1.4 Manfaat Penelitian - Pengaruh Self Leadership dan Self Efficacy Terhadap Keberhasilan Usaha (Pada Wirausaha Muda yang Menggunakan Social Media sebagai Sarana Pemasaran Usaha)

  wirausaha muda yang menggunakan social media sebagai sarana pemasaran usaha.

1.4 Manfaat Penelitian 1.

  Bagi Peneliti Penelitian ini selain menambah wawasan pribadi juga sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi yang sedang peneliti ambil.

  2. Bagi Masyarakat Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi dan menambah wawasan untuk mengetahui lebih jauh mengenai self

  leadership dan self efficacy.

  3. Bagi Wirausaha Penelitian ini dapat menjadi bahan pembelajaran untuk meningkatkan self leadership dan self efficacy mereka demi keberhasilan usaha.

  4. Bagi Akademisi Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan rujukan pada penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan variabel-variabel yang dibahas pada penelitian ini, yaitu self leadership, self efficacy dan keberhasilan usaha.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Wirausaha Wirausaha atau kewirusahaan menjadi semakin populer akhir-akhir ini.

  Wirausaha atau biasa juga kita dengar dengan sebutan entrepreneur berasal dari bahasa Prancis, yaitu “entreprende” yang artinya pencipta, petualang, dan pengelola usaha (Cantillon dalam Lupiyoadi, 2007:1). Istilah wirausaha semakin terkenal setelah digunakan oleh J.B.Say pada tahun 1803 untuk mendeskripsikan pengusaha yang mampu mengolah sumber daya yang memiliki tingkat produkstivitas rendah menjadi semakin lebih tinggi serta memperoleh hasil yang lebih banyak lagi (Suwartoyo dalam Lupiyoadi, 2007:10). Smith dalam Hutagalung et al., (2010:2) menyebutkan wirausaha sebagai orang yang mampu berekasi terhadap perubahan ekonomi yang kemudian menjadi agen ekonomi yang mengubah permintaan menjadi produksi.

  Kewirausahaan merupakan sebuah proses untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda dari yang sudah ada (Kao dalam Lupiyoadi, 2007:3). Dapat diartikan juga sebagai kemampuan untuk menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses oengelolaan sumber daya yang ada dengan metode yang baru dan berbeda. Diperoleh melalui pengembangan teknologi, penemuan pengetahuan ilmiah, perbaikan produk yang sudah ada baik barang maupun jasa, atau melalui penemuan cara baru untuk mendapatkan produk yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih efisien (Suryana, 2006:3).

a. Wirausaha Muda

  Ronstandt dalam Hutagalung et al., (2010:8) menyatakan bahwa wirausaha usaha biasanya mulai mendirikan usaha pada saat mereka berusia 25-30 tahun. Pada jenjang usia ini orang akan dihadapkan pada masalah pekerjaan. Orang harus memilih bidang pekerjaan apa yang akan cocok bagi mereka, apakah sesuai dengan keahlian, bakat, minat, atau faktor psikologi yang mereka miliki.

  Hurlock dalam Hutagalung (2010:9) juga berpendapat pada masa dewasa awal (18-40 tahun) merupakan usia di mana orang akan mencoba-coba untuk berkarir.

  Hal ini yang juga menjadi pemengaruh tinggi rendahnya prestasi kerja seseorang. Staw dalam Hutagalung (2010:9) menghubungkan usia dengan pengalaman. Bertambahnya usia akan diikuti dengan bertambahnya pengalaman. Dengan bertambahnya usia dan pengalaman seorang wirausaha maka wirausaha tersebut memiliki bekal lebih untuk mampu mencapai keberhasilan dalam usahanya.

b. Proses Kewirausahaan Proses kewirausahaan diawali oleh adanya tantangan (Suryana, 2006:3).

  Dari tantangan tersebutlah muncul ide, kemauan serta dorongan untuk berpikir kreatif dan melakukan sesuatu yang inovatif untuk memecahkan tantangan yang sebelumnya ada. Biasanya ide kreatif dan inovatif ini dimulai dengan proses peniruan (imitasi) atau duplikasi. Kemudian menjadi proses perkembangan dan mencapai tahap penciptaan sesuatu yang baru dan berbeda.

2.1.2 Keberhasilan Usaha Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan berhasil sebagai sukses.

  Usaha diartikan sebagai kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud pekerjaan (perbuatan, prakarsa, akhtiar, daya upaya) untuk mencapai sesuatu . Keberhasilan usaha merupakan suatu keadaan di mana usaha mengalami peningkatan hasil dari yang diperoleh sebelumnya. Setiap usaha pasti memiliki tujuan untuk dapat berhasil.

