Carsinoma Nasopharyngeal with Diplopia when He was 44 Years

  

Tumor Nasofaring dengan Diplopia Pada Pasien Usia 44 Tahun

  1

  2 Meka Anggidian Primadina , Mukhlis Imanto

  1 Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

  2 Bagian THT-KL, Rumah Sakit Abdul Moeloek Provinsi Lampung

Abstrak

  

Tumor nasofaring merupakan massa yang terdapat di bagian nasofaring. Tumor nasofaring dibagi menjadi tumor jinak dan

tumor ganas. Tumor nasofaring merupakan tumor ganas di daerah kepala dan leher yang merupakan tumor lima besar

diantara keganasan bagian tubuh lain bersama dengan kanker serviks, kanker payudara, tumor ganas getah bening dan

kanker kulit sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama (KNF mendapat persentase hampir 60% dari

tumor di daerah kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga

mulut, tonsil dan faring). Studi ini merupakan studi deskriptif dengan rancangan laporan kasus. Studi dilakukan pada seorang

laki-laki berusia 44 tahun yang datang ke poli THT di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM) pada tanggal 01 February

2017. Data yang ada diperoleh melalui autoanamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan

diagnosa pasien. Didapatkan autoanamnesis, keluhan utama hidung tersumbat sebelah kanan sejak ± 2 bulan sebelum masuk

rumah sakit (SMRS), keluhan tambahannya yaitu pasien merasakan nyeri kepala yang menjalar ke bagian leher sejak ± 1 tahun

disertai dengan benjolan sebesar kelereng di sekitar leher dextra dan sinistra dengan ukuran 2x1x1 cm, mengeluhkan

penglihatan ganda atau diplopia dan telinga berdenging. Diagnosis dari pasien ini adalah suspek tumor nasofaring stadium 4

T 4 N 2 M X dengan diplopia. Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini meliputi edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang

diderita pasien, hindari pajanan asap rokok dan komplikasi penyakit serta pemberian medikamentosa berupa Ciprofloxacin

tablet 2x500 mg, Asam Mefenmat tablet 3x500 mg, Ranitidin tablet 2x150 mg. Pasien di rencanakan untuk dilakukan rujuk

ke RS. Gatot Subroto Jakarta untuk kemungkinan dilakukan pemberian kemoiradiasi.

  Kata Kunci: diplopia, laporan kasus, tumor nasofaring

Carsinoma Nasopharyngeal with Diplopia when He was 44 Years

  

Abstract

Carsinoma Nasopharyngeal is a mass located on the nasopharynx. Carsinoma nasopharyngeal are divided into benign and

carsinoma malignant. Carsinoma nasopharyngeal are carsinoma on the malignancy in the head and neck is a carsinoma of

the top five among malignancies other body parts along with cervical cancer, breast cancer, carsinoma malignant of the lymph

and skin cancer, while in the head and neck region took the first place (KNF a percentage nearly 60% of carsinoma in the head

and neck, followed by carsinoma malignant of the nose and paranasal sinuses 18%, larynx 16%, and carsinoma malignant of

the oral cavity, tonsils and pharynx). This study is a descriptive study with a draft report cases. Studies carried out on a man

aged 44 years who came to the poly ENT Hospital General Abdul Moeloek (RSUAM) on 01 February 2017. The available data

obtained through autoanamnesis, physical examination and investigations to diagnose patients. Obtained autoanamnesis,

the main complaints of nasal congestion to the right since ± 2 months before admission (SMRS), complaints enhancements

that patients feel a headache radiating to the neck since ± 1 year along with a lump the size of marbles around in the neck

dextra and sinistra the size 2x1x1 cm, complained of double vision or diplopia and ringing in the ears. The diagnosis of these

patients is suspect carsinoma nasopharyngeal stage 4 T 4 N 2 M X with diplopia. Management is given to these patients includes

educating the patient about the patient's illness, avoid exposure to secondhand smoke and disease complications and Drug

administration in the form of Ciprofloxacin tablets 2x500 mg, Mefenmat Acid tablets 3x500 mg, Ranitidine tablets 2x150 mg.

Patients want to do referred to Gatot Subroto Hospital in Jakarta for cemoiradiation treatment.

