_health.
Diperoleh tanggal 20 Mei 2018. Wijayanti, Ni Made. 2011. Terapi Okupasi Aktifitas Waktu Luang terhadap
Perubahan Gejala Halusinasi Pendengaran pada Pasien Skizofrenia di RSJ Provinsi Bali.
Yosep. 2011. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung : Refika Aditama Yusuf. 2010. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Lampiran 1: Lembar Konsultasi
ASUHAN KEPERAWATAN P1 DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
UTAMA GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI DI WISMA
ARIMBI RSJ PROF DR SOEROJO MAGELANG
Disusun oleh:
NURMA GUPITA
A31701028
PROGRAM PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2018 ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien Nama : P1 Usia : 21 tahun Alamat : Jawa Tengah Pendidikan: SD Pekerjaan : - Status : belum menikah Agama : Islam Suku : Jawa No. RM : 00138330 Dx medis : F20.0 (Skizofrenia paranoid-Curiga)
b. Penanggung jawab Nama : Tn. M Usia : 50 tahun Alamat : Jawa Tengah Pendidikan: SMA Pekerjaan : wirausaha Agama : Islam Suku : Jawa Hubungan : ayah kandung
2. Alasan masuk Pasien dibawa ke RSJ oleh ayahnya setelah putus obat selama kurang lebih 2 hari kemudian muncul gejala tak bisa tidur 2 hari, bicara sendiri, tertawa sendiri dan sering keluyuran. Sebelumnya pasien pernah dirawat di RSJ, sehingga ayahnya segera membawanya ke RSJ setelah muncul gejala tersebut.
3. Faktor predisposisi Pasien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu.
Pengobatan lancar sampai pada akhirnya sempat terputus selama 2 hari. Adaptasi di masyarakat kurang berhasil karena pasien tidak pernah mengikuti kegiatan, pasien merasa tidak nyaman jika berada di tengah masyarakat. Pasien belum pernah melakukan atau mengalami dan atau menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, maupun kekerasan dalam keluarga termasuk tindakan kriminal. Ada riwayat keluarga dengan gangguan jiwa yaitu ibu kandungnya selama kurang lebih 3 tahun dengan gejala yang nampak yaitu diam. Riwayat berobat di RSJ. Pasien tidak tinggal bersama ibunya sehingga tidak terjalin hubungan yang baik dengan ibunya. Pasien mengatakan pernah memiliki teman dekat yang sering pergi bersama (bernama Dwi), namun pasien merasa Dwi tidak pernah mengungkapkan isi perasaannya kepada pasien, sehingga pasien merasa jauh dan saat ini berharap masih bisa dekat seperti dulu lagi yang sempat berjanji akan selalu bersama, meskipun saat ini tidak pernah ada komunikasi diantara keduanya.
4. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum : pasien tampak bingung
b. Vital sign : TD 110/80 mmHg, Nadi 76x/menit,
5
RR 20x/menit dan suhu 36 C.c. TB dan BB : 155 cm dan 46 kg Tak ada keluhan fisik yang dialami oleh pasien.
5. Pengkajian psikososial
a. Genogram Keterangan:
: Laki-laki : Perempuan : klien : ibu kandung dengan gangguan jiwa : tinggal dalam 1 rumah : menikah : garis keturunan : bercerai
Dalam keluarga tidak ada hambatan komunikasi antara pasien dengan ayahnya ataupun kakaknya. Komunikasi baik meskipun terkadang pasien diam saja. Pengambil keputusan dalam keluarga yaitu ayahnya. Pasien diasuh dan dibesarkan oleh ayahnya. Karena ibu mengalami gangguan jiwa. Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. b. Hubungan sosial Menurut pasien orang yang berarti dalam hidupnya adalah ayahnya. Tempat dimana pasien mangadu, meminta bantuan dan sokongan. Walaupun pasien memiliki teman dekat yang bisa diajak curhat (Dwi). Pasien tidak pernah mengikuti kegiatan apapun dalam kelompok masyarakat. Masalah keperawatan yang muncul: Menarik Diri (Isolasi Sosial).
c. Spiritual (keyakinan dan ibadah) 1) Nilai dan keyakinan
Pasien mengatakan jika sakit yang dialaminya jika menurut budaya dan agama yaitu merupakan ujian, namun dalam masyarakat sakit jiwa seperti ini memalukan. 2) Kegiatan ibadah
Pasien melakukan ibadah rutin di rumah, saat dikaji pasien sedang berhalangan untuk melakukan ibadah, pasien hanya berdoa kepada Allah.
