BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipnoterapi - Beta Sugiarso BAB II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipnoterapi Hipnoterapi merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang
mempelajari manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran, perasaan dan perilaku (Setiawan, 2009). Menurut Batbual (2010), hipnoterapi adalah salah satu jenis hipnosis sebagai sarana penyembuhan gangguan psikologis maupun fisik (psikomatis). Selain itu, hipnoterapi dapat juga dikatakan sebagai suatu teknik terapi pikiran menggunakan hipnosis (Setiawan, 2009).
Menurut Wong & Andri (2009), hipnosis dapat diartikan sebagai suatu kondisi relaks, fokus atau konsentrasi. Dengan demikian, hipnoterapi efektif digunakan dalam penanganan gangguan-gangguan yang bersifat psikologis untuk mengubah mekanisme pikiran manusia dalam menginterpretasikan pengalaman hidupnya serta menghasilkan perubahan pada persepsi dan tingkah laku (Wong, 2010).
Proses Fisiologis Hipnosis Menurut Budi & Ervin (2010), proses hipnosis dapat berlansung karena adanya gap duration dalam berlangsungnya perjalanan impuls, penalaran atas suatu impuls yang diterima dan perjalanan respons sebagai reaksi terhadap suatu impuls serta terjadi atau muculnya reaksi, yang diakibatkan oleh adanya kelambatan berlangsungnya proses tersebut. Kelambatan proses tersebut yang menyebabkan adanya gap duration dapat tejadi sebagai akibat dari:
1).
Perjalanan masing-masing rangsangan yang melalui jejas serabut saraf mengalami perbedaan kecepatan.
2).
Rangsangan yang timbul memiliki perbedaan dalam kejelasan, jenis, lokasi, dan kekuatannya.
3).
Selama melawati jejas serabut saraf, rangsangan dapat mengalami modifikasi baik pembelokan maupun penguatan bahkan blocing atau
inhibiasi (penghambatan).
4).
Kelambatan alur impuls tersebut dapat menyebabkan kelembatan loading otak di dalam memersepsikan semua impuls yang masuk, yaitu kelambatan dalam perjalanan impuls untuk dipersepsikan atau diolah. 5).
Dapat pula sebagai akibat dalam kelambatan alur respons saraf setelah dipersepsikan di dalam otak.
Saat seseorang telah terfokus kepada suatu hal maka pada saat itulah terjadi gap duration yang memungkinkan dilakukan sugesti suatu kalimat- kalimat perintah yang disebut afirmasi sehingga obyek akan masuk ke alam pikir bawah sadar dan akan mengikuti apapun yang diperintahkan subyek pemberi hipnosis.
Hal tersebut merupakan proses fisiologis yang dapat terjadi dan dialami oleh siapapun karena pada dasarnya setiap orang dalam kehidupan sehari-harinya akan mengalami hal fluktuatif dalam tingkatan alam pikir baik dalam gelombang alfa, beta maupun teta. Hal tersebut terjadi secara otomatis dengan sendirinya atau tanpa disadari karena 80% memori manusia yang mempengaruhi perilaku manusia tersimpan dalam alam pikir bawah sadar (Budi & Ervin, 2010). Tahapan Proses Hipnoterapi Menurut Wong & Andri (2009) dan Setiawan (2009), kondisi hipnoterapi dapat dicapai dalam beberapa proses, yaitu tahap Pre Induction,
Induction, Deepening, Suggestion dan Termination.
1) Pre induction
Pre induction merupakan suatu proses mempersiapkan suatu situasi dan kondisi yang bersifat kondusif antara terapis dengan orang yang akan dihipnosis (klien). Agar proses pre induction berlangsung dengan baik maka sebelumnya terapis harus dapat mengenali aspek-aspek psikologis dari klien, antara lain hal yang diminati, hal yang tidak diminati, apa yang diketahui klien terhadap proses hipnoterapi.
