Proposal skripsi 1 Judul Analisis Fakto

PROBLEMATIKA KEKERASAN DALAM PERNIKAHAN
(Studi Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga daerah Sokanandi RT 05 RW III,
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan adalah hal yang sangat penting dan sangat didambakan dari
perjalanan hidup seseorang, baik itu laki-laki maupun perempuan. Pernikahan yang
didasari oleh cinta yang tulus, saling pengertian, saling perhatian, dan komitmen akan
membentuk kehidupan rumah tangga yang penuh kedamaian, cinta dan kasih sayang.
Kehidupan rumah tangga semacam ini dapat membentuk generasi robbani, generasi
yang berkualitas, generasi yang tangguh, dan unggul dalam segala bidang. Pernikahan
adalah sunah Rosululloh SAW yang bernilai sangat sakral. Karena itu jangan sampai
“pernikahan” itu dinodai dengan hal-hal yang mengandung kemaksiatan dan
menimbulkan kekerasan. Dan dalam prosesnya, kehidupan rumah tangga pun harus
dijalani dengan sebaik-baiknya meski penuh dengan tantangan dan rintangan dalam
perjalanannya.1 Pernikahan adalah suatu hubungan yang terjadi karena adanya ikatan
(akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan
agama yang telah ditetapkan. Seperti yang ada dalam Qs. Adz-Dzariyaat: 49. Allah

SWT berfirman:

       

1

M.Djaelani, Bisri. 2005. Bawalah Cintamu ke Ranjang Pernikahan. Penerbit Mikraj: Yogyakarta.

Artinya : “dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan
supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”

Di dalam rumah tangga, seharusnya sepasang aktor mampu membentuk
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Sakinah adalah ketertarikan
seseorang kepada lawan jenisnya yang merupakan salah satu bukti kekuasaan Allah
karena setiap orang dewasa mendambakan pasangannya. Konsep keluarga sakinah
dalam

pernikahan

mengandung


arti

ketenangan

dan

kedamaian.

Untuk

mewujudkannya, seseorang yang hendak menikah seharusnya mempersiapkan segala
hal, baik secara fisik, ekonomi, mental maupun spiritual. Bahtera rumah tangga adalah
karunia Allah SWT yang harus dipelihara sebaik mungkin. Dengan berumah tangga
manusia dapat mempertahankan kelangsungan hidup secara turun-temurun.2
Mawaddah artinya lapang dada dan jiwa yang bersih dari pikiran dan tindakan yang
tercela. Cinta seseorang bisa saja berubah dilain waktu, bahkan memutuskan
pernikahan. Dengan adanya sikap mawaddah, maka terbentuklah sikap suami-istri
yang dapat menikmati kebahagiaan dan kemesraan yang abadi. Rahmah adalah
suasana kejiwaan yang menggerakan kesadaran pasangan suami-istri untuk

menumbuhkan amal kebijakan dan saling memperingatkan untuk menjauhi perbuatan
durhaka dan maksiat. 3 Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqoroh ayat 187 :

        ...
Artinya : “ Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka..”

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa suami-istri harus saling membutuhkan,
saling melengkapi, mampu menutupi kekurangan masing-masing, dan melengkapi
2
3

15-16.

Disampaikan oleh Bu Nafillah Abdullah dalam mata kuliah Sosiologi Keluarga pada semester 2.
M.Djaelani, Bisri. 2005. Bawalah Cintamu ke Ranjang Pernikahan. Penerbit Mikraj: Yogyakarta, hlm

kelebihan pasangannya karena sebelum menikah mereka telah memiliki komitmen,
cinta, dan harapan-harapan yang indah agar kehidupan keluarganya bahagia. Bukan
malah mempeributkan perbedaan karena hadirnya orang ke tiga, karena faktor
ekonomi, faktor seksual, dan faktor lainnya yang memunculkan konflik dan

menyebabkan terjadinya kekerasan bahkan bercerai. Pada kenyataannya, keindahankeindahan dalam pernikahan seperti yang diungkapkan dalam buku Bawalah Cintamu
ke Ranjang Pernikahan, misalnya, atau buku tentang “pernikahan” lainnya yang
pernah dibaca oleh penulis tidaklah sesuai dengan kenyataan yang benar-benar terjadi
di dalam masyarakat. Tidak selamanya perjalanan dalam kehidupan rumah tangga itu
berjalan mulus dan selalu berada dalam ruang kebahagiaan. Seperti yang ada dalam
pemberitaan Tempo, dalam berita tersebut dinyatakan bahwa setiap tahun kasus
kekerasan terus meningkat. Kasus kekerasan terhadap perempuan di Wonosobo
mencapai dua ribu kasus sejak 2003 hingga 2014. 4 Hal demikian adalah suatu bukti
bahwa masih saja ada ketidaknyamanan dalam rumah tangga yang terjadi di dalam
masyarakat karena masih terdapat adanya tindak kekerasan (violence).
Gencarnya pembicaraan mengenai perlindungan terhadap perempuan dari
kasus kekerasan, baik dari lingkup nasional maupun internasional. Baik melalui media
cetak maupun media elektronik masih saja terus terjadi. Banyak sekali konferensi
yang diadakan untuk membicarakan berbagai hal yang berkaitan dengan
penanggulangan terjadinya kekerasan tersebut yang cenderung makin meningkat.
Padahal perempuan kedudukannya sama dengan laki-laki di hadapan hukum, sebagai
perwujudan dari equality before the law, membawa konsekuensi pada dimilikinya
pertanggungjawaban yang sama pula dihadapan hukum pada setiap orang yang

4


Maharani Shinta, Anak Perempuan Korban Pemerkosaan Kini Ketagihan Seksual. Rabu, 29 Januari
2014. Dalam “http://www.tempo.co/read/news/2014/01/29/058549450/Anak-Perempuan-Korban-PerkosaanKini-Ketagihan-Seksual. “

melakukan pelanggaran, kejahatan atau perilaku lain yang menyimpang. Bukan hanya
perempuan yang menjadi korban adanya tindak kekerasan, tetapi ada juga laki-laki
yang menjadi korban. Tetapi dari banyak kasus, perempuanlah yang sering dijadikan
sebagai korban kekerasan.5
Contoh kasus yang ada dalam pemberitaan Tempo pada hari Rabu, 29 Januari
2014. Tentang “ Anak Perempuan Korban Pemerkosaan Kini Ketagihan Seksual”
yang terjadi di daerah Wonosobo, Jawa Tengah. Di dalamnya dikabarkan bahwa
seorang anak perempuan di bawah umur yang diperkosa ayah kandungnya kini
mengalami ketagihan seksual. Anak itu diperkosa ayahnya sejak usia tiga tahun, tapi
baru diketahui saat berusia tujuh tahun. Anak tersebut kini berada pada pengawasan
ibu dan psikolognya, dalam berita tersebut dinyatakan bahwa setiap tahun kasus
kekerasan tersebut terus meningkat. Kasus kekerasan terhadap perempuan di
Wonosobo mencapai dua ribu kasus sejak 2003 hingga 2014. 6
Kasus lain adalah kabar mengejutkan datang dari Egi John Foreisythe, aktor
kelahiran 14 Juli 1988 tersebut dikabarkan mengalami KDRT dari istrinya, Citta
Permata, yang kini sudah diceraikannya. KDRT yang terjadi pada 2011 silam ini

diungkapkan sendiri oleh ibu Egi, Rina Fauziah, yang tak terima dengan perlakuan
Citta terhadap putranya. Menurut Rina, Egi dan Citta memang kerap bertengkar saat
masih berumah tangga. Namun lama-kelamaan Egi lebih banyak bersabar dan
mengalah setelah dikaruniai seorang anak dari Citta, Jaden Foreisythe. Egi bahkan tak
mau melaporkan Citta ke polisi karena selalu teringat dengan Jaden. “Dulu Egi suka
5