  Menurut Anaroga dalam Sazali (2011), keberhasilan usaha dapat tercapai jika memliki persiapan yang matang, yaitu dengan menyiapkan rencana usaha (business plan). Rencana usaha menjadi acuan dalam semua aktivitas yang akan dilaksanakan usaha tersebut, apapun jenis usaha yang dijalankan. Dengan adanya rencana usaha maka hasil kinerja yang ada dapat diukur keberhasilannya. Suryana (2006:7) menggambarkan seorang yang berhasil berwirausaha sebagai orang yang mampu menggabungkan nilai, sifat utama (pola perilaku) dan sikap dengan modal pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan praktis, sehingga dapat dikatakan bahwa pedoman, pengharapan, serta nilai baik yang berasal dari diri sendiri ataupun kelompok dapat mempengaruhi pembentukan perilaku kewirausahaan.

  Ranto dalam Daulay dan Ramadini (2013) berpendapat bahwa berhasil atau tidaknya seseorang dalam berwirausaha tidak tergantung dari jumlah uang atau keuntungan yang diperolehnya dalam berwirausaha. Namun dilihat dari bagaimana orang tersebut mampu merencakan usaha dan menjalankannya dengan baik atau menjalankan usaha yang sudah ada menjadi lebih berkembang dari sebelumnya. Wirausaha yang baik tidak cukup hanya memliki kemauan untuk berhasil saja, namun juga harus memiliki pengetahuan serta kemampuan. Wawasan yang cukup mengenai usaha yang dimasuki, bagaimana harus memulai usaha tersebut, apa peran dan tanggung jawab yang harus dipegang sebagai seorang wirausaha, serta pengetahuan organisasi bisnis dan manajemen.

  Keberhasilan usaha ditunjukkan melalui kinerja yang dihasilkan dari kegiatan wirausaha selama kurun waktu tertentu (Moeheriono, 2012).

  Keberhasilan suatu usaha ditunjukkan dengan adanya hubungan yang signifikan antara keuntungan, jumlah penjualan dan pertumbuhan yang dimiliki usaha tersebut (Dalimunthe dalam Tanjung, 2012). Berhasil tidaknya suatu usaha dapat dilihat dari membesarnya skala usaha yang dimilikinya (Adi dalam Al-maqassary, 2013). Yang dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor kemampuan usaha seperti bahan baku, pekerja, teknologi, kualitas produk, harga, variasi produk, target pasar, kemudahan dalam membeli produk, ketersediaan modal dan perputaran piutang. Baik buruknya kinerja yang ditunjukkan oleh seseorang dipengaruhi oleh kepribadian yang dimilikinya, di samping keterampilan dan kemampuan kerjanya (Sedarmayanti, 2004:25). Suatu keberhasilan harus dapat diukur. Hal-hal yang dapat dijadikan indikator dari kinerja usaha ialah pertumbuhan pendapatan (Revenue Growth), jumlah pelanggan baru, kecepatan waktu layanan, tingkat kepuasan pelanggan) dan lain-lain (Moeheriono, 2012). Memiliki usaha yang baik saja tidak cukup, untuk dapat mencapai kesuksesan yang berkesinambungan usaha tersebut harus melakukan quantum leap dari hanya “good” harus menjadi “great” (Collins dalam Situmorang, 2011:83).

  Suatu usaha yang baik dapat terus tumbuh dan berkembang jika memiliki sensitivitas yang baik terhadap setiap perubahan yang terjadi, adaktif, memiliki rasa kebersamaan dan rasa saling memiliki terhadap identitas usaha yang dijalankan, memiliki toleransi sehingga mampu terbuka pada setiap peluang yang ada, dan pada umumnya sangat konservatif dalam mengelola keuangan (De Geus dalam Situmorang, 2011:83). Faktor kepemimpinan juga menjadi salah satu syarat suatu usaha menjadi usaha yang luar biasa.

  Adapun langkah-langkah menuju keberhasilan usaha menurut Tanjung (2012) yaitu: 1. Adanya ide serta visi misi yang jelas pada bisnis.

  2. Membuat perencanaan usaha, pengorganisasian, dan cara menjalankannya (mengimplementasikannya).

  3. Kemauan dan keberanian menghadapi resiko.

  4. Mengembangkan hubungan yanga baik kepada semua pihak yang terkait dengan kepentingan usaha.

  Faktor-faktor yang menghambat suatu usaha masuk dalam kategori usaha yang luar biasa menurut Situmorang (2012:84):

  1. Faktor psikologis Pemimpin tidak berani mengambil resiko dan cenderung merasa nyaman dengan kondisi yang ada (berada pada comfort zone).

  2. Resitensi karyawan Sumber daya manusia yang ada tidak merasa tertantang untuk mengembangkan diri, memberikan ide mereka, ataupun melakukan inovasi.