Pre induction dapat berupa percakapan ringan, saling berkenalan, serta hal-hal lain yang bersifat mendekatkan seorang terapis secara mental terhadap seorang klien. Pre induction merupakan tahapan yang bersifat kritis, seringkali kegagalan proses hipnoterapi diawali dari proses pre induction yang tidak tepat.
Salah satu yang harus dilakukan pada pre induction adalah
suggestivity test yang harus dilakukan untuk mengetahui tingkat
suggestivitas alamiah dari klien. Tes ini merupakan standar yang harus dilakukan setiap menghipnoterapi pada saat melakukan hipnoterapi kepada orang yang belum pernah merasakan hipnosis langsung.
2) Induction
Induction (induksi) merupakan teknik untuk membawa subjek berada dalam kondisi hipnosis. Induksi ini dilakukan dengan memberikan suatu kejutan kepada subjek sehingga critical area terbuka secara tiba-tiba dan terjadi masa tegang (blank). Pada masa tegang tersebut, kita berikan perintah sederhana kepada subjek. 3)
Deepening
Deepening merupakan suatu teknik yang bertujuan membawa
subjek memasuki kondisi hipnosis yang lebih dalam lagi dengan memberikan suatu sentuhan imajinasi. Konsep dasar dari deepening ini adalah membimbing subyek klien untuk berimajinasi melakukan sesuatu kegiatan atau berada di suatu tempat yang mudah dirasakan oleh subyek.
Rasa mengalami secara dalam ini akan membimbing subyek memasuki trance level lebih dalam.
4) Sugestion
Sugestion merupakan suatu kalimat-kalimat saran yanng
disampaikan oleh hipnosis ke bawah sadar obyak. Dalam hal ini, sugesti tersebutlah yang menjadi tujuan kegiatan hipnosis dilakukan .
5) Temination
Temination merupakan tahap pengakhiran untuk mengembalikan subyek pada keadaan semula. Sebuah terminasi dilakukan dengan memberikan kalimat lanjutan setelah kalimat-kalimat sugesti. Mekanisme hipnoterapi dalam mempengaruhi tubuh Mengubah citra diri yang negatif menjadi positif bukanlah pekerjaan yang mudah, dibutuhkan suatu usaha yang gigih dan sungguh-sungguh.
Ucapan-ucapan negatif yang sering didengarnya itu mengendap didalam pikiran bawah sadar membentuk citra diri negatif. Untuk membentuk citra diri positif, terlebih dahulu citra diri negatif itu harus dihapuskan dari pikiran bawah sadar, kemudian diganti dengan citra diri yang baru yang positif.
Menanam pikiran baru kedalam pikiran bawah sadar tidak bisa dilakukan begitu saja. Kita tidak bisa memaksa suatu pemikiran kedalam pikiran bawah sadar, ia akan menolak jika kita paksakan. Semakin kuat kita memaksakan semakin kuat pula dia menolak. Cara paling efektif memasukan pengaruh ke dalam pikiran bawah sadar adalah dengan memasuki gelombang alpha. Para ahli menemukan bahwa otak manusia memancarkan gelombang otak yang dapat diukur dengan alat EEG. Otak memancarkan gelombang sesuai kondisi pikiran dan jiwanya.
Kemampuan pikiran bawah sadar jauh melebihi pikiran sadar dalam soal persepsi, konsep, emosi, dan respon. Pikiran bawah sadar berisi segala hal yang tidak diperhatikan, diabaikan, atau ditolak oleh pikiran sadar, ditambah semua hal yang ada di pikiran sadar. Pikiran bawah sadar dapat mengakses dan menggunakan segala sesuatu yang ada di pikiran sadar, sedangkan pikiran sadar umumnya tidak dapat menjangkau isi dan potensi pikiran bawah sadar.