6. Status mental
a. Penampilan Rambut pasien tampak tidak rapi, pakaian tampak kurang rapi dimana kancing baju kurang tepat. Walaupun pemilihan pakaian yang dikenakan sudah tepat. Pasien berpakaian wajar seperti teman lainnya. Pasien tidak pernah menyisir rambutnya dan merapikan pakaiannya. Masalah keperawatan: Defisit perawatan diri (berpakaian dan berdandan).
b. Pembicaraan Pasien tampak lambat dalam berbicara. Verbal inkoheren. c. Aktifitas motorik Pasien tampak lesu dan gelisah (agitasi). Gerakan lambat dan perlu adanya motivasi dalam pelaksanaan kegiatan harian.
Pasien tidak melakukan hal-hal yang mengganggu temannya.
d. Alam perasaan Pasien terkadang tampak gembira namun seketika pasien tampak sedih. Pasien sesekali menujukkan ekspresi wajah seperti mengkhawatirkan sesuatu yang tak pasti.
e. Afek Afek tumpul dimana pasien akan bereaksi bila ada stimulus emosi yang kuat.
f. Interaksi selama wawancara Kontak mata pasien mudah beralih selama diajak interaksi.
g. Persepsi Pasien mengatakan mendengar suara-suara (laki-laki bernama Dwi) yang mengajaknya bercakap-cakap. Suara itu muncul pada pagi dan malam saat pasien melamun sendirian. Pasien mengatakan senang jika mendengar suara itu dan pasien mengikuti adanya suara tersebut.
Masalah keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori (Halusinasi).
h. Proses pikir Saat interaksi tampak pembicaraan pasien tidak ada hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dan pasien tidak menyadari akan hal tersebut (kehilangan asosiasi). i. Isi pikir
Pasien mengatakan bahwa sebenarnya dirinya ingin mengetahui bagaimana perasaan Dwi padanya. Pikiran tersebut yang selalu muncul walaupun pasien berusaha untuk tidak memikirkanya (obsesi). j. Tingkat kesadaran Pasien sering mengatakan bingung saat ditanya oleh perawat. Tampak saat interaksi pasien beberapa kali mengatakan bingung terhadap pertanyaan yang diajukan oleh perawatan. k. Memori
Saat ditanya mengenai hari dan tanggal saat ini mampu menjawab. Pasien juga mampu menjawab saat ditanya topik TAK hari kemarin. Pasien mengatakan tidak ingat dengan kejadian yang terjadi di rumah beberapa bula lalu. l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Perhatian pasien mudah beralih dari satu obyek ke obyek lain, pasien tampak tidak mampu menjelaskan kembali apa yang disampaiakan oleh perawat (tak mampu konsentrasi). Serta tidak mampu menjawab beberapa pertanyaan. m. Kemampuan penilaian
Pasien tidak mampu mengambil keputusan, perlu bantuan saat mengambil keputusan. Tampak pada saat interaksi dan pasien ditanya akan memasukan pakaian yang telah dilipat ke dalam almari atau loker namun pasien bingung untuk memilih, pasien dapat memutuskan setelah mendapat penjelasan. Dari adanya hal tersebut jelas pasien mengalami gangguan kemampuan penilaian bermakna. n. Daya tilik diri
Pasien tidak menyadari gejala penyakit (adanya perubahan fisik dan emosi) namun pasien merasa harus minum obat untuk mencapai kesembuhan.
