laporan asuhan keperawatan gerontik ata
LAPORAN PRAKTIK MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
GERONTIK PADA NY. L (56 tahun)
DI WISMA MAWAR PANTI WREDA HARAPAN IBU NGALIYAN
SEMARANG
Makalah Ini Digunakan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen
Asuhan Keperawatan Gerontik
Dosen Pembimbing :
Muhammad Mu’in, Sp.Kep.Kom
Disusun oleh :
Aditya Primahuda
22020112110023
Maria Rizky Paramudhita
22020112130037
Nur Khasanah
22020112130112
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang lansia merupakan orang yang sudah menginjak umur
diatas 65 tahun ke atas. Lansia bukan merupakan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari kehidupan manusia yang ditandai dengan
menurunnya fungsi tubuh untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
(Efendy, 2009). Usia lanjut usia dapat dikatakan sebagai usia emas karena
tidak semua orang bisa mencapai tahap ini (Maryam, 2008).
Indonesia merupakan negraka ke-4 dengan jumlah penduduk
terbesar di Dunia dengan jumlah penduduk mencapai 246,9 juta jiwa pada
tahun 2012. Indonesia termasuk negara berstruktur tua karena memiliki
jumlah penduduk lansia mencapai 7,56% (18,7 juta jiwa) di tahun 2012.
Berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk lansia laki-laki mencapai
6,9% dan penduduk lansia perempuan mencapai 8,2% di tahun 2012
(Pusat data dan Informasi Kementrian kesehatan RI 2013).
Ketika memasuki masa lansia, seseorang akan mengalami
perubahan fisiologis. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia bukan
merupakan proses patologis, melainkan proses secara alami. Perubahan ini
pada setiap orang tidaklah sama dan tergantung dari keadaan dalam
kehidupan seseorang. Proses Perubahan Fisiologis pada lansia dapat
menyebabkan gangguan kesehatan (Potter dan Perry, 2005).
Nyeri sendi merupakan salah satu masalah kesehatan yang dialami
lansia. Menurut Pusat data dan Informasi Kementrian kesehatan RI tahun
2013 menjelaskan bahwa keluhan kesehatan paling tinggi pada lansia salah
satunya adalah nyeri sendi akibat asam urat. Kadar asam urat yang tinggi
bisa masuk ke dalam organ tubuh salah satunya adalah sendi yang bisa
menyebabkan terjadinya nyeri sendi (Kertia, 2009).
Penjelasan di atas merupakan masalah yang terjadi pada lansia.
Masalah kesehatan tersebut sesuai dengan hasil pengkajian yang ada pada
Ny. L di Panti Wredha harapn Ibu Ngaliyan Kota Semarang. Peran
perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada
Ny.L. Selain itu perawat juga harus berkolaborasi dengan Tenaga medis
ataupun nonmedis lainnya untuk mempermudah dalam menjalankan
asuhan keperawatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan Asuhan Keperawatan pada Ny. L di Panti Wredha
Harapan Ibu Ngaliyan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Ny.L
b. Menentukan diagnosa keperawatan Pada Ny.L
c. Menyusun intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa yang ada
pada Ny. L
d. Mendokumentasikan implementasi pada Ny.L
e. Melakukan evaluasi keberhasilan asuhan keperawatan pada Ny. L
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman subyektif dan individual, karenanya
keluhan karakteristik nyeri klien harus d pertimbangkan dengan akurat
dan valid (Johnson, 2005). Nyeri adalah keadaan dimana individu
mengalami dan mengeluh adanya ketidaknyamanan berat atau sensasi
ketidaknyamanan (Tucker, 1998). Secara sederhana nyeri dapat
diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara
sensori maupun emosiaonal yang berhubungan dengan adanya suatu
kerusakan jaringan atau faktor lain sehingga individu mersa tersiksa,
menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis
dan lain-lain.
Definisi
keperawatan
tentang
nyeri
adalah
apapun
yang
menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang
ada kapanpun individu mengatakannya.Kebanyakan sensasi nyeri
adalah
akibat
dari
stimuli
fisik
dan
mental
atau
stimuli
emosional.Nyeri dibagi menjadi dua kategori dasar dari nyeri yang
secara umum meliputi nyeri akut dan nyeri kronis.
a. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya terjadi tiba-tiba dan umumnya
berkaitan dengan cidera spesifik.Nyeri akut mengindikasikan
bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi.Jika kerusakan tidak
lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan,
nyeri akut dapat berlangsung beberapa detik hingga enam
bulan.cidera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat
sembuh secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan.
Contoh pada kasus yang ringan jari yang tertusuk biasanya
sembuh dengan cepat, dengan nyeri yang hilang yang cepat,
barangkali
dalam
beberapa
detik
atau
beberapa
menit.Sedangkan pada contoh kasus yang berat, seperti fraktur
ekstermitas, pengobatan dibutuhkan dengan nyeri menurun
sejalan dengan penyembuhan tulang.
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang menetap sepanjang
periode
waktu.Nyeri
ini
berlangsung
di
luar
waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab atau cidera spesifik.Nyeri kronik
sulit untuk diobati karena nyeri ini tidak mempunyai respon
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri
kronik berlangsung lebih dari enam bulan sedangkan nyeri akut
berlangsung beberapa detik sampai kurang dari enam bulan.
Jenis nyeri ada yang bersifat tetap dan akut primer, walaupun
keduanya berlangsung lebih dari enam bulan, nyeri tersebut
bukan termasuk nyeri kronis melainkan nyeri akut yang dapat
dilihat dari sifat nyerinya.
Banyak orang menderita nyeri kronis setelah suatu cidera
atau proses penyakit hal ini diduga bahwa ujung-ujung syaraf
yang normalnya hanya mentransmisikan stimulus yang sangat
nyeri, mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri
sebagai stimulus yang sangat nyeri. Nyeri kronis dapat terjadi
pada kanker tetapi nyeri jenis ini biasanya mempunyai
penyebab yang dapat diidentifikasikan.Nyeri kanker sering
timbul akibat kompresi saraf perifer, atau meninges atau akibat
kerusakan pada struktur setelah suatu pembedahan, kemoterapi,
atau tindakan radiasi dan infiltrasi tumor.
2. Sensasi Nyeri
Meinhart dan McCaffery (1983) mendeskripsikan tiga fase
pengalaman nyeri: antisipasi, sensasi, dan akibat (aftermath).
a. Fase antisipasi
Terjadi sebelum mempersepsikan nyeri.Antisipasi terhadap
nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan
upaya untuk menghilangkannya.
b. Fase Sensasi Nyeri
Sensasi nyeri adalah gerakan tubuh yang khas dan ekspresi
wajah yang mengidentikasikan nyeri yang terjadi ketika merasakan
nyeri.Sensasi nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang
bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok dan
ekspresi wajah yang menyeringai. Individu bereaksi terhadap nyeri
dengan cara yang berbeda-beda..Tingkat keparahan nyeri yang
lebih tinggi dan durasi yang lebih lama bergantung pada sikap,
motivasi, dan nilai yang diyakini seseorang.
Saat awitan nyeri akut, denyut jantung tekanan darah dan
frekuensi pernapasan meningkat.Perubahan tanda-tanda vital
merupakan
hal
yang
bermakna,
tetapi
perawat
harus
mempertimbangkan semua tanda dan gejala sebelum menetapkan
bahwa nyeri merupakan penyebab segala perubahan tersebut,
misalnya, seorang klien yang sangat cemas juga mengalami
frekuensi napas dan denyut jantung.Klien dapat mengalami
kesulitan dalam melakukan tidakan higiene normal.Nyeri dapat
sangat
melemahkan
sehingga
klien
terlalu
lelah
untuk
bersosialisasi.
Perawat mengkaji kata-kata yang diucapkan, respon vokal,
gerakan wajah dan tubuh, serta interaksi sosial.Merintih,
mendengkur dan menangis merupakan contoh vokalisasi yang
digunakan untuk mengekspresikan nyeri.Ekspresi wajah atau
gerakan tubuh yang bahkan tidak terlalu terlihat seringkali lebih
menunjukkan karakteristik nyeri dari pada pertanyaan yang akurat.
Misalnya klien mungkin meringis atau mengguling ke kiri dan ke
kanan dan akan kembali pada interval waktu yang teratur.
Seorang klien mungkin menangis atau mengaduh, gelisah,
atau sering memanggil perawat. Perawat dengan segera akan
belajar mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat
harus bersedia mendengarkan dan harus memahami klien, hal ini
dikarenakan
bahwa
banyak
klien
yang
tidak
mampu
mengungkapkan secara verbal mengenai ketidaknyamanan (tidak
mampu berkomunikasi).
Namun kurangnya ekspresi nyeri, seperti seorang bayi atau
klien yang tidak sadar, disorientasi atau bingung, afasia, atau yang
berbicara dengan bahasa asing tidak mampu menjelaskan nyeri
yang di alaminya, bukan berarti bahwa klien tidak mengalami
nyeri. Kecuali klien tidak bereaksi secara terbuka terhadap nyeri,
akan sulit menentukan sifat dan tingkat ketidaknyamanan yang
klien rasakan. Maka sangatlah penting bagi perawat untuk bersikap
waspada terhadap prilaku klien yang mengindikasikan nyeri.
Perawat membantu klien untuk mengkomunikasikan respons nyeri
secara efektif. Pengetahuan tentang penyakit atau suatu gangguan
membantu
perawat
mengantisipasi
nyeri
klien.
Perawat
menanyakan klien apakah nyeri mengganaggu tidurnya.
c. Fase akibat (aftermath)
Pada fase ini nyeri terjadi ketika nyeri berkurang atau
berhenti.Jika klien mnegalami serangkaian episode nyeri yang
berulang, maka respons akibat (aftermath) dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat membantu klien memperoleh
kontrol dan harga diri untuk meminimalkan rasa takut akan
kemungkinan pengalaman nyeri.
3. Persepsi Nyeri
Persepsi
merupakan
titik
kesadaran
seseorang
terhadap
nyeri.Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medula spinalis ke
Thalamus dan otak tengah.Dari thalamus, serabut menstransmisikan
kesan nyeri keberbagai area otak, termasuk korstek sensori dan kortek
asosiasi (di kedua lobus parietalis), lobus frontalis dan sistem
limbik.Ada sel-sel didalam sistem limbik yang diyakini mengontrol
emosi, khususnya untuk ansietas.Dengan demikian, sistem limbik
berperan aktif dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah
transmisi saraf berakhir didalam pusat otak yang lebih tinggi, maka
individu akan mempersepsikan sensasi nyeri.
Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi
reaksi
yang
berinteraksi
kompleks.
dengan
Faktor-faktor
faktor-faktor
fisiologis
dan
kognitif
neurofisiologis
dalam
mempersepsikan nyeri.Meinhart dan McCaffery (1983) menjelaskan
tiga sistem interaksi persepsi nyeri sebagai sensori deskriminatif,
motivasi afektif, dan kognitif evaluatif. Persepsi menyadarkan individu
dan mengartikan nyeri itu sehingga individu dapat bereaksi (Potter &
Perry,2005).
Tingkat persepsi nyeri tidak konstan misalnya ambang rangsang
nyeri seperti reaksi terhadap nyeri berubah secara signifikan dalam
berbagai keadaan. Komponen fisiologik dalam persepsi nyeri dan
reaksi nyeri terdiri atas komponen kognitif, emosional, dan faktor
simbolik.Ambang reaksi nyeri secara signifikan berubah oleh
pengalaman masa lalu dan tingkat ansietas yang dirasakan sekarang
serta status emosionalnya.
Bertujuan mengurangi ansietas pasien dan dengan demikian pasien
dapat memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai keluhan
utamanya dan dapat bekerjasama dengan baik dalam perawatannya,
maka yang harus di lakukan perawat adalah :
a. Membangun dan mempertahankan kontrol terhadap situasi
b. Membangkitkan kepercayaan pasien
c. Memberikan atensi dan simpati pada pasien.
d. Memperlakukan pasien sebagai seorang individu yang penting.
Melalui penanganan yang baik dari komponen-komponen nyeri
ini, persepsi nyeri, dan ambang reaksi nyeri akan meningkat
secara signifikansehingga akan banyak memudahkan prosedur
perawatannya (Walton,2008).
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Nyeri
a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi
nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Anak yang masih
kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang
dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri.Anak-anak kecil yang
belum dapat mengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan
untuk mengucapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri pada
orang tua atau petugas kesehatan.Secara kognitif, anak-anak todler
dan pra sekolah tidak mampu mengingat penjelasan tentang nyeri
atau mengasosiakan nyeri sebagai pengalaman yang terjadi di
berbagai situasi. Dengan memikirkan pertimbangan perkembangan
ini perawat harus mengadaptasi pendekatan yang dilakukan dalam
upaya mencari cara untuk mengkaji nyeri yang dirasakan anakanak.
Pada lansia yang mengalami nyeri, perlu dialkukan
pengkajian, diagnosis dan penatalaksaan secara agresif.Namun,
lansia memiliki resiko tinggi mengalami situasi-situasi yang
membuat mereka merasakan nyeri. Kemampuan klien lansia untuk
menginterpretasi nyeri dapat mengalami komplikaasi dengan
keberadaan berbagai penyakit disertai gejala samar-samar yang
mungkin mengenai bagian tubuh yang sama. Apabila klien lansia
ini memiliki sumber nyeri lebih dari satu maka perawat harus
mengumpulakan pengkajian yang rinci.
b. Jenis kelamin
Secara umum, tidak ada perbedaan antara pria dan wanita
dalam merespon nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi
jenis kelamin misalnya seorang anak laki-laki harus berani dan
tidak boleh menangis sedangkan anak perempuan boleh menangis
dalam situasi yang sama. Toleransi nyeri, sejak lama sudah
menjadi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita.
c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang
diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini
meliputi
bagaimana
individu
bereaksi
terhadap
nyeri.Ada
perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri di
berbagai kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang nyeri dari
segi makna budaya akan membantu perawat dalam merancang
asuhan keperawatan yang relevan untuk klien.
d. Makna Nyeri
Makna
seseorang
yang
dikaitkan
dengan
nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seorang beradaptasi
terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan dengan latar belakang
budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri
dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan
ancaman, suatu kehilangan hukuman dan tantangan. Derajat dan
kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan
makna nyeri.
b. Perhatian
Fokus perhatian klien pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun. Dengan memfokuskan
perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, maka
perawat menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer.