Menurut Gunawan (2006), pikiran bawah sadar mempunyai fungsi atau menyimpan hal-hal tentang kebiasaan, emosi, memori jangka panjang, kepribadian, intuisi, kreativitas, persepsi, believe dan value/nilai. Penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya sendiri menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten. Sehingga akan mengimplementasikan sikap yang adaptif.
Gelombang Otak Manusia Secara umum mekanisme kerja hypnotherapy sangat terkait dengan aktivitas otak manusia. Aktivitas ini sangat beragam pada setiap kondisi yang diindikasikan melalui gelombang otak yang dapat diukur menggunakan alat bantu EEG (Electroenchepalograph). Dalam kondisi hipnosis, pikiran bawah sadar manusia dapat diakses karena diri seseorang lebih fokus secara internal dengan gelombang otak yang lebih rendah. Kondisi ini dicapai saat klien berada dalam kondisi lebih rileks. Berikut penjabaran pola gelombang otak manusia berdasarkan pengukuran EEG, yaitu:
1).
Beta (14-30 Hz) Beta merupakan gelombang otak yang mempunyai frekuensi paling tinggi, yaitu antara 14 siklus per detik (spd) atau Hz hingga 30 spd/Hertz. Gelombang ini diproduksi otak ketika seseorang dalam kondisi terjaga sepenuhnya, saat pikiran sadar benar-benar sangat aktif. Kondisi ini misalnya muncul saat seseorang sedang sibuk belajar, menganalisis, atau memperhatikan sesuatu yang umumnya mengarah ke bagian luar dirinya (eksternal).
2).
Alpha (8-13,9 Hz) Alpha merupakan jenis gelombang dengan frekuensi di bawah beta, yaitu antara 8 hingga 13.9 Hz. Gelombang ini diproduksi dalam keadaan yang lebih tenang dan santai, biasanya dalam kondisi ini, seseorang mampu merasakan kondisi relaks pada tubuh dan pikiran.
Gelombang alpha merupakan gelombang yang timbul saat pikiran sadar mulai pasif dan sebaliknya, pikiran bawah sadar mulai aktif. Dalam keadaan alpha, pikiran kesadaran manusia mulai mengarah ke dalam dirinya sendiri atau berfokus pada suatu hal saja (internal).
3).
Theta (4-7,9 Hz) Theta merupakan jenis gelombang dengan frekuensi di bawah alpha, yaitu berkisar antara 4 hingga 7,9 Hz. Gelombang ini terjadi ketika kesadaran manusia lebih mengarah ke dalam dirinya sendiri (internal), misalnya pada kondisi ketika seseorang merasakan kantuk yang sangat dalam. Pada saat kondisi ini dicapai, pikiran bawah sadar benar-benar telah aktif dan mengggantikan pikiran sadar.
4).
Delta (0,1-3,9 Hz) Delta merupakan jenis gelombang otak yang paling lambat, yang berkisar antara 0,1 hingga 3,9 Hz. Gelombang ini terjadi ketika manusia masuk ke dalam tidur yang sangat nyenyak (sleep state atau somnambulism ).
Hipnosisability
Menurut Batbual (2010), hipnosisability dapat diartikan secara bebas sebagai kemampuan untuk dapat memasuki kondisi hipnosis atau kemampuan seseorang memasuki hypnosis state. Hypnosis state merupakan suatu kondisi dimana seseorang cenderung lebih sugestif sehingga dapat menerima saran- saran yang dapat berubah menjadi nilai-nilai baru. Dalam pengertian praktis, seseorang hanya dapat dihipnosis jika memenuhi 3 (tiga) persyaratan utama, yaitu: 1).
Bersedia atau tidak menolak Hipnosis terkait dengan pembukaan filter pikiran bawah sadar.
Oleh karena itu, jika seorang subyek tidak nyaman atau menolak, secara otomatis filter pikiran bawah sadarnya akan tertutup.
2).
