ARGUMEN ISLAM TENTANG ANTI RADIKALISME Zulkifli M. Nuh Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau e-mail: kamp_guntungyahoo.co.id Abstrak - ARGUMEN ISLAM TENTANG ANTI RADIKALISME
ARGUMEN ISLAM TENTANG ANTI RADIKALISME
Zulkifli M. Nuh
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau e-mail: kamp_guntung@yahoo.co.id
Abstrak
Diskursus radikalisme dalam studi agama bukanlah merupakan sesuatu hal yang baru, akan tetapi menjadi aktual terutama sejak peristiwa penyerangan Twin Towers World Trade Centre (WTC) dan gedung Pentagon di New York, Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001(September Kelabu). Tulisan ini menguraikan beberapa argumentasi Islam, terkait dengan radikalisme. Setidaknya ada empat dasar yang menjadi argumen Islam tentang radikalisme ini, Pertama, kesatuan dalam aspek keTuhanan dan pesan-Nya (wahyu); Kedua, kesatuan kenabian; Ketiga, tidak ada paksaan dalam beragama; dan Keempat, pengakuan terhadap eksistensi agama lain. .
Keywords: radikalisme, Islam,
Peristiwa tersebut mengawali babak
Pendahuluan
baru percaturan politik dunia, setidaknya Diskursus terorisme di dunia bukanlah
pasca runtuhnya tembok berlin di Jerman merupakan sesuatu hal yang baru, akan
Timur dekade 90-an sebagai tanda tetapi menjadi aktual terutama sejak
perang dingin yang peristiwa penyerangan Twin Towers World
berakhirnya
melibatkan antara Amerika Serikat (AS) Trade Centre (WTC) dan gedung Pentagon
dan Uni Soviet. Terorisme kemudian di New York, Amerika Serikat pada
menjelma menjadi isu global yang tanggal 11 September 2001(September
mempengaruhi kebijakan politik seluruh Kelabu), yang memakan tidak kurang dari
negara-negara di dunia, sehingga menjadi 3000 korban (Aziz, 2010:122).
titik tolak persepsi untuk memerangi Menariknya, aksi terorisme tersebut
terorisme sebagai musuh internasional. dilakukan melalui serangan udara, tidak
yang mengakibatkan menggunakan pesawat tempur, melainkan
Kejahatan
pembunuhan massal tersebut telah menggunakan pesawat komersil milik
mempersatukan dunia melawan Terorisme perusahaan Amerika sendiri, sehingga
Internasional. Tidak terkecuali Indonesia tidak tertangkap oleh radar Amerika
yang merupakan bagian dari salah satu Serikat (Aziz, 2010:122).
Negara di Asia yang pro aktif dengan tidak kalah dahsyatnya dan mungkin masih kebijakan politik anti terorisme.
terngiang di ingatan yaitu pemboman Hotel JW Marriot dan Hotel Ritz Charlton
Kebijakan politik anti – terorisme di pada 17 Juli 2009 yang menewaskan 9
Indonesia, dilatarbelakangi oleh rentetan orang 42 orang cedera menguatkan
peristiwa yang berujung pada prilaku teror. kebenaran idiom “Indonesia sarang
Tragedi bom Bali I (12 /10/2002) menjadi bagian dari rangkaian terorisme di
teroris” (Tempo, 2011). Indonesia. Insiden tersebut menimbulkan
Selain berimbas terhadap perekono- korban sipil terbesar di dunia, yaitu 184
mian bangsa, beberapa peristiwa di atas, orang tewas dan melukai lebih dari 300
mengantarkan Indonesia orang, dan merupakan babak awal
mampu
mendapatkan stigma negatif sebagai terorisme di Indonesia.
bagian dari negara teroris di mata dunia. Satu pertanyaan yang muncul kala itu,
Sebelumnya, Indonesia juga sudah siapa aktor intelektual dibalik peristiwa
diguncang dengan berbagai ledakan di berdarah tersebut? Berbagai pendapat pun
belahan nusantara, antara lain; Plaza mengemuka, mulai anggapan skenario
Hayam Wuruk (15/4/1999), Masjid Amerika, misi Australia menguasai
Istiqlal (19/4/1999), Kejaksaan Agung Indonesia, bahkan sempat muncul pula
(4/6/2000), Kedubes Filipina Jakarta anggapan bahwa Inteligen dan TNI berada
di balik aksi teror bom itu. Hingga (13/9/2000), serangkaian bom natal di
ditemukan fakta bahwa pelaku sekaligus Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Mataram,
dalang bom bunuh diri adalah kelompok Pematangsiantar, Medan, Batam dan
teroris Jamaah Islamiyah. Pekanbaru (24/12/2000 ), Gereja Santa
Anna dan Huria Kristen Batak Protestan
sedemikian besarnya (HKBP) Jakarta (22/7/2001), Gereja
Menyadari
kerugian yang ditimbulkan dari Terorisme Bethel Tabernakel Kristus Alfa Omega
dan dampak yang dirasakan secara Semarang (31/7/2001), Plaza Atrium
langsung oleh Indonesia sebagai akibat Jakarta
dari terorisme, pihak yang berwenang International School (AIS) Jakarta
Australian
bergagas memburu dan menangkap aktor (6/11/2001), Restoran KFC Makassar
intelektual yang ada dibalik aksi terorisme, (12/10/2001) (Abimanyu, 2006:83-90).
dengan membentuk Detasemen Khusus
88 Antiteror (Densus). Penangkapan dan Terlebih lagi dengan diikuti terjadinya
penyergapan berkali-kali dilakukan, namun deretan insiden yang sama di beberapa
alih-alih berhenti, terorisme sampai hari wilayah meskipun dengan frekuwensi yang
ini masih menjadi ancaman dan bahkan berbeda. Mulai dari tragedi Ambon,
mengalami perkembangan yang luar biasa. Maluku, Aceh dan bahkan kejadian yang
Uraian fenomena terorisme di atas dalam mereka. Beground ideologi tertentu menggambarkan betapa akut dan
yang tertanam dengan kuat dan mengakar suburnya terorisme di Indonesia. Realitas
dalam pelaku menentukan gerak dan ini menarik untuk dikaji, karena suburnya
tindakan pelaku terorisme. terorisme bersamaan dengan realitas
Mengutip tulisan H. Witdarmono Indonesia yang
sebagian besar
dalam artikel yang dimuat kompas yang masyarakatnya memeluk agama Islam. Tak
berjudul “teror dalam „benak‟ agama pelak lagi dari sekian deretan aksi
(wacana agama dalam teroris me)”; kekerasan dan aksi terorisme di negeri ini,
pelakunya tidak lain adalah kalangan “Terorisme juga tidak lepas dari
munculnya faham fundamintalisme muslim, lantas apa hubungan antara
historis istilah terorisme dengan agama?.
agama.
