PENGARUH INTENSITAS CAHAYA TERHADAP KANDUNGAN KAROTENOID Chlorellasp. Repository - UNAIR REPOSITORY

  SKRIPSI PENGARUH INTENSITAS CAHAYA TERHADAP KANDUNGAN KAROTENOID Chlorella sp.

  Oleh: AGUS PARIAWAN LAMONGAN – JAWA TIMUR FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2014

  SKRIPSI PENGARUH INTENSITAS CAHAYA TERHADAP KANDUNGAN KAROTENOID Chlorella sp. sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

  Oleh :

AGUS PARIAWAN NIM. 141011010

  Menyetujui, Komisi Pembimbing,

  Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua Sudarno, Ir., M.Kes. Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Si.

  NIP. 19550713 198601 1 001 NIP. 19591022 198601 2 001

  SKRIPSI PENGARUH INTENSITAS CAHAYA TERHADAP KANDUNGAN KAROTENOID Chlorella sp. sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

  Oleh :

AGUS PARIAWAN NIM. 141011010

  Telah diuji pada Tanggal : 17 Juli 2014 KOMISI PENGUJI SKRIPSI Ketua : Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D Anggota : Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP.

  Sapto Andriyono, S. Pi., M.T. Sudarno, Ir., M. Kes. Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Si.

  Surabaya, Fakultas Perikanan dan Kelautan

  Universitas Airlangga Dekan, Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA.

  NIP. 19520517 197803 2 001 Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : N a m a : Agus Pariawan N I M : 141011010 Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang berjudul : PENGARUH

  INTENSITAS CAHAYA TERHADAP KANDUNGAN KAROTENOID Chlorella sp. adalah benar hasil karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

  Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga, termasuk berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh. Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

  Surabaya, 20 Juli 2014 Yang membuat pernyataan,

  Materei Rp. 6.000,-

  Agus Pariawan

  • NIM.141011010

  RINGKASAN AGUS PARIAWAN. Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Kandungan Karotenoid Chlorella sp. Dosen Pembimbing: Sudarno, Ir., M.Kes. dan Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Si.

  Karotenoid adalah pigmen tumbuhan yang terdiri dari 40 atom karbon per molekul (Tetraterpenoid). Karotenoid berfungsi untuk memberi warna pada ikan dan juga bermanfaat bagi kesehatan manusia. Chlorella sp. didominasi oleh warna hijau (chlorophyll), selain itu Chlorella sp. juga mengandung karotenoid lutein. Intensitas cahaya mampu meningkatkan level mRNA carotenoid hydroxylase (CH) dan phytoene synthase (PSY). Dengan meningkatnya level mRNA

  carotenoid hydroxylase (CH) dan phytoene synthase (PSY) maka phytoene yang

  merupakan penyusun karotenoid juga meningkat. Meningkatnya phytoene dapat mempengaruhi meningkatnya karotenoid yang disintesis. Cahaya dapat menyebakan naiknya produk fotosintesis. Cahaya dapat menyebakan meningkatkan ATP yang dihasilkan pada fotosintesis, sehingga mempercepat metabolisme sel.

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh intensitas cahaya yang berbeda terhadap kandungan karotenoid Chlorella sp. serta untuk mengetahui intensitas cahaya yang mampu menghasilkan karotenoid paling tinggi. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen (percobaan) dengan rancangan acak lengkap. Terdapat empat perlakuan pencahayaan (A=500 lux, B=3.700 lux, C=7.400 lux dan D=11.700 lux) dan 5 ulangan sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan karotenoid tertinggi terdapat pada perlakuan C (0,298080 µg/ml), disusul perlakuan B (0,255392 µg/ml) kemudian perlakuan D (0,220056 µg/ml). Kandungan karotenoid terendah terdapat pada perlakuan A (0,207552 µg/ml). Hasil analysis of variance (ANOVA) menunjukkan bahwa setiap perlakuan intensitas cahaya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kandungan karotenoid Chlorella sp. (p<0,05).

  SUMMARY

  iv

  AGUS PARIAWAN. Effect of Light Intensity on the Carotenoid Content of Chlorella sp. Advisor: Sudarno, Ir., M.Kes. and Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Si.

  Carotenoids are plant pigments which consists of 40 carbon atoms per molecule (Tetraterpenoid). Carotenoids function are for pigmentation of fishes, furthermore it also beneficial to human health. Chlorella sp. dominated by green pigment (chlorophyll), but its so had carotenoid lutein. Light intensity increase of carotenoid hydroxylase mRNA levels (CH) and phytoene synthase (PSY). Increased of mRNA levels of carotenoid hydroxylase (CH) and phytoene synthase (PSY) simultaneous increased of phytoene. The inclined of phytoene stimulate carotenoid synthesized. High light intensity stimulate increase of photosynthesis product. Hight light intensity stimulate increase of Adenosin Triphospat (ATP), so it increased of metabolism rate.