Biasanya, hal ini meyebabkan toleransi nyeri individu yang
meningkat khususnya terhadap nyeri yang berlebihan hanya selama
waktu pengaihan.
c. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi
nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas.Individu
yang sehat secara emosional biasanya lebih mampu mentoleransi
nyeri sedang hingga berat darpada individu yang memiliki status
emosional yang kurang stabil.Apabila rasa cemas tidak memdapat
perhatian di dalam suatu lingkungan berteknologi tinggi, maka rasa
cemas tersebut dapat menimbulkan masalah penatalaksaan nyeri
yang
serius.Nyeri
yang
tidak
kunjung
hilang
seringkali
menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian.
d. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri.Rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping.Hal ini dapat menjadi masalah utama pada
setiap
individu
yang
menderita
penyakit
dalam
jangka
lama.Apabila keletihan disertai kesulitan tidur maka persepsi nyeri
dapat terasa lebih berat lagi.
e. Pengalaman Sebelumnya
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa
individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada
masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering
mengalami seangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau
menderita nyeri yang berat.Maka ansietas atau rasa takut dapat
muncul. Sebaliknya apabila individu mengalami nyeri dengan jenis
yang sama berulang-ulang, kemudia nyeri tersebut akan berhasil
dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk
menginterpretasikan sensasi nyeri sehingga klien akan lebih siap
untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
menghilangkan nyeri.
f. Gaya koping
Gaya koping mempengaruhi kemampuan individu untuk
mengatasi nyeri.Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik
sebagian maupun keseluruhan. Klien seringkali menemukan
berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik
dan psikologis nyeri. Penting untuk memahami sumber-sumber
koping selama klien mengalami nyeri.Sumber-sumber seperti
berkomunikasi dengan keluarga pendukung, melakukan latihan,
atau menyanyi dapat digunakan dalam rencana asuhan keperawatan
dalam upaya mendukung klien dan mengurangi nyeri sampai
tingkat tertentu.
g. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor yang bermakna dalam mempengaruhi respons nyeri
adalah kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap
mereka terhadap klien.Individu yang mengalami nyeri seringkali
bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk
memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan.Apabila tidak
ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri membuat
klien semakin tertekan. Kehadiran orang tua sangat penting bagi
anak-anak yang sedang mengalami nyeri.
5. Karakteristik Nyeri
Karakteristik nyeri termasuk letak (dimana nyeri pada berbagai
organ mungkin merupakan alih), durasi (meliputi menit, jam, hari,
bulan, dsb), irama (misalnya terus-menerus, hilang dan timbul, periode
bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan nyeri) dan
kualitas (misalnya nyeri seperti ditusuk, seperti dibakar, sakit, nyeri
seperti digencet).
Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronik:
Karakteristik
Tujuan
Nyeri akut
Nyeri kronik
Memperingatkan adanya Tidak ada
cidera atau masalah
Awitan
Mendadak
Terus-menerus
dan
intermiten
Intensitas
Ringan sampai berat
Ringan sampai berat
Durasi
< 6 bulan
> 6 bulan
Respon Otonom
a. Konsisten
dengan
respons stres simpatis
b. Frekuensi
Tidak
ada
respon
jantung otonom
meningkat
c. Volume
sekuncup
meningkat
d. Tekanan
darah
meningkat
e. Dilatasi
pupil
meningkat
f. Tegangan
otot
meningkat
g. Motilitas
Komponen
Psikologis
Respons lainnya
gastrointestinal
dan
menurun
h. Aliran saliva menurun
Depresi, mudah marah,
menarik
Cemas
terganggu,
diri,
tidur
libido
menurun, nafsu makan
Contoh
menurun
Nyeri kanker, arthritis
Nyeri bedah, trauma
6. Fungsi Tubuh Terganggu Karena Nyeri Pada Lansia
Lansia dapat merasakan sakit sebagai bagian dari proses penuaan,
mengalami penurunan sensasi atau persepsi rasa sakit, Kelesuan,
anoreksia, dan kelelahan dapat menjadi indikator rasa sakit. Lansia
akan menahan keluhan sakit karena takut pengobatan, dapat
menjelaskan rasa sakit dengan cara yang berbeda dari gatal, nyeri, atau
tidak nyaman. Lansia dapat mengakui atau menunjukkan bahwa rasa
sakit adalah sesuatu yang tidak dapat diterima.
Kolagen dan elastin yang merupakan jaringan ikat pada jaringan
penghubung perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan
penuaan. Hal ini menyebabkan penurunan fleksibilitas dalam
kebangkitan, orang tua memberi kepada dampak nyeri, penurunan
kemampuan untuk meningkatkan kekakuan otot, kesulitan bergerak
dari duduk ke berdiri, jongkok, dan berjalan, dan hambatan dalam
melakukan kegiatan sehari-hari mereka. Tulang rawan,tulang rawan
pada persendian menjadi lunak dan memiliki granulasi dan akhirnya
permukaan sendi menjadi rata. Perubahan ini sering terjadi dalam
tubuh leverage baret besarsensi. Sebagai hasil dari perubahan itu
mudah untuk menjadi sendi meradang, kekakuan, nyeri, gerak terbatas,
dan gangguan aktivitas sehari-hari. Tulang, jaringan kehilangan dan
ukuran tulang secara keseluruhan menyebabkan kekuatan dan
kekakuan tulang menurun, efeknya adalah osteoporosis yang
menyebabkan rasa sakit, cacat, dan patah tulang. Sendi kehilangan
fleksibilitas sehingga penurunan luas dalam gerakan bersama.
Beberapa kelainanyang terjadi pada lansia sensi meliputi osteoartritis,
artritis reumatid, gout, dan pseudogout yang menyebabkan gangguan
dalam bentuk pembengkakan kekakuan,,nyeri sendi, keterbatasan luas
gerak sendi, gangguan jalan.
7. Pengkajian Nyeri dengan Teknik PQRST
a. P (Provoking Incident)
Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri.
Apakah nyeri berkurang apabila beristirahat, apakah nyeri
bertambah berat bila beraktivitas (aggravation), faktor–faktor yang
dapat menyebabkan nyeri (misalnya gerakan, kurang bergerak,
pengerahan tenaga, istirahat, obat – obat bebas, dsb), dan apa yang
dipercaya klien dapat membantu mengatasi nyerinya.
b. Q (Quality or Quantity of Pain)
Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien, apakah seperti terbakar, berdenyut, tajam atau menusuk.
c. R (Region, Radiation,Relief)
Dimana lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan tepat oleh
klien, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. Tekanan pada saraf atau
akar sraf akan memberikan di dalam nyeri yang disebut radiating
pain misalnya pada skiatika dimana nyeri menjalar mulai dari
bokong sampai anggota gerak bawah sesuai dengan distribusi
saraf. Nyeri lain yang disebut nyeri kiriman atau referred pain
adalah nyeri pada suatu tempat yang sebenarnya akibat kelainan
dari tempat lain misalnya nyeri lutut akibat kelainan pada sendi
punggung.
d. S (Severity/Scale of Pain)
Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri deskriptif (tidak ada nyeri, nyeri ringan,
nyeri sedang, nyeri berat, nyeri tak tertahankan) dan klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit memperngaruhi kemampuan
fungsinya terhadap aktifitas kehidupan sehari–hari (misalnya tidur,
nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan
fisik, bekerja, dan aktifitas – aktifitas santai).Nyeri akut sering
berkaitan dengan cemas dan nyeri kronis dengan depresi.
e. T (Time)
Berapa lama nyeri berlangsung (bersifat akut atau kronis),
kapan, apakah ada waktu – waktu tertentu yang menambah rasa
nyeri.
Lansia merupakan tahapan akhir dalam kehidupan manusia (Budi
Anna Keliat, 1999 dalam R.Siti Maryam dkk, 2008). Menurut UU
no 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, lansia adalah
seseorang yang memiliki usia lebih dari 60 tahun. Menurut WHO,
terdapat 3 kategori lansia yaitu elderly (seseorang yang memiliki
usia 60-74 tahun), old (seseorang yang memiliki usia 75-89 tahun).
Pengkajian nyeri yang perlu dilakukan pada lansia adalah Riwayat
penyakit dan pemeriksaan fisik, dengan berfokus pada bagian yang
mengalami nyeri, Review lokasi nyeri, intensitas nyeri, dan faktir
yang meringankan atau memperberat nyeri dan efek nyeri terhadap
mood atau tidur, Pengkajian fungsi kognitif, Pengkajian ADL
pasien, pengkajian keseimbangan dan gaya berjalan.
8. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik
b. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan jaringan
9. Intervensi
a. Farmakoterapi
Farmakoterapi selalu menjadi pilihan utama dalam mengatasi
nyeri yang dirasakan oleh lansia. Obat-obatan yang umumnya
digunakan meliputi NSAID’s, relaksasi otot, opioid, dan terapi
adjuvant lainnya.
b. Dukungan psikologis
Nyeri merupakan respon emosi dan sensori yang komplek
sehinhha intervensi psikologis juga di perlukan. Strategi koping
terhadap
nyeri
yang
dapat
dilakukan
terhadap
lansia
diantaranya relaksasi, doa, terapi napas dalam, distraksi, dan
teknik diversi atensi.
c. Rehabilitasu fisik
Aspek rehabilitasi membantu lansia dengan nyeri hidup
mandiri dan memiliki aspek fungsional yang baik. Rehabilitas
yang dapat diberikan pada lansia meliputi adaptasi terhadap
penurunan fungsi fisik, sosial, dan psikologis
10. Intervensi Keperawatan
Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
d.
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
e. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
f. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
g.
Kolaburasi dengan dokter untuk pemebrian analgetik untuk
mengurangi nyeri
h.
Monitor tanda-tanda Vital
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Umum
Nama lansia
: Ny. L
Usia
: 56 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Jenis kelamin
: Perempuan
Nama wisma
: Panti Wreda Harapan Ibu
Pendidikan
: SD
Riwayat pekerjaan
: Karyawan swasta
Status perkawinan
: Janda
Pengasuh wisma
: Ny. R
2. Alasan Berada di Panti
Klien berkata, “Pengene ya dirumah, tapi kan anak pada ndak
dirumah, kerja, trus lali ora ngurusi wong tuo. Trus saya minta pak
RT ben dibawa kesini mbak” (Kepinginnya ya dirumah, tapi kan anak
pada tidak dirumah, kerja trus lupa tidak mengurus orang tua. Terus
saya meminta ke ak RT untuk dibawa ke panti ini)
Klien merasa tidak ada yang menemani ataupun merawatnya saat
berada dirumah, karena anak-anaknya selalu sibuk dengan pekerjaan
masing-masing
3. Dimensi Biofisik
a. Riwayat penyakit
Klien berkata, “Sikilku iki sok linu-linu ngono kuwi mbak kalo
kecapekan, seringe nek hawane atis iku linune kroso loro banget
koyo udun cekot-cekot kae”(Kaki saya ini kadang terasa nyeri gitu
mbak kalau terlalu capek, biasanya kalau cuaca dingin itu nyerinya
terasa sakit sekali seperti sakit bisul yang tertusuk-tusuk).
Menurut keterangan klien, klien sering merasakan pegal-pegal
pada kaki, tangan, dan pinggangnya jika terlalu lelah saat
beraktivitas dan cuaca dingin.
P
: udara dingin dan kecapekan
Q
: seperti ditusuk-tusuk
R
: patella dextra dan sinistra
S
:5
T
: kadang-kadang
Klien berkata, “Dulu pernah berobat, trus jarene ndak boleh
makan tahu, tempe, bayem, kangkung” (Dulu pernah berobat, lalu
katanya
tidak
boleh
mengkonsumsi
tahu,
tempe,
bayam,
kangkung).
Klien pernah berobat di suatu klinik, dan hasil dari pemeriksaan
ternyata klien terkena asam urat.
b. Riwayat penyakit keluarga
Klien berkata, “Bapakku dulu kena hipertensi”
Menurut keterangan klien, ayah klien memiliki riwayat hipertensi
c. Riwayat pencegahan penyakit
1) Riwayat monitoring tekanan darah
Klien berkata, “Biasanya sok diukur kae seminggu dua kali
mbak, tapi ya ndak mesti” (Biasanya sering diukur itu
seminggu dua kali mbak, tapi ya tidak pasti)
Menurut keterangan klien, setiap seminggu dua kali klien
diperiksa tekanan darahnya oleh petugas panti
2) Riwayat vaksinasi
Selama berada di panti, klien tidak mendapatkan vaksinasi
3) Skrining kesehatan yang dilakukan
Setiap hari pasien dilakukan pemeriksaan tekanan darah
Tanggal 19 Oktober 2015 110/80 mmHg
Tanggal 20 Oktober 2015 100/90 mmHg
Tanggal 21 Oktober 2015 120/80 mmHg
d. Status gizi
BB : 62 kg
Tinggi lutut 43 cm
TB : 84,88 - (0,24 x usia dalam th) + (1,83 x tinggi lutut dalam cm)
: 84,88 - (0,24 x 56 th) + (1,83 x 43 cm)
: 84,88 - (13,44) + (78,69)
: 150,13 cm
IMT : 62/(1,5)2
: 27, 55 (lebih dari rentang normal)
e. Masalah kesehatan terkait status gizi
1) Masalah pada mulut
Kondisi gigi klien banyak yang mengalami karies dan sudah
banyak yang tanggal/copot
2) Perubahan berat badan
Klien berkata, “Lho padahal dulu berat badanku 60an lho
mbak, sekarang 62 ya? munggah berarti” (Padahal dulu berat
badan saya 60 mbak, sekarang 62 ya? Naik berarti)
3) Masalah nutrisi
Klien mengalami masalah kelebihan nutrisi dari kebutuhan
tubuh, dilihat dari hasil pengukuran IMT yang menunjukkan
nilai 27,55.