Disampaikan oleh Bu Inayah Rohmaniyah dalam mata kuliah Agama, Seks dan Gender pada semester
5. Buku yang di kak faiz tentang konstruksi.
6

Maharani Shinta, Anak Perempuan Korban Pemerkosaan Kini Ketagihan Seksual. Rabu, 29 Januari
2014. Dalam “http://www.tempo.co/read/news/2014/01/29/058549450/Anak-Perempuan-Korban-PerkosaanKini-Ketagihan-Seksual. “

berantem juga (dengan istrinya) tapi pas sudah punya anak, sudah tidak lagi,” kata
Rina. “Dia apa-apa itu inget anak. Pas disiram dan ditusuk itu Egi nggak mau
ngelaporin.” Rina lantas menuturkan tentang penganiayaan yang dialami Egi.
Menurutnya, Citta sudah pernah menjambak rambut Egi atau menyiramnya dengan
minyak panas. “Kalau bertengkar Egi sering dijambak, rambutnya rontok gara-gara
keseringan dijambak,” ujarnya. “Sering dijambak, padahal sudah ada kelemahan Egi

sama rambutnya karena minyak panas.” Di mata Rina maupun para tetangga, Egi
sebenarnya adalah laki-laki yang baik. Sebaliknya, Citta sendiri sudah dikenal sebagai
wanita gaul asal Pamulang. Tak hanya itu, Citta dikenal suka dugem dan ia pun
dituding membawa pengaruh buruk bagi Egi. “Itu (dugem) bawa pengaruh ke Egi.
Tadinya Egi nggak mau dugem, tapi diajak terus sama Citta,” kata Rina. Kasus KDRT
ini sendiri sudah sampai di pihak berwajib dan sidangnya sudah beberapa kali digelar.
Namun sampai sekrang Citta belum pernah memberikan konfirmasi resmi terhadap
kasus ini. 7
Dua contoh kasus di atas merupakan suatu bukti bahwa kasus kekerasan tidak
hanya dialami oleh kaum perempuan, laki-laki pun ada yang mengalami kekerasan.
meskipun banyak berita-berita beredar bahwa kasus kekerasan terbanyak dialami oleh
perempuan, seperti yang dinyatakan dalam pemberitaan Tempo yang terjadi di daerah
Wonosobo.8 Berangkat dari permasalahan tersebut, penulis merasa tertarik sehingga
ingin meneliti tentang problem-problem yang terjadi di dalam rumah tangga, yang
terbingkai indah atas nama pernikahan tetapi masih saja terdapat tindak kekerasan,
entah itu kekerasan yang dilakukan sang anak kepada kedua orang tuanya, orang tua
7

Sirajuddin. KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). 27 Juni 2013.
http://hukum.kompasiana.com/20q13/06/27/kdrt-kekerasan-dalam-rumah-tangga-569012.html”

8

Dalam



Maharani Shinta, Anak Perempuan Korban Pemerkosaan Kini Ketagihan Seksual. Rabu, 29 Januari
2014. Dalam “http://www.tempo.co/read/news/2014/01/29/058549450/Anak-Perempuan-Korban-PerkosaanKini-Ketagihan-Seksual. “

terhadap anak, suami terhadap istri, ataupun istri terhadap suami. Kasus-kasus
demikian masih saja dijumpai di kalangan masyarakat yang sudah menikah (berumah
tangga), walaupun tidak menutup kemungkinan terdapat keluarga yang berdiri kokoh
dengan kenyamanan, yang terjalin indah dan harmonis, dengan penuh kebahagiaan
karena selalu bersama dan tidak ada tindak kekerasan yang menyelinap di dalam suatu
permasalahan. Tetapi yang akan dibahas disini adalah problematika yang terjadi di
dalam rumah tangga yaitu, kekerasan. Penulis melihat banyak kasus kekerasan di
dalam rumah tangga yang terjadi di daerah Sokanandi RT 05 RW III, Banjarnegara,
Jawa Tengah. Kasus-kasus yang masuk dalam kategori kekerasan, seperti:
perselingkuhan, istri dipukuli suami karena suami ketahuan selingkuh ataupun
sebaliknya, terjadi kekerasan karena suami mabuk dan memukuli sang istri, dan

sebagainya, dan berbagai kekerasan karena faktor lainnya. Sungguh ironis sekali nasib
perempuan, mereka sering dijadikan sebagai korban, padahal dalam Agama Islam
perempuan adalah makhluk yang mulia. Karena ia mendapat derajat tiga tingkat lebih
tinggi dibanding

laki-laki. Perempuan adalah makhluk yang harusnya mendapat

perlindungan, selalu di hormati, dicintai, disayangi dan banyak kebaikan lainnya.
Karena perempuan adalah sosok ibu yang mampu menjadi panutan, bukan bakal
siksaan karena tindak kekerasan. Tetapi, ada juga perempuan yang tega menganiaya
suaminya, ada juga perempuan yang melakukan tindak kekerasan pada suaminya,
namun jumlah kekerasan suami terhadap istri lebih banyak ketimbang kekerasan yang
dilakukan oleh istri kepada suami.9

Oleh karena itu judul ini terpilih sebagai

pembangkit rasa kesadaraan yang tinggi bahwa manusia itu adalah makhluk bernyawa
yang berhak atas hidupnya dan berhak melakukan apa saja sesuai dengan norma dan
nilai yang berlaku, berhak memanusiakan manusia karena mereka adalah sesamanya.
9

Disampaikan oleh Bu Inayah Rohmaniyah dalam mata kuliah Agama, Seks dan Gender pada semester
5. Bukunya bu inayah???