  The purpose of this study was to determine the effect of different light intensities on the carotenoid content of Chlorella sp. and to determine light intensity is capable of producing the highest carotenoid. This study used an experimental method with a completely randomized design. There are four light treatments (A = 500 lux, B = 3700 lux, C = 7400 lux and D = 11700 lux) and five replications so that there are 20 experimental units. The results showed that the highest carotenoid content found in treatment C (0.298080 g/ml), followed by treatment B (0.255392 g/ml) and than treatment D (0.220056 g/ml). Lowest carotenoid content contained on treatment A (0.207552 g/ml). Results of analysis of variance (ANOVA) showed that the light intensity of each treatment were significantly different effect on carotenoid content of Chlorella sp. (P <0.05). v

KATA PENGANTAR

  Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, oleh karena rahmat-Nya penulis telah menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak terlepas dari dukungan moril dan materil dari semua pihak. Melalui kesempatan ini, dengan kerendahan hati, perkenankan penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

  1. Dosen Pembimbing, Bapak Sudarno, Ir., M.Kes dan Ibu Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Si, yang telah memberikan saran dan nasehat yang berguna bagi penulis selama penyusunan skripsi ini.

  2. Dosen penguji, Bapak Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D, Ibu Dr.

  Endang Dewi Masithah, Ir., MP. dan Bapak Sapto Andriyono, S.Pi., M.T., yang telah memberi banyak masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

  3. Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga, Ibu Prof.

  Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA.

  4. Ibunda dan Ayahanda tercinta, Ngadiso dan Partik yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan do ’a selama penyusunan skripsi ini.

  5. Teman-teman angkatan 2010 yang senantiasa memberi semangat dan dukungan penulis untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

  6. Teman-teman SKI BEM FPK UA, teman-teman PPSDMS, kawan-kawan kontrakan Umar dan BEM FPK UA 2013 yang telah memberikan semangat. vi

  7. Teman-teman yang dengan sukarela meminjamkan laptopnya untuk penulisan skripsi ini.

  8. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

  Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang melimpahkan berkah- Nya, atas segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak kepada penulis

  Surabaya, Juli 2014 Penulis

  vii

  DAFTAR ISI Halaman

  RINGKASAN .................................................................................................. iv SUMMARY ..................................................................................................... v KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii

  I. PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

  1.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 3

  1.3 Tujuan ................................................................................................. 4

  1.4 Manfaat .............................................................................................. 4

  II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Klasifikasi Chlorella sp....................................................................... 5

  2.2 Struktur dan morfologi Chlorella sp. .................................................. 6

  2.3 Habitat ................................................................................................. 7

  2.4 Pertumbuhan Chlorella sp................................................................... 8

  2.5 Media Kultur ....................................................................................... 10

  2.6 Intensitas Cahaya ................................................................................ 11

  2.7 Karotenoid ........................................................................................... 13

  2.8 Faktor-faktor Pembentuk Karotenoid ................................................. 16

  III KERANGKA KONSEP

  3.1 Kerangka Konseptual ......................................................................... 20

  3.2 Hipotesis ............................................................................................. 23 viii

  IV METODOLOGI

  5.1 Hasil .................................................................................................... 32

  6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 46

  VI SIMPULAN DAN SARAN

  5.2 Pembahasan ......................................................................................... 37

  5.1.4 Kualitas Air ............................................................................... 36

  5.1.3 Analisis Korelasi Eksponensial Kandungan Karotenoid dengan Kepadatan populasi Chlorella sp. ............................................. 36

  5.1.2 Populasi Chlorella sp. ............................................................... 34

  5.1.1 Kandungan Karotenoid ............................................................. 32

  V HASIL DAN PEMBAHASAN

  4.1 Tempat dan Waktu .............................................................................. 24

  4.3.4 Analisa Data ............................................................................... 31

  4.3.3 Parameter ................................................................................... 31

  4.3.2 Prosedur Kerja ........................................................................... 26

  4.3.1 Rancangan Penelitian ................................................................ 25

  4.3 Metode Penelitian

  4.2.2 Bahan Penelitian ........................................................................ 24

  4.2.1 Peralatan Penelitian ................................................................... 24

  4.2 Materi Penelitian

  6.2 Saran .................................................................................................... 46 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 47 LAMPIRAN ..................................................................................................... 51 ix

  DAFTAR TABEL Tabel Halaman

  2.1 Kandungan Walne ...................................................................................... 11

  5.1 Hasil rata-rata kandungan karotenoid Chlorella sp.................................... 32

  5.2 Hasil rata-rata kepadatan populasi Chlorella sp. ....................................... 35

  5.3 Kisaran nilai kualitas air............................................................................. 37 x

  DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman

  2.1. Chlorella sp. .............................................................................................. 5

  2.2 Intensitas cahaya (Illuminance)................................................................. 12

  2.3 Steradian dan solid angel .......................................................................... 12 ..........................................................................................................................

  2.4. Struktur beberapa karotenoid .................................................................... 14

  3.1. Kerangka konseptual penelitian ................................................................ 22

  4.1. Denah penempatan perlakuan ................................................................... 25 ..........................................................................................................................