Klien terkadang merasa makanan yang disediakan oleh pihak
panti itu tidak bergizi, sehingga menyebabkan kondisinya
kadang lemah
f. Masalah kesehatan yang dialami saat ini
Klien berkata, “Sikilku iki sok linu-linu ngono kuwi mbak kalo
kecapekan, seringe nek hawane atis iku linune kroso loro banget
koyo udun cekot-cekot kae”(Kaki saya ini kadang terasa nyeri gitu
mbak kalau terlalu capek, biasanya kalau cuaca dingin itu nyerinya
terasa sakit sekali seperti sakit bisul yang tertusuk-tusuk)
Klien sering merasa pegal-pegal pada kaki, tangan dan pinggannya.
g. Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini
Klien berkata “Nek pegel atau linu iku yo tak ombeni jamu mbak”
(Kalo terasa nyeri ya saya minumi jamu mbak)
h. Tindakan spesifik yang dilakukan saat ini
Tidak ada tindakan spesifik yang dilakukan dalam mengatasi
masalah pada klien
i. Status fungsional (AKS)
Kegiatan
Mandi
Mandiri
1
Tergantung
Pernyataan
Ny. L dapat mandi secara
mandiri
Berpakaian
1
Ny. L dapat berpakaian secara
mandiri
Ke toilet
1
Ny. L dapat pergi ke toilet
secara mandiri tanpa bantuan
Berpindah
1
Ny. L dapat berpindah secara
mandiri tanpa bantuan alat
bantu
Kontinensia
1
Ny.
L
dapat
mengontrol
keinginan untuk berkemih dan
BAB
Makan
1
Ny. L dapat makan secara
mandiri
Nilai indeks AKS adalah 5 yang menandakan klien dapat melakukan
aktivitas sehari-hari secara mandiri.
j. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
1) Mobilisasi
Klien masih mampu berjalan dengan kedua kakinya, klien
mampu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain secara
mandiri dan tanpa menggunakan alat bantu.
2) Berpakaian
Klien dapat mengenakan pakaiannya secara mandiri
3) Makan dan minum
Klien makan dan minum secara teratur, jika terkadang klien
tidak selera dengan menu makanannya, klien hanya makan
makanan ringan (roti)
4) Toileting
Klien mampu melakukan BAK/BAB di kamar mandi secara
mandiri
5) Personal higiene
Klien mandi secara teratur, gosok gigi 2x sehari, mencuci
rambut setiap rambut sudah lepek, kulit nampak bersih, kuku
agak sedikit panjang namun bersih, mencuci baju sendiri
6) Mandi
Klien mandi 2x sehari secara mandiri di kamar mandi
4. Dimensi Psikologi
a. Status kognitif
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Jawaban
Betul
Salah
Pertanyaan
Tanggal berapa hari ini ?
Hari apakah hari ini?
Apakah nama tempat ini?
Berapa no telepon rumah anda?
Berapa usia anda?
Kapan anda lahir?
Siapakah nama presiden sekarang?
Siapakah nama presiden sebelumnya?
√
√
√
√
√
√
√
√
9.
10
Siapakah nama ibu anda?
5+6 adalah
√
√
Skor SPMSQ
Jumlah kesalahan 1
Status kognitif klien : baik
b. Perubahan yang timbul terkait status kognitif
Dari hasil pengukuran status kogniti menggunakan SPMSQ,
didapatkan hasil bahwa status kogniti klien tergolong masih baik,
karena hanya terdapat satu pertanyaan yang dijawab salah. Tidak
nampak adanya perubahan terkait status kognitif klien
c. Dampak yang timbul terkait status kognitif
Tidak ada dampak yang timbul terkait status kognitif klien karena
status kognitif klien tergolong baik
d. Status depresi
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pertanyaan
Apakah pada dasarnya anda puas
dengan kehidupan anda?
Sudahkah anda meninggalkan aktivitas
dan minat anda?
Apakah anda merasa bahwa hidup anda
kosong?
Apakah anda sering bosan?
Apakah anda mempunyai semangat
setiap waktu?
Apakah anda takut sesuatu akan terjadi
pada anda?
Apakah anda merasa bahagia disetiap
8.
waktu?
Apakah anda merasa jenuh?
Apakah anda lebih suka tinggal
9.
dirumah pada malam hari, daripada
Jawaban
Jawaban
Poin
klien
Tidak
Ya
0
Ya
Tidak
0
Ya
Tidak
0
Ya
Ya
1
Tidak
Ya
0
Ya
Tidak
0
Tidak
Ya
0
Ya
Tidak
0
Ya
Ya
1
Ya
Tidak
0
Tidak
Ya
0
pergi melakukan sesuatu yang baru?
Apakah anda merasa bahwa anda lebih
10.
11.
banyak mengalami masalah dengan
ingatan anda daripada yang lainnya?
Apakah anda berfikir sangat
menyenangkan hidup sekarang ini?
12.
13.
14.
15.
Apakah anda merasa tidak berguna saat
ini?
Apakah anda merasa penuh berenergi
saat ini?
Apakah anda saat ini sudah tidak ada
harapan lagi?
Apakah anda berfikir banyak orang
yang lebih baik dari anda?
Ya
Tidak
0
Tidak
Ya
0
Ya
Tidak
0
Ya
Tidak
0
Skor GDS
Jawaban yang cocok 2
Klien tidak mengalami depresi
e. Perubahan yang timbul terkait status depresi
Dari hasil pengukuran status deperesi menggunakan GDS,
didapatkan hasil bahwa jawaban dari klien yang cocok dengan
kuisioner sebanyak 2 pertanyaan. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa klien tidak mengalami depresi
f. Dampak yang timbul terkait status depresi
Tidak ada dampak yang timbul terkait status depresi pada klien
g. Keadaan emosi
1) Ansietas
Klien berkata, “Ya disini udah nyaman mbak, walaupun
kadang ya kangen rumah. Tapi aku ndak takut kalo sewaktuwaktu dipundut Gusti, udah ikhlas” (Ya disini sudah nyaman
mbak, walaupun kadang kangen rumah. Tapi saya tidak takut
kalo sewaktu-waktu di panggil Tuhan, sudah ikhlas)
2) Perubahan perilaku
Klien berkata, “Ya kadang ngerasa sepi, sedih kalo inget
keluarga dirumah, paling saya diluar liat motor yang lewat
kalo ndak ya ndondomi klo ada baju yang sobek” (Ya
terkadang merasa sepi, sedih kalau ingat keluarga dirumah,
paling saya diluar liat motor yang lewat kalau tidak ya menjahit
kalau ada baju yang sobek)
Klien berkata , “Ya bosen mbak, tapi ya mau gimana lagi?
Hehe”
Saat klien merasa kesepian, klien melakukan kegiatan apa saja
yang dapat mengisi kekosongan waktu, terkadang klien juga
duduk didepan panti untuk melihat kendaraan yang melintas
3) Mood
Klien tampak nyaman berada di panti. Klien ketika diajak
berbicara kooperatif, banyak bercerita tentang kisahnya. Klien
terlihat selalu bersama kakaknya
5. Dimensi Fisik
a. Luas wisma
Luas Panti Wreda Harapan Ibu ± 3876 m2
b. Keadaan lingkungan di dalam panti
1) Penerangan
Didalam panti terdapat pencahayaan yang terang yang berasal
dari lampu yang terpasang, terdiri dari 7 lampu. Ketika siang
hari lampu dimatikan. Kondisi pencahayaan matahari juga
baik, karena terdapat banyak jendela dan ventilasi yang
memungkinkan cahaya matahari masuk kedalam ruangan dan
pertukaran udara yang lancar
2) Kebersihan dan kerapian
Setiap hari lantai selalu di sapu oleh petugas. Namun, kondisi
kebersihan di panti dirasa masih kurang dibeberapa titik
ruangan didalam panti. Beberapa bagian lantai nampak masih
kotor. Penataan barang didalam panti lumayan teratur, hanya
saja terkadang disekitar tempat tidur para lansia masih terdapat
banyak barang yang berserakan dan tidak tertata rapi. Para
lansia menata tempat tidur secara mandiri
3) Pemisahan ruangan antara pria dan wanita
Lansia wanita dibagi dan tinggal dalam dua kamar. Pemisahan
ruang antara pria dan wanita dipisah dengan tembok dan lansia
pria tinggal di wisma bagian belakang
4) Sirkulasi udara
Di panti terdapat banyak jendela dan ventilasi untuk pertukaran
udara sebanyak 64 buah.. Jendela dan pintu dibuka saat pagi
dan ditutup saat malam, jeda waktu ini memaksimalkan
terjadinya pertukaran udara yang baik
5) Keamanan
Kondisi lantai di panti jarang ditemukan dalam kondisi licin,
hanya saja ada beberapa bagian yang kotor karena bekas air
yang tidak di lap lalu diinjak. Tidak ada pegangan untuk
dijadikan pengaman. Jika tidak ditemukan alarm atau alat yang
dapat digunakan jika lansia dalam bahaya
6) Sumber air minum
Air bersumber dari kemasan galon isi ulang. Kualitas air baik,
jernih.
Pengelolaan
air
untuk
kebutuhan
sehari-hari
menggunakan air sumur artetis, jarak antar kamar dengan WC ±
10 m
7) Ruang berkumpul bersama
Di dalam panti terdapat satu ruangan yang digunakan untuk
berkumpul para lansia. Di ruangan tersebut dilengkapi dengan
televisi, VCD yang dapat digunakan untuk memutar musik.
Kondisi ruangannya luas dan bersih
c. Keadaan lingkungan di luar wisma
1) Pemanfaatan halaman
Kondisi halaman di sekitar panti cenderung lebih gersang.
Jarang ditemukan tanaman atau pepohonan yang dapat
menimbulkan suasana hijau
2) Pembuangan air limbah
Terdapat saluran irigasi yang langsung menuju ke sungai,
sehingga tidak ada genangan air
3) Pembuangan sampah
Jenis pembuangan sampah adalah sampah rumah tangga.
Pembuangan sampah tidak dipisah antara organik dan nonoraganik. Sampah kering di bakar di halaman bagian samping
kiri. Jarak tempat pembuangan sampah ± 100 m
4) Sanitasi
Lingkungan wisma setiap pagi dibersihkan dengan disapu dan
dipel dengan menggunakan cairan disinfektan, pakaian kotor
dicuci oleh penghuni wisma yang bisa melakukan. Air yang
digunakan untuk kebutuhan MCK adalah air sumur.
5) Sumber pencemaran
Halaman samping kiri terkadang dijadikan tempat pembakaran
sehingga menimbulkan polusi asap. Lingkungan berada
dipinggir jalan raya, resiko polusi udara dan suara akibat
kendaraan bermotor
6. Dimensi Sosial
a. Hubungan antar lansia didalam wisma
Hubungan klien dengan lansia yang lain didalam panti terjalin
dengan baik. Klien sering berkomunikasi dengan lansia yang lain,
terkadang juga saling membantu satu sama lain
b. Hubungan antar lansia diluar wisma
Hubungan klien dengan lansia yang lain jika diluar panti juga
terjalin dengan baik
c. Hubungan lansia dengan anggota keluarga
Klien jarang berkomunikasi dengan pihak keluarga. Hanya
seminggu sekali terkadang anak-anaknya menjenguk klien ke
panti, itupun juga dalam waktu yang singkat
d. Hubungan lansia dengan pengasuh wisma
Hubungan klien dengan pengasuh panti juga terjalin dengan baik.