Secara
fundamintalisme awalnya dikenal dilakangan Kristen, istilah tersebut
Secara normative, agama dan terorisme merupakan sebuah sistem religius dan barangkali tidak memiliki keterkaitan sama
intelektual yang bertumpu pada sekali. Tetapi jika lihat secara empiris,
inerrancy dan infallibility dalam memahami alkitab. Sedangkan di
benang merah diantara keduanya memang
fundamentalisme tidak bisa dielakkan. Hal ini tidak lepas
dalam
Islam,
pertama-tama lebih bersifat gerakan dari fakta bahwa banyak aksi-aksi
social yang mengambil bentuk keagamaan.
Umumnya, terorisme, sebagaimana diulas di atas, yang fundamentalisme Islam merujuk pada
mengatasnamakan agama, kalau tidak empat hal: pertama, pembaharuan. bersumber pada ajaran agama. Temuan
Kedua, reaksi pada kaum modernis. Ketiga, reaksi pada westernisasi.
Prof. Wilkinson dari The Terorism Research Keempat, keyakinan terhadap Islam
Center CSIS (1995), dari hasil study di
ideology alternative” beberapa daerah tentang motivasi dan
sebagai
(Witdarmono, 2002). penyebab
Jika disederhanakan. Ada dua variable bahwasanya terorisme bersumber dan
terorisme
menyebutkan
penjelas utama untuk memahami relasi berakar dari kelompok-kelompok Islam
gerakan-gerakan fundamental yang hampir pasti ada
dan
munculnya
fundamentalisme dan terorisme di disetiap
kalangan Islam. Pertama, faktor internal. (Witdarmono, 2002). Harus diakui bahwa
Negara-negara
Islam
Kedua, faktor eksternal. Penjelasan yang tindakan terorisme seperti halnya bom
pertama bahwasanya lahirnya terorisme bunuh diri merupakan tindakan yang luar
banyak berkaitan dengan penafsiran biasa, untuk bisa melakukan tindakan yang
konsep jihad, yang dipahami oleh luar biasa tersebut tentunya dalam diri
sebagian penganut Islam dengan pelaku didasarkan oleh suatu latar
paradigma literal. Literalisme identik belakang yang luar biasa pula, paling tidak
dengan pemahaman yang kaku dan adanya suatu ideology yang tertanam kuat
ektrim, paradigma ini juga telah menjadi ektrim, paradigma ini juga telah menjadi
mereka. Belum lagi ketika modernism memahami teks-teks agama sebagai
isme- ismenya ”modernism, sebuah corpus tertutup, dalam artian
beserta
liberalism dan humanism” dianggap gagal mereka menilai kebenaran sebatas
memberikan solusi yang lebih baik maka dengan apa yang ada pada dirinya,
arus terorisme akan semakin menguat konsekwensinya mereka tidak mengakui
(Asfar, 2003:67).
cara pembacaan selain pembacaan secara Agama sebagai ajaran hadir dalam
harfiah a la pemahaman mereka. Bukti kehidupan manusia telah dipersepsikan
bahwa wahabisme merupakan bentuk dari dan dipahami secara beranekaragam. Dan
sebuah pemahaman yang mengarah pada sebagai sistem makna, agama memiliki
terorisme sebagaimana yang kami dua fungsi pokok dalam kehidupan
maksud, ini terlihat pada tahun 1159 individu maupun social, yaitu regulasi dan
H/1746 M, wahabi melakukan proklamasi justifikasi. Agama sebagai regulasi berarti
formal jihad melawan semua orang yang sebagai patron of value, oleh karenanya,
tidak sejalan dengan pemahaman tauhid agama diposisikan sebagai pemberi
ala wahabisme karena orang-orang arahan-arahan dari apa yang boleh
tersebut dianggap sebagai golongan kafir, dilakukan, harus dilakukan dan yang tidak
musyrik, dan murtad (Algar, 2013:90. boleh dilakukan. Agama menjadi acuan
Implikasinya adalah mereka selalu sumber perilaku baik yang bersifat melihat dunia dalam dua kacamata (binner
spritualistik ataupun yang matrelialistik opposition). Yaitu, dâr al-harb (negeri non
(bersifat duniawi maupun ukhrawi). Pada muslim, kafir, syirik atau perang) dan dâr
penjelasan yang kedua, agama sebagai al Islâm (negeri Islam ). Daerah yang
justifikasi berarti, agama berfungsi sebagai dianggap dâr al- harbi dipandang sebagai
landasan moral dari sebuah tindakan sasaran ekpansi dan penundukan. Disilah
pelaku (Lauba, 1912:5). jihad dijadikan sebagai slogan mobilisasi
Dari penjelasan tersebut bisa dipahami yang menghadirkan Islam dengan wajah
bahwa agama merupakan basis nilai yang yang menakutkan (teror) (Asfar, 2003:67).
paling fundamental dan universal. Pada sisi yang lain, munculnya
Kembali pada pertanyaan di atas, apa terorisme juga dipicu oleh faktor ekternal.
hubungan agama dan terorisme? kalau Dalam
berangkat dari penjelasan di atas, merupakan bentuk reaksi terhadap
artian, terorisme
muncul
setidaknya ada dua kemungkinan hadirnya modernisasi yang dilakukan oleh
hubungan antara terorisme dengan Barat terhadap dunia Islam. Kehadiran
agama. Pertama, agama menjadi sumber modernisasi
dari terorisme apabila tindakan teror itu dipahami
merupakan perwujudan dari perintah merupakan perwujudan dari perintah
ajaran-ajaran universal. Akibatnya Islam terjadi akibat dari pemahaman atas ajaran
yang pada mulanya merupakan agama agama secara leterlek (tekstual). Kedua,
yang serba meliputi, menjadi tereduksi hubungan antara agama dan terorisme
fungsinya sebagai ideologi gerakan politik bisa berlangsung secara koinsiden, dimana
dan digunakan sebatas sebagai langkah agama bukan merupakan sebab melainkan
pembelaan kelompok-kelompok muslim digunakan untuk menciptakan muatan
parsial.
moral terhadap tindakan tersebut.
Makna Radikalisme
Dengan artian agama menjadi penopang Radikal berasal dari bahasa latin radix
dan menjadi pembenaran
dari
kepentingan pelaku, ini merupakan yang artinya akar. Dalam bahasa Inggris kata radical dapat bermakna ekstrim,
konsekwensi logis dari agama sebagai sistem nilai yang universal.
menyeluruh, fanatik, revolusioner, ultra dan fundamental (Hornby, 2000:691).