Menaruh harapan pada pemerintah, tokoh agama, anggota masyarakat, maupun aktor
yang menjalani hidupnya, atau pun diri penulis sendiri supaya lebih mengerti dan
memahami bahwa perbedaan tidak harus diperdebatkan, tidak harus dipermasalahkan
sehingga memunculkan konflik. Sehingga tidak memunculkan tindak kekerasan,
apalagi terhadap wanita.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Melihat latar belakang di atas, maka peneliti mencoba melihat kasus-kasus
yang ada di daerah Sokanandi RT 05 RW III Banjarnegara, Jawa Tengah.
Berdasarkan sumber yang peneliti dapatkan dari berbagai narasumber mampu
membuktikan kekuatan data-data yang diperoleh oleh penulis (bukan karangan
belaka). Peneliti mengambil daerah Sokanandi RT 05 RW III Banjarnegara , Jawa
Tengah karena tempat ini merupakan tempat yang dianggap memiliki bukti tentang
adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah kasus KDRT
(Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dalam bentuk perselingkuhan, kekerasan fisik,
dan kekerasan batin.
Untuk lebih mempermudah pembahasan ini, ada beberapa rumusan masalah
yang dikembangkan dalam penelitian ini:

1. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi adanya tindakan KDRT
(Kekerasan Dalam Rumah Tangga)?
2. Bentuk kekerasan seperti apa sajakah yang terdapat di daerah Sokanandi
RT 05 RW III Banjarnegara?
3. Bagaimana pengaruh agama terhadap konstruksi sosial kasus Kekerasan
Dalam Rumah Tangga di Sokanandi RT 05 RW III Banjarnegara?
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian.
Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi adanya tindakan KDRT
(Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
2. Mengetahui bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi.
3. Menguraikan pendapat masyarakat Sokanandi dengan adanya kasus
KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan mengetahui bagaimana
solusi-solusi yang diharapkan.
Kegunaan Penelitian.
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna secara praktis untuk acuan
keteladanan, dengan memperdalam ilmu-ilmu tentang gender dan ilmuilmu agama untuk meminimalisir terjadinya kasus KDRT (Kekerasan
Dalam Rumah Tangga).
2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah pustaka di
Tanah Air, khususnya bagi penulis, pembaca, maupun masyarakat sekitar.
D. Tinjauan Pustaka.
Pembahasan tentang Problematika Rumah Tangga (Studi Kasus Kekerasan
Dalam

Rumah

Tangga

dalam

Pernikahan

Daerah

Sokanandi,

Kabupaten

Banjarnegara, Jawa Tengah), sepengetahuan peneliti masih jarang dilakukan, malah
ini adalah pertama kalinya. Karya yang sudah ada sebagai perbandingan adalah:
Skripsi yang di tulis oleh Yuhana Durotunasikhah (00540371), Mahasiswa
Sosiologi Agama Tahun 2004. Dengan judul “Kekerasan Suami Terhadap Istri (Studi
Kasus di Desa Catur Tunggal dan Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten
Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta)”. Di dalamnya dijelaskan tentang tindak
kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri, faktor-faktor yang melatarbelakangi,
bagaimana pandangan agama dengan adanya kasus tersebut, dan sebagainya.10
10
Durotunasikhah, Yuhana. 2004. Kekerasan Suami Terhadap Istri (Studi Kasus di Desa Catur Tunggal
dan Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta). Skripsi Sosiologi

Kasus yang ada dalam pemberitaan Tempo pada hari Rabu, 29 Januari 2014.
Tentang “ Anak Perempuan Korban Pemerkosaan Kini Ketagihan Seksual” yang
terjadi di daerah Wonosobo, Jawa Tengah. Di dalamnya dikabarkan bahwa seorang
anak perempuan di bawah umur yang diperkosa ayah kandungnya kini mengalami
ketagihan seksual. Anak itu diperkosa ayahnya sejak usia tiga tahun, tapi baru
diketahui saat berusia tujuh tahun. Anak tersebut kini berada pada pengawasan ibu
dan psikolognya, dalam berita tersebut dinyatakan bahwa setiap tahun kasus
kekerasan tersebut terus meningkat. Kasus kekerasan terhadap perempuan di
Wonosobo mencapai dua ribu kasus sejak 2003 hingga 2014. 11
Kasus yang ada dalam pemberitaan Kompas pada hari Kamis 09 Oktober
2014. Tentang “Duh, Dosen Bergelar Doktor Ini Tampar Istrinya saat Dipergoki
Selingkuh.” Yang terjadi di daerah Pekanbaru, Riau. Di dalamnya dikabarkan bahwa
dua orang yang bukan pasangan suami istri ketahuan selingkuh. Kedua dosen yang
diduga selingkuh ini bertitel doktor (S3) inisial AT dan RF. Informasi dari Tribun
Batam menyebutkan, aksi selingkuh ini terbongkar dari laporan Su, istri AT yang
mengalami kekerasan rumah tangga, berupa penamparan dari suaminya. Su mengaku
ditampar sang doktor karena memergoki AT dan RF berduaan di rumah RF di Perum
BRP Kelurahan Tuah Karya, Tampan, Minggu (5/10/2014). Sudah hati disakiti karena
dimadu suami, Su justru mengalami penganiyaan dari AT, suaminya. Berdasarkan
laporan Su, suaminya sudah lebih satu tahun tak pulang ke rumah. Ia curiga, AT telah
memadu kasih bersama rekan seprofesinya, yang tak lain diketahui juga merupakan
dosen wanita di Universitas Riau. Untuk memastikannya, Su melacak keberadaan AT.
Akhirnya Su mengetahui keberadaan suaminya yang sering bertemu teman
Agama, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
11
Maharani Shinta, Anak Perempuan Korban Pemerkosaan Kini Ketagihan Seksual. Rabu, 29 Januari
2014. Dalam “http://www.tempo.co/read/news/2014/01/29/058549450/Anak-Perempuan-Korban-PerkosaanKini-Ketagihan-Seksual. “

selingkuhannya di Perum BRP Kelurahan Tuah Karya, Tampan. Tanpa pikir panjang,
Minggu (5/10/2014). Su segera mendatangi alamat tersebut. Alangkah terkejutnya Su,
ternyata suaminya berada di rumah RF (teman selingkuhan pelaku). Namun
kedatangan Su itu tidak diterima oleh AT. Sebaliknya AT justru memarahi istrinya.
AT langsung menampar Su di depan warga sekitar dan ketua RT. Akibatnya bibir Su
berdarah.