  Keywords : carsinoma nasopharyngeal, case report, diplopia

Korespondensi : Meka Anggidian Primadina, S.Ked., Jl. Tanjung Raya Permai, Sukarame, Bandar Lampung, HP 081299411993,

e-mail

Pendahuluan Karsinoma adalah pertumbuhan sel yang

  Tumor nasofaring adalah massa yang ganas dan tidak terkendali terdiri dari sel-sel terdapat di nasofaring. Tumor nasofaring dibagi epithelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan menjadi tumor jinak dan tumor ganas. Berbagai sekitarnya sebagai proses metastasis. Nasofaring jenis tumor jinak dapat ditemukan di daerah merupakan suatu rongga dengan dinding kaku nasofaring seperti papiloma, hemangioma, dan yang merupakan bagian dari faring dan terletak angiofibroma nasofaring, sedangkan tumor ganas dibelakang hidung. Karsinoma Nasofaring daerah kepala leher yang banyak ditemukan merupakan tumor ganas yang timbul pada 1 adalah karsinoma nasofaring. epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring). 2 Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan di daerah kepala dan leher yang merupakan tumor lima besar diantara keganasan bagian tubuh lain bersama dengan kanker serviks, kanker payudara, tumor ganas getah bening dan kanker kulit sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama (KNF mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil dan faring). Angka kejadian karsinoma nasofaring paling tinggi ditemukan di Asia dan jarang ditemukan di Amerika dan Eropa. Angka kejadian karsinoma nasofaring di Indonesia adalah cukup tinggi yaitu 4,7:100.000 kasus pertahun. 3 Penyebab karsinoma nasoaring (KNF) secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu genetik, lingkungan dan virus Ebstein Barr. 4

  1. Genetik Perubahan genetik mengakibatkan proliferasi sel-sel kanker secara tidak terkontrol.Beberapa perubahan genetik ini sebagian besar akibat mutasi, putusnya kromosom, dan kehilangan sel-sel somatik. 5 Sejumlah laporan menyebutkan bahwa HLA

  (Human Leucocyte Antigen) berperan penting dalam kejadian KNF. Teori tersebut didukung dengan adanya studi epidemiologik mengenai angka kejadian dari kanker nasofaring. Kanker nasofaring banyak ditemukan pada masyarakat keturunan Tionghoa. 5

  2. Virus Ebstein Barr Pada hampir semua kasus kanker nasofaring telah mengaitkan terjadinya kanker nasofaring dengan keberadaan virus Ebstein Barr. 5 Virus ini merupakan virus DNA yang diklasifikasi sebagai anggota famili virus Herpes yang saat ini telah diyakini sebagai agen penyebab beberapa penyakit yaitu, mononucleosis infeksiosa, penyakit Hodgkin, limfoma-Burkitt dan kanker nasofaring. Virus ini seringkali dijumpai pada beberapa penyakit keganasan lainnya tetapi juga dapat dijumpai menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan manifestasi penyakit. 5 Virus tersebut masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Jadi, adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses keganasan. 5

  3. Lingkungan Ikan yang diasinkan kemungkinan sebagai salah satu faktor etiologi terjadinya kanker nasofaring. Teori ini didasarkan atas insiden kanker nasofaring yang tinggi pada nelayan tradisionil di Hongkong yang mengkonsumsi ikan kanton yang diasinkan dalam jumlah yang besar dan kurang mengkonsumsi vitamin, sayur, dan buah segar. Faktor lain yang diduga berperan dalam terjadinya kanker nasofaring adalah debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar, asap dupa, serbuk kayu industri, dan obat-obatan tradisional, tetapi hubungan yang jelas antara zat-zat tersebut dengan kanker nasofaring belum dapat dijelaskan. 5 Kebiasaan merokok dalam jangka waktu yang lama juga mempunyai resiko yang tinggi menderita kanker nasofaring. 5 Diagnosis KNF dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan juga pemeriksaan penunjang.Adapun kriteria Digby, dimana menggunakan skoring untuk setiap gejala mempunyai nilai diagnostik dan berdasarkan jumlah nilai dapat menentukan KNF. 5 Tabel 1. Digby skoring

  Gejala Nilai Massa terlihat pada nasofaring Gejala khas di hidung Gejala khas pendengaran Sakit kepala unilateral atau bilateral Gangguan neurologik saraf otak Eksoftalmus Limfadenopati leher

