BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) - Bab II Arif Purnomo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Lilliflorae Family : Amarylidaceae/Lilliaceae Genus : Allium L. Spesies : Allium ascalonicum L. Bawang merah dan kerabatnya termasuk dalam satu keluarga besar

  bawang-bawangan. Sebenarnya bawang sayur ini termasuk dalam family

  Amaryllidaceae. Akan tetapi, beberapa ahli botani memasukkannya dalam family Lilliaceae. Pasalnya, bunga dan perbungaannya mirip bunga lili atau tulip yang

  terkenal di Belanda (Wibowo, 2009) Tanaman ini diduga berasal dari daera Asia tengah yaitu sekitar India.

  Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang bertangkai dengan 50-200 kuntum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai mengecil dan dibagian tengah mengembung, bentuknya seperti pipa yang berlubang didalamnya. Tangkai tandan bung ini sangat panjang, lebih tinggi dari daunnya sendiri dan mencapai 30-50cm. Bunga bawang merah termasuk bunga sempurna yang tiap bunga terdapat benang sari dan kepala putik ( Sumarni dan Hidayat 2005).

  Tanaman bawang merah memiliki akar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran tanaman bawang merah dapat mencapai 20-200 akar (AAK,2004). Bawang merah memiliki batang semu atau disebut "discus" yang bentuknya seperti cakram, tipis, dan pendek sebagai tempat melekat akar dan mata tunas (titik tumbuh). Bagian atas discus terbentuk batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun. Batang semu yang berada di dalam tanah akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis (bulbus), antara lapis kelopak bulbus terdapat mata tunas yang dapat membentuk tanaman baru atau anakan terutama pada spesies bawang merah biasa (Tim Bina Karya Tani, 2008).

  Secara umum tanaman bawang merah mempunyai daun berbentuk bulat kecil dan memanjang antara 50-70 cm, berwarna hijau muda sampai hijau tua, berlubang seperti pipa, tetapi ada juga yang membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang daun. Bagian ujung daun meruncing, sedangkan bagian bawahnya melebar dan membengkak (Rahayu dan Nur, 2007).

B. Syarat Tumbuh

  1. Iklim Daerah yang paling baik untuk budidaya bawang merah adalah daerah beriklim kering yang cerah yang cukup mendapat sinar matahari dengan suhu udara 25°C- 32°C dan lebih baik jika lama penyinaran matahari lebih dari 12 jam. Bawang merah dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah dengan ketinggian tempat 10-250 m dpl (Wibowo, 2007).

  2. Tanah Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman bawang merah adalah yaitu tanah yang memiliki aerasi dan drainase yang baik, subur, banyak mengandung bahan organis atau humus, dan memiliki pH antara 5,5-7,0. Jenis tanah yang paling baik adalah jenis tanah Alluvial, Clay Humus atau Latosol yaitu tanah lempung yang berpasir atau berdebu karena sifat tanah yang demikian ini mempunyai aerase dan drainase yang baik serta memiliki perbandingan yang seimbang antara fraksi liat, pasir, dan debu (Wibowo, 2007).

  Bawang merah dapat ditanam di sawah setelah panen padi dan dapat juga ditanah darat seperti tegalan, kebun dan pekarangan tanah yang gembur, subu, banyak mengandung bahan organik atau humus sangat baik untuk tanaman bawang merah. Selain itu dipilih tanah yang bersifat mudah melakukan aerasi baik dan tidak becek. Tanah yang gembur dan subur akan mendorong perkembangan umbi shingga hasilnya besar – besar ( Wibowo, 2009)

C. Zeolit

  Zeolit pertama kali ditemukan pada Tahun 1756 oleh seorang ahli mineralogi Swedia bernama Cronsdet. Nama zeolit berasal dari dua kata Yunani, yaitu zein (mendidih) dan lithos (batuan), karena mineral ini memiliki sifat mendidih atau mengembang saat dipanaskan (diaktivasi). Zeolit merupakan kelompok senyawa berbagai jenis mineral alumino silikat hidrat dengan logam alkali. Mineral-mineral yang termasuk dalam kelompok zeolit umumnya dijumpai dalam batuan tufa, terbentuk dari hasil sedimentasi abu vulkanik yang teralterasi. Zeolit mempunyai beberapa sifat, diantaranya dehidrasi, adsorbsi, penukar ion, katalisator, dan separasi. Hal ini dikarenakan zeolit alam memiliki struktur rangka, mengandung ruang kosong yang ditempati oleh kation dan molekul air yang bebas sehingga memungkinkan pertukaran ion atau chemisorption (Siti, 2003). Zeolit alam yang telah diaktivasi dengan pemanasan bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori – pori kristal zeolit, sehingga luas permukaan pori- pori bertambah (Sutarti, 1994). Secara kimia kandungan zeolit yang utama adalah:

  2

  2

  3

  2

  2 SiO = 62,75%; Al O =12,71 %; K O = 1,28 %; CaO = 3,39 %; Na O = 1,29 %;

2 MnO = 5,58 %; Fe O3 = 2,01 %; MgO = 0,85 %; Clinoptilotit = 30 %; Mordernit

  = 49 %. Sedangkan nilai KTK antara 80 - 120 me/100 g, nilai yang tergolong tinggi untuk penilaiantingkat kesuburan tanah. Nilai KTK ini akan menentukan kemampuan bahan tersebut untuk menyimpan pupuk yang diberikan sebelum diserap tanaman. (www.Suara-Merdeka.com, 2004).

  Zluas dalam bidang industri maupun pertanian. Penggunaan zeolit dalam bidang pertanian diantaranya sebagai suplemen pakan ternak dan perbaikan tanah, sedangkan dalam bidang industri dan lingkungan digunakan sebagai agen penukar ion, adsorpsi katalis, penjernih air dalam kolam renang dan air tercemar lainnya (Mortimer dan Taylor, 2002).

  Zeolit yang mempunyai fungsi antara lain : mengembalikan zat hara tanah yang hilang, menyimpan dan mengikat unsur-unsur yang dibutuhkan baik makro maupun mikro nutrisi sehingga tetap tersedia, menggemburkan tanah, karena zeolit mempunyai pori-pori yang besar sehingga sirkulasi oksigen baik untuk akar tanaman, menghemat pemakaian pupuk (tidak terbuang), karena diikat oleh zeolit, menyerap logam-logam berat dan unsur yang mengganggu pertumbuhan tanaman (Usman, 2009).Fungsi zeolit di sini adalah sebagai bahan pemantap tanah (soil

  conditioner), yaitu sebagai pembawa pupuk (fertilizer carrier), pengontrol

  pelepasan ion NH

  4 + dan K+ (slow release fertilizer). dan sebagai pengontrol cadangan air (Admin.2009).

  Pemanfaatan zeolit di Indonesia masih terbatas, karena belum semua masyarakat tani Indonesia menyadari manfaatnya. Yakni sebagai bahan pembenah tanah. Salah satu sifat kimia dari zeolit adalah kemampuannya mengikat kation yang tinggi. Dalam ilmu tanah disebut dengan KPK (Kapasitas Pertukaran Kation).

  Nilai KPK dari zeolit ini adalah 120 me/100 gr. Nilai KPK ini merupakan parameter tingkat kesuburan suatu jenis tanah. Maka apabila zeolit yang sudah diproses kemudian diberikan pada lahan pertanian akan meningkatkan nilai KPK tanah sekaligus meningkatkan kesuburan tanah. Nilai KPK ini akan menentukan kemampuan tanah untuk mengikat pupuk yang diberikan. Misalnya tanah dipupuk dengan Urea. Dalam tanah urea akan membentuk ion amonium (NH4+), ion ini apabila tidak diikat oleh tanah (zeolit) maka akan terbuang percuma lewat air irigasi. Dengan demikian unsur hara yang diberikan lewat pemupukan akan lebih efisien apabila tanah pertanian diberi zeolit. Zeolit tidak hanya mengawetkan unsur N saja, tetapi juga K, Ca dan Mg (Anonim, 2004).

D. Ultisol

  Tanah-tanah mineral masam yang telah mengalami perkembangan yang lanjut, seperti Ultisol mempunyai kandungan bahan organik yang rendah dan kelarutan Al yang tinggi yang berpotensi meracuni tanaman (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Tanah Ultisol juga mempunyai kapasitas tukar kation (KTK), kandungan unsur hara seperti N dan P dan kation-kation basa seperti Ca, Mg, Na dan K yang rendah (Sri Adiningsih dan Mulyadi 1993). Ultisols termasuk ke dalam tanah marginal dan umumnya belum tertangani dengan baik. Pemanfaatan jenis tanah tersebut dihadapkan pada berbagai kendala pada sifat fisik dan kimia tanah. Sifat fisik tanah ini umumnya jelek, yaitu mempunyai permeabilitas tanah yang sangat rendah, drainase buruk, ruang pori makro yang sangat sedikit sehingga aerasi tanah sangat rendah. Sifat Ultisols umumnya jelek dan kurang menunjang untuk pengembangan di bidang pertanian seperti aerasi buruk, stabilitas agregat yang kurang stabil, laju infiltrasi dan permeabilitas lambat, serta daya pegang air (water holding capacity) rendah.