  Hal ini dapat disebabkan oleh lingkungan perusahaan yang membiasakan hal tersebut. Begitu juga jika ditambah dengan masalah pengelolaan SDM yang kurang baik, misalnya rekruitmen, penempatan karyawan yang tidak berkompenten, dan sebagainya.

  3. Tekanan dari pihak luar Tekanan dari pihak luar dapat datang dari orang terdekat seperti keluarga.

a) Faktor-Faktor Keberhasilan Usaha

  Faktor-Faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha yaitu (Tanjung, 2012): Faktor Produksi

  • Produk yang dihasilan dapat diproduksi sendiri atau dengan menjual kembali produk orang lain. Kualitas dan harga produk yang ditawarkan haruslah sesuai.
  • Untuk meningkatkan penjualan wirausaha dapat melakukan promosi dengan anggaran tertentu yang telah ditetapkan untuk kurun waktu tertentu. Produk yang ditawarkan kepada target pasar harus mudah diperoleh atau paling tidak pelanggan mengetahui bagaimana untuk mendapatkan produk tersebut, misalnya dengan memberikan beberapa alternatif untuk melakukan pemesanan.

  Faktor Pemasaran

  • Untuk mengantisipasi perubahan, maka wirausaha harus selalu berusaha untuk lebih efisien dan efektif dalam mengelola usahanya. Hal-hal yang dapat dilakukan di antaranya ialah dengan melakukan TQM (Total Quality

  Faktor Manajemen

  Management ), benchmarking dengan meniru usaha yang berhasil, performance measurement , empowerment, memiliki nilai tambah tambah dibaningkan dengan

  usaha lain yang sejenis (competitive advantage), strategi yang lebih unggul dan lain-lain (Situmorang, 2011:103).

  • Melakukan sentralisasi pengendalian keuangan dengan cara melakukan efisiensi anggaran, terutama dengan pemotongan biaya-biaya yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi, peramalan arus kas, pengelolaan modal kerja, dan mengurangi penjualan dengan cara piutang.

  Faktor Keuangan

b) Ciri-Ciri Wirausaha Yang Berhasil

  Para pakar ekonomi memiliki pendapat yang berbeda-beda untuk mendeskripsikan wirausaha yang berhasil. Sukirno (2006) berpendapat bahwa seorang wirausaha yang berhasil memiliki kepercayaan diri yang baik, kreatif, berani mengambil resiko, memiliki perencanaan yang baik, berorientasi pada masa depan, berorientasi pada tugas dan keputusan, berorientasi pada kemanusiaan, memiliki kemampuan manajemen, mampu membuat keputusan, mampu mendirikan usaha serta memiliki konsep keaslian pada produk yang dihasilkan. Hornaday dalam Riani (2006:14) juga mengungkapkan hal yang sama yaitu seorang wirausaha yang berhasil memiliki sikap mental yang positif, memiliki daya pikir yang kreatif, inovatif, memiliki motivasi yang tinggi, kemampuan untuk mengambil resiko dan kemampuan untuk bersaing.

2.1.3 Self Leadership

a) Konsep Self Leadership

  Kata pemimpin pertama kali muncul pada tahun 1300, sedangkan kata kepemimpinan muncul pada tahun 1800 (Arifin, 2012:1). Menurut Fairchild dalam Arifin (2012:1), seorang pemimpin adalah orang yang mampu membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas persuasif, dan penerimaan secara sukarela oleh pengikutnya. Kepemimpinan merupakan seni dan praktek dari praktek dan pengaruh yang efektif (Bass, 1990). Kepemimpinan diri atau self

  leadership menurut Manz et al., dalam Muckhtar dan Lubis (2012)

  mendeskripsikan proses mempengaruhi diri sendiri melalui suatu tindakan yang mampu dilakukan orang tersebut dan mencapai suatu arah diri serta motivasi diri yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. Self leadership diartikan sebagai pemahaman dalam mempengaruhi diri yang cenderung mengarahkan seseorang terhadap tindakan dalam melakukan pekerjaan yang memotivasi secara alami. Hal ini juga dapat diartikan sebagai usaha mengarahkan seseorang untuk melakukan pekerjaan yang tidak diinginkan namun harus dikerjakan (Tabak et al., 2011).

  Self leadership meliputi perilaku spesifik dan rancangan strategi kognitif

  untuk mempengaruhi pribadi secara efektif. Strategi ini secara umum dikelompokkan ke dalam tiga kategori pokok, yaitu strategi yang berpusat pada perilaku (behavior focus strategy), natural focus strategies(strategi fokus alami), dan strategi pola berpikir konstruktif (constructive thought pattern strategies). (Manz dan Neck, 2004).