Memahami komunikasi Hipnosis membentuk suatu pengertian melalui komunikasi verbal dan non verbal. Jika seseorang memiliki gangguan panca indra misalnya gangguan pendengaran maka sulit untuk menerima proses hipnosis. Demikian juga jika kata-kata atau kalimat dari terapis tidak dipahami oleh subyek maka subyek akan sulit untuk memasuki kondisi hipnosis.
3).
Memiliki kemampuan untuk fokus Salah satu faktor penting yang dapat mempermudah pembukaan filter pikiran bawah sadar adalah fokus. Oleh karena itu bagi subyek yang memiliki kesulitan dalam fokus, sulit untuk dipandu memasuki kondisi hipnosis.
B. Harga Diri
Stuart dan Sundeen (2006), mengatakan bahwa adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat diartikan bahwmenggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.
Sedangkan menurut Gilmore (dalam2009) mengemukakan bahwa: “….self esteem is a personal judgement of worthiness that is a
personal that is expressed in attitude the individual holds toward himself ”.
Pendapat ini menerangkan bahwa harga diri merupakan penilaian individu terhadap kehormatan dirinya, yang diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya. Sementara itu,memberikan pengertian harga diri (self esteem) sebagai penilaian individu terhadap dirinya sendiri, yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan.
Menurut pendapat beberapa ahli tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwaadalah penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan dan menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.
1. Karaktristik harga diri
Menurut Coopersmith (dalam Burn, 1998) harga diri mempunyai beberapa karakteristik, yaitu: a) Harga diri sebagai sesuatu yang bersifat umum
b) Harga diri bervariasi dalam bebagai pengalaman.
c) Evaluasi diri. Individu yang memiliki harga diri tinggi menjukan perilaku menerima dirinya apa adanya, percaya diri, puas dengan karakter dan kemampuan diri dan individu yang memiliki harga diri rendah, akan menunjukan penghargaan buruk terhadap dirinya sehingga tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial (Stuat dan sundeen, 1998).
2. Pembentukan diri
Harga diri terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang- orang di lingkungan sekitarnya. Interakasi secara minimal memerukan pengakuan, penerimaan peran yang saling terggantung pada orang yang bicara dan orang yang di ajak bicara. Interakasi menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan pemahaman tentang diri. Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap dirinya sebagai orang yang berarti, berharga, dan menerima keadaan diri apa adanya sehingga individu mempunyai perasaan harga diri (Burn, 1998).
Harga diri mengandung pengertian “siapa dan apa diri saya”. Segala sesuatu yang berhubungan dengan seseorang, selalu mendapat penilaian berdasarkan kriteria dan yang standar tertentu, atribut-atribut yang melekat dalam diri individu akan mendapat masukan dari orang lain dalam proses berinteraksi dimana proses ini dapat menguji. Individu, yang memperlihatkan standard dan nilai diri yang terinternalisasi dari masyarakatdan orang lain.
3. Aspek-aspek dalam harga diri:.
Coopersmith dalam Burn (1998) membagi harga diri kedalam empat aspek, a)
Kekuasaan (power) Kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain.
Kemampuan ini ditandai adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individ dari orang lain.
b) Keberanian (significance)
Adanya kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari orang lain.
c) Kebajikan (virtue)
Ketaatan mengikkuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan.
d) Kemampuan (competence) Sukses memenuhi tuututan prestasi.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri:
a) Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan kejadian yang pernah di alami individu yang dirasakan bermakna dan meninggalkan kesan dalam hidup. b) Pola asuh
Pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya yang meliputi carar orangtua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orangtua menunjukan otoritasnya, dan cara orangtua memberikan perhatiannya serta tanggapan terhadap anaknya.
c) Lingkungan
Lingkugan memberikan dampak besar kepada remaja melalui hubungan yang baik antara remaja dengan orangtua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar sehingga menubuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya.
d) Sosial ekonomi
Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan financial yang berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari (Ali dan Ansrori, 2004).