  25

  15

  15

  5

  5

  5

  25 Apabila jumlah nilai mencapai 50, diagnosa

  klinik karsinoma nasofaring dapat dipertangungjawabkan. Sekalipun secara klinik jelas karsinoma nasofaring, namun biopsi tumor primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi diagnosis histopatologi, juga menentukan subtipe histopatologi yang erat kaitannya dengan pengobatan dan prognosis. 5 Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomi nasofaring terhadap hidung, tuba

  Eustachii dan dasar tengkorak 1,4,5

  a. Gejala Hidung : 1.

  Epistaksis: rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.

  2. Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan penciuman.

  • Kerusakan N.I bisa terjadi karena karsinoma nasofaring sudah mendesak N.I melalui foramen olfaktorius pada lamina kribrosa. Penderita akan mengeluh anosmia
  • Sindroma Petrosfenoidal. Pada sindroma ini nervi kranialis yang terlibat secara berturut-turut adalah N.IV, III, VI dan yang paling akhir mengenai N.II. Paresis N.II, apabila perluasan kanker mengenai kiasma optikum maka N.optikus akan lesi sehingga penderita memberikan keluhan penurunan tajam penglihatan. Paresis N.III menimbulkan kelumpuhan mata m.levator palpebra dan m.tarsalis superior sehingga menyebabkan oftalmoplegia serta ptosis bulbi (kelopak mata atas menurun), fissura palpebra menyempit dan kesulitan membuka mata. Paresis N.III, IV dan VI akan menimbulkan keluhan diplopia
  • Parese N.V yang merupakan saraf motorik dan sensorik, akan menimbulkan keluhan parestesi sampai hipestesi pada separuh wajah atau timbul neuralgia pada separuh wajah
  • Sindroma parafaring. Proses pertumbuhan dan perluasan lanjut karsinoma, akan mengenai saraf otak N.kranialis IX, X, XI, dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dengan prognosis buruk. Parese N.IX menimbulkan gejala klinis : hilangnya refleks muntah, disfagia ringan, deviasi uvula ke sisi sehat, hilangnya sensasi pada laring, tonsil, bagian atas tenggorok dan belakang lidah, salivasi meningkat akibat terkenanya pleksus timpani pada lesi telinga tengah, takikardi pada sebagian lesi N.IX mungkin akibat gangguan refleks karotikus. Paresis N.X akan memberikan gejala : gejala motorik (afoni, disfoni, perubahan posisi pita suara, disfagia, spasme otot esofagus), gejala sensorik

  b. Gejala telinga 1.

  Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula di fosa Rosen Muler, pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba (berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran)

  2. Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran c. Gejala lanjut

  Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.

  d. Gejala mata dan saraf 1.

  Gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini dikarenakan posisi anatomi nasofaring yang berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lubang/foramen. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke V, sehingga tidak jarang gejala diplopia lah yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti.

  2. Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranial, didahului oleh gejala subyektif dari penderita seperti : kepala sakit atau pusing, hipestesia daerah pipi dan hidung, kadang sulit menelan atau disfagia. Perluasan kanker primer ke dalam kavum kranii akan menyebabkan kelumpuhan N. II, III, IV, V dan VI akibat kompresi maupun infiltrasi atau perluasan tumor menembus jaringan sekitar atau juga secara hematogen dengan manifestasinya adalah diplopia.

  Gejala saraf kranialis meliputi :

  (nyeri daerah faring dan laring, dispnea, 4 dan N /N 1 dan M Stadium IVA : T

  • hipersalivasi). Parese N.XI akan atau T dan N 2 dan M 1 /T 2 /T 3 /T 4 dan N
  • 3A /N 3B Stadium IV
  • menimbulkan kesukaran mengangkat dan memutar kepala dan dagu. Parese dan M - 1 /T 2 /T 3 /T 4 dan

  N.XII akibat infiltrasi tumor melalui Stadium IVC: T kanalis n. hipoglossus atau dapat pula N /N 1 /N 2 /N 3 dan M 1 . karena parese otot-otot yang