  Sedangkan menurut Mc Shane &Von Glinow (2003), self leadership meliputi latihan mental (mental practice), merancang penghargaan pribadi (designing natural rewards), pengawasan diri (self monitoring), penguatan diri (self reinforcement) dan isyarat pribadi (self cueing). Dari definisi-definisi di atas maka dapat dikatakan bahwa self leadership merupakan proses mempengaruhi diri sendiri dengan memotivasi diri untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Dolbier et al., (2001) dalam hasil penelitiannya mengatakan bahwa self leadership secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap kesehatan seseorang karena seorang wirausaha yang memiliki self leadership cenderung mengalami tingkat tekanan yang dimiliki dalam pekerjaan cenderung dapat diatasi.

  Langkah pertama dalam menyusun self leadership adalah menyusun cita- cita untuk pekerjaan (personal goal setting). Langkah ini meliputi pengidentifikasian cita-cita khusus yang ingin dicapai, cita-cita yang relevan dan menantang. Hal yang membuat ini berbeda adalah cita-cita ini disusun sendiri, bukan merupakan hasil diskusi bersama dengan atasan atau rekan (Mc Shane & Von glinow, 2003 ). Langkah selanjutnya adalah pola berfikir yang konstruktif (constructive thought patterns). Sebelum memulai suatu tugas dan ketika melaksanakannya, wirausaha sebaiknya memiliki pemikiran yang postif mengenai apa yang dilakukannya dan begitu juga dengan penyelesaian pekerjaan. Wirausaha akan lebih termotivasi dan siap untuk menyelesaikan pekerjaannya setelah ia melakukan „positive self talk’ (mampu menyemangati diri sendiri) dan „mental imagery’(gambar diri).

  Pada positive self talk mengacu kepada suatu situasi ketika wirausaha berbicara pada dirinya sendiri mengenai pemikiran-pemikiran atau tindakan- tindakan yang dilakukannya. Beberapa dari komunikasi internal yang dilakukan akan membantu proses pengambilan keputusan, seperti menimbang keuntungan suatu pilihan tertentu (Mc Shane & Von Glinow, 2003).

  Tahapan selanjutnya pada self leadership(kepemimpinan diri) adalah self

  

monitoring (pemantauan diri). Self monitoring adalah proses agar diri dapat

  memantau kemajuan dari suatu pekerjaan. Self monitoring meliputi pengawasan secara regular, perencanaan serta umpan balik. Orang yang membuat umpan balik terhadap tugasnya lebih baik daripada umpan balik yang dibuat oleh orang lain (Mc Shane & Von Glinow, 2003).

  Setelah self monitoring (pemantauan diri), selanjutnya adalah self

  

reinforcement (penguatan diri). Self reinforcement (penguatan diri) terjadi ketika

  seorang wirausaha memiliki kendali penuh untukmenguatkan dirinya namun tidak menggunakannya untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Misalnya dengan mengambil waktu istirahat setelah mencapai target yang telah ditetapkan. Istirahat kerja di sini termasuk dalam bentuk dorongan diri yang positif. Self reinforcement (penguatan diri) juga terjadi ketika memutuskan untuk melakukan hal yang menyenangkan setelah menyelesaikan pekerjaan yang tidak disenangi. Misalnya setelah menyelesaikan laporan yang sulit, wirausaha memutuskan untuk melakukan hal yang lebih menyenangkan seperti berjalan-jalan sejenak untuk menenangkan pikiran ( Mc Shane & Von Glinow, 2003).

b) Dimensi Self Leadership

  Secara umum strategi self leadership dibagi menjadi tiga kategori besar (Houghton dan Neck, 2002) yaitu: a.

   Behavior focus strategy

  Tindakan yang dilakukan diinginkan yang berdampak positif yang mengarah pada keberhasilan, serta menekan perilaku negatif yang dapat mengarah pada kegagalan. Behavior focus strategies (strategi perilaku fokus) bertujuan untuk meningkatkan kesadaran diri, menuntun pada pengaturan perilaku termasuk untuk tugas-tugas yang tidak disenangi oleh wirausaha itu sendiri. Behavior

  focus strategy (strategi perilaku fokus) terbagi menjadi:

  Visualizing successful performance (membayangkan kesuksesan)

  • Self talk (komunikasi pada diri sendiri)
  • Self goal setting(penentuan tujuan pribadi)
  • Penentuan tujuan pribadi yang mengarah pada peningkatan kinerja.

  b.

   Natural focus strategy

  Tindakan yang dilakukan dengan memasukkan sesuatu yang menyenangkan ke dalam pekerjaan yang dilakukan agar pekerjaan tersebut terasa lebih menyenangkan. Misalnya dengan meletakkan foto keluarga atau orang yang berarti di meja kerja, adanya barang yang unik, bekerja sambil mendengarkan musik, dan sebagainya. Natural focus strategy (strategi fokus alami) dibagi atas: Self reward (penghargaan diri)

  • Tindakan yang dilakukan seorang wirausaha ketika mencapai tujuan yang ditetapkannya, misalnya dengan memberikan hadiah bagi dirinya sendiri.
  • Hukuman yang diberikan bisa dengan tidak melakukan hal yang disenangi jika tujuan tidak tercapai sesuai harapan atau hasil pekerjaan tidak baik.