12

Kasus yang ada dalam pemberitaan Tempo, Kamis 28 Agustus 2014. Tentang
“Pejabat Sidoarjo Penganiaya Istri Bebas dari Hukuman” yang terjadi di daerah
Sidoarjo, menyebutkan bahwa pada Jumat 1 Agustus 2014, Iskandar telah
menganiaya istrinya yang bernama Lilies Indriani berusia 50 tahun, warga Pondok
Wage Indah, Kecamatan Taman, Sidoarjo. Pemicunya diduga karena Lilies minta
cerai lantaran suaminya diketahui memiliki wanita simpanan. Akibat penganiayaan
itu, korban menderita gegar otak, patah tulang, dan harus mendapatkan perawatan
intensif di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo Surabaya. Iskandar pun telah
ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan atau kekerasan dalam rumah tangga oleh
Polsek Taman, namun tidak dilakukan penahanan. Menurut sumber Tempo, Lilies
Indriani pulang kerumah orang tuanya di Bandung karena trauma. 13
Kasus lain adalah kabar mengejutkan datang dari Egi John Foreisythe, aktor
kelahiran 14 Juli 1988 tersebut dikabarkan mengalami KDRT dari istrinya, Citta
Permata, yang kini sudah diceraikannya. KDRT yang terjadi pada 2011 silam ini
diungkapkan sendiri oleh ibu Egi, Rina Fauziah, yang tak terima dengan perlakuan
12

Aji Rustam, Duh, Dosen Bergelar Doktor Ini Tampar Istrinya saat Dipergoki Selingkuh. Kamis, 9
Oktober 2014. Dalam “http://jateng.tribunnews.com/2014/10/09/duh-dosen-bergelar-doktor-ini-tampar-istrinyasaat-dipergoki-selingkuh.”
13
Purmono, Abdi. Pejabat Sidoarjo Penganiaya Istri Bebas dari Hukuman. Kamis, 28 Agustus 2014.
Dalam “ http://www.tempo.co/read/news/2014/08/28/058602865/Pejabat-Sidoarjo-Penganiaya-Istri-Bebas-dariHukuman”.

Citta terhadap putranya. Menurut Rina, Egi dan Citta memang kerap bertengkar saat
masih berumah tangga. Namun lama-kelamaan Egi lebih banyak bersabar dan
mengalah setelah dikaruniai seorang anak dari Citta, Jaden Foreisythe. Egi bahkan tak
mau melaporkan Citta ke polisi karena selalu teringat dengan Jaden. “Dulu Egi suka
berantem juga (dengan istrinya) tapi pas sudah punya anak, sudah tidak lagi,” kata
Rina. “Dia apa-apa itu inget anak. Pas disiram dan ditusuk itu Egi nggak mau
ngelaporin.” Rina lantas menuturkan tentang penganiayaan yang dialami Egi.
Menurutnya, Citta sudah pernah menjambak rambut Egi atau menyiramnya dengan
minyak panas. “Kalau bertengkar Egi sering dijambak, rambutnya rontok gara-gara
keseringan dijambak,” ujarnya. “Sering dijambak, padahal sudah ada kelemahan Egi
sama rambutnya karena minyak panas.” Di mata Rina maupun para tetangga, Egi
sebenarnya adalah laki-laki yang baik. Sebaliknya, Citta sendiri sudah dikenal sebagai
wanita gaul asal Pamulang. Tak hanya itu, Citta dikenal suka dugem dan ia pun
dituding membawa pengaruh buruk bagi Egi. “Itu (dugem) bawa pengaruh ke Egi.
Tadinya Egi nggak mau dugem, tapi diajak terus sama Citta,” kata Rina. Kasus KDRT
ini sendiri sudah sampai di pihak berwajib dan sidangnya sudah beberapa kali digelar.
Namun sampai sekrang Citta belum pernah memberikan konfirmasi resmi terhadap
kasus ini. 14
Kasus yang ada dalam pemberitaan Kedaulatan Rakyat pada hari Senin, 1
Desember 2014, halaman 19. Tentang “ Kasus KDRT di Sragen Meningkat” yang
didalamnya dijelaskan bahwa angka perceraian di Kabupaten Sragen dalam satu tahun
terakhir sebanyak 2000 kasus. Perceraian ini sebagian besar disebabkan oleh faktor
KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang tercatat bertambah jumlahnya

14

Sirajuddin. KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). 27 Juni 2013.
http://hukum.kompasiana.com/2013/06/27/kdrt-kekerasan-dalam-rumah-tangga-569012.html”

Dalam



dibanding tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 1800 kasus perceraian.
Berdasarkan data Aliansi Peduli Perempuan Sukowati, 70 % penggugat perceraian
adalah pihak istri. Angka ini merupakan angka terbesar se Eka Karisedenan Surakarta.
Tingginya angka perceraian disebabkan karena tidak adanya keseimbangan gender
yang menyebabkan pihak istri selalu menjadi korban KDRT. Banyak para istri yang
melapor ke APPS minta pendampingan karena dianiaya oleh suami. Bahkan tidak
sedikit yang menerima kekerasan fisik. 15
Buku yang diterbitkan oleh Lembaga Konsultasi Pemberdayaan Perempuan
(LKP2) dan The Asia Foundation, di dalamnya disebutkan bahwa ciri dari tindak
kekerasan adalah adanya hubungan yang tidak seimbang antara yang kuat dan yang
lemah. Kekerasan bisa terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja dan dari
latar belakang apa saja. Tetapi kekerasan dalam rumah tangga masih saja dianggap
tabu oleh masyarakat, meskipun telah terjadi penganiayaan, tetapi kebanyakan para
korban memilih diam, dan masyarakat yang tahu tentang hal itu malah enggan untuk
mencampurinya. 16
Dalam buku yang berjudul Bingkai Sosial Gender; Islam, Strukturasi, dan
Konstruksi Sosial yang ditulis oleh Dr.Hj.Mufidah Ch.,M.Ag. di dalamna berisi
tentang segala sesuatu yang menyangkut dengan gender, bagaimana islam
memandang gender, bagaimana konstruksi sosial atas adanya gender, dan bagaimana
strukturasinya. Terdapat juga peraturan perundang-undangan tentang berbagai kasus
yang menyangkut tentang gender sebagai bukti bahwa Indonesia juga proaktif dalam
mewujudkan kesetaraan gender dalam bentuk ratifikasi komitmen internasional,
seperti: UU RI No.7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
15

Kedaulatan Rakyat. Kasus KDRT di Sragen Meningkat. Pada hari Senin, 1 Desember 2014. Halaman

19.
16
Fatayat NU. 2003. Buku Panduan Konselor Tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jakarta:
Lembaga Konsultasi Pemberdayaan Perempuan (LKP2) Fatayat NU dan The Asia Foundation.

terhadap Perempuan, Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 2000 Tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, kemudian diikuti oleh
sejumlah UU RI lainnya seperti UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak, UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, UU RI No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang, dan sejumlah peraturan lainnya yang mendukung. 17
E. Landasan Teori.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Teologis dan pendekatan Sosiologis.
Pendekatan Teologis digunakan untuk memahami bagaimana pandangan agama
(Islam) terhadap adanya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Atau bagaimana
pandangan agama berinteraksi dengan permasalahan yang terjadi di dalam
masyarakat. Keyakinan agama mampu menghasilkan penghayatan dan tingkah laku
keagamaan, memandu kesadaran penganut agama dalam bertindak, berinteraksi
dengan individu, dan kelompok sosial lainnya.18 Sedangkan pendekatan sosiologis
digunakan untuk melihat bagaimana manusia dengan lingkungan sekitarnya,
bagaimana manusia memanusiakan manusia, dan sebagainya.
Teori yang digunakan adalah:
1. Teori Konstruksi Sosial
Teori konstruksi sosial sebagaimana yang dikemukakan oleh Berger dan
Luckman,19 bahwa teori konstruksi sosial berangkat dari metode analisis
fenomenologi, yakni metode deskriptif yang berdasarkan pada empiric yang berangkat
dari dialektik antara pendekatan gaya Weber dan Durkheim. Berger dan Luckman
17