  Usaha pertanian di tanah Ultisol akan menghadapi sejumlah permasalahan. Tanah Ultisol umumnya mempunyai pH rendah yang menyebabkan kandungan Al, Fe, dan Mn terlarut tinggi sehingga dapat meracuni tanaman. Jenis tanah ini biasanya miskin unsur hara esensial makro seperti N, P, K, Ca, dan Mg; unsur hara mikro Zn, Mo, Cu, dan B, serta bahan organik (Taufiq et al. 2004 dalam Subandi 2007). Meskipun secara umum tanah Ultisol atau Podsolik Merah Kuning banyak mengandung Al dapat ditukar (Al-dd) (20-70%), namun hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa contoh tanah tersebut mengandung Al- dd relatif rendah (< 20%). Maka dalam pengelolaannya untuk pertanaman, secara teknis, terdapat dua pendekatan pokok yakni pemilihan jenis komoditas atau varietas yang adaptif serta perbaikan kesuburan tanah dengan ameliorasi dan pemupukan (Subandi, 2007).

E. Arang Sekam

  Sekam padi merupakan bagian terluar (kulit) dari batang padi dan merupakan hasil sampingan yang dihasilkan dari industri penggilingan padi.

  Singhania (2005) menyatakan bahwa setiap ton produksi padi akan menghasilkan 220 kg (22%) sekam padi, dan apabila dibakar akan menghasilkan 55kg (25%) abu sekam padi atau rice husk ash (RHA) yang mengandung hampir 85-90% silica. Sekam padi merupakan lapisan keras yang menutupi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang saling bertautan yang disebut lemma dan palea (Nugraha, 2008).

  Pada keadaan normal, sekam berperan penting meilindungi biji beras dari kerusakan yang disebabkan oleh serangan jamur, dapat mencegah reaksi ketengikan karena dapat melindungi lapisan tipis yang kaya minyak terhadap kerusakan mekanis selama pemanenan, penggilingan dan pengangkutan ( Haryadi. 2006 ).

  Arang sekam merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85- 95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi ( Sembiring dan Sinaga, 2003). Aplikasi pemberian arang sekam ke tanah akan memberikan manfaat langsung terhadap peningkatan kesuburan tanah dan produksi tanaman ( Lehmann et al, 2006). Arang dapat bertindak sebagai kondisioner tanah, meningkatkan pertumbuhan tanaman dan mempertahankan nutrisi serta meningkatkan sifat fisik tanah dan biologi ( Glaser et

  al, 2002, Lehmann et al, 2003a, Lehmann dan Rondon, 2005 dalam Lehmann et al,

  2006). Menurut Komarayanti et al. (2003) dalam Supriyanto dan Fiona (2010) arang sekam berfungsi sebagai pengikat unsur hara ketika terjadi kelebihan dan penyerap unsur hara ketika kekurangan, unsur hara dilepas secara perlahan sesuai kebutuhan semai atau slow release. Hasil penelitian Heriyanto dan Siregar (2004) menunjukkan bahwa penambahan arang 10% ke dalam media tanam mampu meningkatkan pertambahan tinggi dan diameter anakan Acacia mangium. Hasil penelitian Supriyanto dan Fiona (2010) juga menunjukkan bahwa penambahan arang sekam sebanyak 5% (v/v) pada media tumbuh dapat menghasilkan pertumbuhan semai jabon terbaik.

Dokumen yang terkait

Survei Petani Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tentang Pengendalian Hama di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir

1 42 76

Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Vermikompos dan Urin Domba

0 84 97

Evaluasi Kesesuaian Lahan Desa Harian dan Desa Sitinjak Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir Untuk Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dan Bawang Putih (Allium sativum L.)

6 83 95

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Bawang Merah 2.1.1 Morfologi Bawang Merah (Allium cepa L.) - Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Kulit Bawang Merah (Allium cepa L.)

0 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) - DINU WAHYUNI BAB II

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah a. Klasifikasi Bawang Merah - RESPON PERTUMBUHAN AWAL DAN KADAR Pb BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP DOSIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) YANG BERBEDA DENGAN MEDIA TANAM TERCEMAR Pb - repository perpusta

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Bawang Merah - BAB II JOKO SETIAWAN AGROTEKNOLOGI 2018

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Tanaman Bawang Merah (Allium cepa L.) - RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG MERAH (Allium Cepa L.) TERHADAP APLIKASI PUPUK HAYATI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA INTENSITAS PENYIRAMAN AIR BERBEDA - repository per

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Bawang Merah - ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DI LAHAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERCEMAR LOGAM BERAT Pb DI KECAMATAN WANASARI DAN KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN BREBES - rep

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN - Bab I Arif Purnomo

0 0 7