5. Hambatan dalam perkembangan harga diri
Menurut Dariuszky (2004) yang menghambat perkembangan harga diri adalah: Perasan takut, yaitu kekhawatiran atau ketakutan (fear). Dalam kehidupan sehari- hari individu harus menempatkan diri di tengah-tengah realita. Ada yang menghadapi fakta-fakta kehidupan dengan penuh kebenaran, akan tetapi ada juga yang mengahadapinya dengan persaan tidak berdaya. Ini adalah tanggapan negatif terhadap diri, sehingga sekitarnya pun merupakan sesuatu yang negatif bagi dirinya. Tanggapan ini menjadikan individu selalu hidup dalam ketakutan yang akan mempengaruhi seluruh alam perasaanya sehingga terjadi keguncangan dalam kseimbangan kepribadian, yaitu suatu keadaan emosi yang labil. Maka dalam keadaan tersebut individu tidak berfikir secara wajar, jalan pikirannya palsu, dan segala sesuatu yang diluar diri yang dipersepsikan secara salah. Dengan demikian tindakan-tindakannya menjadi tidak adekuat sebab diarahkan untuk kekurangan dirinya. Keadaan ini lama kelamaan tidak dapat dipertahankan lagi, yang akhirnya akan menibulkan kecemasan, sehingga jelaslah bahwa keadaan ini akan berpengaruh pada perkembangan harga dirinya.
Perasaan salah yang pertama dimiliki oleh individu yang mempunyai pegangan hidup berdasarkan kesadaran dan keyakinan diri, atau dengan kata lain individu sendiri telah menentukan criteria mengenai mana yang baik dan yang buruk bagi dirinya dan perasaan salah yang kedua adalah merasa salah terhadap ketakutan, seperti umpamanya yang merupakan unsur penghambat bagi perkembangan kepercayaan akan diri sendiri.
Salah satu kompone adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1999).
Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.
Gangguai gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial.
Intervensi dari gangguan harga diri guna mencapai tingkat aktualisasi diri yang maksimal sehingga menyadari potensi dirinya (Stuard G. W., 2006) dengan memanfaatkan teknik hipnoterapi, antara lain: a.
Perkuat identitas klien.
b.
Kuatkan perilaku adaptif.
c.
Bantu klien mengekspresikan dan menggambarkan perasaan serta pikirannya.
d.
Bantu klien untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan, ideal diri, serta kritik diri.
e.
Klarifikasi keyakinan yang salah dan distorsi kognitif.
f.
Dorong klien untuk merumuskan tujuan baru.
g.
Gunakan latihan peran, model peran, dan visualisasi untuk mempraktikan perilaku baru.
h.
Tiingkatkan keterlibatan keluarga dan kelompok.
Peningkatan pemahaman terhadap harga diri sendiri, sehingga membuat seseorang mengganti respon koping maladaptif menjadi respon adaptif. Menurut Maslow dalam kahija (2007) kebutuhan harga diri mendorong penghargaan dan respek pada diri sendiri maupun pengakuan dari orang lain. Kebutuhan ini juga akan mendorong realisasi atau perwujudan potensi-potensi yang dimiliki.
Akhmad Sudrajad mengatakan bahwa pentingnya pemenuhan kebutuhan harga diri individu, khususnya pada kalangan remaja, terkait erat dengan dampak negatif jika mereka tidak memiliki harga diri yang mantap. Mereka akan mengalami kesulitan dalam menampilkan perilaku sosialnya, merasa canggung. Namun apabila kebutuhan harga diri mereka dapat terpenuhi secara memadai, kemungkinan mereka akan memperoleh sukses dalam menampilkan perilaku sosialnya, tampil dengan kayakinan diri (self-confidence) dan merasa memiliki nilai dalam lingkungan sosialnya.