Dr. Hj. Mufidah Ch., M.Ag. 2010. Bingkai Sosial Gender: Islam, Strukturasi, dan Konstruksi Sosial.
Malang: UIN-MALIKI PRESS.
18
Moh Soehadha, Metode Penelitian Sosiologi Agama (Kualitatif), Yogyakarta: SUKSES Offset.
Halaman 52.
19
Peter L.Berger dan Thomas Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataan Risalah tentang Sosiologi
Pengetahuan, terj. Hasan Basari (Jakarta:LP3ES,1990), 24.

memodifikasi teori Durkheim kemudian memasukan dalam perspektif dialektik yang
diambil dari Marx dan pemberian tekanan pada konstitusi kenyataan sosial melalui
makna-makna subyektif yang diambil dari Weber. Menurut teori konstruksi sosial
bahwa masyarakat merupakan produk manusia dan menusia merupakan produk
masyarakatnya, keduanya menggambarkan sifat dialektik inhern dari fenomena
masyarakat. Berger menggabungkan berbagai perspektif dari ragam aliran teori
sosiologi yang mempertimbangkan aspek-aspek lain menjadi konstruksi teoritis yang
mampu tampil menjawab persoalan pluralistic, dinamis dan kompleks. Berger

20

mengemukakan bahwa proses dialektik fundamental dari masyarakat terdiri dari tiga
momentum, yakni:
a. Eksternalisasi: momen adaptasi diri
Eksternalisasi21 adalah suatu pencurahan kedirian manusia secara terus menerus
ke dalam dunia, dalam aktivitas fisik maupun mentalnya. Terjadi proses interaksi
antara manusia dengan lingkungannya yang bersifat terbuka. Eksternalisasi yang
dipengaruhi oleh stock of knowledge (cadangan pengetahuan) yang dimilikinya.
Cadangan sosial pengetahuan adalah akumulasi dari common sense knowledge
( pengetahuan akal-sehat). Proses untuk menjadi manusia sejak dilahirkan hingga
dewasa berlangsung tidak hanya dalam hubungan timbal balik dengan lingkungannya,
tetapi juga dengan tatanan budaya dan sosial yang spesifik, melalui perantaraan orangorang yang berpengaruh di dalam hidupnya.
Dalam pembentukan konsep gender bagi laki-laki dan perempuan, dipengaruhi
oleh: pertama, konsep diri dan citra diri, bagaimana ia memahami tentang dirinya
kemudian mempengaruhi masyarakatnya; kedua, budaya yang telah mengakar dalam
bentuk alat yang diproduksi manusia, institusi, bahasa, simbol, nilai, norma yang
20

Peter L.Berger, Langit Suci Agama sebagai Realitas Sosial, terj. Hartono (Jakarta:LP3ES,1994), hlm

21

Berger dan luckmann, Tafsir Sosial atas Kenyataan, 34.

4-5.

dimanifestasikan dalam perilaku sehari-hari; ketiga, figure yang berpengaruh dalam
pembentukan kepribadiannya dalam kehidupannya sehari-hari sebagai aktivitas sosial.
Proses untuk menjadi laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh pengaturanpengaturan sosial yang terus-menerus ditanamkan, dibiasakan, hingga menjadi sesuatu
yang baku. Perempuan dicitrakan sebagai makhluk yang lemah 22, emosional, penakut,
cerewet, feminism, dan memiliki rasa ketergantungan pada laki-laki. Laki-laki
distigma sebagai makhluk yang berperangai kasar, maco, tegas, pemberani, egois,
maskulin, rasional, dan sebagainya. Melahirkan konsep dan citra yang seolah-olah
telah menjadi kenyataan yang tak terbantahkan. Dilegitimasi juga oleh interpretasi
teks suci sehingga menjadi sebuah keyakinan. Dari sinilah, konsep dan citra diri lakilaki dan perempuan dibangun dan dipengaruhi oleh budaya yang dikuatkan pula oleh
legitimasi agama yang kemudian membentuk konsep gender. Ketimpangan gender
terjadi dan dipraktikkan melalui pembiasaan dalam kehidupan yang tidak disadari
telah membentuk sebuah realitas sosial.
Kenyataan sosial merupakan konstruksi sosial budaya masyarakat yang berproses
dari masa silam, kini, dan yang akan datang. Seperti dalam rujukan kitab ‘Uquudu
Lujain Fii Bayaani Huquuzzaujaini

23

dalam halaman 8 disebutkan bahwa seorang

suami diperbolehkan memukul istrinya jika tidak mengindahkan perintahnya berhias,
padahal ia menghendaki. Atau lantaran menghendaki diajak tidur bersama.
Diperbolehkan juga seorang suami memukul istrinya lantaran keluar rumah tanpa
izinnya. Atau karena istrinya memukul anaknya yang sedang rewel. Atau karena
mencaci maki orang lain, atau karena menyobek pakaian suaminya, menjambak
jenggotnya, atau berkata kepada suaminya :” hai kambing, hai keledai, hai tolol, dll...”
22

Sebagaimana dikutip oleh Morris tahun 1980 hlm. 39 di dalam buku Perempuan, Kesetaraan, dan
Keadilan oleh Romany Sihite tahun 2007. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
23
Edi S Qurniawan. 2007. Kitab ‘Uquudu Lujain Fii Bayaani Huquuzzaujaini. Dalam
www.imamsutrisno.blogspot.com ( belum di tulis dalam daftar pustaka belum lengkap) ????

sekalipun pencaciannya itu didahului oleh sikap suami yang telah mencacinya.
Demikian pula seorang suami diperbolehkan memukul isterinya lantaran isterinya
sengaja memamerkan wajahnya kepada laki-laki lain. Atau sekalipun ia ikut
mendngarkan pembicaraan suaminya bersama laki-laki lain dengan maksud mencuri
pendengaran dari laki-laki tersebut. Atau karena memberikan sesuatu dari rumah
suaminya berupa barang yang tidak biasanya diberikan kepada orang lain. Atau
karena menolak menjalin hubungan kekeluargaan dengan saudara suaminya. Begitu
pula suami dibenarkan memukul isterinya karena melalaikan sholat, diperintah tapi
membangkang.
Suami dipahami sebagai sosok yang memiliki status lebih tinggi dan kekuasaan
lebih besar atas istrina, sehingga setiap peristiwa kekerasan dalam rumah tangga sulit
terungkap karena berlindung dibalik legitimasi agama.24
b. Obyektivasi: momen interaksi diri dalam dunia sosio-kultural
Obyektivasi adalah produk-produk aktivitas manusia baik fisik maupun mental,
merupakan realitas yang berhadapan dengan para produsernya, karena antara manusia
dengan produk aktivitasnya merupakan dua entitas yang berbeda. Diantara keragaman
kenyataan, akan tampil satu kenyataan par excellence yang disebut dengan kenyataan
hidup sehari-hari. Secara empiris, eksistensi manusia berlangsung dalam suatu
konteks ketertiban, kesetaraan dan kestabilan melalui tatanan sosial. Tatanan sosial
merupakan produk yang berlangsung terus-menerus. Ia diproduksi oleh manusia
sepanjang eksternalisasinya yang berlangsung secara konstan. Perubahan sosial akan
terjadi bila eksternalisasinya ternyata membongkar tatanan yang sudah terbentuk.
Gender dalam konteks tatanan sosial sebagai produk manusia dapat diperhatikan
pada pemberian peran sosial yang cenderung dibagi secara dikotomis. Laki-laki akan
24