  Modalitas penatalaksaan yang dapat dipersarafi yaitu m.stiloglossus, dilakukan antara lain: m.longitudinalis superior dan inferior,

  a. Radioterapi m.genioglossus (otot-otot lidah). Gejala

  Radioterapi merupakan terapi pilihan yang timbul berupa lidah yang deviasi utama karena karsinoma nasofaring adalah ke sisi yang lumpuh saat dijulurkan, tumor yang radiosensitif, biaya relatif suara pelo dan disfagia. murah, dan cukup efektif terutama terhadap tumor yang belum mengadakan invasi ke

  Penentuan stadium dilakukan 8-10 intrakranial. Tetapi jika sudah metastase berdasarkan atas kesepakatan antara UICC jauh maka radiasi merupakan pengobatan (Union Internationale Centre Cancer) dan AJCC yang bersifat paliatif. Dosis untuk (Americant Joint Committe on Cancer). radioterapi radikal adalah 6000-7000 rad

  Pembagian TNM untuk karsinoma nasofaring dengan aplikasi radium dalam 7 hari atau adalah sebagai berikut :

  5000-6000 rad dengan sinar X dalam waktu T menggambarkan keadaan tumor primer,

  • 5-6 minggu. Untuk terapi paliatif diberikan besar dan perluasannya : pada nasofaring dan kelenjar limfe servikal

  T 1 : Tumor hanya terbatas pada kanan dan kiri. Dosisnya adalah dua pertiga nasofaring dari dosis radikal. Evaluasi pasca radiasi

  T 2 : Tumor meluas ke orofaring dan atau diadakan setiap bulan pada tahun pertama, fossa nasal kemudian setiap 3 bulan pada tahun kedua,

  T 2a : Tanpa perluasan ke parafaring 3-7 dan setiap 6 bulan selama 5 tahun.

  T 2b : Perluasan ke parafaring T 3 : Invasi ke struktur tulang dan atau

  b. Kemoterapi sinus paranasal Kemoterapi merupakan terapi adjuvan

  T 4 : Tumor meluas ke intrakranial dan atau yang hingga saat ini masih tetap digunakan. mengenai syaraf otak, fossa

  Berbagai macam kombinasi dikembangkan, infratemporal, hipofaring atau yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi orbita dengan Cis-platinum sebagai inti. Pemberian

  • adjuvan kemoterapi Cis-platinum, bloemycin, regional dan 5-fluorouracil sedang dikembangkan di

  N menggambarkan keadaaan kelenjar limfe

  N : Tidak ada pembesaran kelenjar Departemen THT FKUI dengan hasil sementara

  N 1 : Terdapat pembesaran kelenjar yang cukup memuaskan. ipsilateral < 6 cm

  Obat-obatan sitostatika yang N 2 : Terdapat pembesaran kelenjar 1,2 direkomendasikan adalah : bilateral < 6 cm

  • N 3 : Terdapat pembesaran kelenjar >6 cm Methotrexate, dosis 25 mg / minggu per oral
  • atau ekstensi ke supraklavikula intravena

  Cyclophosphamide, dosis 1 gram / minggu

  • 2

  M menggambarkan metastase jauh : luas permukaan Bleomycin, dosis 10 mg / m

  • M : Tidak ada metastase jauh tubuh / minggu im

  M 1 : Terdapat metastase jauh

  5 Fluorouracil atau 5FU dan Cisplatin

  • dan M Stadium 0 : Tis dengan N -

  Cisplatin menghambat sintesis DNA dan 1 dan N dan M Stadium I : T

  • 2 dan N dan M
  • proliferasi sel dengan jalan membuat rantai Stadium IIA : T 1 /T 2 dan N 1 dan M

  silang pada DNA dan menyebabkan denaturasi Stadium IIB : T

  • 1 /T 2 dan N 1 /N 2 dan M atau

  heliks ganda. 5FU akan menghambat sintesis - Stadium III :T timidilat dan juga mempengaruhi fungsi dan

  T 3 dan N,N /N 1 /N 2 dan M sintesi RNA, berpengaruh terhadap DNA, dan berguna pada pengobatan paliatif pada pasien sudah dinyatakan bersih, atau sudah hilang 5 dengan penyakit yang progresif. yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi tumor induk

  Obat-obatan ganda : sisa atau kambuh diindikasikan, tetapi sering COMP : timbul komplikasi yang berat akibat operasi.