  4.2. Diagram alir penelitian .............................................................................. 26

  5.1 Grafik kandungan karotenoid Chlorella sp. .............................................. 33

  5.2 Grafik pertumbuhan Chlorella sp.. ........................................................... 35

  5.3 Analisis korelasi eksponensial kandungan karotenoid dengan kepadatan populasi Chlorella sp.. .............................................................................. 36

  5.4 Pengaruh suhu terhadap rekasi enzim ....................................................... 43

  DAFTAR LAMPIRAN

  xi

  Lampiran Halaman

  1. Kandungan karotenoid Chlorella sp. (µg/ml). ............................................. 51

  2. Kepadatan populasi Chlorella sp. (per unit percobaan) ............................... 52

  3. Kisaran suhu per hari, kisaran salinitas per hari dan kisaran pH per hari ............................................................................... 53

  4. SPSS kandungan karotenoid ........................................................................ 54

  5. SPSS kepadatan populasi Chlorella sp. selama 6 hari ................................. 57

  6. Gambar kegiatan penelitian ......................................................................... 63 xii

  I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Karotenoid adalah pigmen tumbuhan yang terdiri dari 40 atom karbon per molekul (Tetraterpenoid) (Britton et al, 2008 dalam Biolab Medical Unit, 2010).

  Lebih dari 750 struktur karotenoid ditemukan di alam yaitu pada tumbuhan darat,

  algae , bakteri termasuk cyanobacteria dan bakteri fotosintesis, archaea, jamur dan hewan (Britton et al., 2004 dalam Takaichi, 2011).

  Karotenoid berfungsi untuk memberi warna pada kulit ikan (Britton, 1976

  dalam Siegler, 1998). Pewarnaan sangat penting bagi hewan akuakultur seperti

  pewarnaan merah dan kuning pada ikan, pewarnaan pada daging ikan salmon, pada eksoskeleton dan otot epitelium udang maupun lobster serta pada karapas krustacea lain (Sigurgisladottir et al.,1997 dalam Bjerkeng, 2000). Pewarnaan akan meningkatkan nilai ekonomis ikan di pasar. Karotenoid juga bermanfaat bagi kesehatan manusia. Karotenoid mampu meningkatkan respon imun serta mampu mereduksi resiko kanker, penyakit jantung dan katarak (Amstrog, 1997 dalam Rodriguez-Amaya and Kimura, 2004).

  Terdapat dua macam karotenoid yang digunakan dalam budidaya perairan yaitu sintetik dan alami. Turunan karotenoid alami diantaranya zeaxanthin, lutein,

  α-caroten, β-caroten, cryptoxanthin dan lain-lain, sedangkan untuk karoten

  sintetik hanya ada

  β-caroten. Selama proses pembuatan karoten sintetis

  digunakan pelarut petrokimia dan pelarut organik komplek lainnya, yang mana ini menyebabkan residu pada ikan. Karotenoid sintetik juga sangat mahal dan

  2 penggunaannya dalam formula pakan ikan sangat terbatas sesuai dengan spesies masing-masing. (Gupta et al., 2007).

  Chlorella sp. merupakan produsen dalam rantai makanan makhluk hidup yang kaya gizi (Merizawati, 2008). Chlorella sp. adalah organisme kosmopolit.

  Alga ini mampu tumbuh pada salinitas 0

  • – 35 ppt. Chlorella sp. masih dapat

  o o o

  bertahan hidup pada suhu 40

  C. Rentang suhu antara 25 -30 C merupakan suhu yang optimal untuk pertumbuhan (Alim dan Kurniastuty, 1995 dalam Merizawati, 2008). Chlorela sp. dengan sifatnya yang seperti di atas sangat cocok untuk dikembangan di Indonesia.

  Chlorella sp. didominasi oleh warna hijau (chlorophyll), selain itu Chlorella sp. juga mengandung karotenoid lutein (Shi et al., 2002 dalam Geetha et al. , 2010). Dalam proses fotosintesis, karotenoid dan klorofil dibutuhkan oleh

  rantai peptida untuk membentuk pigmen protein komplek pada membran tilakoid (Neilson and Durnford, 2010 dalam Takaichi, 2011). Karotenogenesis pada

  Haematococcus pluvialis diinduksi dengan penambahan NaCl (0,2 dan 0,8 %),

  2

  perlakuan intensitas cahaya yang tinggi (150 µmol/m /s atau 11.700 lux) dan pengurangan nitrogen (Cifuentes et al., 2003). Pada kondisi lingkungan yang memicu stres (intensitas cahaya yang tinggi, radiasi UV dan kurangnya nutrisi), beberapa Chlorophyceae (Heamatococcus, Chlorella dan Scenedesmus) mengakumulasi ketokarotenoid, canthaxanthin dan astaxanthin. Karotenogenesis ini disintesis oleh kombinasi

  β-carotene hydroxylase gene (CrtR-b) dan β-karoten

ketolase (CtrW, BKT) (Lemione and Schoefs, 2010 dalam Takaichi, 2011).

  3 Enzim yang berpengaruh dalam biosintesis karotenoid yaitu phytoene

  synthase (PSY), phytoene desaturase (PDS), ζ-carotene desaturase (ZDS), lycopene cyclase (LCYB), β-carotene ketolase dan carotenoid hydroxylase (CH)

  (Cunningham and Gantt, 1998 dalam Steinbrenner and Linden, 2001). Intensitas cahaya mampu meningkatkan level mRNA carotenoid hydroxylase (CH) dan

  phytoene synthase (PSY) (Steinbrenner and Linden, 2001). Dengan meningkatnya

  level mRNA carotenoid hydroxylase (CH) dan phytoene synthase (PSY) maka

  phytoene yang merupakan penyusun karotenoid juga meningkat. Meningkatnya phytoene dapat mempengaruhi meningkatnya karotenoid yang disintesis.