merasa cocok beraktivitas di ranah publik, sedangkan perempuan lebih cocok
beraktivitas dalam ranah domestik. Perempuan akan merasa bersalah dan dipandang
tidak pantas jika tidak menyediakan makanan untuk suaminya sebelum berangkat
kerja, karena menjalankan peran domestik dalam rumah tangga bagi perempuan
menjadi norma yang berlaku di masyarakat. Sebaliknya, laki-laki tidak merasa
bersalah jika tidak menyapu rumah, memandikan anak atau menyiapkan makan pagi
meskipun dia bisa melakukannya sebelum berangkat kerja. Hal ini dikarenakan
masyarakat menempatkan peran laki-laki pada ranah publik, Ibu tidak bekerja dan
merasa rendah diri karena masyarakat mengonsep pekerjaan domestik. Pembagian
peran ini merupakan konstruksi sosial yang bisa berubah melalui perubahan tatanan
sosial yang diproduk oleh manusia. Pemahaman tentang konsep kesetaraan gender
dalam lembaga sosial melalui pembiasaan atau sosialisasi secara intens misalnya
dalam keluarga, organisasi, institusi menggeser pemahaman bias gender akan
membentuk pola pikir dan perilaku yang baru dalam institusi tersebut menjadi
responsif gender. Misalnya pandangan lama, istri dianggap sebagai akar penyebab
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) karena tidak taat pada suami, sehingga suami
boleh memukul istri dengan dalih agama. Namun melalui ‘proses sosial’ dalam
perspektif gender, KDRT disebabkan oleh ideologi gender 25 atau budaya patriarkhi
yang membentuk relasi asimetris atau hierarkis, dalam posisi ini suami rentan
melakukan kekerasan pada istrinya. Pandangan baru yang telah berspektif gender
terhadap KDRT akan berubah bahwa ideology patriarkhi menjadi faktor dominan
laki-laki melakukan KDRT. Karena itu KDRT dianggap sebagai penyimpangan sosial
dari kultur baru yang telah disepakati.
c. Internalisasi: momen identifikasi diri dalam dunia sosio-kultural
25
Seperangkat ide-ide dan sistem nilai yang didasarkan pada determinisme biologis yang telah
menghasilkan seksisme dan diskriminasi utamanya terhadap perempuan.

Internalisasi merupakan peresapan kembali realitas obyektif tersebut oleh
manusia, dan mentransformasikan lagi dari struktur-struktur dunia obyektif kepada
struktur-struktur kesadaran subyektif. Menurut Berger dan Luckmann 26, proses
internalisasi merupakan salah satu momentum dari proses dialektik yang lebih besar
yang juga termasuk momentum-momentum eksternalisasi dan obyektivasi. Individu
tidak dicipta sebagai suatu benda yang pasif, namun dibentuk dalam waktu dialog
yang lama. Ia harus berpartisipasi berdialog untuk mempertahankan sebagai suatu
pribadi. Dengan demikian, individu secara terus-menerus menjawab dunia yang
membentuknya dank arena terus memelihara dunia sebagai realitas. Melalui proses
internalisasi, seseorang mampu untuk memahami dirinya, pengalaman masa lalunya,
dan yang diketahuinya secara obyektif mengenai dirinya dan orang lain.
Gender sebagai konstruksi sosial tampil dalam internalisasi ini melalui proses
bahwa manusia secara individu laki-laki maupun perempuan bersama dengan individu
lainnya membangun masyarakat dari eksternalisasi yang kemudian diobyektivasikan
dalam bentuk institusi sebagai realitas obyektif, dimana dia menjadi bagian dari
institusi tersebut juga turut membangun dirinya. Individu-individu menemukan
identitas dirinya sebagai laki-laki dan prempuan yang kemudian dipertahankan dalam
peran dan aktivitasnya secara proaktif agar dia diakui dalam institusi realitas
obyektifnya, misalnya sebagai laki-laki dia akan mempertahankan sebagai kepala
rumah tangga, menjadi pemimpin, mencari nafkah, dan melindungi keluarganya.
Perempuan akan mempertahankan identitasnya sebagai ibu rumah tangga secara terusmenerus berperan di dalam rumah tangganya seperti masak, menyapu, merawat anak,
dan sebagainya.
Ekspresi maknanya adalah laki-laki dan perempuan berbagi peran untuk stabilitas
kehidupan. Namun demikian, masyarakat akan membentuk dua wajah ekspreksi
26

Peter L.Berger, Langit Suci, hlm 22-24.

makna yaitu: pertama, kelompok yang menolak konsep gender sebagai konstruksi
sosial cenderung bias gender yang menggambarkan pandangan konservatif (kolot),
sehingga status, peran, dan pola relasi laki-laki dan perempuan tidak berubah atau
tidak perlu diubah karena dapat mengganggu keharmonisan kehidupan. Kedua,
kelompok yang menerima konsep gender sebagai konstruksi sosial yang dapat
berubah dan diubah bercirikan sensitive gender menggambarkan pandangan progresif,
sehingga ekspresi makna yang muncul adalah kehidupan egaliter sebagai kebutuhan
mendasar dalam membangun keharmonisan dalam kehidupan. Dengan demikian
gender dipahami sebagai konstruksi sosial yang dapat diubah dan berubah sesuai
dengan kebutuhan, kemampuan, komitmen dan beradaptasi dengan ruang dan waktu.27
2. Teori Gender.
Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dihasilkan dari
konstruksi sosial yang dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman, yang
terbentuk melalui berbagai sistem nilai termasuk nilai adaptasi, pendidikan, agama,
politik, ekonomi dan sebagainya. Yang merupakan suatu sistem dan struktur dimana
laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Perbedaan yang
didasarkan karena masalah sifat, dan peran berdasarkan faktor historis dan sosial.