  Hari I : Cyclophosphamide 500 mg intravena Kasus Vincristine 1 mg intravena Pasien Tn. S, usia 44 tahun datang ke

  5 FU 750 mg intravena Poliklinik THT RSAM dengan keluhan hidung tersumbat sebelah kanan sejak ± 2 bulan SMRS. Hari VIII : Pasien mengalami telinga terasa penuh disertai Cyclophosphamide 500 mg intravena dengan gangguan pendengaran dan berdenging Vincristine 1 mg intravena sejak ± 2 bulan SMRS. Pasien juga menyatakan Methotrexate 50 mg intravena bahwa terlihat penglihatan ganda pada kedua Diulang setiap 4 minggu pandang sejak ± 2 bulan SMRS. Pasien juga merasakan nyeri pada bagian kepala sejak ± 1 Methotrexate-Bleomycin-Cisplatin : tahun yang lalu dan keluhan bertambah Hari I : memberat sejak ± 4 bulan terakhir, terkadang 2 Bleomycin 10 mg / m intravena keluhan dirasa pada sebelah bagian dan keluhan 2 Methotrexate 20 mg / m intravena nyeri hilang timbul. Sakit menjalar hingga ke

  Diulang setiap 2 minggu sampai 4 kali bagian leher disertai dengan teraba benjolan sebesar kelereng. Pasien juga mengeluhkan Hari II: adanya penglihatan pada pandangan ganda. 2 CispIatin 80 mg / m intravena Pasien menyangkal adanya riwayat perdarahan

  Diulang setelah 10 minggu dari hidung (epistaksis) dan pasien menyangkal bahwa keluhan yang dirasa tidak disertai dengan Harus diperhatikan efek samping terapi batuk. dengan cara melakukan kontrol yang baik Pasien memiliki riwayat merokok selama ± terhadap fungsi hemopoitik, fungsi ginjal dan 20 tahun yang lalu, namun saat ini pasien sudah sebagainya. Karena tingginya insiden kerusakan tidak merokok lagi sejak ± 3 tahun terakhir. jaringan regional akibat radioterapi dan juga Pada pemeriksaan fisik di dapatkan: karena tingginya metastase jauh dari kanker Pada bagian Leher : terdapat pembesaran nasofaring, maka kombinasi modalitas terapy KGB colli level 3. radiasi dan kemoterapi adalah konsep yang Pada bagian Dextra dan Sinistra : Level 3 cukup atraktif. Kombinasi ini dapat saling ukuran 2x1x1 cm, mobile, dengan konsistensi melengkapi atau bahkan sinergis. Ada lunak. beberapa cara untuk kombinasi ini, dimana dapat diberikan secara neoadjuvan Penatalaksanaan pasien adalah, sebagai (kemoterapi yang diikuti dengan radioterapi) berikut : atau sebagai adjuvant therapy (radioterapi

  Medikamentosa

  yang diikuti dengan kemoterapi). Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5- Ciprofloxacin 2x500 mg tab, Asam

  FU oral setiap hari sebelum diberikan radiasi Mefenamat 3x500 mg tab, Ranitidin 2x150 mg yang bersifat “radiosensitizer” memperlihatkan tab. hasil yang memberi harapan akan kesembuhan 5 total pasien karsinoma nasofaring.

  Non-medikamentosa

  c. Pembedahan Edukasi : Konsumsi gizi yang cukup, hindari Tindakan operasi berupa diseksi leher merokok dan terpapar asap rokok. radikal, dilakukan jika masih ada sisa Rencana Rujuk : Ke RS Gatot Subroto

  Jakarta kelenjar/tidak menghilang pasca radiasi (residu) atau adanya kekambuhan kelenjar/timbul kembali setelah penyinaran, tetapi dengan syarat bahwa tumor primer