  Self punishment (hukuman diri)

  • Penguatan dengan memberikan hadiah kecil pada diri sendiri, misalnya dengan pergi dengan teman atau yang lainnya.

  Natural reward (penghargaan alami)

  c.

   Construction tought pattern (konstruksi pola pikir)

  • Perilaku seseorang yang dapat mengarah pada kesadaran kapan dan mengapa seorang wirausaha melakukan suatu perilaku tertentu.

  Self observation (pengamatan sendiri)

  Evaluating belief and assumptions (evaluasi keyakinan dan anggapan)

  • Self cueing (isyarat sendiri)
  • 2.1.4 Self Efficacy

a) Pengertian Self Efficacy

  Bandura dalam Muhdiyanto (2013) mendefiniskan self efficacy sebagai keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Bandura dan Woods menjelaskan bahwa self efficacy mengacu pada keyakinan akan kemampuan individu untuk menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan yang diperlukan untuk untuk memenuhi tuntutan situasi. Bandura dalam Punnet et al., juga menyatakan bahwa self efficacy merupakan keyakinan memiliki kemampuan untuk menunjukkan keberhasilan di area tertentu. Hal ini dibuktikan bahwa motivasi dan keberhasilan ditentukan oleh seberapa efektif seseorang percaya bahwa mereka bisa. Seseorang yang memiliki nilai self efficacy yang tinggi cenderung untuk mencoba lebih keras untuk menguasai tantangan dalam situasi sulit, menunjukkan kegigihan dalam menghadapi hambatan, menanggapi umpan negatif dengan meningkatkan usaha dan motivasi, menentukan lebih banyak tujuan yang menantang, dan bekerja lebih keras dan lebih panjang untuk mencapainya. Self efficacy telah terbukti untuk memprediksi efektifitas penggunaan strategi dalam pembuatan keputusan manajerial (Wood et al., dalam Punnet et al., 2007).

  Sementara itu, Baron dan Byrne (1991) mendefinisikan self efficacy sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan. Pernyataan- pernyataan tersebut juga diperkuat oleh Cromie dalam Indarti dan Rostiani (2008), yang menjelaskan self efficacy mempengaruhi kepercayaan seseorang pada tercapai atau tidaknya tujuan yang sudah ditetapkan. Maka, berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dikatakan bahwa self efficacy merupakan keyakinan diri seseorang terhadap kemampuan atau kompetensi dirinya dalam melakukan tugas yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

  Bandura et al., (2010), berpendapat bahwa keyakinan keberhasilan seseorang memediasi pola-pola pikir berikutnya, respon kreatif, dan tindakan, bahwa self efficacy berhubungan positif dengan pola motivasi yang positif. Secara langsung self efficacy dapat berpengaruh pada:

  1. Pola pemikiran Self efficacy mempengaruhi perkataan pada diri wirausaha.

  2. Pemilihan perilaku Keputusan seorang wirausaha didasarkan pada efikasi yang dirasakan terhadap pilihannya, misalnya pada usaha yang dijalankan.

  3. Usaha motivasi Seorang wirausaha yang memiliki self efficacy tinggi cenderung mencoba lebih keras dan berusaha melakukan tugasnya dengan baik.

  4. Daya tahan

  Wirausaha yang memiliki self efficacy tinggi cenderung akan bangkit dan bertahan ketika menghadapi kegagalan, sedangkan wirausaha dengan tingkat self

  efficacy lebih rendah cenderung menyerah pada tantangan dan resiko.

  5. Daya tahan terhadap stres Seorang wirausaha yang memiliki self efficacy yang lebih tinggi cenderung memiliki tingkat stres yang lebih rendah pada kegagalan. Sedangkan wirausaha yang memiliki self efficacy yang rendah cenderung mengalami stres dan perasaan mudah gagal.

b) Sumber Self Efficacy

  Self efficacy yang dimiliki oleh wirausaha dapat berasal dari dalam dirinya

  sendiri, namun dapat juga timbul karena lingkungan sekitarnya. Keyakinan akan

  self efficacy terbentuk dari empat prinsip utama (Bandura dalam Muhdiyanto,

  2013) yaitu:  Enactive Mastery Experience (Pengalaman yang paling berkesan)