7. Kebutuhan pasien pulang a. Pasien makan 3x dalam sehari menggunakan lauk dan sayur.
Pasien mampu menyiapkan dan merapikan alat makan. b. Pasien mampu pergi, menggunakan dan membersihkan WC.
Pasien juga mampu mencuci dan menjemur pakaiannya.
c. Pasien mandi 2x dalam sehari. Mandi sendiri tanpa bantuan, menyabun tubuhnya dan menyikat gigi serta memakai shampoo. Memotong kuku dengan motivasi.
d. Pasien mampu mengambil, memilih dan mengenakan pakaian.
Pakaian tampak kurang rapi. Ganti pakaian 1x sehari.
e. Pasien istirahat terkadang dengan tidur siang, tidur malam hingga jam 5 pagi. Sikat gigi sebelum tidur dan bangun tidur, merapikan tempat tidur setiap setelah bangun tidur.
f. Penggunaan obat (1) P.O Risperidone 3 mg /12 jam (2) P.O Trihexyphenydyl 2 mg /12 jam (3) P.O Clozapine 25 mg /24 jam
g. Pemeliharaan kesehatan Pasien mempunyai sistem pendukung yaitu kedua orang tuanya dan perawat yang terlihat berperan dalam pemenuhan ADL nya serta pengawasan minum obat.
h. Kegiatan di dalam rumah Pasien mampu membantu menyajikan makanan. Mampu merapikan tempat tidur, menyapu dan mengepel serta mengatur pakaiannya sendiri. i. Kegiatan di luar rumah
Pasien belum mampu untuk melakukan kegiatan di luar rumah kecuali saat mengikuti jalan santai pagi hari bersama temannya.
8. Mekanisme koping
a. Mekanisme adaptif : pasien mampu berbicara dengan orang lain (perawat maupun temannya). b. Koping maladaptif : pasien tampak menghindar (terkadang) saat disinggung mengenai beberapa hal yang tidak ingin ia bicarakan.
9. Aspek medis
a. Diagnosa medis : F20.0 (Skizofrenia paranoid-Curiga)
b. Terapi : P.O Risperidone 3 mg /12 jam P.O Trihexyphenydyl 2 mg /12 jam P.O Clozapine 25 mg /24 jam
B. Analisa data
Masalah No Hari/tgl Data Fokus Paraf Keperawatan
1 Selasa, DS: Pasien mengatakan Gangguan Persepsi
17 april mendengar suara-suara Sensori: Halusinasi 2018 yang mengajaknya 09.30 bercakap-cakap (Dwi), pasien mengatakan senang jika suara itu muncul pada waktu ia sedang melamun sendirian. Pasien mengatakan senang bercakap-cakap dengan suara tersebut. Suara itu muncul 2x pada malam hari dan pagi setelah bangun tidur. DO: pasien tampak bicara sendiri, kadang tertawa sendiri, pasien tampak sesekali memalingkan muka ke arah telinga saat diajak interaksi seolah mendengar suara yang mengajaknya bercakap. Pasien tampak lambat dalam berbicara, inkoheren, pasien hanya bereaksi jika ada stimulus yang kuat. Kontak mata mudah beralih dan pasien tampak bingung. Pasien tampak lesu dan gelisah. Pasien tampak gembira namun seketika pasien tampak sedih.
2 Selasa, DS: pasien mengatakan Menarik Diri: Isolasi
17 april ayahnya adalah sosok yang Sosial
2018 berarti dalam hidupnya.09.45 Pasien mengatakan saat di rumah tidak ikut dalam kegiatan kelompok masyarakat. DO: pasien tampak menyendiri, melamun, tiduran di kamar saat temannya berkumpul santai di ruangan, konsentrasi tampak mudah beralih saat interaksi maupun kegiatan kelompok seperti TAK.