Pemahaman atas agama secara radikal Sedangkan menurut John M. Echol dan
dan distorsif (ideologi teroris) semakin Hassan Shadily (1996) Radicalism berasal
menjadi bahaya laten yang terus dari kata radical yang berarti akar.
merongrong pola pikir dan pola sikap Secara istilah, Radicalism artinya doktrin
generasi bangsa Indonesia. Hal itu sangat atau praktik penganut paham radikal atau
beralasan, jika melihat fakta tragedi bom JW Marriott yang kedua kalinya pada
paham ekstrim (Nuh, 2009). Dalam Kamus Besar
Indonesia (2002:919), beberapa waktu yang lalu, dengan pelaku
Bahasa
bom bunuh diri (suicide, bomber) bernama radikalisme diartikan sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan
Dani Dwi Permana yang diketahui masih berusia remaja. Dengan bungkus
dengan cara keras atau drastis. Dalam pengertian yang lain perubahan yang
semangat jihad di jalan Allah (jihâd fî sabîlillâh), rupanya para teroris sengaja
cenderung menggunakan kekerasan atau gerakan yang berpandangan kolot dan
membidik para remaja untuk memuluskan sering menggunakan kekerasan dalam
agendanya. mengajarkan keyakinan mereka. Di tangan teroris, Islam yang semula
Sartono Kartodirdjo merupakan kepercayaan open minded dan
Sementara
inklusif yang mengajarkan kedamaian (1985:38) mengartikan radikalisme sebagai gerakan sosial yang menolak secara
(rahmatan lil âlamîn), digeser ke arah intepretasi
menyeluruh tertib sosial yang sedang berlangsung dan ditandai oleh kejengkelan
berdimensi sosial-politik. Hal inilah yang menyebabkan agama Islam dihadirkan
moral yang kuat untuk menentang dan dengan wajah yang menakutkan bagi moral yang kuat untuk menentang dan dengan wajah yang menakutkan bagi
pola gerakan kelompok-kelompok di masyarakat, akhirnya antara radikal dan
Radikalisme sering dimaknai berbeda teror menjadi satu makna, yaitu radikal
diantara kelompok kepentingan. Dalam
embrio dari gerakan lingkup
teror. Jika memiliki pola-pikir radikal, merupakan gerakan-gerakan keagamaan
maka berpeluang besar untuk melahirkan yang
aksi teror.
total tatanan sosial dan politik yang ada dengan jalan menggunakan kekerasan
Kata atau istilah radikalisme memiliki (Ruabaidi, 2007:33).
makna yang sejenis seperti istilah militan, garis keras, dan fundamentalisme.
Sedangkan dalam studi Ilmu Sosial, Pengertian militan kalau merujuk kepada
Radikalisme diartikan sebagai pandangan kamus bahasa Inggris Collin Cobuild,
yang ingin melakukan perubahan yang English Dictionary for Advanced Learners
mendasar sesuai dengan interpretasinya (2001:997), bermakna seseorang atau
terhadap realitas social atau ideologi yang suatu sikap yang sangat percaya pada
dianutnya (Hasani dan Naipospos, sesuatu dan aktif mewujudkannya dalam
2010:19) perubahan sosial politik. Bahkan cara-cara Dengan
demikian,
radikalisme
yang digunakan sering bersifat ekstrim dan merupakan
tidak bisa diterima oleh orang lain. bisa terjadi dalam suatu masyarakat Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
dengan motif beragam, baik sosial, mendefinisikan bahwa arti militant adalah
politik, budaya maupun agama, yang bersemangat tinggi, penuh gairah, atau
ditandai oleh
tindakan-tindakan
berhaluan keras (1990:583) keras, ekstrim, dan anarkis sebagai wujud
penolakan terhadap
Istilah lain dari radikalisme ini adalah dihadapi.
gejala
yang
fundamentalisme. Kata ”fundamental” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Dari perspektif bahasa, sebenarnya (1990:245) merupakan kata sifat yang
radikal jauh berbeda dengan teroris. memberikan pengertian ”bersifat dasar
Sebab, radikal adalah proses secara
(pokok),
mendasar”, diambil dari kata ”fundament” yang berarti ”dasar, asas,
keberhasilan atau cita-cita yang dilakukan dengan cara-cara yang positif. Sementara
alas, fondasi”. Dengan demikian, fundamentalisme dapat diartikan sebagai
itu, terorisme berasal dari kata teror yang paham yang berusaha memperjuangkan
bermakna menakut-nakuti pihak lain. atau menerapkan apa yang dianggap
Oleh sebab itu, teror selalu dilakukan
mendasar.
dengan cara-cara negatif dan menakutkan
Istilah fundamentalisme, menurut Azra radikal. Pertama, kelompok ini berpendapat (1996:107), sebetulnya relative baru dalam
bahwa Islam adalah agama yang kamus peristilahan Islam. Secara historis,
komprehensif. Kedua, ideologi masyarakat istilah ini muncul pertama dan populer di
Barat yang sekuler dan materialistik harus kalangan tradisi Barat-Kristen. Namun
ditolak kalau masyarakat mencontoh demikian, bukan berarti dalam Islam tidak
ideologi Barat berarti masyarakat muslim dijumpai istilah atau tindakan yang mirip
tidak berhasil karena ideologi masyarakat dengan fundamentalisme yang ada di
Barat bukan ideologi yang ideal menurut Barat.
Pelacakan historis gerakan ajaran Islam. Ketiga, Perubahan sosial fundamentalisme awal dalam Islam bisa
yang diinginkan oleh masyarakat Islam dirujukkan kepada gerakan Khawarij,
perubahaan sosial yang sedangkan
adalah
berlandaskan pada sumber hokum Islam fundamentalisme
representasi
gerakan
yang utama yaitu Al-Quran dan Al-Hadist. dialamatkan kepada gerakan Wahabi Arab
modern
bisa
Keempat, idiologi Barat harus ditolak, oleh Saudi dan Revolusi Islam Iran.