C. Gagal Ginjal Kronik 1.
Pengertian Gagal ginjal kronik adalah suatu kondisi kerusakan ginjal yang terjadi selama
≥ 3 bulan, yang didefinisikan sebagai abnormalitas struktural atau fungsional ginjal, dengan atau tanpa adanya penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang bermanifestasi sebagai kelainan patologis atau kerusakan ginjal, termasuk ketidakseimbangan komposisi zat di dalam darah atau urine serta ada atau tidaknya gangguan hasil
2
pemeriksaan pencitraan. LFG yang kurang dari 60mL/menit/1,73m lebih dari tiga bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Depkes, 2008).
Menurut Davey (2005) gagal ginjal kronik (chronic renal failure/ CRF) didefinisikan sebagai nilai laju filtrasi glomerulus yang berada dibawah normal selama lebih dari 3 bulan.
Penyakit ginjal kronik atau gagal ginjal kronik merupakan suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal (Suwitra, 2006). Chasani (2003) mengatakan gagal ginjal kronik (GGK) merupakan penyakit gangguan fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversibel, yang akhirnya akan menjadi gagal ginjal terminal. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) juga didefinisikan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremi (Smeltzer & Bare, 2001).
Menurut Long (1996), pasien dengan penyakit kronik termasuk gagal ginjal kronik memilliki masalah yang kompleks, yaitu terjadi perubahan fisik dan perubahan psikis. Perubahan fisik atau psikologis diantaranya kenaikan tekanan darah, keletihan, sakit kepala, mual muntah, diare dan lain-lain. Sedangkan perubahan psikologis akibat penurunan fungsi organ akan mempengaruhi masalah psikis salah satunya adalah kehilangan harga diri (Nasir & Muhith, 2011).
2. Patofisiologi
Terdapat dua pendekatan teoritis yang umumnya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada gagal ginjal kronik (Price & Wilson, 1995), yaitu :
a) Pandangan tradisional
Dari sudut pandang tradisional mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda- beda dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya.
b) Hipotesis nefron yang utuh atau hipotesis Bricker
Hipotesis ini berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan hancur namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Meskipun penyakit ginjal kronik terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut yang harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah berubah, sedangkan jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun secara progresif. Dua adaptasi penting yang dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, yaitu sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal dan erjadinya peningkatan kecepatan filtrasi beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron meskipun laju filtrasi glonerulus (GFR) untuk seluruh masa nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawah nilai normal.
Hipotesis nefron utuh ini didukung oleh beberapa pengamatan eksperimental. Bricker dan Fine (1969) dalam (Price dan Wilson, 1995) pasien pielonefritis dan anjing-anjing yang ginjalnya dirusak pada percobaan, nefron yang masih bertahan akan mengalami hipertrofi dan menjadi lebih aktif dari keadaan normal. Juga diketahui bila satu ginjal seorang yang normal dibuang, maka ginjal yang trsisa akan mengalami hipertrofi dan fungsi ginjal ini mendekati kemampuan yang sebelumnya dimiliki oleh kedua ginjal itu secara bersama-sama.
Sifat perjalanan penyakit gagal ginjal kronik adalah progresif. Akibat dari progresifitas tubuh akan mengalami perubahan-perubahan seperti: gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, hiperfosfatemia, kelainan tulang, anemia, hipertensi, gangguan hormone dan hiperlipidemia (Ardaya, 2003).
3. Etiologi Etiologi dari gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara negara satu dengan yang lainnya, menurut (Davey, 2005) GGK dapat terjadi akibat glomerulonefritis (30%), nefritis interstisial dan nefropati refliks (20%), penyakit ginjal polikistik ((10%), diabetes melitus (10%), hipertensi/penyakit renovaskular (10%), uropati obstruktif dan penyakit- penyakit lain yang tidak diketahui (20%).