Terkadang klien membantu pengasuh panti dalam merawat lansia
yang lain (seperti mencucikan tempat makan dan minum dari
lansia yang lain)
e. Kegiatan organisasi sosial
Klien nampak selalu ikut aktif pada semua kegiatan di panti
7. Dimensi Tingkah Laku
a. Pola makan
Klien makan 3x dalam sehari, porsi makan cukup sesuai aturan di
dalam panti, terkadang mengalami kesulitan saat mengunyah
makanan karena kondisi gigi yang tanggal. Jika klien tidak suka
dengan menu makanan yang disediakan, terkadang klien membeli
makanan diluar jika memiliki uang simpanan, namun jika tidak
memiliki uang, klien hanya minum dan makan roti
b. Pola tidur
Jam tidur klien jika siang hari dari pukul 12.45-15.00 WIB dan
malam hari pukul 22.00-03.00 WIB, lama tidur siang ±2-3 jam dan
tidur malam ±4-6 jam, klien bangun di tengah tidur jika merasa
ingin BAK, kualitas tidur nyenyak
c. Pola eliminasi
Klien BAK ±5-6x/hari dan BAB 1x/hari
d. Kebiasaan buruk lansia
Jika dimalah hari klien merasa gerah, klien akan mandi
e. Pelaksanaan pengobatan
Berdasarkan hasil pengkajian, setiap sebulan sekali ada posyandu
lansia yang dilakukan oleh puskesmas pembantu. Jika ada lansia
yang mempunyai tekanan darah tinggi, gatal-gatal atau sakit ringan
lainnya, maka diberi obat yang sudah disediakan di panti.
f. Kegiatan olahraga
Setiap hari jumat klien mengikuti kegiatan senam yang diadakan
oleh pihak panti
g. Rekreasi
Bentuk rekreasi klien yaitu dengan berbincang dengan lansia yang
lain, menonton tv, duduk didepan panti dan terkadang jika pihak
keluarga membawa klien untuk menjenguk kondisi rumah
h. Pengambilan keputusan
Pengambil keputusan dilakukan oleh klien dan pengasuh panti
8. Dimensi Sistem Kesehatan
a. Perilaku mencari pelayanan kesehatan
Jika klien merasa kurang enak badan, hanya dipakai untuk istirahat
saja. Namun jika dirasa sudah tidak kuat, klien melaporkan
kondisinya pada petugas panti
b. Sistem pelayanan kesehatan
Panti terkadang didatangi oleh pihak Puskesmas untuk memeriksa
kondisi para lansia sebulan sekali. Dilakukan pemeriksaan dan
pemberian vitamin secara teratur. Selain itu, setiap seminggu dua
kali, dilakukan pengukuran tekanan darah kepada para lansia
c. Pemeriksaan fisik
No Bagian/region
1
Kepala
Hasil pemeriksaan
Masalah keperawatan
yang muncul
Tidak ada
Inspeksi :
Bentuk kepala klien mesochepal,
warna rambut hitam bercampur
putih,
penyebaran
rambut
merata, kulit rambut bersih,
tidak ada lesi pada kulit kepala
Palpasi :
Tidak ada nyeri atau benjolan
2
Wajah/muka
tekan pada kepala klien
Inspeksi :
Tidak ada
Bentuk muka klien normal, tidak
ada benjolan, kulit wajah bersih
dan lembab, tidak ada luka atau
lesi
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada
3
Mata
wajah klien
Inspeksi :
Tidak ada
Bentuk mata klien bulat, antara
mata kanan dan kiri simetris,
mata agak cowong, konjungtiva
tidak anemis, sklera agak ikterik,
refleks pupil terhadap cahaya
baik, kemampuan mata dalam
membaca masih normal
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan diarea
mata,
teraba...
tekanan
intraokular
4
Telinga
Inspeksi :
Tidak ada
Telinga klien bersih, bentuk
simetris antara kanan dan kiri,
tidak ada luaran serum, tidak ada
lesi atau luka, klien masih
mampu mendengar dengan baik
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada
5
Mulut
gigi
telinga, tidak teraba benjolan
dan Inspeksi :
Tidak ada
Mulut klien bersih, bibir lembab,
simetris antara atas dan bawah,
gigi beberapa sudah tanggal,
6
Leher
terdapat karies, lidah bersih
Inspeksi :
Tidak ada
Leher klien bersih, warna kulit
merata, reflek telan baik
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan, tidak
adapembesaran kelenjar limfe
7
Dada
atau tiroid
Inspeksi :
Perkembangan
Tidak ada
antara
dada
kanan dan kiri simetris
Palpasi :
Taktil
fremitus
teraba
sama
antara dada kanan dan kiri
Perkusi :
Bunyi resonan
Auskultasi :
8
Jantung
Suara paru vasikuler
Inspeksi :
Tidak ada
Tidak nampak pembesaran pada
permukaan jantung
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada area
jantung
Perkusi :
Suara pekak/redup
Auskultasi :
Terdengar bunyi lup dup secara
teratur
9
Abdomen
tanpa
adanya
bunyi
tambahan
Inspeksi :
Tidak ada
Warna kulit merata, tidak ada
lesi atau luka
Auskultasi :
Bising usus 8x/menit
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada area
abdomen
Perkusi :
10
11
Ekstremitas
Bunyi timpani
Kekuatan otot 5, tidak ada Tidak ada
atas
kelainan bentuk, tidak ada lesi
Ekstremitas
atau luka
Kekuatan otot 5, tidak ada Nyeri
bawah
kelainan bentuk, ada lesi pada
bagian
mata
kaki,
klien
terkadang merasa nyeri dan
pegal-pegal pada lututnya
B. Analisa Data
Tanggal
19 Oktober 2015
Data Fokus
DS :
-
Klien berkata, “Sikilku iki sok linu-linu ngono kuwi mbak kalo
Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan
penyakit gout arthritis
kecapekan, seringe nek hawane atis iku linune kroso loro banget
koyo udun cekot-cekot kae”
-
Klien berkata, “Dulu pernah berobat, trus jarene ndak
boleh makan tahu, tempe, bayem, kangkung”
-
P : udara dingin dan kecapekan
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : patella dextra dan sinistra
S : skala 5
T : nyeri muncul kadang-kadang
DO :
-
Klien nampak memegangi lututnya yang sakit, yaitu area
patella dextra dan sinistra
19 Oktober 2015
DS :
-
Resiko
kesepian
berhubungan
Klien berkata, “Ya kadang ngerasa sepi, sedih kalo inget
dengan ketidakefektifan koping
keluarga dirumah, paling saya diluar liat motor yang lewat
individu
kalo ndak ya ndondomi klo ada baju yang sobek ”
-
Klien berkata , “Ya bosen mbak, tapi ya mau gimana lagi?
Hehe”
-
Klien berkata, “Pengene ya dirumah, tapi kan anak pada
ndak dirumah, kerja, trus lali ora ngurusi wong tuo”
DO :
19 Oktober 2015
- Klien terlihat sedih ketika menceritakan keluarganya
DS :
Kurang
pengetahuan
-
Klien berkata, “Aku sekolah mung sampai kelas limo SD”
berhubungan dengan kurangnya
-
Klien berkata, “Aku gak ngerti asam urat kui opo nak”
informasi
-
Klien berkata, ”Taunya dulu pas periksa ke dokter, di suruh
kesehatan
ndak makan bayam, tempe, tahu”.
-
Klien berkata, ”Aku suka gorengan nak, klo bosen biasanya
beli jajan di depan panti.”
DO :
-
Klien terlihat bingung ketika menjawab pertanyaan
-
Klien terlihat menggaruk-garuk kepala
mengenai
kondisi
C. Prioritas Masalah
Diagnosa Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan
Prioritas
High
Pembenaran
Urgensi :
faktor fisiologis (kerusakan
Kondisi fisik lansia yang semakin menurun fungsinya
jaringan sendi)
membutuhkan kekuatan dan kenyamanan yang cukup untuk
menunjang aktivitas lansia. Klien merasa tidak nyaman
terhadap nyeri yang di alami. Jika nyeri tidak segera diberi
tindakan keperawatan maka akan mengganggu aktivitas klien
Dampak :
Jika nyeri yang dirasakan tidak segera ditangani, akan
menimbulkan gangguan kenyamanan pada klien dan aktivitas
klien akan terganggu sehingga klien cenderung enggan untuk
beraktivitas. Jika klien enggan beraktivitas, otot-otot akan
mengalami atrofi
Keefektifan intervensi :
Kompres hangat dan senam lansia dinilai relatif efektif dalam
meredakan nyeri yang dirasakan oleh klien. Karena dengan
kompres hangat, pembuluh darah akan bervasodilatsi dan aliran
Resiko
kesepian
Medium
darah akan normal
Urgensi :
berhubungan
dengan
Usia lansia adalah usia dimana seseorang mulai memasuki masa
ketidakefektifan
koping
akhir dalam hidupnya. Perlunya dukungan dari orang-orang
individu
terdekat meliputi support, perhatian dan perawatan sangatlah
penting. Dukungan secara psikologi ini akan mempengaruhi
kondisi kejiwaan lansia, terutama saat mendekati masa akhir
hidupnya
Dampak :
Jika lansia tidak memiliki dukungan secara psikologi dari
orang-orang terdekat, mereka cenderung akan menarik diri,
depresi dan memasuki akhir hidupnya dengan kondisi yang
tidak diinginkan
Keefektifan intervensi :
Pemberian terapi okupasi dinilai efektif membantu klien dalam
meningkatkan kualitas hidupnya. Sehingga klien tidak akan
Defisiensi
berhubungan
kurangnya
pengetahuan
Low
terjebak dalam situasi yang cenderung membuatnya kesepian
Urgensi :
dengan
Pentingnya informasi mengenai kondisi kesehatan pada lansia
informasi
berhubungan pada gaya hidup lansia tersebut. Jika lansia
mengenai kondisi kesehatan
mengetahui mengenai kondisi kesehatan dan hal apa saja yang
harus dilakukan ataupun tidak boleh dilakukan sedikit banyak
akan membantu lansia dalam mencapai kualitas hidup yang
terbaik
Dampak :
Lansia tidak akan mengetahui bagaimana kondisi fisiknya,
sehingga ia tidak akan mampu mengenali dirinya sendiri
ataupun melindungi dirinya dari berbagai kondisi pencetus yang
seharusnya dihindari
Keefektifan intervensi :
Tindakan keperawatan yang akan dilakukan adalah pemberian
pendidikan kesehatan mengenai kondisi kesehatan klien.
Tindakan ini dinilai cukup efektif dalam upaya peningkatan
pengetahuan klien mengenai kondisinya
D. Rencana Keperawatan
No
1
Diagnosa
Tujuan
Kode
Umum
Khusus
Keperawatan
NIC
Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan Setelah dilakukan tindakan 1400
dengan
fisiologis
faktor keperawatan
selama
15 keperawatan selama 1 x 15
menit x 1 pertemuan dalam 1 menit,
(kerusakan jaringan minggu, diharapkan masalah dapat
sendi)
keperawatan
nyeri
Klien
menerapkan
Nyeri
klien
dengan
Pengetahuan
penanganan
cara
meningkat
-
dapat
berkurang dari sekala 4
menjadi 2
-
dapat
penanganan nyeri
-
teratasi
nyeri
dapat kriteria hasil :
teratasi dengan kriteria hasil:
-
diharapkan
Klien
tentang
nyeri
mampu
melakukan
untuk
intervensi
yang diajarkan.
Intervensi
Manajemen Nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri
secara
komprehensif
meliputi
lokasi,
karakteristik,
awitan
dan
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau keparahan
nyeri,
dan
faktor
presipitasinya
2. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
3. Berikan
farmakologi
terapi
:
non
Kompres
hangat (Pengaruh Kompres
Hangat
Terhadap
Penurunan
Pada
Skala
Nyeri
Penderita
Gout
Arthritis
Kerja
Di
Wilayah
Puskesmas
Bahu
Manado, oleh : Mellynda
dkk.)
4. Evaluasi Keberhasilan dari
2
Resiko
kesepian Setelah
dilakukan
asuhan Setelah dilakukan tindakan 5230
berhubungan
keperawatan
selama
45 keperawatan selama 1 x 45
dengan
menit x 1 pertemuan dalam 1 menit,
ketidakefektifan
minggu resiko kesepian pada mampu :
koping individu
klien dapat dicegah dengan
kriteria hasil :
- Klien
mengutarakan
tidak
respon
- Klien tidak menunjukkan
klien
- Ikut
aktif
okupasi
dalam
terapi
yang
telah
diajarkan
- Melakukan
apa
yang
dirasakan oleh klien
okupasi
diungkapkan oleh klien
- Sediakan
kembali
yang
waktu
untuk
mendengar keluhan klien
- Bantu
secara mandiri mengenai
terapi
- Identifikasi
- Apresiasi setiap apa yang
melakukan
kesepian
respon kesepian
diharapkan
tindakan.
Coping Enhancement
klien
dalam
menentukan hal apa yang
disukai dan ingin dilakukan
- Fasilitasi
klien
dalam
diajarkan
peningkatan kualitas hidup
- Mengisi
kekosongan
waktu
dengan
melakukan
dengan memberikan terapi
okupasi
terapi
okupasi
- Mengusir rasa kesepian
yang terkadang muncul
dengan melakukan hal
yang disukai
3
Kurang
Setelah
dilakukan
asuhan Setelah dilakukan tindakan 5510
pengetahuan
keperawatan
berhubungan
menit x 1 pertemuan dalam 1 menit,
selama
15 keperawatan selama 1x15
diharapkan
klien
dengan kurangnya minggu, pengetahuan pada mampu :
informasi
mengenai
kesehatan
klien
dapat
meningkat
-
kondisi dengan kriteria hasil:
- Pengetahuan
mengenai
kesehatannya
Terlibat
kesehatan
kondisi
diberikan
akan
-
- Kaji
pengetahuan
aktif
Menjelaskan
dalam
mengenai
kondisi klien
pendidikan
- Beri penjelasan
yang
definisi asam urat
- Beri penjelasan
kembali
klien
mengenai kondisinya
- Beri penjelasan
kegiatan
klien
Knowledge Enhancement
mengenai
mengenai
tanda dan gejala asam urat
meningkat
mengenai
- Klien mampu menjaga
kesehatan dirinya sendiri
kondisi
kesehatannya
-
Menjelaskan
mengenai
- Beri penjelasan
mengenai
penyebab asam urat
kembali
jenis
- Beri penjelasan
mengenai
jenis makanan yang boleh
makanan yang boleh
dan
yg
tidak
dikonsumsi dan yang
dikonsumsi untuk kondisi
tidak boleh dikonsumsi
klien
- Beri penjelasan
boleh
mengenai
penatalaksanaan asam urat
E. Implementasi Keperawatan
No
1
Waktu
Diagnosa
Tujuan
Keperawatan
22 Oktober Nyeri
Implementasi
Umum
Khusus
Setelah dilakukan Setelah dilakukan Memberikan terapi non
S : Ny. L berkata
2015,
berhubungan
tindakan
pukul
dengan
11.00 –
fisiologis
selama 15 menit x selama
1
11.30 WIB
(kerusakan
1 pertemuan dalam menit,
diharapkan
tempeli banyu anget”
jaringan sendi)
1
minggu, nyeri dapat teratasi
ya dek enak rasanya,
faktor keperawatan
Evaluasi Formatif
tindakan
Farmakologi (Terapi Air
“iyo nak penak
keperawatan
Hagat untuk menurunkan
rasane, nek sikile
diharapkan
dengan
masalah
hasil :
x
15 Nyeri)
kriteria
kumat mengko tak
kalau nanti rasa
sakitnya kumat saya
keperawatan nyeri -
Pengetahuan
lakukan tindakan
dapat
teratasi
tentang
terapi air hangat.
dengan
kriteria
penanganan
hasil:
-
Klien
nyeri meningkat
dapat -
Klien mampu
menerapkan
untuk
cara
melakukan
penanganan
intervensi yang
O : Ny L tampak
antusias
mendenga
GERONTIK PADA NY. L (56 tahun)
DI WISMA MAWAR PANTI WREDA HARAPAN IBU NGALIYAN
SEMARANG
Makalah Ini Digunakan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen
Asuhan Keperawatan Gerontik
Dosen Pembimbing :
Muhammad Mu’in, Sp.Kep.Kom
Disusun oleh :
Aditya Primahuda
22020112110023
Maria Rizky Paramudhita
22020112130037
Nur Khasanah
22020112130112
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang lansia merupakan orang yang sudah menginjak umur
diatas 65 tahun ke atas. Lansia bukan merupakan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari kehidupan manusia yang ditandai dengan
menurunnya fungsi tubuh untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
(Efendy, 2009). Usia lanjut usia dapat dikatakan sebagai usia emas karena
tidak semua orang bisa mencapai tahap ini (Maryam, 2008).