karena itu masyarakat muslim harus menegakkan hukum Islam. Kelima,
Penyebutan istilah radikalisme dalam kelompok ini memberlakukan system
tinjauan sosio-historis pada awalnya sosial dan hukum yang sesuai dengan
dipergunakan dalam kajian sosial budaya ajaran yang dibawa nabi Muhammad
dan dalam perkembangan selanjutnyanya SAW, dan menolak ideology Barat tetapi
istilah tersebut dikaitkan dengan persoalan sebenarnya kelompok ini tidak menolak
politik dan agama. Istilah radikalisme moderenisasi. Moderenisasi dalam bidang
merupakan konsep yang akrab dalam sains dan teknologi diterima asal tidak
kajian keilmuan sosial, politik dan sejarah. bertentangan dengan ajaran Islam. Keenam,
Istilah radikalisme digunakan untuk mereka berkeyakinan bahwa upaya-upaya
menjelaskan fenomena sosial dalam suatu Islamisasi pada masyarakat muslim tidak
masyarakat atau Negara (Effendi, 1998). akan berhasil tanpa menekankan aspek
pada masyarakat Islam radikal menurut Jamhari dan Jajang
Adapun yang dimaskud kelompok
pengorganisasian
ataupun pembentukan sebuah kelompok Jahroni (2004:2-3) adalah kelompok yang
yang kuat.
mempunyai keyakinan idiologis tinggi dan Selain itu dengan menyakinkan
fanatik yang mereka perjuangkan untuk pengikutnya untuk menjalankan tugas suci
menggantikan tatanan nilai dan sistem keagamaan dalam rangka menegakkan
yang sedang berlangsung. hukum Islam. Gerakan Islam radikal telah
warna berbeda bagi diidentifkasi beberapa landasan idiologis
Menurut Qardawi (2004:4-5), dapat
memberikan
perjalanan corak keberagamaan di yang dijumpai dalam gerakan Islam
Indonesia. Misalnya, dalam pengalaman Indonesia. Misalnya, dalam pengalaman
kehidupan beragama masih mendikotomi radikal di masa sekarang. Setelah Islam
klaim kebenaran dan keselamatan dalam moderat berhasil mendapatkan tempat di
masing-masing umat beragama mesti hati penguasa sejak 1980-an, kini di era
dikikis.
reformasi, mereka mendapat tantangan Menurut Yusuf Qardawi (2009:35),
serius dari gerakan Islam radikal yang term radikal ini dapat dipahami dalam dua
menyeruak ke dalam lapisan sosial jenis yang berbeda, radikal kiri dan radikal
masyarakat. Mereka berhasil merebut kanan. Dalam pandangannya, makna kata
simpati public secara terbatas dengan radikal yang sebenarnya bermakna positif,
membangun opini publik dan organisasi kini sudah mengalami pergeseran makna.
gerakan. Tak heran jika suara mereka di Jika mau mengikuti definisi yang dibuat
pentas nasional begitu nyaring terdengar. oleh Jamhari dan Jahroni (2004:2-4), maka Karena itu, perkembangan radikalisme
Islam radikal mengacu kepada “kelompok Islam di Indonesia merupakan suatu
yang mempunyai keyakinan ideologis kenyataan sosio-historis dalam negara
tinggi dan fanatik yang mereka majemuk, tetapi juga bisa menjadi
perjuangkan untuk menggantikan tatanan ancaman bagi masa depan pluralisme di
system yang sedang Indonesia. Sebagai antisipasi, perlu
nilai dan
berlangsung.”
memeperluas gerakan islam yang moderat, pluralis, dan inklusif di tengahtengah
Sementara bagi Abd urrahman Mas‟ud (2017), kelompok radikalisme itu merujuk
masyarakat. pada mereka yang memiliki ciri-ciri 1). Gagasan globalisasi dan modernitas
Memperjuangkan Islam secara kaffah, didasarkan pada dua hal. Pertama, secara
menjadikan syrai ‟at Islam sebagai hukum diskursif, gerakan moderasi umat diyakini
Mendasarkan praktek sebagai penopang terciptanya harmonisasi
negara,
keagamaannya pada orientasi masa lalu sosial masyarakat di era mulikultural.
(salafy), 3). Cenderung memusuhi Barat, Karena multikulturalisme merupakan
sekularisme dan dan realitas historis dalam masyarakat yang
terutama
modernisme, 4). Perlawanan terhadap mesti disikapi secara positif. Dengan
liberalisme Islam yang tengah demikian, ekslusivitas beragama diyakini
berkembang di Indonesia. secara total sebagai kebenaran agama
(religious Radikalisme sendiri dapat ditandai
truth) bisa menjadi batu sandungan ideologis untuk memecahkan
dengan beberapa indikator radikal sebagaimana disampaikan Qardhawi
problem pluralisme di Indonesia. Itu sebabnya pendidikan pluralis menjadi
(2009:40-55); Pertama, adalah fanatisme terhadap satu pendapat tanpa mengakui
prioritas dalam menjembatani doktrin prioritas dalam menjembatani doktrin
kewajiban ketimbang hal-hal sunnah yang tidak diwajibkan oleh Allāh Swt., Ketiga,
sepele. Sudahkah zakat menyelesaikan sikap keras dan kasar yang terkadang tidak
problem kemiskinan umat? Sudahkah pada tempatnya, Keempat, berprasangka
shalat menjauhkan kita dari berbuat
buruk terhadap orang lain dan Kelima,
kemungkaran dan kekacauan sosial? Dan Radikalisme ini mencapai puncaknya
sudahkah haji menciptakan kesadaran ketika mulai mengafirkan dan menuduh
kesetaraan dalam Islam? Hal-hal seperti ini manusia lain sudah murtad dari Islam.
seyogyanya diutamakan ketimbang hanya berkutat mengurusi jenggot dan celana.
Pendapat lain menyebutkan bahwa ciri- ciri mereka yang memiliki pemahaman
Ketiga, kelompok radikal kebanyakan agama radikal antara lain (Masduqi: 2012,
berlebihan
dalam beragama
3) Pertama sering mengklaim kebenaran yang tidak pada tempatnya. Dalam tunggal dan menyesatkan kelompok lain
berdakwah mereka mengesampingkan yang tak sependapat. Klaim kebenaran
metode gradual yang digunakan oleh Nabi, selalu muncul dari kalangan yang
sehingga dakwah mereka justru membuat seakanakan mereka adalah Nabi yang tak
umat Islam yang masih awam merasa pernah melakukan kesalahan ma‟sum
ketakutan dan keberatan. Padahal (QS. padahal mereka hanya manusia biasa.