  Cahaya dapat menyebabkan naiknya produk fotosintesis (Peel and Wveatherly, 1962 dalam Servaites and Geiger, 1974). Cahaya dapat menyebabkan meningkatkan Adenosine Triphosphate (ATP) yang dihasilkan pada fotosintesis (Plaut and Reinhold, 1969 dalam Servaites and Geiger, 1974).

  Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh intensitas cahaya terhadap kandungan karotenoid Chlorella sp.

1.2 Perumusan Masalah

  1. Apakah intensitas cahaya yang berbeda, berpengaruh terhadap kandungan karotenoid Chlorella sp.?

  2. Berapakah intensitas cahaya yang mampu menghasilkan karotenoid paling tinggi?

  4

  1.3 Tujuan

  Penelitian ini bertujuan untuk

  1. Mengetahui pengaruh intensitas cahaya yang berbeda terhadap kandungan karotenoid Chlorella sp.

  2. Mengetahui intensitas cahaya yang mampu menghasilkan karotenoid paling tinggi.

  1.4 Manfaat

  Adapun manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang pengaruh intensitas cahaya yang berbeda terhadap kandungan karotenoid

  Chlorella sp. serta nilai intensitas cahaya yang mampu menghasilkan karotenoid

  paling tinggi. Informasi ini nantinya bisa digunakan oleh masyarakat luas pada umumnya dan khususnya sektor privat untuk pedoman budidaya Chlorella sp. sebagai produsen karotenoid. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Chlorella sp.

  Menurut Bougis (1979) dalam Merizawati (2008) Chlorella sp. termasuk dalam : Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Chlorococcales Famili : Chlorellaceae Genus : Chlorella Spesies : Chlorella sp.

   (Sumbe diakses Desember 2013) Gambar 2.1. Chlorella sp.

  Alga hijau atau Chlorophyta, merupakan yang terbesar diantara semua filum alga. Mereka digolongkan sebagai alga hijau karena warna hijau yang merupakan gabungan pigmen klorofil a dan b, karoten (

  α, β dan γ) dan beberapa

  xantophylls (Goodwin, 1974 dalam Happey-Wood, 1988). Diantara semua alga,

  Chlorophyta adalah yang paling dekat hubungannya dengan tanaman tingkat tinggi. Hal ini berdasarkan kemiripannya dalam pigmen fotosintesis, penyimpanan tepung dan struktur organel kloroplas (adanya tumpukan lamella fotosintesis seperti grana dan zona intergrana) (Bisulputra, 1974 dalam Happey-Wood, 1988).

  6 2.2 Struktur dan morfologi Chlorella sp.

  Chlorella sp. adalah salah satu jenis mikroalga yang mengandung klorofil

  serta pigmen lainnya untuk melakukan fotosintesis. Kata Chlorella berasal dari bahasa latin ya itu ”Chloros” yang berarti hijau dan ”ella” yang berarti kecil.

  Chlorella sp. merupakan pakan dasar biota yang ada di perairan termasuk ikan. Chlorella sp. merupakan produsen dalam rantai makanan makhluk hidup yang

  kaya akan gizi. Bentuk sel Chlorella sp. bulat atau bulat telur, merupakan alga bersel tunggal (uniseluler) dan kadang - kadang bergerombol (Merizawati, 2008).

  Warna hijau pada alga ini disebabkan selnya mengandung klorofil a dan b dalam jumlah yang besar selain itu juga mengandung karoten dan xantofil (Volesky, 1970

  dalam Rostini, 2007).

  Diameter sel Chlorella sp. berkisar antara 2−8 mikron. Dinding selnya keras terdiri dari selulosa dan pektin. Sel ini mempunyai protoplasma yang berbentuk cawan. Chlorella sp. dapat bergerak (motil) tetapi sangat lambat sehingga pada pengamatan seakan-akan tidak bergerak (non motil) (Merizawati, 2008).

  Kelimpahan fitoplankton didefinisikan sebagai jumlah individu fitoplankton persatuan volume. Fitoplankton merupakan tumbuhan yang paling banyak ditemukan di perairan, tetapi karena ukurannya mikroskopis sehingga sulit dilihat tanpa alat bantu penglihatan. Konsentrasinya bisa mencapai ribuan hingga jutaan sel per liter air. Jumlah individu fitoplankton berlimpah pada lokasi tertentu, sedangkan pada lokasi lain di perairan yang sama jumlahnya sedikit (Merizawati, 2008). Distribusi fitoplankton di perairan yang tidak

  7 homogen ini disebabkan oleh arus, unsur hara, dan aktifitas pemangsaan (Merizawati, 2008).

  Absorbansi Chlorella sp. diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang ultraviolet dan cahaya tampak. Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa Chlorella sp. memiliki nilai absorbansi yang tinggi untuk panjang gelombang 687 nanometer dan 490 nanometer (Merizawati, 2008).