3 Selasa, DS: pasien mengatakan Defisit Perawatan
17 april tidak pernah menyisir Diri: Berpakaian dan 2018 rambutnya. Berdandan10.00 DO: Rambut pasien tampak tidak rapi, pakaian tampak kurang rapi dimana kancing baju kurang tepat. Walaupun pemilihan pakaian yang dikenakan sudah tepat. Pasien tidak pernah menyisir rambutnya dan merapikan pakaiannya.
C. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
2. Menarik Diri: Isolasi Sosial
3. Defisit Perawatan Diri: Berpakaian dan Berdandan
D. Rencana keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Rencana Intervensi (SP)
1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan SP1Pasien Sensori keperawatan selama ... x
1. Bina hubungan saling Persepsi: pertemuan, masalah gangguan percaya dengan klien. Halusinasi sensori persepsi: halusinasi
2. Bantu klien dapat teratasi dengan kriteria mengidentifikasi sumber hasil: halusinasi
1. Dapat membina hubungan
3. Sebutkan cara saling percaya. mengontrol halusinasi
2. Dapat mengidentifikasi isi (menghardik, bercakap- halusinasi, waktu cakap, melakukan terjadinya halusinasi, aktivitas, dan minum situasi/penyebab yang obat).
menimbulkan halusinasi,
4. Bantu klien dan perasaan/respon mempraktekkan latihan pasien saat terjadi cara mengontrol halusinasi. halusinasi dengan
3. Dapat mendemonstrasikan menghardik.
cara mengontrol halusinasi
5. Anjurkan klien dengan cara: memasukkan cara a. Menghardik mengontrol halusinasi
b. Berbincang-bincang dengan menghardik ke
c. Melakukan aktivitas dalam jadwal kegiatan d. Minum obat teratur harian.
SP2 Pasien
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian klien (SP1 P).
2. Bantu klien mempraktekkan latihan cara mengontrol minum obat secara teratur. Anjurkan klien memasukkan cara mengontrol halusinasi dengan meminum obat ke dalam jadwal SP3 Pasien
1. Evaluasi jadwal kegiatan
harian klien (SP1 P, SP2 P).
2. Bantu klien
mempraktekkan latihan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap.
3. Anjurkan klien
memasukkan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap ke dalam jadwal kegiatan harian.SP4 Pasien
1. Evaluasi jadwal kegiatan
harian klien (SP1 P, SP2 P dan SP3 P).
2. Bantu klien
mempraktekkan latihan cara mengontrol halusinasi denganmelakukan aktivitas.
3. Anjurkan klien
memasukkan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas ke dalamjadwal kegiatan harian.
SP1Keluarga
1. Mendiskusikan masalah
yang dirasakan keluargadalam merawat klien.
2. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, serta proses terjadinya halusinasi.
3. Menjelaskan cara
merawat klien dengan halusinasi. SP2Keluarga
1. Melatih keluarga
mempraktikkan cara merawat klien dengan halusinasi.
2. Melatih keluarga melakukan cara mearwat
langsung kepada klien. E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Hari/Tgl Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
Selasa, 17 Gangguan1. Mengidentifikasi S: pasien mengatakan april 2018 Persepsi jenis halusinasi (isi, halusinasinya muncul saat pasien
09.40 Sensori: frekuensi, waktu sedang melamun sendirian.
Halusinasi terjadi, situasi Suara laki-laki (Dwi) yang tidak pencetus, perasaan jelas entah mengajak pasien dan respon terhadap pergi kemana. Muncul 2x dalam halusinasi). sehari pada malam hari dan saat
2. Melatih pasien cara pagi setelah bangun tidur. Pasien kontrol halusinasi mengatakan senang dengan dengan menghardik. adanya suara tersebut. Pasien
3. Membimbing mengatakan mampu menghardik pasien memasukkan suara tersebut.
dalam jadwal O: Pasien terlihat mampu kegiatan harian. menghardik. Pasien tampak lebih tenang, wajah berseri, masih sesekali mengalihkan fokus dan bicara sendiri, kontak mata mudah beralih.