2:85) sudah menegaskan bahwa Allah Klaim kebenaran tidak dapat dibenarkan
menghendaki hal-hal yang meringankan karena manusia hanya memiliki kebenaran
dan tidak menghendaki hal-hal yang yang relatif dan hanya Allah yang tahu
memberatkan umat-Nya. kebenaran absolut. Oleh sebab itu, jika ada
Keempat, kasar dalam berinteraksi, keras kelompok yang merasa benar sendiri maka
dalam berbicara dan emosional dalam secara langsung mereka telah bertindak
berdakwah. Ciri-ciri dakwah seperti ini congkak merebut otoritas Allah.
bertolakbelakang dengan Kedua, radikalisme mempersulit agama
sangat
kesantunan dan kelembutan dakwah Nabi Islam yang sejatinya samhah (ringan)
dalam (QS. 3:59). Dalam (QS. 6:25) Allah dengan menganggap ibadah sunnah
juga menganjurkan umat Islam supaya seakan-akan wajib dan makruh seakan-
berdakwah dengan cara yang santun dan akan haram. Radikalisme dicirikan dengan
menghindari kata-kata kasar. Anjuran yang perilaku
senada datang dari sabda Rasulullah: memprioritaskan
Allah mencintai sekunder dan mengesampingkan yang
persoalan-persoalan
Sesungguhnya
kelembutan dalam segala hal dan primer.
kelembutan tidak masuk dalam sebuah hal fenomena memanjangkan jenggot dan
Contoh-contohnya
adalah
kecuali membuatnya indah sedangkan meninggikan celana di atas mata kaki.
kekerasan tidak masuk dalam sebuah hal individual dan juga politik ketata negaraan. kecuali hanya akan memperburuknya.
Kedua, nilai-nilai Islam yang dianut mengadopsi sumbernya di Timur Tengah
Kelima, kelompok radikal mudah
adanya tanpa berburuk sangka kepada orang lain di luar
secara
apa
mempertimbangkan perkembangan sosial golongannya.
Mereka
senantiasa
dan politik ketika Al- Qura‟n dan hadits memandang orang lain hanya dari aspek
hadir di muka bumi ini, dengan realitas negatifnya dan mengabaikan aspek
lokal kekinian. Ketiga, karena perhatian positifnya. Hal ini harus dijauhi oleh umat
lebih terfokus pada teks Al-Quran dan Islam, sebab pangkal radikalisme adalah
hadits, maka purifikasi ini sangat berhati- berburuk sangka kepada orang lain.
hati untuk menerima segala budaya non Berburuk sangka adalah bentuk sikap
asal Islam (budaya Timur Tengah) merendahkan orang lain. Kelompok
termasuk berhati-hati menerima tradisi radikal sering tampak merasa suci dan
lokal karena khawatir mencampuri Islam menganggap kelompok lain sebagai ahli
dengan bid‟ah. Keempat, menolak ideologi bid‟ah dan sesat.
Non-Timur Tengah termasuk ideologi Keenam, mudah mengkafirkan orang
Barat, seperti demokrasi, sekularisme dan lain yang berbeda pendapat. Di masa
liberalisasi. Sekali lagi, segala peraturan klasik sikap seperti ini identik dengan
yang ditetapkan harus merujuk pada golongan Khawarij, kemudian di masa
AlQuran dan hadith. Kelima, gerakan kontemporer identik dengan Jamaah Takfir
kelompok ini sering berseberangan dengan wa al Hijrah dan kelompok-kelompok
masyarakat luas termasuk pemerintah. puritan. Kelompok ini mengkafirkan
Oleh karena itu, terkadang terjadi gesekan orang lain yang berbuat maksiat,
ideologis bahkan fisik dengan kelompok mengkafirkan pemerintah yang menganut
lain, termasuk pemerintah. demokrasi, mengkafirkan rakyat yang rela Setidaknya, radikalisme bisa dibedakan
terhadap penerapan
demokrasi,
ke dalam dua level, yaitu level mengkafirkan umat Islam di Indonesia
pemikiran dan level aksi atau tindakan. yang menjunjung tradisi lokal, dan
Dalam bidang keagamaan, fenomena mengkafirkan semua orang yang berbeda
radikalisme agama tercermin dari pandangan dengan mereka sebab mereka
tindakan-tindakan destruktif-anarkis atas yakin bahwa pendapat mereka adalah
nama agama dari sekelompok orang pendapat Allah.
terhadap kelompok pemeluk agama lain Lain halnya dengan Rubaidi (2007:63)
(eksternal) atau kelompok seagama menguraikan lima ciri gerakan radikalisme
(internal) yang berbeda dan dianggap Islam. Pertama, menjadikan Islam sebagai
dalam tindakan ideologi final dalam mengatur kehidupan
sesat.
Termasuk
radikalisme agama adalah aktifitas untuk radikalisme agama adalah aktifitas untuk
tetapi, tidak semua sarjana sepakat dengan kekerasan. Radikalisme agama bisa
keagamaan
dengan jalan
istilah ini, karena mengandung makna menjangkiti semua pemeluk agama, tidak
pejoratif terhadap Islam. terkecuali di kalangan pemeluk Islam.
Esposito, misalnya, mengelaborasi Sementara
„funtamentalisme‟ kebangkitan radikalisme Islam, diyakini
itu, dalam
diasosiasikan dengan tiga hal sebagai oleh banyak pihak sebagai ciptaan abad
berikut: Pertama, mereka yang menyerukan ke-20 di dunia Muslim, terutama di Timur
panggilan untuk kembali ke ajaran agama Tengah, sebagai produk dari krisis
yang mendasar atau pondasi agama bisa identitas yang berujung pada reaksi dan
disebut sebagai kaum fundamentalis; resistensi terhadap Barat yang melebarkan
Kedua, pemahaman dan persepsi tentang kolonialisasi
fundamentalisme sangat dipengaruhi oleh Terpecahnya dunia Muslim ke dalam
kelompok Protestan Amerika, yaitu berbagai negara bangsa (nation-state) dan
sebuah gerakan Protestan abad ke-20 yang proyek modernisasi yang dicanangkan
menekankan penafsiran Injil secara literal oleh pemerintah baru berhaluan Barat
sebagai hal yang fundamental bagi mengakibatkan umat Islam merasakan
kehidupan dan ajaran Kristen; Ketiga, mengikisnya ikatan agama dan moral yang
fundamentalisme seringkali selama ini mereka perpegangi secara kuat.
istilah
disamakan dengan aktivisme politik, Hal ini menyebabkan munculnya gerakan-
extrimisme, terorisme, dan anti-Amerika. gerakan Islam radikal yang menyerukan
Oleh karena itu, Esposito (1992:8-9), kembali ke ajaran Islam yang murni
menganggap istilah tersebut terlalu sebagai jalan keluar. Tidak sampai disitu,
bermuatan re-suposisi Kristen dan gerakan ini melakukan perlawanan
stereotype Barat, serta mengisyaratkan terhadap rezim yang dianggap sekuler dan
ancaman monolitik yang tidak eksis. menyimpang dari agama.