  Pembahasan

  Diagnosis klinik pada pasien ini ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada pasien ini dilakukan alloanamnesis didapatkan keluhan hidung tersumbat sebelah kanan sejak ± 2 bulan SMRS. Pasien mengeluhkan adanya rasa penuh pada kedua telinga yang disertai dengan gangguan pendengaran dan berdenging sejak ± 2 bulan SMRS. Pasien juga menyatakan bahwa terlihat penglihatan ganda pada kedua pandang sejak ± 2 bulan SMRS. Pasien juga merasakan nyeri pada bagian kepala sejak ± 1 tahun yang lalu dan memperberat sejak ± 4 bulan terakhir, terkadang keluhan dirasa pada sebelah bagian dan keluhan nyeri hilang timbul. Sakit menjalar hingga ke bagian leher disertai dengan teraba benjolan sebesar kelereng. Pasien juga mengeluhkan adanya penglihatan pada pandangan ganda. Pasien menyangkal adanya riwayat perdarahan dari hidung (epistaksis) dan pasien menyangkal bahwa keluhan yang dirasa tidak disertai dengan batuk.

DAFTAR PUSTAKA 1.

  mobile, dengan konsistensi lunak.

  Tersedia dari: Diakses dari: 18157/1/Kemoterapi%20Neoadjuvan%20pa da%20Karsinoma%20Nasofaring.pdf

  10. Yenita AW. 2008. Studi Retrospektif Karsinoma Nasofaring di Sumatera Barat: Reevaluasi Subtipe Histopatologi Berdasarkan Klasifikasi WHO. Padang: Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Unand.

  9. Maulana AS, Insanilhusna R, Setyawan NH, Wati EP. 2011. Kasus Karsinoma Nasofaring di RSD dr. Soebandi Jember Periode 2009- 2010. Jember: Fakultas Kedokteran Universitas Jember.

  8. Kim DY, Hong SL, Lee CH, et al. 2012. Inverted Papilloma of the Nasal Cavity and Paranasal Sinuses: A Korean Multicenter Study. Laryngoscope. 122(3): 487-494.

  7. Lalwani AK. 2007. Anatomi and Physiology of the Ear In Current Diagnosis & Treatment Otolarinology Head and Neck Surgery. 2nd Ed. New York: Thieme: 310-489.

  Majalah Kedokteran Tropis Indonesia: 14(2):1-39.

  6. Kentjono WA. 2003. Perkembangan Terkini Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring.

  5. Kadkhoda ZT. 2007. Nasopharyngeal Carcinoma : past, present, and Future directions. Sweden: Department of Oncology, Institute of Clinical Sciences, Göteborg University.

  4. Firdaus MA, Prijadi J. 2013. Kemoterapi Neoadjuvan pada Karsinoma Nasofaring [internet]. [Disitasi tanggal 20 Januari 2017].

  Pasien diberikan tatalaksana medikamentosa dan non-medikamentosa. Tatalaksana medikamentosa antara lain Ciprofloxacin 2x500 mg tab, Asam Mefenamat 3x500 mg tab, Ranitidin 2x150 mg tab. Tatalaksana non-medikamentosa berupa edukasi mengenai konsumsi gizi yang cukup, hindari merokok dan terpapar asap rokok, serta rencana rujukan ke RS Gatot Subroto Jakarta untuk kemungkinan dilakukan pemberian kemoiradiasi.

  Pasien memiliki riwayat merokok selama ± 20 tahun yang lalu, namun saat ini pasien sudah tidak merokok lagi sejak ± 3 tahun terakhir. Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan pembesaran KGB colli level 3. Pada regio colli dextra et sinistra : Level 3 ukuran 2x1x1 cm,

  80C254C9796F52?sequence=1 3. Djaafar ZA. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

  Medan : USU Digital library [internet]; [Disitasi tanggal 10 Februari 2017]. Tersedia dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/handl e/123456789/3463/tht- hary2.pdf;jsessionid=5D82BFECE303B6E6EA

  2. Asroel HA. 2002. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring.

  Ariwibowo H. 2013. Faktor Resiko Karsinoma Nasofaring. CDK: 40(5):348-351.

  Diplopia. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas nomor satu yang mematikan dan menempati urutan ke 10 dari seluruh tumor ganas di tubuh. Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu Adanya infeksi EBV, Faktor lingkungan, dan genetic. Deteksi dini terhadap karsinoma nasofaring harus dilaksanakan karena penemuan penyakit ini pada stadium yang lebih dini berdampak pada prognosis penyakit yang lebih baik.

  Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang di lakukan pasien di diagnosis Suspek Tumor Nasofaring Stadium 4 T 4 N 2 M X dengan

  Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher.Edisi 6. Jakarta : FKUI.