Indonesia merupakan negraka ke-4 dengan jumlah penduduk
terbesar di Dunia dengan jumlah penduduk mencapai 246,9 juta jiwa pada
tahun 2012. Indonesia termasuk negara berstruktur tua karena memiliki
jumlah penduduk lansia mencapai 7,56% (18,7 juta jiwa) di tahun 2012.
Berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk lansia laki-laki mencapai
6,9% dan penduduk lansia perempuan mencapai 8,2% di tahun 2012
(Pusat data dan Informasi Kementrian kesehatan RI 2013).
Ketika memasuki masa lansia, seseorang akan mengalami
perubahan fisiologis. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia bukan
merupakan proses patologis, melainkan proses secara alami. Perubahan ini
pada setiap orang tidaklah sama dan tergantung dari keadaan dalam
kehidupan seseorang. Proses Perubahan Fisiologis pada lansia dapat
menyebabkan gangguan kesehatan (Potter dan Perry, 2005).
Nyeri sendi merupakan salah satu masalah kesehatan yang dialami
lansia. Menurut Pusat data dan Informasi Kementrian kesehatan RI tahun
2013 menjelaskan bahwa keluhan kesehatan paling tinggi pada lansia salah
satunya adalah nyeri sendi akibat asam urat. Kadar asam urat yang tinggi
bisa masuk ke dalam organ tubuh salah satunya adalah sendi yang bisa
menyebabkan terjadinya nyeri sendi (Kertia, 2009).
Penjelasan di atas merupakan masalah yang terjadi pada lansia.
Masalah kesehatan tersebut sesuai dengan hasil pengkajian yang ada pada
Ny. L di Panti Wredha harapn Ibu Ngaliyan Kota Semarang. Peran
perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada
Ny.L. Selain itu perawat juga harus berkolaborasi dengan Tenaga medis
ataupun nonmedis lainnya untuk mempermudah dalam menjalankan
asuhan keperawatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan Asuhan Keperawatan pada Ny. L di Panti Wredha
Harapan Ibu Ngaliyan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Ny.L
b. Menentukan diagnosa keperawatan Pada Ny.L
c. Menyusun intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa yang ada
pada Ny. L
d. Mendokumentasikan implementasi pada Ny.L
e. Melakukan evaluasi keberhasilan asuhan keperawatan pada Ny. L
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman subyektif dan individual, karenanya
keluhan karakteristik nyeri klien harus d pertimbangkan dengan akurat
dan valid (Johnson, 2005). Nyeri adalah keadaan dimana individu
mengalami dan mengeluh adanya ketidaknyamanan berat atau sensasi
ketidaknyamanan (Tucker, 1998). Secara sederhana nyeri dapat
diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara
sensori maupun emosiaonal yang berhubungan dengan adanya suatu
kerusakan jaringan atau faktor lain sehingga individu mersa tersiksa,
menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis
dan lain-lain.
Definisi
keperawatan
tentang
nyeri
adalah
apapun
yang
menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang
ada kapanpun individu mengatakannya.Kebanyakan sensasi nyeri
adalah
akibat
dari
stimuli
fisik
dan
mental
atau
stimuli
emosional.Nyeri dibagi menjadi dua kategori dasar dari nyeri yang
secara umum meliputi nyeri akut dan nyeri kronis.
a. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya terjadi tiba-tiba dan umumnya
berkaitan dengan cidera spesifik.Nyeri akut mengindikasikan
bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi.Jika kerusakan tidak
lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan,
nyeri akut dapat berlangsung beberapa detik hingga enam
bulan.cidera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat
sembuh secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan.
Contoh pada kasus yang ringan jari yang tertusuk biasanya
sembuh dengan cepat, dengan nyeri yang hilang yang cepat,
barangkali
dalam
beberapa
detik
atau
beberapa
menit.Sedangkan pada contoh kasus yang berat, seperti fraktur
ekstermitas, pengobatan dibutuhkan dengan nyeri menurun
sejalan dengan penyembuhan tulang.
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang menetap sepanjang
periode
waktu.Nyeri
ini
berlangsung
di
luar
waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab atau cidera spesifik.Nyeri kronik
sulit untuk diobati karena nyeri ini tidak mempunyai respon
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri
kronik berlangsung lebih dari enam bulan sedangkan nyeri akut
berlangsung beberapa detik sampai kurang dari enam bulan.
Jenis nyeri ada yang bersifat tetap dan akut primer, walaupun
keduanya berlangsung lebih dari enam bulan, nyeri tersebut
bukan termasuk nyeri kronis melainkan nyeri akut yang dapat
dilihat dari sifat nyerinya.
Banyak orang menderita nyeri kronis setelah suatu cidera
atau proses penyakit hal ini diduga bahwa ujung-ujung syaraf
yang normalnya hanya mentransmisikan stimulus yang sangat
nyeri, mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri
sebagai stimulus yang sangat nyeri. Nyeri kronis dapat terjadi
pada kanker tetapi nyeri jenis ini biasanya mempunyai
penyebab yang dapat diidentifikasikan.Nyeri kanker sering
timbul akibat kompresi saraf perifer, atau meninges atau akibat
kerusakan pada struktur setelah suatu pembedahan, kemoterapi,
atau tindakan radiasi dan infiltrasi tumor.
2. Sensasi Nyeri
Meinhart dan McCaffery (1983) mendeskripsikan tiga fase
pengalaman nyeri: antisipasi, sensasi, dan akibat (aftermath).
a. Fase antisipasi
Terjadi sebelum mempersepsikan nyeri.Antisipasi terhadap
nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan
upaya untuk menghilangkannya.
b. Fase Sensasi Nyeri
Sensasi nyeri adalah gerakan tubuh yang khas dan ekspresi
wajah yang mengidentikasikan nyeri yang terjadi ketika merasakan
nyeri.Sensasi nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang
bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok dan
ekspresi wajah yang menyeringai. Individu bereaksi terhadap nyeri
dengan cara yang berbeda-beda..Tingkat keparahan nyeri yang
lebih tinggi dan durasi yang lebih lama bergantung pada sikap,
motivasi, dan nilai yang diyakini seseorang.
Saat awitan nyeri akut, denyut jantung tekanan darah dan
frekuensi pernapasan meningkat.Perubahan tanda-tanda vital
merupakan
hal
yang
bermakna,
tetapi
perawat
harus
mempertimbangkan semua tanda dan gejala sebelum menetapkan
bahwa nyeri merupakan penyebab segala perubahan tersebut,
misalnya, seorang klien yang sangat cemas juga mengalami
frekuensi napas dan denyut jantung.Klien dapat mengalami
kesulitan dalam melakukan tidakan higiene normal.Nyeri dapat
sangat
melemahkan
sehingga
klien
terlalu
lelah
untuk
bersosialisasi.
Perawat mengkaji kata-kata yang diucapkan, respon vokal,
gerakan wajah dan tubuh, serta interaksi sosial.Merintih,
mendengkur dan menangis merupakan contoh vokalisasi yang
digunakan untuk mengekspresikan nyeri.Ekspresi wajah atau
gerakan tubuh yang bahkan tidak terlalu terlihat seringkali lebih
menunjukkan karakteristik nyeri dari pada pertanyaan yang akurat.
Misalnya klien mungkin meringis atau mengguling ke kiri dan ke
kanan dan akan kembali pada interval waktu yang teratur.
Seorang klien mungkin menangis atau mengaduh, gelisah,
atau sering memanggil perawat. Perawat dengan segera akan
belajar mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat
harus bersedia mendengarkan dan harus memahami klien, hal ini
dikarenakan
bahwa
banyak
klien
yang
tidak
mampu
mengungkapkan secara verbal mengenai ketidaknyamanan (tidak
mampu berkomunikasi).
Namun kurangnya ekspresi nyeri, seperti seorang bayi atau
klien yang tidak sadar, disorientasi atau bingung, afasia, atau yang
berbicara dengan bahasa asing tidak mampu menjelaskan nyeri
yang di alaminya, bukan berarti bahwa klien tidak mengalami
nyeri. Kecuali klien tidak bereaksi secara terbuka terhadap nyeri,
akan sulit menentukan sifat dan tingkat ketidaknyamanan yang
klien rasakan. Maka sangatlah penting bagi perawat untuk bersikap
waspada terhadap prilaku klien yang mengindikasikan nyeri.
Perawat membantu klien untuk mengkomunikasikan respons nyeri
secara efektif. Pengetahuan tentang penyakit atau suatu gangguan
membantu
perawat
mengantisipasi
nyeri
klien.
Perawat
menanyakan klien apakah nyeri mengganaggu tidurnya.
c. Fase akibat (aftermath)
Pada fase ini nyeri terjadi ketika nyeri berkurang atau
berhenti.Jika klien mnegalami serangkaian episode nyeri yang
berulang, maka respons akibat (aftermath) dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat membantu klien memperoleh
kontrol dan harga diri untuk meminimalkan rasa takut akan
kemungkinan pengalaman nyeri.
3. Persepsi Nyeri
Persepsi
merupakan
titik
kesadaran
seseorang
terhadap
nyeri.Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medula spinalis ke
Thalamus dan otak tengah.Dari thalamus, serabut menstransmisikan
kesan nyeri keberbagai area otak, termasuk korstek sensori dan kortek
asosiasi (di kedua lobus parietalis), lobus frontalis dan sistem
limbik.Ada sel-sel didalam sistem limbik yang diyakini mengontrol
emosi, khususnya untuk ansietas.Dengan demikian, sistem limbik
berperan aktif dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah
transmisi saraf berakhir didalam pusat otak yang lebih tinggi, maka
individu akan mempersepsikan sensasi nyeri.
Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi
reaksi
yang
berinteraksi
kompleks.
dengan
Faktor-faktor
faktor-faktor
fisiologis
dan
kognitif
neurofisiologis
dalam
mempersepsikan nyeri.Meinhart dan McCaffery (1983) menjelaskan
tiga sistem interaksi persepsi nyeri sebagai sensori deskriminatif,
motivasi afektif, dan kognitif evaluatif. Persepsi menyadarkan individu
dan mengartikan nyeri itu sehingga individu dapat bereaksi (Potter &
Perry,2005).
Tingkat persepsi nyeri tidak konstan misalnya ambang rangsang
nyeri seperti reaksi terhadap nyeri berubah secara signifikan dalam
berbagai keadaan. Komponen fisiologik dalam persepsi nyeri dan
reaksi nyeri terdiri atas komponen kognitif, emosional, dan faktor
simbolik.Ambang reaksi nyeri secara signifikan berubah oleh
pengalaman masa lalu dan tingkat ansietas yang dirasakan sekarang
serta status emosionalnya.
Bertujuan mengurangi ansietas pasien dan dengan demikian pasien
dapat memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai keluhan
utamanya dan dapat bekerjasama dengan baik dalam perawatannya,
maka yang harus di lakukan perawat adalah :
a. Membangun dan mempertahankan kontrol terhadap situasi
b. Membangkitkan kepercayaan pasien
c. Memberikan atensi dan simpati pada pasien.
d. Memperlakukan pasien sebagai seorang individu yang penting.
Melalui penanganan yang baik dari komponen-komponen nyeri
ini, persepsi nyeri, dan ambang reaksi nyeri akan meningkat
secara signifikansehingga akan banyak memudahkan prosedur
perawatannya (Walton,2008).
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Nyeri
a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi
nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Anak yang masih
kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang
dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri.Anak-anak kecil yang
belum dapat mengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan
untuk mengucapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri pada
orang tua atau petugas kesehatan.Secara kognitif, anak-anak todler
dan pra sekolah tidak mampu mengingat penjelasan tentang nyeri
atau mengasosiakan nyeri sebagai pengalaman yang terjadi di
berbagai situasi. Dengan memikirkan pertimbangan perkembangan
ini perawat harus mengadaptasi pendekatan yang dilakukan dalam
upaya mencari cara untuk mengkaji nyeri yang dirasakan anakanak.
Pada lansia yang mengalami nyeri, perlu dialkukan
pengkajian, diagnosis dan penatalaksaan secara agresif.Namun,
lansia memiliki resiko tinggi mengalami situasi-situasi yang
membuat mereka merasakan nyeri. Kemampuan klien lansia untuk
menginterpretasi nyeri dapat mengalami komplikaasi dengan
keberadaan berbagai penyakit disertai gejala samar-samar yang
mungkin mengenai bagian tubuh yang sama. Apabila klien lansia
ini memiliki sumber nyeri lebih dari satu maka perawat harus
mengumpulakan pengkajian yang rinci.
b. Jenis kelamin
Secara umum, tidak ada perbedaan antara pria dan wanita
dalam merespon nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi
jenis kelamin misalnya seorang anak laki-laki harus berani dan
tidak boleh menangis sedangkan anak perempuan boleh menangis
dalam situasi yang sama. Toleransi nyeri, sejak lama sudah
menjadi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita.
c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang
diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini
meliputi
bagaimana
individu
bereaksi
terhadap
nyeri.Ada
perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri di
berbagai kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang nyeri dari
segi makna budaya akan membantu perawat dalam merancang
asuhan keperawatan yang relevan untuk klien.
d. Makna Nyeri
Makna
seseorang
yang
dikaitkan
dengan
nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seorang beradaptasi
terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan dengan latar belakang
budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri
dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan
ancaman, suatu kehilangan hukuman dan tantangan. Derajat dan
kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan
makna nyeri.
b. Perhatian
Fokus perhatian klien pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun. Dengan memfokuskan
perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, maka
perawat menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer.