Karena itu, ia lebih cenderung memakai Selain fundamentalisme Islam, ada
istilah „revivalisme Islam‟ atau „aktivisme berbagai istilah yang dipakai para
Islam‟, yang menurutnya tidak berat pengamat
sebelah dan memiliki akar dalam tradisi mengidentifikasi
Islam. Selain itu, ia berargumen, “Islam fenomena kebangkitan Islam di dunia
dan
menjelaskan
tradisi panjang dari Muslim,
mempunyai
kebangkitan (tajdid) dan reformasi (islah) radikalisme, militansi, Islamisme, Islam
yang mencakup gagasan tentang aktivisme politik (political Islam), skripturalisme, dan
politik dan sosial, yang dimulai pada abad- extrimisme. Dari berbagai istilah ini,
abad awal Islam sampai saat ini”. fundamentalisme nampaknya lebih umum
Radikalisme dalam Islam
arbitrase (tahkim) dengan kelompok pemberontak Mu‟awiyah bin Abi Sufyan
Sejarah kekerasan dalam Islam klasik
persengketaan khilafah. pada umumnya berkaitan dengan politik,
mengenai
Menurut kelompok ini, keputusan yang namun akhirnya berimbas atas nama
diambil Ali adalah sikap salah dan hanya agama. Meski pembunuhan terhadap
menguntungkan kelompok pemberontak. khalifah telah terjadi mulai pada masa
Kondisi inilah yang pada akhirnya khalifah Umar, namun gerakan kekerasan
melatarbelakangi sebagian barisan tentara yang sistematis dan terorganisir barulah
Ali keluar meninggalkan barisan (Gholib, muncul setelah terjadinya perang shiffin di
masa kekuasaan Ali bin Abi Talib. Hal ini 2005:47) . ditandai dengan munculnya sebuah
Arbitrase terjadi dalam konteks perang gerakan teologis radikal yang disebut
shiffin antara kelompok Ali dan dengan „Khawarij‟.
Mu‟awiyah sebagai hasil dari pertikaian Secara etimologis, kata khawarij berasal
kematian Utsman. dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang
politik
pasca
Sebagaimana dicatat dalam sejarah, ketika berarti keluar, muncul, timbul, atau
Ali terpilih menjadi Khalifah, ia memberontak. Dari pengertian ini, kata
mendapatkan tantangan dari beberapa tersebut bisa pula dimaknai sebagai
pemuka sahabat yang ingin menjadi golongan kaum muslimin yang keluar dari
Khalifah dan diantaranya ialah dari Mu
Gubernur Damaskus. mengatakan bahwa pemberian nama itu
‟awiyah,
kesatuan umat Islam. Ada pula yang
Mu‟awiyah tidak mengakui Ali sebagai disandarkan pada surat al-Nisa ayat 100
Khalifah seperti halnya sahabat seperti yang mengatakan: “Keluar dari rumah Talhah dan Zubair. Ia menuntut kepada
kepada Allah kepada Allah dan Rasul- Ali agar menghukum pembunuh- Nya”. Dengan kata lain, golongan pembunuh Utsman, bahkan ia menuduh
khawarij memandang diri mereka sebagai Ali turut campur dalam soal pembunuhan orang yang meninggalkan rumah atau
itu. Salah seorang pemuka pemberontak- kampung halaman untuk “berhijrah” dan pemberontak Mesir, yang datang ke
mengabdikan diri kepada Allah dan Rasul- Madinah dan kemudian membunuh Utsman adalah Muhammad ibn Abi Bakr,
Nya (Gholib, 2005:47). anak angkat dari Ali ibn Abi Talib. Selain Dalam konteks teologi Islam, Khawarij
itu, Ali tidak mengambil tindakan keras mengacu kepada kelompok atau aliran
terhadap pemberontak-pemberontak itu, kalam yang berasal dari pengikut Ali bin
bahkan Muhammad ibn Abi Bakr ditunjuk Abi Thalib yang kemudian keluar dari
menjadi Gubernur Mesir (Nasution, barisan karena ketidaksetujuan pendapat
1986:4-5).
terhadap keputusan Ali yang menerima
Pertikaian politik tersebut pada dari Allah dengan kembali kepada hukum- puncaknya meletus dalam perang besar
hukum yang ada dalam al- Qur‟an. antara pasukan Ali dan Mu‟awiyah di
Semboyan mereka adalah la hukma illa Siffin. Pasukan Ali dapat mendesak
lillah (tidak ada hukum selain dari hukum tentara Mu‟awiyah sehingga pasukan
Allah) atau la hakama illa Allah (tidak ada Mu ‟awiyah bersedia untuk melarikan diri.
pengantara selain dari Allah). Salah satu Namun tangan kanan Mu‟awiyah, Amr ibn
pendasaran dalil mereka adalah Q.S. al- al-Ash yang terkenal sebagai orang licik,
Maidah: 44. Mereka memandang bahwa minta berdamai dengan mengangkat al-
„Ali, Mu‟awiyah, Amr ibn al-As, Abu Musa Qur‟an ke atas.
al- Asy‟ari dan lainnya yang menerima Ahl-
Qurra’ yang ada di pihak Ali arbitrase sebagai kafir karena tidak
mendesak Ali supaya menerima tawaran Qur‟an dalam menyelesaikan
kembali ke al-
pertikaian tersebut.
itu dan dengan demikian dicarilah perdamaian dengan mengadakan arbitrase
Persoalan takfir ini menjadi awal (tahkim) diantara kedua pihak. Sebagai
persoalan teologis dalam Islam dimana pengantara diangkat dua orang: „Amr ibn
Khawarij sebagai pelopor awal. Karena al- Ash dari pihak Mu‟awiyah dan Abu
memandang pemuka-pemuka sahabat Musa al- Asy‟ari dari pihak Ali. Sejarah
yang tersebut kafir, ini berarti mereka mengatakan antara keduanya terdapat
diklaim telah keluar dari Islam (murtad) kesepakatan untuk menjatuhkan kedua
dan halal darahnya untuk dibunuh. Kaum pemuka sahabat yang bertentangan.
Khawarij mengambil keputusan untuk Namun, berkat kelicikan „Amr, membunuh keempat pemuka sahabat tersebut, namun hanya Ali yang berhasil
arbitrase ini menguntungkan pihak Mu‟awiyah karena ia mengumumkan dibunuh. Dari sinilah timbul masalah
perbuatan dosa besar: apakah orang yang hanya menyetujui pemakzulan Ali yang
memutuskan masalah dengan tidak telah diumumkan lebih dulu oleh al-
kembali ke al- Qur‟an masih Islam ataukah Asy‟ari,
dan menolak penjatuhan Mu‟awiyah. Akibat arbitrase ini kedudukan sudah keluar dari Islam dan menjadi kafir?