2.3 Habitat

  Chlorella sp. dapat tumbuh di semua tempat (kosmopolit), kecuali pada

  tempat yang sangat kritis bagi kehidupan. Alga ini mampu tumbuh pada salinitas 0-35 ppt. Salinitas 10-20 ppt merupakan salinitas optimum untuk pertumbuhannya. Chlorella sp. masih dapat bertahan hidup pada suhu

  o o o

  40 C. Rentang suhu antara 25 C merupakan suhu yang optimal untuk

  • –30 pertumbuhan. Chlorella sp. bereproduksi secara aseksual dengan pembelahan sel dan pemisahan autospora dari sel induknya (Alim dan Kurniastuty, 1995 dalam Merizawati, 2008).

  Kebanyakan spesies Chlorella mampu tumbuh menggunakan fotosintetik atau pada kondisi dimana tidak terdapat cahaya dengan mengambil bahan organik secara langsung dari mediumnya. Selain itu, beberapa spesies Chlorella dapat tumbuh baik pada air tawar maupun air laut (Hoff and Snell, 1989 dalam Shah et

  al ., 2003). Chlorella secara umum merupakan genus air tawar, namun beberapa

  spesies mampu beradaptasi pada suhu dan salinitas dengan rentang yang lebar serta dapat dikultur pada air laut yang diperkaya dengan pupuk (Wilkerson, 1998

  dalam Shah et al., 2003).

  8 Ordo chlorococcales kurang memiliki daya mengapung dan tidak memiliki flagella sehingga membuatnya tidak dapat bergerak secara aktif. Oleh karena itu Chlorococcales tergantung pada turbulensi air yang mempertahankannya tetap tersuspensi. Pada saat stratifikasi suhu stabil, sel atau koloni cenderung mengendap. Ketika rata-rata pertumbuhan sel yang bertahan pada zona eupotik lebih besar daripada rata-rata populasi yang hilang karena pengendapan, maka kondisi itu disebut dengan pertumbuhan yang ditunjukan oleh kenaikan populasi fitoplankton. Pertumbuhan pada alga tergantung pada perubahan yang seimbang antara fotosintesis (terwujud dengan peningkatan sel) dan proses metabolisme (respirasi dan sedimentasi pada populasi) (Happey-Wood, 1988).

  Penyebaran populasi tergantung pada turbulensi air pada zona epilimnion. Bantuk sel dan keberadaan getah (perekat cair) akan cenderung mengurangi hilangnya populasi karena sedimentasi (Happey-Wood, 1988).

2.4 Pertumbuhan Chlorella sp.

  Pertumbuhan fitoplankton dalam kultur dapat ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel yang secara langsung akan berpengaruh terhadap kepadatan fitoplankton (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Pada awal kultur, sel beradaptasi dengan medium baru, bersiap untuk mulai tumbuh dan bersiap memulai pembelahan sel. Fase ini disebut lag fase, yang lamanya tergantung pada kepadatan inokulum, spesies alga. Sel alga kemudian membela dengan cepat sehingga populasinya meningkat secara logaritmik. Ini disebut fase pertumbuhan eksponensial. Fase eksponensial kemudian diikuti dengan fase stasioner. Pada fase stasioner pembelahan sel

  9 menurun dan sudah tidak ada lagi penambahan kepadatan sel. Fase stasioner kemudian diikuti oleh fase senescent, yang mana kepadatan sel menurun (Creswell, 2010).

  Hal yang paling menarik dan paling penting untuk diperhatikan dalam ekologi fitoplankton air tawar yaitu antara pertumbuhan dan kematian terjadi secara serentak bersama-sama yang ditengahi (dibatasi) oleh pasokan nutrisi, pertukaran tropik dan pengadukan (mixing) faktor fisik pada sistem (Reynolds et

  al., 1982 dalam Sandgren, 1988).

  Sandgren (1988) menyatakan bahwa kebanyakan fitoplankton air tawar menggabungkan diri menjadi fase istirahat untuk bertahan sebagai strategi hidupnya. Beberapa percobaannya menyebutkan

  “Packaging Plans” merupakan solusi revolusioner atas masalahnya terhadap kondisi stress dan habitat planktonik yang berubah secara berkala (Sandgren, 1988).

  Alga nonmotil mampu mengalami pertumbuhan jika kondisi cahaya dan turbulensi air dalam kondisi seimbang yang menyebabkan peningkatan kepadatan populasi lebih tinggi daripada proses kematian atau sedimendasi (Happey-Wood, 1988).

  Sze (1993) menyatakan bahwa pertumbuhan populasi fitoplakton tergantung pada selisih antara sel baru yang dihasilkan dengan rata-rata sel yang mati. Sel baru yang diproduksi, sebagian besar tergantung pada cahaya dan ketersediaan nutrisi.

  Sutomo (2005), menyatakan bahwa pola pertumbuhan Chlorella sp. memiliki karakteristik yang sama dengan Chaetoceros gracilis dan Tetraselmis sp.

  10 Chlorella sp. mempunyai daya adaptasi yang cukup cepat dan juga mempunyai pola pertumbuhan dengan dua puncak populasi. Secara umum pertumbuhan mikroalga akan menurun setelah mencapai puncak I dan kemudian naik kembali sampai mencapai puncak II. Pertumbuhan mikroalga akan turun kembali setelah mencapai puncak II.