  Pada prinsip ini dijelaskan bahwa kesuksesan akan membangun keyakinan yang kuat akan self efficacy, sedangkan kegagalan dapat menjatuhkan, terutama jika self efficacy belum terbangun dengan kuat. Namun, kesulitan atau kegagalan juga dapat menjadi kesempatan untuk belajar bagaimana mengubah kegagalan menjadi kesuksesan dengan berdasarkan pada suatu kemampuan untuk berlatih dalam mengontrol setiap keadaan menjadi lebih baik (Bandura dalam Kawuryan, 2007). Maka berdasarkan hal ini, apabila seorang wirausaha pernah berhasil menyelesaikan masalah atau tantangan yang besar, maka di masa yang akan datang jika ia mengalami keadaan yang kurang lebih sama, maka wirausaha tersebut akan lebih optimis menyelesaikan tugas barunya tersebut.  Vicarious Experience (Pengalaman orang lain)

  

Vicarious experience (pengalaman orang lain) ialah tipe self efficacy yang

  dipengaruhi oleh pengalaman orang lain. Contohnya ialah seorang wirausaha yang mengamati wirausaha lain yang memiliki kemampuan yang hampir sama dengannya mampu berhasil menyelesaikan tantangannya, maka hal tersebut dapat meningkatkan self efficacy wirausaha tersebut. Tipe ini didukung oleh teori yang disampaikan oleh Bandura dalam Kawuryan (2007) yang mengatakan bahwa dampak dari

  

perceived self efficacy cukup kuat, yaitu dengan mempersepsikan

kesamaan dengan model atau orang yang menjadi contoh.

   Social Persuassion (Pengaruh sosial)

  

Social persuassion (Bandura dalam Kawuryan, 2007) merupakan cara

  untuk memperkuat keyakinan seseorang bahwa mereka memiliki sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai keberhasilan. Tindakan-tindakan yang sifatnya persuasi dapat mempersepsikan self efficacy yang dimiliki, sehingga membuat wirausaha berusaha cukup keras untuk mampu mengembangkan keahlian dan sense of personal efficacy yang dimilikinya. Peningkatan keyakinan diri yang tidak realitis dengan kompetensi wirausaha dapat dilihat dari hasil usaha yang jauh dari yang diharapkan. Tetapi para wirausaha muda yang telah mempersuasikan bahwa ia tidak memiliki kemampuan yang cukup cenderung akan menghindari aktivitas yang menantang yang dapat menggali potensi sebenarnya dari dirinya, dan lebih mudah menyerah.  Phisicological And Affective State (Psikologi dan kecenderungan)

  Dalam menilai kemampuannya wirausaha percaya bahwa informasi somatis didapat melalui kondisi psikologis dan emosi. Pada prinsip ini kondiri perasaan wirausah muda juga mempengaruhi self efficacy yang dimilikinya. Fisiologis sebagai indikator dari self efficacy memiliki peran utama dalam fungsi kesehatan dan aktivitas yang membutuhkan stamina dan kekuatan (Bandura dalam Kawuryan, 2007).

  c) Dimensi Self Efficacy

  Pemikiran self efficacy pada umumnya didefinisikan sebagai keyakinan terhadap kemampuan untuk melaksanakan aktivitas kewirausahaan dengan fokus evaluasi kemampuan manajerial, fungsional dan teknik seseorang (Naktiyok et

  al., 2009). Terdapat dua skala yang digunakan oleh para peneliti untuk

  menunjukkan hubungan antara self efficacy dengan kemampuan mendirikan usaha baru. Skala pertama yang digunakan adalah entrepreneurial self efficacy belief (keyakinan self efficacy berwirausaha). Skala ini digunakan oleh Chen dalam Naktiyok (2009) untuk mengevaluasi kemampuan seseorang dalam hal manajerial, inovasi, pengambilan resiko dan pengendalian keuangan. Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap 140 orang mahasiswa menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara keyakinan diri berwirausaha

  (entrepreneurial self efficacy). Penelitian tersebut berpendapat bahwa seseorang dengan self efficacy yang lebih tinggi mampu mengevaluasi peluang berwirausaha lebih baik dan mampu melihat hasil yang lebih positif.

  Skala kedua yang digunakan adalah self evaluation capability (kemampuan mengevaluasi diri), skala ini dikembangkan oleh De Noble et al., (1991) pada sebuah penelitian terhadap 272 mahasiswa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diindikasikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara pemikiran self efficacy (resiko dan kemampuan mengatasi keadaan yang tidak terduga, inovasi dan pengembangan produk, kemampuan hubungan dan jaringan, kemampuan untuk melihat peluang, kemampuan untuk menemukan sumber daya, kemampuan untuk mengembangkan dan memelihara lingkungan bisnis yang inovatif) dan keinginan berwirausaha.