Mu‟awiyah naik menjadi Khalifah yang Dalam kaitan ini, Khawarij berpegang pada posisi bahwa pembuat dosa besar
tidak resmi (Nasution, 1986:4-5). sudah bukan Muslim lagi, namun telah Khawarij muncul sebagai sikap
menjadi kafir.
kekecewaan terhadap arbitrase yang
Khawarij sebagai dikemukakan
pemberontak telah dicatat dalam sejarah. barisan Ali ini beranggapan bahwa perang
Tidak hanya di masa Ali, Khawarij tersebut tidak dapat diselesaikan dengan
meneruskan perlawanan berkelanjutan tahkim manusia. Putusan hanya datang
terhadap kekuasaan Islam resmi, baik di terhadap kekuasaan Islam resmi, baik di
(1996:141) menyebut aksi pembunuhan pemegang kekuasaan yang ada pada waktu
Khawarij sebagai isti’rad (eksekusi itu mereka anggap kafir dan telah
keagamaan) ketimbang jihad. menyeleweng dari Islam dan karena itu
Menurut beberapa penulis, watak keras mesti dilawan dan dijatuhkan. Oleh karena
kaum Khawarij dibentuk oleh latar itu, mereka memilih imam sendiri dan
belakang mereka yang pada umumnya membentuk pemerintahan kaum Khawarij
berasal dari orang-orang Arab Badawi. (Nasution, 1996:124).
Hidup di padang pasir yang serba tandus Radikalisme gerakan ini bukan saja
membuat mereka bersifat sederhana dalam pada sisi pemahaman tetapi juga pada sisi
cara hidup dan pemikiran, tetapi keras hati aksi. Khawarij memahami ajaran-ajaran
serta berani, dan bersikap merdeka, tidak Islam secara harfiyah sebagaimana
bergantung pada orang lain (Nasution, terdapat dalam al- Qur‟an dan Hadis dan
mereka merasa wajib melaksanakannya Dengan latar belakang ini, kaum
tanpa melakukan penafsiran lebih jauh. Khawarij dikenal sebagai kelompok yang
Bahkan beberapa sekte Khawarij bersikap ekstrim dan puritan dalam beragama, dan
lebih radikal. Al-Azariqah, misalnya, memiliki idealisme tentang persamaan hak
berpendapat bahwa pelaku dosa besar dalam gerakannya (Ghazali, 2003:82-83).
tidak lagi disebut kafir, tetapi muysrik, Dalam bahasa Nasution (1986:13), kaum
yaitu dosa besar yang dalam Islam sudah ini memiliki iman yang tebal, namun
tidak terampuni lagi. Bahkan istilah kafir sempit pemikirannya dan fanatik buta.
dan musyrik juga dialamatkan pada semua Akibatnya, mereka tidak bisa mentolerir
orang yang tidak sefaham dengan mereka, penyimpangan-penyimpangan
terhadap bahkan juga terhadap orang yang sefaham
ajaran Islam menurut versi mereka, tetapi tidak mau hijrah ke daerah mereka.
meskipun hanya penyimpangan dalam Sikap fanatisme yang berlebihan dalam
bentuk kecil (Nasution, 1986:13). pemahaman menjustifikasi aksi- aksi
Islam dan Radikalisme
kekerasan Khawarij. Mereka misalnya menganggap penentang mereka sebagai
Sebagai sebuah konsep, sikap Islam anti terorisme hadir dalam rangka untuk
Dar al-Harb, karenanya di daerah tersebut boleh membunuh termasuk anak-anak,
mewujudkan masyarakat yang damai, tanpa terorisme. Dalam prosesnya, nilai-
wanita dan tawanan (Gholib, 2005:52). Karena itu tidaklah heran jika kelompok
nilai Islam dapat ditranformasikan dengan berbagai macam bentuk, diantaranya
Khawarij terkenal karena kekejamannya melalui aksi-aksi kekerasan, teror dan
adalah melalui lembaga pendidikan sebagai locus transfer of knowlige.
pembunuhan terhadap
penentang-
Institusi pendidikan Islam mempunyai Surat Ali ‘Imran: 64: peranan yang sangat strategis untuk melakukan tranformasi nilai-nilai anti
teorisme dalam rangka mewujudkan
peserta didik yang anti terhadap
radikalisme. Konstruksi masyarakat yang tanpa radikalisme, dapat diwujudkan
dengan penanaman nilai toleransi, pluralism, dan anti kekerasan.
Setidaknya ada 4 (empat) isu penting
yang dipandang sebagai dasar Islam dalam Katakanlah (Muhammad), Wahai Ahlu-l- menolak radikalisme ini, yaitu : Pertama,
Kitab! Marilah kita menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami
kesatuan dalam aspek keTuhanan dan dan kamu, bahwa kita tidak menyembah pesan-Nya (wahyu); Kedua, kesatuan
dan kita tidak kenabian; Ketiga, tidak ada paksaan dalam
selain
Allah
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu
beragama; dan Keempat, pengakuan sama lain Tuhan-Tuhan selain Allah.
terhadap eksistensi agama lain. Semua Jika mereka berpaling maka katakanlah yang demikian disebut secara normatif,
(kepada mereka), ‘Saksikanlah, bahwa karena sudah merupakan ketetapan
kami adalah orang Muslim. Tuhan.
Dari aspek kesatuan pesan keTuhanan didukung oleh teks (wahyu), kendati satu
Masing-masing
klasifikasi
(wahyu) dapat dilihat dalam surat an- Nisa’: ayat dapat saja berfungsi untuk justifikasi
yang lain (Rahman, 2001: 31-40). Dari aspek kesatuan keTuhanan,
Islam mendasarkan pandangannya dari al- Qur‟an surat an- Nisa’: 131:
Sesungguhnya Kami mewahyukan kepadamu Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit
(Muhammad) sebagaimana Kami telah dan apa yang ada di bumi, dan sungguh,
mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi Kami telah memerintahkan kepada orang
setelahnya, dan Kami telah mewahyukan yang diberi kitab suci sebelum kamu dan juga
(pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, kepadamu agar bertakwa kepada Allah.
Ya’qub, dan anak cucunya; ‘Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan kami Ya’qub, dan anak cucunya; ‘Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan kami
kebebasan menganut agama didasarkan Dari aspek kesatuan kenabian, al-
kepada al- Qur‟an surat al-Baqarah: 256; Faruqi mendasarkan pandangannya dari al- Qur‟an surat al- Anbiya’: 73:
…. Tidak ada paksaan dalam (menganut)
agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan
jalan yang sesat.....
“Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai Terakhir adalah mengenai pengakuan pemimpin-pemimpin
al- Qur‟an surat al-Maidah: 69 akan pentunjuk dengan perintah Kami, dan Kami
yang
memberi
eksistensi agama-agama lain; wahyukan kepada mereka agar berbuat
kebaikan, melaksanakan salat dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami
mereka menyembah ”.
Kemudian surat Ali ‘Imran: 84;
Sesungguhnya orang-orang yang beriman,
orang-orang Yahudi, Sabiin, dan orang-orang Nasrani, barang siapa beriman kepada
Allah, kepada hari kemudian dan berbuat kebajikan, maka tidak ada rasa khawatir
padanya dan mereka tidak bersedih hati ”. Informasi lain dalam al- Qur‟an adalah :
”Katakanlah (Muhammad), Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang
diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’Il,
Ishaq,Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa, ‘Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak
membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nya kami
berserah diri ”.
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan dan seorang perempuan dan menjadikan
umat memiliki aturan dan jalannya sendiri. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang Yang pada proses selanjutnya, setiap
paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya masyarakat harus yakin terhadap ajaran Allah Maha mengetahui lagi Maha
agamanya sendiri, karena Allah pasti akan Mengenal (Al-hujurat: 13).
“menguji atas apa yang telah Ia berikan” li-
yabluwakum fîmâ âtâkum. Ketiga, bahwa setiap masyarakat agama
harus berlomba-lomba dalam kebajikan Fa ’stabiqû ’l-khayrât.
Keempat, bahwa setiap masyarakat agama harus menghormati perbedaan
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Ia
mereka. Tidak akan menjadikan kamu (sekalian) satu
yang
memisahkan
dianjurkan untuk menghakimi keyakinan umat, tetapi Ia hendak menguji kamu atas
agama lain, karena di Hari Akhir nanti, pemberian-Nya. Maka berlombalah kamu
dalam kebajikan. Kepada Allah tempat Allah akan menunjukkan “apa yang
diperselisihkan”
kamu kembali, maka ditunjukkan
kepadamu apa yang kamu perselisihkan
(QS. Al- Ma’idah : 48). Bagaimanapun radikalime merupakan
Penutup
benih awal, bagi munculnya teror. Dan ini tebntu merupakan masalah masyarakat (sosial problem). Meskipun, secara definitive sampai detik ini masih mengalami kontroversi yang luar biasa. Namun,
Bagi setiap umat ada kiblatnya yang ia berpijak pada varian definisi yang penulis menghadap kepada-Nya; maka berlombalah
kamu dalam mengejar kebaikan. Di temukan sebagaimana telah terurai di atas, manapun kamu berada, Allah akan
memberikan gambaran menghimpun kamu karena Allah berkuasa
setidaknya
bagaimana indikasi radikalisme cukup atas segalanya (QS. Al-Baqarah : 148) membahayakan bagi kelangsungan hidup
Beberapa ayat diatas, memberikan umat manusia. Meskipun dirasa sangat
implikasi bahwa : tidak memungkinkan sampai pada sebuah
Pertama, bahwa Allah menjadikan umat rumusan definisi radikalisme secara baku ini berbeda, baik dari segi jenis kelamin,
yang diterima (legitimit) pada semua bangsa, dan suku. Sehingga perbedaan dan
kalangan.
kemajmukan atau pluralitas tersebut
menjadi sebah keniscayaa.
DAFTAR PUSTAKA
Kartodirdjo., Sartono, Ratu Adil (Jakarta: Sinar Harapan, 1985), 38.
Masduqi, Irwan ., 2012., “Deradikalisasi Azra., Azyumardi, 1996., Pergolakan Politik
Islam Berbasis Islam:
Pendidikan
Khazanah Pesantren ” dalam Jurnal Modernisme Hingga Post-Modernisme.
Dari
Fundamentalisme,
Pendidikan Islam, No 2 Vol 1, 2012, Jakarta: Penerbit Paramadina 3.
Cobuild, Collin., 2001., English Dictionary Muchith., M. Saekan, 2016., “Radikalisme for Advanced Learners. UK: Harper
dalam Dunia Pendidikan”, dalam Collins Publisher. Jurnal Addin Ilmu Sosial dan Keagamaan, Vol. 10, No.1, Februari
Departemen Pendidikan Nasional, 2002., (Kudus: STAIN Kudus, 2016), 171
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
III (Cet. II; Jakarta Balai Pustaka,), M. Nuh., Nuhrison, 2009., “Faktor-Faktor 919
Penyebab Munculnya Faham/ Gerakan Islam Radikal di Indonesi
Echol., John M. dan Shadily., Hassan., ”
dalam Jurnal Harmoni, Jurnal 1996., Kamus Inggris Indonesia (Cet. Multikultural & Multireligius, Vol XXV; Jakarta: Gramedia
VIII Juli-September Effendy., Bachtiar, 1998., Radikalisme:
Nasution, Harun., 1986., Teologi Islam: Sebuah Pengantar., Jakarta: PPIM.
Sejarah Analisa IAIN, Perbandingan. Jakarta: UI Press
Aliran-aliran
Esposito, John L., 1992., The Islamic Threat: ______________., 1996., Islam Rasional:
Myth or Reality., New York: Oxford Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. University Press, 1992
Harun Nasution., Bandung: Mizan. Ghazali.,
Perkembangan Ilmu Kalam dari Klasik Qardhawi, Yusuf., 2004., al-Thtarruf al-
Dini, Kairo: Maktabah Wahbah hingga Modern. Bandung: Pustaka
Setia ______________., 2009., Islam Radikal. (H. Murtadho, Trans.) Pajang
Gholib., Achmad., 2005., Teologi dalam Laweyan: Era Adicitra Intermedia. Perspektif Islam., Jakarta: UIN Jakarta
Press Rahman., Budhy Munawar., 2001., Islam Pluralis, Jakarta : Paramadina
Hasani., Ismail dan Naipospos., Bonar Tigor, 2010., Radikalisme Agama di
Rubaidi, A., 2007., Radikalisme Islam, Jabodetabek
Ulama Masa depan Implikasinya
Moderatisme Islam di Indonesia, Kebebasan
terhadap
Jaminan
Beragama/Berkeyakinan. Yogyakarta: Logung Pustaka Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara
Suprihatiningsih, 2012., “Spiritualitas Hornby., A.S., 2000, Oxford Advenced,
Gerakan Radikalisme”. dalam Jurnal Dictionary of current English, UK:
Ilmu Dakwah,
Oxford university press
Jamhari dan Jahroni, Jajang (penyuting), 2004., Gerakan Salaf Radikal di
Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafndo Persada.