  Puncak kepadatan Chlorella sp. umumnya dicapai relatif lambat yaitu pada hari ke 9 atau lebih, kecuali hasil penelitihan Sutomo tahun 1990 pada percobaan ke 2 yang dicapai pada hari ke 5. Pencapaian puncak kepadatan yang lebih cepat ini disebabkan karena kepadatan awal pelakuan yang lebih tinggi. Volume air media pemeliharaan berpengaruh terhadap puncak kepadatan maksimal sel

  Chlorella sp. Volume air yang lebih besar akan menghasilkan kepadatan sel maksimal yang lebih rendah dan sebaliknya (Sutomo, 2005).

2.5 Media Kultur

  Air laut merupakan medium komplek yang terdiri beragam senyawa organik. Mengkultur alga hanya dengan menggunakan air laut kadang-kadang bisa juga dilakukan. Penambahan medium artifisial untuk optimalisasi hasil budidaya menjadi penting karena tanpa penambahan beberapa nutrisi dan trace metal, hasil budidaya biasanya sangat rendah (Harrison and Berges, 2004). Tetelepta (2011) menggunakan medium Walne untuk mengkultur Chlorella sp. Medium Walne terdiri dari beragam senyawa (Tabel 2.1.).

  Menurut Fulks and Main (1991) dalam Shah et al. (2003), tipe kultur dapat dibagi menjadi dua yaitu indoor / kultur terkontrol dan outdoor / kultur terbuka. Terdapat perbedaan pendekatan dalam kultur mikroalga yaitu batch

  culture , semi-continues culture dan continues culture. Batch culture merupakan

  3 BO 3 33,6 g

  3 .6H

  2 O 1,3 g Per Liter

  MnCl

  2

  .4H

  2 O 0,36g

  H

  EDTA (DisodiumSalt) 45 g NaH

  metode yang paling konsisten dan dapat diandalkan. Pada metode batch culture, mikroalga dikultur pada sebuah wadah dan semuanya dipanen keseluruhan ketika populasinya hampir mencapi kepadatan maksimal.

  2 PO 4 .2H

  NaNO

  3

  100 g TMS 1 ml

  Sumber : Walne (1970)

  Intensitas cahaya atau illuminance adalah sebuah ukuran fotometri flux per unit area atau flux density yang terlihat. Illuminance atau intensitas cahaya dinyatakan dalam lux (lumen per meter persegi) atau foot-candel (lumen per foot kuadrat) (Ryer, 1998).

  11

  FeCl

  Nutrient Solution

  Vitamin B12 10 mg Per 100 ml Vitamin B1 (Thiamine.HCl) 10 mg Vitamin H (Biotin) 200 µg

  2 O 2 g Vitamin Solution

Tabel 2.1. Kandungan Walne

  Stok Bahan Kebutuhan Kegunaan

  Trace metal Solution

  (TMS) ZnCl

  2

  2,1 g Per 100 ml CoCl

  2 .6H

  2 O 2 g

  (NH

  4 )

  6 Mo

  7 O 24 .4H

  2 O 0,9 g

  CuSO

  2

  .5H

2 O 20 g

2.6 Intensitas Cahaya

  12 Gambar 2.2. Intensitas cahaya (Illuminance) (Ryer, 1998).

  Pada gambar diatas (Gambar 2.2.), bola lampu menghasilkan 1 kandela. Kandela adalah unit dasar pengukuran cahaya. Juga bisa didefinisikan 1 kandela sumber cahaya memancarkan 1 lumen per steradian ke segala arah. Steradian adalah sudut padat (solid angel) yang didapat dari inti bola yang memotong sebuah area persegi pada titik radiusnya. Nilai steradian pada sebuah sinar sama dengan proyeksi area dibagi kuadrat jarak (Ryer, 1998).

  Gamber 2.3. Steradian dan solid angel (Ryer, 1998).

  Intensitas cahaya erat hubunganya dengan hukum kuadrat terbalik, yaitu hubungan antara intensitas cahaya dengan sumber cahaya dan jarak. Ini berarti

  13 intensitas cahaya bervariasi tergantung jarak penampang dengan sumber cahaya (Ryer, 1998).

2.7 Karotenoid

  Karotenoid adalah pigmen tanaman dengan 40 atom karbon per molekul (tetraterpenoids) (Britton et al. 2008 dalam Biolab Medical Unit, 2010).

  Karotenoid yang berikatan dengan oksigen dikenal dengan sebutan xanthophylls, sedangkan yang tidak berikatan dengan oksigen dikenal dengan karoten. Pada tumbuhan, karotenoid bertindak sebagai pigmen tambahan saat fotosintesis dan juga berfungsi untuk melindungi dari radikal bebas yang dilepaskan dari

  chloroplast selama fotosintesis (Miller et al., 1996 dalam Biolab Medical Unit,

  2010). Karotenoid juga melindungi tanaman dari foto-oksidatif perusak melalui disipasi suhu (siklus xanthophyll). Proses ini terjadi ketika eksesif cahaya meningkatkan pH tilakoid, yang mana aktivitas enzim violaxanthin de-epoxidase (VDE), mengkonversi violaxanthin menjadi zeaxanthin. Molekul zeaxanthin dan foton mengubah konformasi di light harvesting complexes (LHC), membantu disipasi suhu (Baroli and Nigoyi, 2000 dalam Stange and Flores, 2012 ).