Biasanya, hal ini meyebabkan toleransi nyeri individu yang
meningkat khususnya terhadap nyeri yang berlebihan hanya selama
waktu pengaihan.
c. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi
nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas.Individu
yang sehat secara emosional biasanya lebih mampu mentoleransi
nyeri sedang hingga berat darpada individu yang memiliki status
emosional yang kurang stabil.Apabila rasa cemas tidak memdapat
perhatian di dalam suatu lingkungan berteknologi tinggi, maka rasa
cemas tersebut dapat menimbulkan masalah penatalaksaan nyeri
yang
serius.Nyeri
yang
tidak
kunjung
hilang
seringkali
menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian.
d. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri.Rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping.Hal ini dapat menjadi masalah utama pada
setiap
individu
yang
menderita
penyakit
dalam
jangka
lama.Apabila keletihan disertai kesulitan tidur maka persepsi nyeri
dapat terasa lebih berat lagi.
e. Pengalaman Sebelumnya
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa
individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada
masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering
mengalami seangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau
menderita nyeri yang berat.Maka ansietas atau rasa takut dapat
muncul. Sebaliknya apabila individu mengalami nyeri dengan jenis
yang sama berulang-ulang, kemudia nyeri tersebut akan berhasil
dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk
menginterpretasikan sensasi nyeri sehingga klien akan lebih siap
untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
menghilangkan nyeri.
f. Gaya koping
Gaya koping mempengaruhi kemampuan individu untuk
mengatasi nyeri.Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik
sebagian maupun keseluruhan. Klien seringkali menemukan
berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik
dan psikologis nyeri. Penting untuk memahami sumber-sumber
koping selama klien mengalami nyeri.Sumber-sumber seperti
berkomunikasi dengan keluarga pendukung, melakukan latihan,
atau menyanyi dapat digunakan dalam rencana asuhan keperawatan
dalam upaya mendukung klien dan mengurangi nyeri sampai
tingkat tertentu.
g. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor yang bermakna dalam mempengaruhi respons nyeri
adalah kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap
mereka terhadap klien.Individu yang mengalami nyeri seringkali
bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk
memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan.Apabila tidak
ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri membuat
klien semakin tertekan. Kehadiran orang tua sangat penting bagi
anak-anak yang sedang mengalami nyeri.
5. Karakteristik Nyeri
Karakteristik nyeri termasuk letak (dimana nyeri pada berbagai
organ mungkin merupakan alih), durasi (meliputi menit, jam, hari,
bulan, dsb), irama (misalnya terus-menerus, hilang dan timbul, periode
bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan nyeri) dan
kualitas (misalnya nyeri seperti ditusuk, seperti dibakar, sakit, nyeri
seperti digencet).
Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronik:
Karakteristik
Tujuan
Nyeri akut
Nyeri kronik
Memperingatkan adanya Tidak ada
cidera atau masalah
Awitan
Mendadak
Terus-menerus
dan
intermiten
Intensitas
Ringan sampai berat
Ringan sampai berat
Durasi
< 6 bulan
> 6 bulan
Respon Otonom
a. Konsisten
dengan
respons stres simpatis
b. Frekuensi
Tidak
ada
respon
jantung otonom
meningkat
c. Volume
sekuncup
meningkat
d. Tekanan
darah
meningkat
e. Dilatasi
pupil
meningkat
f. Tegangan
otot
meningkat
g. Motilitas
Komponen
Psikologis
Respons lainnya
gastrointestinal
dan
menurun
h. Aliran saliva menurun
Depresi, mudah marah,
menarik
Cemas
terganggu,
diri,
tidur
libido
menurun, nafsu makan
Contoh
menurun
Nyeri kanker, arthritis
Nyeri bedah, trauma
6. Fungsi Tubuh Terganggu Karena Nyeri Pada Lansia
Lansia dapat merasakan sakit sebagai bagian dari proses penuaan,
mengalami penurunan sensasi atau persepsi rasa sakit, Kelesuan,
anoreksia, dan kelelahan dapat menjadi indikator rasa sakit. Lansia
akan menahan keluhan sakit karena takut pengobatan, dapat
menjelaskan rasa sakit dengan cara yang berbeda dari gatal, nyeri, atau
tidak nyaman. Lansia dapat mengakui atau menunjukkan bahwa rasa
sakit adalah sesuatu yang tidak dapat diterima.
Kolagen dan elastin yang merupakan jaringan ikat pada jaringan
penghubung perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan
penuaan. Hal ini menyebabkan penurunan fleksibilitas dalam
kebangkitan, orang tua memberi kepada dampak nyeri, penurunan
kemampuan untuk meningkatkan kekakuan otot, kesulitan bergerak
dari duduk ke berdiri, jongkok, dan berjalan, dan hambatan dalam
melakukan kegiatan sehari-hari mereka. Tulang rawan,tulang rawan
pada persendian menjadi lunak dan memiliki granulasi dan akhirnya
permukaan sendi menjadi rata. Perubahan ini sering terjadi dalam
tubuh leverage baret besarsensi. Sebagai hasil dari perubahan itu
mudah untuk menjadi sendi meradang, kekakuan, nyeri, gerak terbatas,
dan gangguan aktivitas sehari-hari. Tulang, jaringan kehilangan dan
ukuran tulang secara keseluruhan menyebabkan kekuatan dan
kekakuan tulang menurun, efeknya adalah osteoporosis yang
menyebabkan rasa sakit, cacat, dan patah tulang. Sendi kehilangan
fleksibilitas sehingga penurunan luas dalam gerakan bersama.
Beberapa kelainanyang terjadi pada lansia sensi meliputi osteoartritis,
artritis reumatid, gout, dan pseudogout yang menyebabkan gangguan
dalam bentuk pembengkakan kekakuan,,nyeri sendi, keterbatasan luas
gerak sendi, gangguan jalan.
7. Pengkajian Nyeri dengan Teknik PQRST
a. P (Provoking Incident)
Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri.
Apakah nyeri berkurang apabila beristirahat, apakah nyeri
bertambah berat bila beraktivitas (aggravation), faktor–faktor yang
dapat menyebabkan nyeri (misalnya gerakan, kurang bergerak,
pengerahan tenaga, istirahat, obat – obat bebas, dsb), dan apa yang
dipercaya klien dapat membantu mengatasi nyerinya.
b. Q (Quality or Quantity of Pain)
Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien, apakah seperti terbakar, berdenyut, tajam atau menusuk.
c. R (Region, Radiation,Relief)
Dimana lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan tepat oleh
klien, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. Tekanan pada saraf atau
akar sraf akan memberikan di dalam nyeri yang disebut radiating
pain misalnya pada skiatika dimana nyeri menjalar mulai dari
bokong sampai anggota gerak bawah sesuai dengan distribusi
saraf. Nyeri lain yang disebut nyeri kiriman atau referred pain
adalah nyeri pada suatu tempat yang sebenarnya akibat kelainan
dari tempat lain misalnya nyeri lutut akibat kelainan pada sendi
punggung.
d. S (Severity/Scale of Pain)
Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri deskriptif (tidak ada nyeri, nyeri ringan,
nyeri sedang, nyeri berat, nyeri tak tertahankan) dan klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit memperngaruhi kemampuan
fungsinya terhadap aktifitas kehidupan sehari–hari (misalnya tidur,
nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan
fisik, bekerja, dan aktifitas – aktifitas santai).Nyeri akut sering
berkaitan dengan cemas dan nyeri kronis dengan depresi.
e. T (Time)
Berapa lama nyeri berlangsung (bersifat akut atau kronis),
kapan, apakah ada waktu – waktu tertentu yang menambah rasa
nyeri.
Lansia merupakan tahapan akhir dalam kehidupan manusia (Budi
Anna Keliat, 1999 dalam R.Siti Maryam dkk, 2008). Menurut UU
no 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, lansia adalah
seseorang yang memiliki usia lebih dari 60 tahun. Menurut WHO,
terdapat 3 kategori lansia yaitu elderly (seseorang yang memiliki
usia 60-74 tahun), old (seseorang yang memiliki usia 75-89 tahun).
Pengkajian nyeri yang perlu dilakukan pada lansia adalah Riwayat
penyakit dan pemeriksaan fisik, dengan berfokus pada bagian yang
mengalami nyeri, Review lokasi nyeri, intensitas nyeri, dan faktir
yang meringankan atau memperberat nyeri dan efek nyeri terhadap
mood atau tidur, Pengkajian fungsi kognitif, Pengkajian ADL
pasien, pengkajian keseimbangan dan gaya berjalan.
8. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik
b. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan jaringan
9. Intervensi
a. Farmakoterapi
Farmakoterapi selalu menjadi pilihan utama dalam mengatasi
nyeri yang dirasakan oleh lansia. Obat-obatan yang umumnya
digunakan meliputi NSAID’s, relaksasi otot, opioid, dan terapi
adjuvant lainnya.
b. Dukungan psikologis
Nyeri merupakan respon emosi dan sensori yang komplek
sehinhha intervensi psikologis juga di perlukan. Strategi koping
terhadap
nyeri
yang
dapat
dilakukan
terhadap
lansia
diantaranya relaksasi, doa, terapi napas dalam, distraksi, dan
teknik diversi atensi.
c. Rehabilitasu fisik
Aspek rehabilitasi membantu lansia dengan nyeri hidup
mandiri dan memiliki aspek fungsional yang baik. Rehabilitas
yang dapat diberikan pada lansia meliputi adaptasi terhadap
penurunan fungsi fisik, sosial, dan psikologis
10. Intervensi Keperawatan
Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
d.
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
e. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
f. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
g.
Kolaburasi dengan dokter untuk pemebrian analgetik untuk
mengurangi nyeri
h.
Monitor tanda-tanda Vital
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Umum
Nama lansia
: Ny. L
Usia
: 56 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Jenis kelamin
: Perempuan
Nama wisma
: Panti Wreda Harapan Ibu
Pendidikan
: SD
Riwayat pekerjaan
: Karyawan swasta
Status perkawinan
: Janda
Pengasuh wisma
: Ny. R
2. Alasan Berada di Panti
Klien berkata, “Pengene ya dirumah, tapi kan anak pada ndak
dirumah, kerja, trus lali ora ngurusi wong tuo. Trus saya minta pak
RT ben dibawa kesini mbak” (Kepinginnya ya dirumah, tapi kan anak
pada tidak dirumah, kerja trus lupa tidak mengurus orang tua. Terus
saya meminta ke ak RT untuk dibawa ke panti ini)
Klien merasa tidak ada yang menemani ataupun merawatnya saat
berada dirumah, karena anak-anaknya selalu sibuk dengan pekerjaan
masing-masing
3. Dimensi Biofisik
a. Riwayat penyakit
Klien berkata, “Sikilku iki sok linu-linu ngono kuwi mbak kalo
kecapekan, seringe nek hawane atis iku linune kroso loro banget
koyo udun cekot-cekot kae”(Kaki saya ini kadang terasa nyeri gitu
mbak kalau terlalu capek, biasanya kalau cuaca dingin itu nyerinya
terasa sakit sekali seperti sakit bisul yang tertusuk-tusuk).
Menurut keterangan klien, klien sering merasakan pegal-pegal
pada kaki, tangan, dan pinggangnya jika terlalu lelah saat
beraktivitas dan cuaca dingin.
P
: udara dingin dan kecapekan
Q
: seperti ditusuk-tusuk
R
: patella dextra dan sinistra
S
:5
T
: kadang-kadang
Klien berkata, “Dulu pernah berobat, trus jarene ndak boleh
makan tahu, tempe, bayem, kangkung” (Dulu pernah berobat, lalu
katanya
tidak
boleh
mengkonsumsi
tahu,
tempe,
bayam,
kangkung).
Klien pernah berobat di suatu klinik, dan hasil dari pemeriksaan
ternyata klien terkena asam urat.
b. Riwayat penyakit keluarga
Klien berkata, “Bapakku dulu kena hipertensi”
Menurut keterangan klien, ayah klien memiliki riwayat hipertensi
c. Riwayat pencegahan penyakit
1) Riwayat monitoring tekanan darah
Klien berkata, “Biasanya sok diukur kae seminggu dua kali
mbak, tapi ya ndak mesti” (Biasanya sering diukur itu
seminggu dua kali mbak, tapi ya tidak pasti)
Menurut keterangan klien, setiap seminggu dua kali klien
diperiksa tekanan darahnya oleh petugas panti
2) Riwayat vaksinasi
Selama berada di panti, klien tidak mendapatkan vaksinasi
3) Skrining kesehatan yang dilakukan
Setiap hari pasien dilakukan pemeriksaan tekanan darah
Tanggal 19 Oktober 2015 110/80 mmHg
Tanggal 20 Oktober 2015 100/90 mmHg
Tanggal 21 Oktober 2015 120/80 mmHg
d. Status gizi
BB : 62 kg
Tinggi lutut 43 cm
TB : 84,88 - (0,24 x usia dalam th) + (1,83 x tinggi lutut dalam cm)
: 84,88 - (0,24 x 56 th) + (1,83 x 43 cm)
: 84,88 - (13,44) + (78,69)
: 150,13 cm
IMT : 62/(1,5)2
: 27, 55 (lebih dari rentang normal)
e. Masalah kesehatan terkait status gizi
1) Masalah pada mulut
Kondisi gigi klien banyak yang mengalami karies dan sudah
banyak yang tanggal/copot
2) Perubahan berat badan
Klien berkata, “Lho padahal dulu berat badanku 60an lho
mbak, sekarang 62 ya? munggah berarti” (Padahal dulu berat
badan saya 60 mbak, sekarang 62 ya? Naik berarti)
3) Masalah nutrisi
Klien mengalami masalah kelebihan nutrisi dari kebutuhan
tubuh, dilihat dari hasil pengukuran IMT yang menunjukkan
nilai 27,55.