28

Penyebab dari adanya diskriminasi gender, yakni salah satu jenis kelamin baik itu
laki-laki ataupun perempuan terabaikan hak-hak dasarnya, tertinggal, dan mengalami
masalah ketidakadilan.29

27

Dr. Hj. Mufidah Ch., M.Ag. 2010. Bingkai Sosial Gender: Islam, Strukturasi, dan Konstruksi Sosial.
Malang: UIN-MALIKI PRESS, hlm 72-93.
28
Seperti yang ada dalam buku Dr. Hj. Mufidah Ch., M.Ag. 2010. Bingkai Sosiaal Gender: Islam,
Strukturasi, dan Konstruksi Sosial. Malang: UIN-MALIKI PRESS., sebagaimana dikutip di Nyoman Susi Ratna
Dewanti dalam Can Minority Retain it’s Identity in Law Political Theologis; Publik Religion in the PostSecular World ( New York: Foedham Univ Press)., sebagaimana terdapat dalam buku Dr.Riant Nugroho yang
berjudul Gender dan Strategi pengarus-utamanya di Indonesia,. ???
29
Dr. Hj. Mufidah Ch., M.Ag. 2010. Bingkai Sosiaal Gender: Islam, Strukturasi, dan Konstruksi Sosial.
Malang: UIN-MALIKI PRESS, hlm 8.

Kekerasan (violence) berbasis gender adalah kekerasan yang dilakukan oleh
jenis kelamin yang berbeda karena pandangan bias yang menempatkan salah satu
jenis kelamin sebagai yang superior dan yang lainnya adalah inferior. Dengan begitu
yang kuat berpotensi menindas yang lemah karena relasi gendernya timpang antara
keduanya. Kekerasan berbasis gender lebih banyak dialami oleh perempuan daripada
laki-laki. Terjadi demikian karena perempuan dicitrakan sebagai makhluk yang lemah
sehingga dianggap wajar mendapat perlakuan yang demikian. Diskriminasi gender
terjadi karena adanya budaya patriarkhi, teks agama yang diinterpretasikan bias
gender, dan kebijakan pemerintah yang kurang responsive gender. 30
Kekerasan merupakan fenomena yang sering terjadi dan kebanyakan menimpa
pada kaum perempuan, meskipun ada juga kasus seorang istri yang tega menganiaya
suaminya. Pemberitaan di media, baik media elektronik maupun media cetak banyak
menyebutkan bahwa kasus kekerasan ini menimpa pada perempuan karena berbagai
macam alasan dalam kehidupan, baik dari celah ekonomi, sosial, budaya, dan lain
sebagainya. Bahkan kasus kekerasan yang kerap terjadi masuk ke dalam wilayah
paling eksklusif yaitu rumah tangga. Padahal, yang seharusnya dibina dalam
kehidupan rumah tangga adalah keharmonisan, dengan saling mengerti perbedaan,
dengan memahami satu sama lain, dengan menerapkan sistem demokrasi sebagai
wujud saling terbukanya pendapat masing-masing yang terkadang nampak berbeda,
bukan malah menciptakan budaya kekerasan yang malah justru menjadi fenomena
yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.

31

Bentuk-bentuk dari tindak

kekerasan sangatlah beragam, seperti pencabulan seksual, penyiksaan dalam rumah
tangga, pemerkosaan di bawah umur, dan lainnya. Kekerasan dengan bentuk di atas
sebagian besar menimpa kaum perempuan dan kaum perempuan pulalah yang
30

Dr. Hj. Mufidah Ch., M.Ag. 2010. Bingkai Sosiaal Gender: Islam, Strukturasi, dan Konstruksi Sosial.
Malang: UIN-MALIKI PRESS, hlm 9-11.
31
Syafiq Hasyim (ed), Menakar Harga Perempuan ( Bandung: Mizan, 2000) , hlm.203.

menjadi korbannya, bentuk kekerasan tersebut sebagian besar disebabkan oleh adanya
pelabelan yang berkembang di dalam masyarakat. 32
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan adalah perihal (yang
bersifat atau berciri keras. Atau suatu perbuatan seseorang atau sekelompok orang
yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik
atau barang orang lain yang dilakukan secara paksa. 33
Menurut Mansour Faqih, Kekerasan adalah serangan atau invasi terhadap fisik
maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan pada dasarnya berasal dari
berbagai sumber, namun salah satu kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu
yang disebabkan oleh anggapan gender yang disebut dengan gender-related violene.
Yang disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat.
Kategori kekerasan gender:
a. Bentuk pemerkosaan

terhadap perempuan

termasuk pemerkosaan

dalam

perkawinan.
b. Tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga.
Termasuk penyiksaan terhadap anak-anak.
c. Bentuk penyiksaan yang mengarah kepada alat kelamin, misalnya penyunatan
kepada anak perempuan.
d. Kekerasan dalam bentuk pelacuran. Yang merupakan kekerasan terhadap
perempuan yang diselenggarakan oleh suatu mekanisme ekonomi yang merugikan
kaum perempuan.
e. Kekerasan dalam bentuk pornografi, seperti pelecehan terhadap kaum perempuan
dimana tubuh perempuan dijadikan objek demi keuntungan seseorang.
32

Ahmad Mutholi’in, Bias Gender dalam Pendidikan, (Surakarta: Muhammadiyah University Press,
2001), hlm.40.
33
Kamus Besar Bahasa Indonesia. offline versi 1.1. freeware 2010 By Ebta Setiawan.

f.

Kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam Keluarga Bencana.

g. Jenis kekerasan terselubung (molestation), yakni memegang atau menyentuh
bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan pelbagai cara dan kesempatan tanpa
kerelaan si pemilik tubuh.
h. Pelecehan seksual, yang dikategorikan menjadi:
1.) Menyampaikan lelucon jorok secara vulgar pada seseorang dengan cara yang
dirasakan sangat ofensif (serangan).
2.) Menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor.
3.) Mengintograsi seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksualnya atau
kehidupan pribadinya.
4.) Meminta imbalan seksual dalam rangka janji ntuk mendapatkan kerja atau
untuk mendapatkan promosi atau janji-janji lainnya.
5.) Menyentuh atau menyenggol bagian tubuh tanpa izin dari yang bersangkutan.34
Kekerasan terhadap perempuan adalah sebuah dilema dalam kehidupan karena
sampai saat ini belum dapat teratasi dengan baik, baik oleh individu itu sendiri (yang
mengalami), oleh lembaga agama, oleh aparat pemerintah, maupun oleh lembaga
sosial. Kekerasan sering terjadi pada kaum perempuan karena keberadaan kaum
perempuan dianggap sebelah mata dalam masyarakat yang menyebabkan perempuan
menjadi semakin lemah dan kurang diperhatikan eksistensinya.
Stendeur dan Stile, mengatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan terjadi
karena adanya konsep kepemilikan perempuan sebagai budak laki-laki (konsep
familia). Konsep familia mengasumsikan adanya kepemilikan laki-laki atas
perempuan dan anak-anaknya. Dimana laki-laki memiliki hak untuk mengatur,
menentukan apa yang baik untuk perempuan, dengan siapa perempuan boleh bergaul,
34

17-20.