  Karotenoid yang umumnya dite mukan pada alga coklat adalah β-karoten, yakni karotenoid yang tidak memiliki atom oksigen dalam strukturnya (Blunt dkk., 2006 dalam Biranti dkk., 2009). Golongan senyawa karoten sudah dikenal memiliki aktivitas antitumor yang baik (Clevidence dkk., 1997 dalam Biranti dkk., 2009). Pada proses fotosintesis, karotenoid dan klorofil keduanya dibutuhkan oleh rantai peptida untuk membentuk pigmen protein komplek pada membran tilakoid (Neilson and Durnford, 2010 dalam Takaichi, 2011).

  14 Lebih dari 750 struktur karotenoid ditemukan di alam yaitu pada tumbuhan darat, algae, bakteri termasuk cyanobacteria dan bakteri fotosintesis,

  archaea , jamur dan hewan (Britton et al., 2004 dalam Takaichi, 2011). Berbagai

  jenis karotenoid yang ditemukan dari spesies algae telah dipelajari. Struktur beberapa karotenoid penting dalam algae diilustrasikan pada Gambar 2.4.

  (Takaichi, 2011)

Gambar 2.4. Struktur Beberapa Karotenoid

  15 Di antara struktur tersebut, sekitar 30 jenis mungkin memiliki fungsi dalam fotosintesis, dan lainnya berfungsi untuk akumulasi karotenoid atau karotenogenesis. Beberapa karotenoid hanya ditemukan di beberapa divisi atau kelas algae, karena itu, karotenoid dan klorofil juga dapat digunakan sebagai penanda kemotaksonomi (Rowan, 1989 dalam Takaichi, 2011).

  Karotenoid telah banyak ditemukan pada alga. Fucoxanthin ditemukan pada algae coklat dan diatom. 19'-acyloxyfucoxanthin ditemukan pada Haptophyta dan Dinophyta. Peridinin hanya ditemukan pada dinoflagellata.

  Alloxanthin, crocoxanthin dan monadoxanthin ditemukan pada Cryptophyta. Diadinoxanthin dan diatoxanthin ditemukan pada Heterokontophyta, Haptophyta, Dinophyta dan Euglenophyta (Takaichi, 2011).

  Karotenoid berfungsi untuk memberi warna pada kulit ikan (Britton, 1976

  dalam Siegler, 1998). Pewarnaan sangat penting bagi hewan akuakultur seperti

  pewarnaan pada daging ikan salmon, eksoskeleton dan otot epitelium udang, lobster dan kaparas krustacea lain, integumen merah dan kuning pada ikan (Sigurgisladottir et al.,1997 dalam Bjerkeng, 2000). Karotenoid juga bermanfaat bagi kesehatan manusia. Karotenoid mampu meningkatkan respon imun dan mereduksi resiko kanker, penyakit jantung dan katarak (Amstrog, 1997 dalam Rodriguez-Amaya and Kimura, 2004).

  Pada kondisi lingkungan yang memicu stress (cahaya yang tinggi, radiasi UV dan kurangnya nutrisi), beberapa Chlorophyceae (Heamatococcus, Chlorella dan Scenedesmus ) mengakumulasi ketokarotenoid, canthaxanthin dan

  astaxanthin . Karotenogenesis ini disintesis oleh kombinasi β-karoten hidroxilase

  16

  gene (CrtR-b) dan β-karoten ketolase (CtrW, BKT) (Lemione and Schoefs, 2010 dalam Takaichi, 2011).

  Enzim yang berpengaruh dalam biosintesis karotenoid yaitu phytoene

  synthase (PSY), phytoene desaturase (PDS), ζ-carotene desaturase (ZDS), lycopene cyclase (LCYB), β-carotene ketolase, dan carotenoid hydroxylase (CH)

  (Cunningham and Gantt, 1998 dalam Steinbrenner and Linden, 2001). Menurut Steinbrenner and Linden (2001), Intensitas cahya mampu meningkatkan level mRNA carotenoid hydroxylase (CH) dan phytoene synthase (PSY).

2.8 Faktor-faktor Pembentuk Karotenoid

2.8.1 Cahaya

  Pada proses fotosintesis, cahaya diserap oleh pigmen dan dikonversi menjadi energi kimia ATP dan NADPH, yang mana digunakan untuk mensintesis bahan organik dari karbondioksida. Cahaya yang digunakan untuk proses fotosintesis berada pada rentang spektrum elektromagnetik 400-700 nm, yang biasa disebut photosynthetically active radiation (PAR). Sebuah pigmen secara selektif mengabsorbsi panjang gelombang PAR tertentu. Pigmen utama pada semua alga adalah klorofil A, tetapi proses absorsinya juga dibantu oleh pigmen lain (pigmen asesoris). Pigmen asesoris mengabsorbsi panjang gelombang PAR yang berbeda dan mentransfer energi cahaya ke klorofil A. Pigmen fotosintetik berasosiasi dengan protein dalam membran tilakoid untuk membentuk light

  harvesting complexes . Masing-masing fotosistem terdiri dari ratusan pigmen-

  protein komplek kemudian menyalurkan energi ke pusat reaksi (terdiri dari klorofil A khusus berikatan dengan unit protein). Dua tipe fotosistem bekerja

  17

  • bersama-sama untuk mereduksi NADP menjadi NADPH dan mengkonversi ADP menjadi ATP. Fotosistem I hanya terdiri dari klorofil a saja, sedangkan fotosistem

  II terdiri dari klorofil a dan pigmen asesoris. Alga dapat mengatur aliran elektron pada fotosistem I dan fotosistem II untuk merespon cahaya di lingkungan sekitarnya sehingga efisiensi fotosintesis tetap terjaga (Chow et al., 1990 dalam Sze, 1993).