  Dari kedua skala tersebut ditemukan enam dimensi utama pemikiran self

  

efficacy . Dimensi-dimensi tersebut adalah keyakinan pada kemampuan

  mengembangkan produk baru dan peluang pasar, keyakinan untuk dapat mengatasi tantangan yang tidak terduga, keyakinan untuk dapat mengembangkan sumber daya yang ada, keyakinan untuk dapat mendefinisikan tujuan inti, keyakinan pada kemampuan membangun lingkungan yang inovatif, keyakinan pada kemampuan membangun hubungan dengan investor.

d) Self Efficacy Dan Keberhasilan Wirausaha

  Semakin tinggi tingkat self efficacy pada diri seorang wirausaha pada masa awal berkarir, maka intensi kewirausahaan yang dimiliki akan semakin kuat (Betz dan Hacket dalam Indarti dan Rostiani, 2008). Penelitian menunjukkan bahwa perilaku yang diharapkan dari seseorang tidak cukup bernilai untuk mendapatkan umpan balik yang positif. Ketika seseorang memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan memiliki kompetensi sosial yaitu dengan memiliki empati kepada orang lain biasanya orang ini cenderung akan bekerja keras dengan didasarkan pada kehati-hatian. Keberhasilan peluang menyelesaikan tugas akan semakin besar jika diikuti dengan self efficacy yang tinggi (Muhdiyanto, 2013). Seseorang dengan self efficacy tinggi lebih befokus pada peluang yang lebih baik dan melihat tantangan sebagai sesuatu yang harus diatasi.

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

  No. Peneliti (Tahun) Judul Variabel Penelitian Teknik Analisis Kesimpulan

  1. Daulay dan Ramadini (2013) Efikasi Diri dan

  Motivasi pada Keberhasilan Usaha pada Usaha Fotocopy dan Alat Tulis Kantor di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Efikasi Diri

  (X 1 ) Motivasi (X 2 ) Keberhasilan usaha (Y) 1.

  Metode analisis deskriptif.

  2. Metode regresi linier berganda Variabel efikasi diri berpengaruh positif dan signifikan terhadap keberhasilan usaha. Namun variabel motivasi member pengaruh negatif yang signifikan terhadap keberhasilan usaha. Dari nilai keofisien beta yaitu sebesar 3.028 maka faktor yang paling dominan mempengaruhi keberhasilan usaha ialah efikasi diri.

  2. Firdaus Efektivitas Penggunaan Analisis Sebagian besar pengusaha muda di kota

  (2013) Penggunaan Smartphone dalam Mendukung Kegiatan Bisnis Pengusaha Muda di Kota Bandung Menggunakan Teknologi Acceptance Model (TAM) smartphone (X) Kegiatan bisnis (Y) deskriptif dengan metode survey melalui metode paper- based questionnaire dan computer based quetionnaire

  Bandung telah merasakan manfaat smartphone dalam mendukung bisnisnya. Pengusaha muda dengan usia di bawah 2 tahun sudah cukup banyak, ini menunjukkan bahwa adanya kesadaran untuk menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa bergantung kepada orang lain terus-menerus.

  3. Rachmat (2012) Entrepreneur sebagai Pilihan Karir Mahasiswa Maluku Utara: Peran Efikasi Diri dan Kepribadian

  Sikap (X 1 ) Norma subjektif (X 2 ) Efikasi diri

  (X 3 ) Openness to experience (X 4 ) Niat menjadi entrepreneur (Y) Menggunakan

  SEM berbasis komponen (component based) dengan program SmartPLS ver.2.M3 Sikap, norma subjektif, dan openness to experience berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat menjdi entrepreneur . Sebaliknya, self efficacy tidak signifikan terhadap niat menjadi entrepreneur.

4. No.

  Pengaruh Motivasi, Self efficacy , dan Locus of Control terhadap Minat Berwirausaha (Studi pada Siswa

  Firda (2010) Peneliti (Tahun)

  (X 2 ) Locus of Control (X 3 ) Minat

  Berwirausaha Variabel Penelitian

  Analisis regresi berganda Teknik Analisis

  Motivasi dan self efficacy berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha dengan nilai siginfikansi dari motivasi (X 1 ) 0.000 dan variabel self efficacy (X2) 0.046 di mana nilainya lebih kecil

  α=0.5. Variabel internal locus of control (

  X 3 ) dan external locus of Kesimpulan

  SMK Kota Padang) (Y) control (X 4 ) memiliki signifikansi 0.983 dan 0.473 di mana nilainya lebih besar dari α=0.05, variabel internal locus of control (X 3 ) dan external locus of control (X 4 ) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap minat berwirausaha.