Klien terkadang merasa makanan yang disediakan oleh pihak
panti itu tidak bergizi, sehingga menyebabkan kondisinya
kadang lemah
f. Masalah kesehatan yang dialami saat ini
Klien berkata, “Sikilku iki sok linu-linu ngono kuwi mbak kalo
kecapekan, seringe nek hawane atis iku linune kroso loro banget
koyo udun cekot-cekot kae”(Kaki saya ini kadang terasa nyeri gitu
mbak kalau terlalu capek, biasanya kalau cuaca dingin itu nyerinya
terasa sakit sekali seperti sakit bisul yang tertusuk-tusuk)
Klien sering merasa pegal-pegal pada kaki, tangan dan pinggannya.
g. Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini
Klien berkata “Nek pegel atau linu iku yo tak ombeni jamu mbak”
(Kalo terasa nyeri ya saya minumi jamu mbak)
h. Tindakan spesifik yang dilakukan saat ini
Tidak ada tindakan spesifik yang dilakukan dalam mengatasi
masalah pada klien
i. Status fungsional (AKS)
Kegiatan
Mandi
Mandiri
1
Tergantung
Pernyataan
Ny. L dapat mandi secara
mandiri
Berpakaian
1
Ny. L dapat berpakaian secara
mandiri
Ke toilet
1
Ny. L dapat pergi ke toilet
secara mandiri tanpa bantuan
Berpindah
1
Ny. L dapat berpindah secara
mandiri tanpa bantuan alat
bantu
Kontinensia
1
Ny.
L
dapat
mengontrol
keinginan untuk berkemih dan
BAB
Makan
1
Ny. L dapat makan secara
mandiri
Nilai indeks AKS adalah 5 yang menandakan klien dapat melakukan
aktivitas sehari-hari secara mandiri.
j. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
1) Mobilisasi
Klien masih mampu berjalan dengan kedua kakinya, klien
mampu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain secara
mandiri dan tanpa menggunakan alat bantu.
2) Berpakaian
Klien dapat mengenakan pakaiannya secara mandiri
3) Makan dan minum
Klien makan dan minum secara teratur, jika terkadang klien
tidak selera dengan menu makanannya, klien hanya makan
makanan ringan (roti)
4) Toileting
Klien mampu melakukan BAK/BAB di kamar mandi secara
mandiri
5) Personal higiene
Klien mandi secara teratur, gosok gigi 2x sehari, mencuci
rambut setiap rambut sudah lepek, kulit nampak bersih, kuku
agak sedikit panjang namun bersih, mencuci baju sendiri
6) Mandi
Klien mandi 2x sehari secara mandiri di kamar mandi
4. Dimensi Psikologi
a. Status kognitif
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Jawaban
Betul
Salah
Pertanyaan
Tanggal berapa hari ini ?
Hari apakah hari ini?
Apakah nama tempat ini?
Berapa no telepon rumah anda?
Berapa usia anda?
Kapan anda lahir?
Siapakah nama presiden sekarang?
Siapakah nama presiden sebelumnya?
√
√
√
√
√
√
√
√
9.
10
Siapakah nama ibu anda?
5+6 adalah
√
√
Skor SPMSQ
Jumlah kesalahan 1
Status kognitif klien : baik
b. Perubahan yang timbul terkait status kognitif
Dari hasil pengukuran status kogniti menggunakan SPMSQ,
didapatkan hasil bahwa status kogniti klien tergolong masih baik,
karena hanya terdapat satu pertanyaan yang dijawab salah. Tidak
nampak adanya perubahan terkait status kognitif klien
c. Dampak yang timbul terkait status kognitif
Tidak ada dampak yang timbul terkait status kognitif klien karena
status kognitif klien tergolong baik
d. Status depresi
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pertanyaan
Apakah pada dasarnya anda puas
dengan kehidupan anda?
Sudahkah anda meninggalkan aktivitas
dan minat anda?
Apakah anda merasa bahwa hidup anda
kosong?
Apakah anda sering bosan?
Apakah anda mempunyai semangat
setiap waktu?
Apakah anda takut sesuatu akan terjadi
pada anda?
Apakah anda merasa bahagia disetiap
8.
waktu?
Apakah anda merasa jenuh?
Apakah anda lebih suka tinggal
9.
dirumah pada malam hari, daripada
Jawaban
Jawaban
Poin
klien
Tidak
Ya
0
Ya
Tidak
0
Ya
Tidak
0
Ya
Ya
1
Tidak
Ya
0
Ya
Tidak
0
Tidak
Ya
0
Ya
Tidak
0
Ya
Ya
1
Ya
Tidak
0
Tidak
Ya
0
pergi melakukan sesuatu yang baru?
Apakah anda merasa bahwa anda lebih
10.
11.
banyak mengalami masalah dengan
ingatan anda daripada yang lainnya?
Apakah anda berfikir sangat
menyenangkan hidup sekarang ini?
12.
13.
14.
15.
Apakah anda merasa tidak berguna saat
ini?
Apakah anda merasa penuh berenergi
saat ini?
Apakah anda saat ini sudah tidak ada
harapan lagi?
Apakah anda berfikir banyak orang
yang lebih baik dari anda?
Ya
Tidak
0
Tidak
Ya
0
Ya
Tidak
0
Ya
Tidak
0
Skor GDS
Jawaban yang cocok 2
Klien tidak mengalami depresi
e. Perubahan yang timbul terkait status depresi
Dari hasil pengukuran status deperesi menggunakan GDS,
didapatkan hasil bahwa jawaban dari klien yang cocok dengan
kuisioner sebanyak 2 pertanyaan. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa klien tidak mengalami depresi
f. Dampak yang timbul terkait status depresi
Tidak ada dampak yang timbul terkait status depresi pada klien
g. Keadaan emosi
1) Ansietas
Klien berkata, “Ya disini udah nyaman mbak, walaupun
kadang ya kangen rumah. Tapi aku ndak takut kalo sewaktuwaktu dipundut Gusti, udah ikhlas” (Ya disini sudah nyaman
mbak, walaupun kadang kangen rumah. Tapi saya tidak takut
kalo sewaktu-waktu di panggil Tuhan, sudah ikhlas)
2) Perubahan perilaku
Klien berkata, “Ya kadang ngerasa sepi, sedih kalo inget
keluarga dirumah, paling saya diluar liat motor yang lewat
kalo ndak ya ndondomi klo ada baju yang sobek” (Ya
terkadang merasa sepi, sedih kalau ingat keluarga dirumah,
paling saya diluar liat motor yang lewat kalau tidak ya menjahit
kalau ada baju yang sobek)
Klien berkata , “Ya bosen mbak, tapi ya mau gimana lagi?
Hehe”
Saat klien merasa kesepian, klien melakukan kegiatan apa saja
yang dapat mengisi kekosongan waktu, terkadang klien juga
duduk didepan panti untuk melihat kendaraan yang melintas
3) Mood
Klien tampak nyaman berada di panti. Klien ketika diajak
berbicara kooperatif, banyak bercerita tentang kisahnya. Klien
terlihat selalu bersama kakaknya
5. Dimensi Fisik
a. Luas wisma
Luas Panti Wreda Harapan Ibu ± 3876 m2
b. Keadaan lingkungan di dalam panti
1) Penerangan
Didalam panti terdapat pencahayaan yang terang yang berasal
dari lampu yang terpasang, terdiri dari 7 lampu. Ketika siang
hari lampu dimatikan. Kondisi pencahayaan matahari juga
baik, karena terdapat banyak jendela dan ventilasi yang
memungkinkan cahaya matahari masuk kedalam ruangan dan
pertukaran udara yang lancar
2) Kebersihan dan kerapian
Setiap hari lantai selalu di sapu oleh petugas. Namun, kondisi
kebersihan di panti dirasa masih kurang dibeberapa titik
ruangan didalam panti. Beberapa bagian lantai nampak masih
kotor. Penataan barang didalam panti lumayan teratur, hanya
saja terkadang disekitar tempat tidur para lansia masih terdapat
banyak barang yang berserakan dan tidak tertata rapi. Para
lansia menata tempat tidur secara mandiri
3) Pemisahan ruangan antara pria dan wanita
Lansia wanita dibagi dan tinggal dalam dua kamar. Pemisahan
ruang antara pria dan wanita dipisah dengan tembok dan lansia
pria tinggal di wisma bagian belakang
4) Sirkulasi udara
Di panti terdapat banyak jendela dan ventilasi untuk pertukaran
udara sebanyak 64 buah.. Jendela dan pintu dibuka saat pagi
dan ditutup saat malam, jeda waktu ini memaksimalkan
terjadinya pertukaran udara yang baik
5) Keamanan
Kondisi lantai di panti jarang ditemukan dalam kondisi licin,
hanya saja ada beberapa bagian yang kotor karena bekas air
yang tidak di lap lalu diinjak. Tidak ada pegangan untuk
dijadikan pengaman. Jika tidak ditemukan alarm atau alat yang
dapat digunakan jika lansia dalam bahaya
6) Sumber air minum
Air bersumber dari kemasan galon isi ulang. Kualitas air baik,
jernih.
Pengelolaan
air
untuk
kebutuhan
sehari-hari
menggunakan air sumur artetis, jarak antar kamar dengan WC ±
10 m
7) Ruang berkumpul bersama
Di dalam panti terdapat satu ruangan yang digunakan untuk
berkumpul para lansia. Di ruangan tersebut dilengkapi dengan
televisi, VCD yang dapat digunakan untuk memutar musik.
Kondisi ruangannya luas dan bersih
c. Keadaan lingkungan di luar wisma
1) Pemanfaatan halaman
Kondisi halaman di sekitar panti cenderung lebih gersang.
Jarang ditemukan tanaman atau pepohonan yang dapat
menimbulkan suasana hijau
2) Pembuangan air limbah
Terdapat saluran irigasi yang langsung menuju ke sungai,
sehingga tidak ada genangan air
3) Pembuangan sampah
Jenis pembuangan sampah adalah sampah rumah tangga.
Pembuangan sampah tidak dipisah antara organik dan nonoraganik. Sampah kering di bakar di halaman bagian samping
kiri. Jarak tempat pembuangan sampah ± 100 m
4) Sanitasi
Lingkungan wisma setiap pagi dibersihkan dengan disapu dan
dipel dengan menggunakan cairan disinfektan, pakaian kotor
dicuci oleh penghuni wisma yang bisa melakukan. Air yang
digunakan untuk kebutuhan MCK adalah air sumur.
5) Sumber pencemaran
Halaman samping kiri terkadang dijadikan tempat pembakaran
sehingga menimbulkan polusi asap. Lingkungan berada
dipinggir jalan raya, resiko polusi udara dan suara akibat
kendaraan bermotor
6. Dimensi Sosial
a. Hubungan antar lansia didalam wisma
Hubungan klien dengan lansia yang lain didalam panti terjalin
dengan baik. Klien sering berkomunikasi dengan lansia yang lain,
terkadang juga saling membantu satu sama lain
b. Hubungan antar lansia diluar wisma
Hubungan klien dengan lansia yang lain jika diluar panti juga
terjalin dengan baik
c. Hubungan lansia dengan anggota keluarga
Klien jarang berkomunikasi dengan pihak keluarga. Hanya
seminggu sekali terkadang anak-anaknya menjenguk klien ke
panti, itupun juga dalam waktu yang singkat
d. Hubungan lansia dengan pengasuh wisma
Hubungan klien dengan pengasuh panti juga terjalin dengan baik.
Terkadang klien membantu pengasuh panti dalam merawat lansia
yang lain (seperti mencucikan tempat makan dan minum dari
lansia yang lain)
e. Kegiatan organisasi sosial
Klien nampak selalu ikut aktif pada semua kegiatan di panti
7. Dimensi Tingkah Laku
a. Pola makan
Klien makan 3x dalam sehari, porsi makan cukup sesuai aturan di
dalam panti, terkadang mengalami kesulitan saat mengunyah
makanan karena kondisi gigi yang tanggal. Jika klien tidak suka
dengan menu makanan yang disediakan, terkadang klien membeli
makanan diluar jika memiliki uang simpanan, namun jika tidak
memiliki uang, klien hanya minum dan makan roti
b. Pola tidur
Jam tidur klien jika siang hari dari pukul 12.45-15.00 WIB dan
malam hari pukul 22.00-03.00 WIB, lama tidur siang ±2-3 jam dan
tidur malam ±4-6 jam, klien bangun di tengah tidur jika merasa
ingin BAK, kualitas tidur nyenyak
c. Pola eliminasi
Klien BAK ±5-6x/hari dan BAB 1x/hari
d. Kebiasaan buruk lansia
Jika dimalah hari klien merasa gerah, klien akan mandi
e. Pelaksanaan pengobatan
Berdasarkan hasil pengkajian, setiap sebulan sekali ada posyandu
lansia yang dilakukan oleh puskesmas pembantu. Jika ada lansia
yang mempunyai tekanan darah tinggi, gatal-gatal atau sakit ringan
lainnya, maka diberi obat yang sudah disediakan di panti.