Berdasarkan catatan perhimpunan nefrologi Indonesia (Pernefri), penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisa di Indonesia pada tahun 2000, adalah: glomerulonefritis (46,39%), diabetes melitus (18,65%), obstruksi dan infeksi (12,85%), hipertensi (8,46%), sebab lain (nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan dan penyakit yang tidak diketahui ada 13,65% (Suwitra, 2006).
4. Penatalaksanaan Pasien Gagal Ginjal Kronik Penatalaksanaan pasien gagal ginjal kronik bertujuan untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin (Smeltzer
& Bare, 2001). Salah satu penatalaksanaan pasien gagal ginjal kronik adalah dengan terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal bisa dengan dialisis maupun transplantasi ginjal. Perencana tatalaksana penyakit ginjal kronik disesuaikan dengan stadiumnya (Suwitra, 2006).
Menurut Pernefri (2003) bila gagal ginjal sudah mencapai stadium
2
5 dengan LFG < 15mL/menit/1.73m , dibutuhkan terapi pengganti dialisis, namun dalam pelaksanaan klinis pedoman yang dapat dipakai adalah: tes klirens kreatin (TKK)/LFG < 10mL/menit dengan gejala uremi atau malnutrisi, tes klirens kreatin (TKK)/LFG < 5mL/menit walaupun tanpa gejala, indikasi khusus yaitu adanya komplikasi akut (edema paru, hiperkalemi, asidosis metabolik berulang) dan pasien nefropati diabetik dapat dilakukan lebih awal.
Penyakit ginjal kronik dapat mengakibatkan berbagai komplikasi, diantaranya adalah penyakit kardiovaskuler. Upaya pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler merupakan hal penting, karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Upaya pencegahan dan terapi kardiovaskuler adalah dengan pengendalian: diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit (Suwitra, 2006). Pembatasan asupan cairan pada penyakit gagal ginjal kronik bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi, kardiovaskuler. Asupan cairan yang masuk harus seimbang dengan cairan yang dikeluarkan. Dianjurkan cairan yang masuk sebanyak jumlah urine selama sehari ditambah 500-700 ml.
D. Kerangka Teori
Berdasarkan teori Wong & Andri (2009), Stuart & Suddeen (1991), Menurut Smeltzer & Bare (2001) tentang hipnoterapi, harga diri dan gagal ginal kronik dapat digambarkan suatu kerangka teori sebagai berikut:
- Letih - Sakit kepala
- Mual - Muntah
Penyakit kronik Gagal ginjal kronik Perubahan fisiologis
Hipnoterapi Faktor – faktor yang mempengaruhi timbulnya harga diri :
1. Pengalaman 2.
Pola asuh 3. Lingkungan 4. Sosial ekonomi Perubahan psikologis Harga diri
E. Kerangka Konsep
Gagal ginjal kronik Variabel bebas Perkuat identitas
- Komunikasi terapeutik sesuai
Komunikasi terapeutik
- SOP tanpa dilakukan
sesuai SOP + Dilakukan
Kuatkan perilaku adaptif
- hipnoterapi
hipnoterapi
Dorong untuk merumuskan
tujuan baru Faktor yang mempengaruhi Variabel terikat timbulnya harga diri :
Naik atau tidak naik 1. Pengalaman Harga diri
2. Pola asuh 3.
Lungkungan 4. Sosialisasi ekonomi Peningkatan harga diri pada pasien gagal ginjal kronik
Ket. : : Diteliti
: Tidak diteliti
: Berhubungan
: Berpengaruh : Sebab akibat
Bagan 2.2. Kerangka Konsep mengenai Harga Diri Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik.F. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini peneliti menuliskan dalam bentuk hipotesis statistik yaitu hipotesis nol (Ho) dan hipotesis altenatif (Ha), sebagai berikut : Ho : Tidak ada pengaruh hipnoterapi terhadap peningkatan harga diri pada pasien gagal ginjal kronik.
Ha : Ada pengaruh hipnoterapi terhadap peningkatan harga diri pada pasien gagal ginjal kronik.