  Cahaya yang dipancarkan oleh sinar matahari berfungsi dalam proses fotosintesis, tetapi hanya panjang gelombang tertentu yang dimanfaatkan untuk proses fotosintesis tersebut, masing-masing jenis cahaya berbeda pengaruhnya terhadap proses fotosintesis terkait dengan jenis pigmen penangkap cahaya.

  Semakin banyak cahaya yang diserap pada saat fotosintesis maka spektrum karotenoid semakin terlihat yaitu peningkatan dan penampakan warna jingga (Pamungkas dan Kurniady, 2006).

  Menurut Cifuentes et al. (2003), karotenogenesis paling baik pada H.

  pluvialis dipicu oleh intensitas cahaya yang tinggi. Hal ini hampir sama dengan

  hasil penelitian Harker et al. (1996b) dalam Cifuentes et al. (2003) yang menyatakan bahwa faktor utama yang paling penting pada karotenogenesis alga yaitu intensitas cahaya yang tinggi. Lebih spesifik Cifuentes et al. (2003) menyatakan bahwa intensitas cahaya terbaik untuk memicuh karotenogenesi H.

  2

  adalah 150 µmol/m /s yang sebelumnya dikultur pada nitrat dengan

  pluvialis

  2

  intensitas 35 µmol/m /s. Kandungan karotenoid meningkat dari 1,7 menjadi 4,88 mg/liter dan dari 10 menjadi 25 pg/sel ini sangat signifikan bila dibandingkan dengan perlakukan yang lain (salinitas dan pengurangan Nitrogen).

  18 Enzim yang berpengaruh dalam biosintesis karotenoid yaitu phytoene

  synthase (PSY), phytoene desaturase (PDS), ζ-carotene desaturase (ZDS), lycopene cyclase (LCYB), β-carotene ketolase, dan carotenoid hydroxylase (CH)

  (Cunningham and Gantt, 1998 dalam Steinbrenner and Linden, 2001). Intensitas cahya mampu meningkatkan level mRNA carotenoid hydroxylase (CH) dan

  phytoene synthase (PSY) (Steinbrenner and Linden, 2001). Dengan meningkatnya

  level mRNA carotenoid hydroxylase (CH) dan phytoene synthase (PSY) maka

  phytoene yang merupakan penyusun karoten juga meningkat. Meningkatnya

phytoene dapat memempengaruhi meningkatnya karotenoid yang disintesis.

2.8.2 Salinitas

  Penambahan NaCl dapat menyebabkan kematian (mortalitas 45%), tetapi pada sel yang hidup (survive) terjadi peningkatan warna merah. Kenaikan total karotenoid per sel dan kadar astaxantin per berat bersih terjadi ketika dikombinasi

  2

  dengan intensitas cahaya tinggi ( 85 µmol/m /s). Hal ini menunjukan bahwa NaCl merupakan faktor pemicu karotenogenik pada alga jenis H. pluvialis (Cifuentes et

  al ., 2003).

  Harker et al. (1995) dalam Cifuentes et al. (2003) telah mempelajari keefektifan penambahan NaCl pada karotenogenesis H. pluvialis strain CCAP 34/7 dan menyatakan bahwa peningkatan astxanthin saat panen terjadi saat mereka mengkobinasikan kadar NaCl yang lebih rendah dengan intensitas cahaya

  2

  yang sangat tinggi ( 1600-1700 µmol/m /s). Menurut Sarada et al. (2002) dalam Cifuentes et al. (2003) menyatakan bahwa umur kultur sangat penting untuk

  19 memicu produksi astaxanthin pada kultur yang distreskan dengan pemicu salinitas. Kultur yang lebih muda (umur dua sampai delapan hari) sangat sensitif terhadap penambahan NaCl, sedangkan kultur yang lebih tua ( umur 12-16 hari) resisten dan mengakumulasi lebih banyak astaxanthin ketika NaCl ditambahkan dengan sodium acetate dan setelah masa inkubasi panjang ( selama 20 hari).

  Pada penelitian yang dilakukan Cifuentes et al. (2003) menunjukan bahwa level karotenoid yang diakumulasi dengan perlakuan menggunakan salinitas lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan yang lain.

III KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

  Karotenoid berfungsi untuk memberi warna pada kulit ikan (Britton, 1976

  dalam Siegler, 1998). Pewarnaan sangat penting bagi hewan akuakultur seperti

  pewarnaan merah dan kuning pada ikan, pewarnaan pada daging ikan salmon, pada eksoskeleton dan otot epitelium udang maupun lobster serta pada karapas krustacea lain (Sigurgisladottir et al.,1997 dalam Bjerkeng, 2000). Pewarnaan akan meningkatkan nilai ekonomis ikan di pasar. Karotenoid juga bermanfaat bagi kesehatan manusia. Karotenoid mampu meningkatkan respon imun dan mereduksi resiko kanker, penyakit jantung dan katarak (Amstrog, 1997 dalam Rodriguez-Amaya and Kimura, 2004).