f. Kegiatan olahraga
Setiap hari jumat klien mengikuti kegiatan senam yang diadakan
oleh pihak panti
g. Rekreasi
Bentuk rekreasi klien yaitu dengan berbincang dengan lansia yang
lain, menonton tv, duduk didepan panti dan terkadang jika pihak
keluarga membawa klien untuk menjenguk kondisi rumah
h. Pengambilan keputusan
Pengambil keputusan dilakukan oleh klien dan pengasuh panti
8. Dimensi Sistem Kesehatan
a. Perilaku mencari pelayanan kesehatan
Jika klien merasa kurang enak badan, hanya dipakai untuk istirahat
saja. Namun jika dirasa sudah tidak kuat, klien melaporkan
kondisinya pada petugas panti
b. Sistem pelayanan kesehatan
Panti terkadang didatangi oleh pihak Puskesmas untuk memeriksa
kondisi para lansia sebulan sekali. Dilakukan pemeriksaan dan
pemberian vitamin secara teratur. Selain itu, setiap seminggu dua
kali, dilakukan pengukuran tekanan darah kepada para lansia
c. Pemeriksaan fisik
No Bagian/region
1
Kepala
Hasil pemeriksaan
Masalah keperawatan
yang muncul
Tidak ada
Inspeksi :
Bentuk kepala klien mesochepal,
warna rambut hitam bercampur
putih,
penyebaran
rambut
merata, kulit rambut bersih,
tidak ada lesi pada kulit kepala
Palpasi :
Tidak ada nyeri atau benjolan
2
Wajah/muka
tekan pada kepala klien
Inspeksi :
Tidak ada
Bentuk muka klien normal, tidak
ada benjolan, kulit wajah bersih
dan lembab, tidak ada luka atau
lesi
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada
3
Mata
wajah klien
Inspeksi :
Tidak ada
Bentuk mata klien bulat, antara
mata kanan dan kiri simetris,
mata agak cowong, konjungtiva
tidak anemis, sklera agak ikterik,
refleks pupil terhadap cahaya
baik, kemampuan mata dalam
membaca masih normal
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan diarea
mata,
teraba...
tekanan
intraokular
4
Telinga
Inspeksi :
Tidak ada
Telinga klien bersih, bentuk
simetris antara kanan dan kiri,
tidak ada luaran serum, tidak ada
lesi atau luka, klien masih
mampu mendengar dengan baik
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada
5
Mulut
gigi
telinga, tidak teraba benjolan
dan Inspeksi :
Tidak ada
Mulut klien bersih, bibir lembab,
simetris antara atas dan bawah,
gigi beberapa sudah tanggal,
6
Leher
terdapat karies, lidah bersih
Inspeksi :
Tidak ada
Leher klien bersih, warna kulit
merata, reflek telan baik
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan, tidak
adapembesaran kelenjar limfe
7
Dada
atau tiroid
Inspeksi :
Perkembangan
Tidak ada
antara
dada
kanan dan kiri simetris
Palpasi :
Taktil
fremitus
teraba
sama
antara dada kanan dan kiri
Perkusi :
Bunyi resonan
Auskultasi :
8
Jantung
Suara paru vasikuler
Inspeksi :
Tidak ada
Tidak nampak pembesaran pada
permukaan jantung
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada area
jantung
Perkusi :
Suara pekak/redup
Auskultasi :
Terdengar bunyi lup dup secara
teratur
9
Abdomen
tanpa
adanya
bunyi
tambahan
Inspeksi :
Tidak ada
Warna kulit merata, tidak ada
lesi atau luka
Auskultasi :
Bising usus 8x/menit
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada area
abdomen
Perkusi :
10
11
Ekstremitas
Bunyi timpani
Kekuatan otot 5, tidak ada Tidak ada
atas
kelainan bentuk, tidak ada lesi
Ekstremitas
atau luka
Kekuatan otot 5, tidak ada Nyeri
bawah
kelainan bentuk, ada lesi pada
bagian
mata
kaki,
klien
terkadang merasa nyeri dan
pegal-pegal pada lututnya
B. Analisa Data
Tanggal
19 Oktober 2015
Data Fokus
DS :
-
Klien berkata, “Sikilku iki sok linu-linu ngono kuwi mbak kalo
Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan
penyakit gout arthritis
kecapekan, seringe nek hawane atis iku linune kroso loro banget
koyo udun cekot-cekot kae”
-
Klien berkata, “Dulu pernah berobat, trus jarene ndak
boleh makan tahu, tempe, bayem, kangkung”
-
P : udara dingin dan kecapekan
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : patella dextra dan sinistra
S : skala 5
T : nyeri muncul kadang-kadang
DO :
-
Klien nampak memegangi lututnya yang sakit, yaitu area
patella dextra dan sinistra
19 Oktober 2015
DS :
-
Resiko
kesepian
berhubungan
Klien berkata, “Ya kadang ngerasa sepi, sedih kalo inget
dengan ketidakefektifan koping
keluarga dirumah, paling saya diluar liat motor yang lewat
individu
kalo ndak ya ndondomi klo ada baju yang sobek ”
-
Klien berkata , “Ya bosen mbak, tapi ya mau gimana lagi?
Hehe”
-
Klien berkata, “Pengene ya dirumah, tapi kan anak pada
ndak dirumah, kerja, trus lali ora ngurusi wong tuo”
DO :
19 Oktober 2015
- Klien terlihat sedih ketika menceritakan keluarganya
DS :
Kurang
pengetahuan
-
Klien berkata, “Aku sekolah mung sampai kelas limo SD”
berhubungan dengan kurangnya
-
Klien berkata, “Aku gak ngerti asam urat kui opo nak”
informasi
-
Klien berkata, ”Taunya dulu pas periksa ke dokter, di suruh
kesehatan
ndak makan bayam, tempe, tahu”.
-
Klien berkata, ”Aku suka gorengan nak, klo bosen biasanya
beli jajan di depan panti.”
DO :
-
Klien terlihat bingung ketika menjawab pertanyaan
-
Klien terlihat menggaruk-garuk kepala
mengenai
kondisi
C. Prioritas Masalah
Diagnosa Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan
Prioritas
High
Pembenaran
Urgensi :
faktor fisiologis (kerusakan
Kondisi fisik lansia yang semakin menurun fungsinya
jaringan sendi)
membutuhkan kekuatan dan kenyamanan yang cukup untuk
menunjang aktivitas lansia. Klien merasa tidak nyaman
terhadap nyeri yang di alami. Jika nyeri tidak segera diberi
tindakan keperawatan maka akan mengganggu aktivitas klien
Dampak :
Jika nyeri yang dirasakan tidak segera ditangani, akan
menimbulkan gangguan kenyamanan pada klien dan aktivitas
klien akan terganggu sehingga klien cenderung enggan untuk
beraktivitas. Jika klien enggan beraktivitas, otot-otot akan
mengalami atrofi
Keefektifan intervensi :
Kompres hangat dan senam lansia dinilai relatif efektif dalam
meredakan nyeri yang dirasakan oleh klien. Karena dengan
kompres hangat, pembuluh darah akan bervasodilatsi dan aliran
Resiko
kesepian
Medium
darah akan normal
Urgensi :
berhubungan
dengan
Usia lansia adalah usia dimana seseorang mulai memasuki masa
ketidakefektifan
koping
akhir dalam hidupnya. Perlunya dukungan dari orang-orang
individu
terdekat meliputi support, perhatian dan perawatan sangatlah
penting. Dukungan secara psikologi ini akan mempengaruhi
kondisi kejiwaan lansia, terutama saat mendekati masa akhir
hidupnya
Dampak :
Jika lansia tidak memiliki dukungan secara psikologi dari
orang-orang terdekat, mereka cenderung akan menarik diri,
depresi dan memasuki akhir hidupnya dengan kondisi yang
tidak diinginkan
Keefektifan intervensi :
Pemberian terapi okupasi dinilai efektif membantu klien dalam
meningkatkan kualitas hidupnya. Sehingga klien tidak akan
Defisiensi
berhubungan
kurangnya
pengetahuan
Low
terjebak dalam situasi yang cenderung membuatnya kesepian
Urgensi :
dengan
Pentingnya informasi mengenai kondisi kesehatan pada lansia
informasi
berhubungan pada gaya hidup lansia tersebut. Jika lansia
mengenai kondisi kesehatan
mengetahui mengenai kondisi kesehatan dan hal apa saja yang
harus dilakukan ataupun tidak boleh dilakukan sedikit banyak
akan membantu lansia dalam mencapai kualitas hidup yang
terbaik
Dampak :
Lansia tidak akan mengetahui bagaimana kondisi fisiknya,
sehingga ia tidak akan mampu mengenali dirinya sendiri
ataupun melindungi dirinya dari berbagai kondisi pencetus yang
seharusnya dihindari
Keefektifan intervensi :
Tindakan keperawatan yang akan dilakukan adalah pemberian
pendidikan kesehatan mengenai kondisi kesehatan klien.
Tindakan ini dinilai cukup efektif dalam upaya peningkatan
pengetahuan klien mengenai kondisinya
D. Rencana Keperawatan
No
1
Diagnosa
Tujuan
Kode
Umum
Khusus
Keperawatan
NIC
Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan Setelah dilakukan tindakan 1400
dengan
fisiologis
faktor keperawatan
selama
15 keperawatan selama 1 x 15
menit x 1 pertemuan dalam 1 menit,
(kerusakan jaringan minggu, diharapkan masalah dapat
sendi)
keperawatan
nyeri
Klien
menerapkan
Nyeri
klien
dengan
Pengetahuan
penanganan
cara
meningkat
-
dapat
berkurang dari sekala 4
menjadi 2
-
dapat
penanganan nyeri
-
teratasi
nyeri
dapat kriteria hasil :
teratasi dengan kriteria hasil:
-
diharapkan
Klien
tentang
nyeri
mampu
melakukan
untuk
intervensi
yang diajarkan.
Intervensi
Manajemen Nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri
secara
komprehensif
meliputi
lokasi,
karakteristik,
awitan
dan
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau keparahan
nyeri,
dan
faktor
presipitasinya
2. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
3. Berikan
farmakologi
terapi
:
non
Kompres
hangat (Pengaruh Kompres
Hangat
Terhadap
Penurunan
Pada
Skala
Nyeri
Penderita
Gout
Arthritis
Kerja
Di
Wilayah
Puskesmas
Bahu
Manado, oleh : Mellynda
dkk.)
4. Evaluasi Keberhasilan dari
2
Resiko
kesepian Setelah
dilakukan
asuhan Setelah dilakukan tindakan 5230
berhubungan
keperawatan
selama
45 keperawatan selama 1 x 45
dengan
menit x 1 pertemuan dalam 1 menit,
ketidakefektifan
minggu resiko kesepian pada mampu :
koping individu
klien dapat dicegah dengan
kriteria hasil :
- Klien
mengutarakan
tidak
respon
- Klien tidak menunjukkan
klien
- Ikut
aktif
okupasi
dalam
terapi
yang
telah
diajarkan
- Melakukan
apa
yang
dirasakan oleh klien
okupasi
diungkapkan oleh klien
- Sediakan
kembali
yang
waktu
untuk
mendengar keluhan klien
- Bantu
secara mandiri mengenai
terapi
- Identifikasi
- Apresiasi setiap apa yang
melakukan
kesepian
respon kesepian
diharapkan
tindakan.
Coping Enhancement
klien
dalam
menentukan hal apa yang
disukai dan ingin dilakukan
- Fasilitasi
klien
dalam
diajarkan
peningkatan kualitas hidup
- Mengisi
kekosongan
waktu
dengan
melakukan
dengan memberikan terapi
okupasi
terapi
okupasi
- Mengusir rasa kesepian
yang terkadang muncul
dengan melakukan hal
yang disukai
3
Kurang
Setelah
dilakukan
asuhan Setelah dilakukan tindakan 5510
pengetahuan
keperawatan
berhubungan
menit x 1 pertemuan dalam 1 menit,
selama
15 keperawatan selama 1x15
diharapkan
klien
dengan kurangnya minggu, pengetahuan pada mampu :
informasi
mengenai
kesehatan
klien
dapat
meningkat
-
kondisi dengan kriteria hasil:
- Pengetahuan
mengenai
kesehatannya
Terlibat
kesehatan
kondisi
diberikan
akan
-
- Kaji
pengetahuan
aktif
Menjelaskan
dalam
mengenai
kondisi klien
pendidikan
- Beri penjelasan
yang
definisi asam urat
- Beri penjelasan
kembali
klien
mengenai kondisinya
- Beri penjelasan
kegiatan
klien
Knowledge Enhancement
mengenai
mengenai
tanda dan gejala asam urat
meningkat
mengenai
- Klien mampu menjaga
kesehatan dirinya sendiri
kondisi
kesehatannya
-
Menjelaskan
mengenai
- Beri penjelasan
mengenai
penyebab asam urat
kembali
jenis
- Beri penjelasan
mengenai
jenis makanan yang boleh
makanan yang boleh
dan
yg
tidak
dikonsumsi dan yang
dikonsumsi untuk kondisi
tidak boleh dikonsumsi
klien
- Beri penjelasan
boleh
mengenai
penatalaksanaan asam urat
E. Implementasi Keperawatan
No
1
Waktu
Diagnosa
Tujuan
Keperawatan
22 Oktober Nyeri
Implementasi
Umum
Khusus
Setelah dilakukan Setelah dilakukan Memberikan terapi non
S : Ny. L berkata
2015,
berhubungan
tindakan
pukul
dengan
11.00 –
fisiologis
selama 15 menit x selama
1
11.30 WIB
(kerusakan
1 pertemuan dalam menit,
diharapkan
tempeli banyu anget”
jaringan sendi)
1
minggu, nyeri dapat teratasi
ya dek enak rasanya,
faktor keperawatan
Evaluasi Formatif
tindakan
Farmakologi (Terapi Air
“iyo nak penak
keperawatan
Hagat untuk menurunkan
rasane, nek sikile
diharapkan
dengan
masalah
hasil :
x
15 Nyeri)
kriteria
kumat mengko tak
kalau nanti rasa
sakitnya kumat saya
keperawatan nyeri -
Pengetahuan
lakukan tindakan
dapat
teratasi
tentang
terapi air hangat.
dengan
kriteria
penanganan
hasil:
-
Klien
nyeri meningkat
dapat -
Klien mampu
menerapkan
untuk
cara
melakukan
penanganan
intervensi yang
O : Ny L tampak
antusias
mendenga