Mansoer Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm

dan lain sebagainya. Ketika laki-laki melakukan kekerasan terhadap pasangannya,
asumsi kepemilikan tersebut terefleksi dengan jelas, dimana pihak luar sangat enggan
untuk ikut terlibat di dalamnya, disini laki-laki boleh dan mempunyai hak untuk
melakukan apa yang diinginkan. Sedangkan perempuan tidak diperkenankan. 35
Secara Harfiah, patriarki berarti kekuasaan dari bapak yang merupakan suatu
ideologi yang tidak hanya terdapat di dalam masyarakat, tetapi juga terdapat di dalam
lembaga keluarga. Keluarga merupakan satuan kecil masyarakat, yang di dalamnya
banyak tertanam nilai patriarki, dimana laki-laki ditempatkan dalam posisi penguasa
sedang perempuan dikuasai, tanpa disadari di dalam penerapan ini terdapat hierarki
antara keduanya, dimana laki-laki berada dalam posisi menguasai (superior),
sedangkan perempuan dinilai lemah sehingga ia dikuasai (inferior). Faktor utama
yang menyebabkan terjadinya budaya patriarki adalah faktor sejarah karena Negara
Indonesia adalah bekas Negara jajahan yang mewarisi budaya dari Negara penjajah,
salah satunya adalah budaya patriarki. 36
KDRT terjadi karena adanya mitos dan nilai yang mereka anggap sebagai
suatu kebenaran. Seperti yang terjadi pada masyarakat Jawa, menurut mereka bahwa
ada mitos yang menyatakan bahwa laki-laki dalam agama diperbolehkan memukul
istrinya dalam rangka mendidik istri. Padahal keyakinan tersebut tidaklah benar,
karena secara jelas agama melarang adanya tindak kekerasan antar manusia, apalagi
terhadap istrinya sendiri. Peringatan ini terdapat dalam QS. At-Tahriim ayat 6, yang
berbunyi :

      
      
        
35

Aroma Elmina Martha, Perempuan, Kekerasan, dan Hukum (Yogyakarta : UII Pres,2003), hlm 30-31.
Kamla Basin, Menggugat Patriarki Pengantar Tentang Persoalan Terhadap Dominasi Kaum
Perempuan. ( Jakarta: Yayasan Benteng Budaya, 1996), hlm 51.
36

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Selain itu, ada pula sebuah nilai bahwa urusan suami dan istri adalah urusan
rumah tangga masing-masing, sehingga sangat tabu jika pihak lain ikut masuk di
dalamnya.
Selain ketentuan hukum internasional, hukum juga nasional telah mengatur
kekerasan terhadap perempuan dalam lingkup rumah tangga yaitu UU No.23/2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UUPKDRT), diantaranya
yaitu Pasal 1 Ayat 1:
“Pengertian Kekerasan terhadap Rumah Tangga adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”

37

Perbuatan suami menyerang istri itu melanggar hukum. Seorang suami dapat
dijatuhkan ke pengadilan jika istri mengajukan tuntutan hukum akibat serangan atau
penganiayaan yang diterimanya. Berdasarkan kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) pelaku penganiaya dalam rumah tangga dapat dihukum, didenda atau
penjara. Hukuman penjara untuk kasus penganiayaan yang korbannya bukan kaum
keluarga berkisar antara 8 bulan–15 tahun. Sedangkan penganiayaan yang dilakukan
terhadap anggota keluarga (Bapak, Ibu, Istri atau anak) maka hukumannya ditambah
dengan sepertiga hukuman pasal penganiayaan lainnya. 38
37

YLBHI dan PSHK, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia: Panduan Anda Memahami dan
Menyelesaikan Masalah Hukum, Edisi 2006, (Jakarta: YLBHI, 2007), h. 119.
38
Farha Ciciek, Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga [Belajar dari Kehidupan
Rasulullah], (Jakarta: Lembaga Kajian Agama & Gender. 1999), h. 34

F. Metode Penelitian.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan yang bersifat
kualitatif, yaitu sebagai suatu penelitian yang menghasilkan gambaran berupa katakata atau lisan dari orang ataupun perilaku yang diamati sesuai yang diungkapkan
oleh Bodgan dan Tadler.39 Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Teologis
dan pendekatan Sosiologis. Pendekatan Teologis digunakan untuk memahami
bagaimana pandangan agama (Islam) terhadap adanya kasus Kekerasan Dalam
Rumah Tangga. Atau bagaimana pandangan agama berinteraksi dengan permasalahan
yang terjadi di dalam masyarakat. Keyakinan agama mampu menghasilkan
penghayatan dan tingkah laku keagamaan, memandu kesadaran penganut agama
dalam bertindak, berinteraksi dengan individu, dan kelompok sosial lainnya.40
Sedangkan pendekatan sosiologis digunakan untuk melihat bagaimana manusia
dengan lingkungan sekitarnya, bagaimana manusia memanusiakan manusia, dan
sebagainya.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara:
a. Wawancara.
Wawancara adalah suatu percakapan yang dilakukan untuk mengumpulkan
data tentang berbagai hal dari seseorang atau sekumpulan orang secara lisan dan
langsung. 41 Dalam metode ini penulis melakukan wawancara secara langsung dengan
melakukan tanya jawab pada beberapa narasumber atau informan. Informan dilakukan
secar spontanitas dimana perlunya wawancara yang pokok ditempuh untuk menggali
informasi dari informan.
b. Observasi.
39

Lexy J Moleong, MA. Metode Penelitian Kualitiatif. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002). Halaman

3.
40

Moh Soehadha, Metode Penelitian Sosiologi Agama (Kualitatif), Yogyakarta: SUKSES Offset.
Halaman 52.
41
Masri Singarimbuan dan Sofian Effendi. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES, 1985. Halaman
145.

Metode pengumpulan data secara pengamatan murni, adalah bentuk
pengamatan yang dilakukan oleh penulis dengan cara tidak melibatkan diri secara
langsung dan melibatkan diri secara langsung. Pengamatan secara terlibat, karena
penulis pernah berada di tempat kejadian adanya tindak kekerasan, posisi penulis
adalah sebagai saksi kasus kekerasan tersebut. Pengamatan yang tidak terlibat adalah
melakukan pengamatan dengan informan supaya mendapatkan data yang riil.
c. Analisis data.
Untuk memanfaatkan dan mengolah data yang banyak dan padat, penulis
menggunakan teknik analisis deskriptif, yaitu melakukan analisis terhadap data dan
menjabarkannya dengan menggunakan metode deskriptif-analisis yang bertujuan
untuk mendeskripsikan secara obyektif dan sistematis data-data yang telah ada supaya
data yang ada dapat divalidasi keabsahannya.42
G. Sistematika Pembahasan.
Untuk lebih mempermudah dalam memahami dan membahas permasalahan
yang diteliti, maka penulis membuat sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab Pertama, bab pertama adalah bab pendahuluan yang memaparkan tentang
latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan
penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan yang terakhir
adalah sistematika pembahasan.
Bab Kedua, merupakan bab yang berisi tentang monografi Kelurahan Desa
Sokanandi dan tempat terjadinya kasus.
Bab Ketiga, membahas tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi adanya
kasus KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).

42
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Halaman 64.

Bab keempat, membahas tentang fenomena dan pengaruh agama terhadap
konstruksi sosial KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang terjadi di Desa
Sokanandi, Banjarnegara.
Bab kelima, Bab ini berisi tent

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3