  Judul Motivasi (X 1 ) Self Efficacy

  5. Indarti dan Rostiani (2008) Intensi

  (Y) Analisis kualitatif dan kuantitatif

  Tema yang muncul menunjukkan bahwa sifat dari hubungan antara mentor dan wirausaha muda yang dimentori dipengaruhi pada tiga fase penting, permulaan, pertengahan dan akhir. Mentor harus menggunakan pendekatan terhadap wirausaha tang dapat mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kepercayaan diri. Gaya mentoring yang kurang instruksional dan lebih memberikan dorongan sebagai pelanggan bisnis mulai berkembang.

  (Y) Analisis deskriptif dengan menggunakan metode survei

  Faktor kesuksesan (X 1 ) Hubungan (X 2 ) Tantangan (X 3 ) Kemampuan pelatih (X 4 ) Dukungan (X 5 ) Kesuksesan

  Entreprenuers: What Leads to Success?

  No. Peneliti (Tahun) Judul Variabel Penelitian Teknik Analisis Kesimpulan

  Perempuan profesional sukses dinilai tinggi pada perlunya prestasi, lokus internal kontrol, dan keyakinan diri sendiri dibandingkan melakukan perbandingan kelompok pelajar. Bertentangan dengan yang diharapkan, pembimbingan tidak diartikan sebagai sesuatu yang signifikan dalam pencapaian kesuksesan. Tetapi dukungan keluargalah yang dipandang penting. Dalam variabel budaya, wanita yang sukses dan kelompok pelajar pembanding dinilai sama. Persamaan dan perbedaan di antara tiga negara termasuk dalam cakupan diskusi penelitian tersebut.

  Akan Pretasi (X 3 ) Mentoring Nilai kebudayaan (X 4 ) Wanita Sukses

  Kewirausahaan Mahasiswa: Studi Perbandingan antara Indonesia, Jepang, dan Norwegia

  (X 1 ) Lokus Kontrol (X 2 ) Kebutuhan

  Professionally Successful Women: Some Evidence From The English- Speaking Caribbean Self efficacy

  6. Punnet, Nurse, Duffy, Fox, Gregory, Lituchy, Monserrat, Olivas-Lujan, Santos (2007)

  Kuisioner Variabel-variabel yang berhubungan dengan kepribadian, instrument, dan demografi sama-sama menentukan intensi kewirausahaan secara signifikan, namun hanya mampu menjelaskan sebesar 28,2% untuk Indonesia, 14,2% untuk Jepang, dan 24,8% untuk Norwegia.

  Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling .

  (X 2 ) Kesiapan instrumen (X 3 ) Jender (X 4 ) Umur (X 5 ) Latar belakang pendidikan (X 6 ) Pengalaman kerja (X 7 ) Intensi kewirausahaan (Y)

  Kebutuhan akan prestadi (X 1 ) Efikasi diri

7. Cull (2006) Mentoring Young

  

8. Dolbier, The Relationships Self leadership Analisis Self leadership secara positif

Soderstrom, Between Self (X ) deskriptif berpengaruh terhadap hasil kesehatan 1 Steinhart Leadership and Peningkatan dengan dan berhubungan terhadap tingkat stres (2001) Enhanced psikologis (X ) menggunakan pada pekerjaan. 2 Psychological, Kesehatan (X ) survei Self leadership berpengaruh positif 3 Health, and Work Hasil kerja (Y) terhadap hasil kerja atas anggapan Outcomes kepuasan kerja, komunikasi organisasi, kualitas manajemen, hubungan dengan pimpinan, dan budaya kelompok.

  Sumber: Data Diolah

2.3 Kerangka Konseptual

  Self leadership adalah proses mempengaruhi diri sendiri. Sifat yang

  dipengaruhi oleh self leadership berupa konfidensi diri, ketegasan, resiliensi, energi, kebutuhan akan prestasi, kemauan memikul tanggungjawab, fleksibilitas dan maturitas emosional(Manz, 1992). Faktor kepemimpinan (leadership) menjadi salah satu syarat untuk menjadikan sebuah usaha berkembang menjadi usaha usaha yang luar biasa. Ticky dalam Situmorang (2011:82) mengatakan bahwa setua apapun suatu bisnis, seorang pemimpin yang bertumbuh akan tetap melihatnya sebagai bisnis yang bertumbuh. Pemimpin tersebut tidak mengenal batas pertumbuhan. Dan ketika melihat suatu peluang dengan cepat pemimpin ini akan melihat resiko yang ada, mengembangkan keahliah dan berkompetisi untuk mengeksplorasi peluang tersebut untuk berinovasi. Pemimpin yang memiliki self

  

leadership yang tinggi akan senantiasa belajar dan mencari cara bagaimana agar

usaha yang dimiliki dapat semakin bertumbuh dan berkembang.

  Self efficacy didefinisikan sebagai evaluasi seseorang mengenai

  kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan (Baron and Byrne, 1991). Seseorang yang berjiwa wirausaha yang memiliki self efficacy tinggi percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu dengan mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya. Di sisi lain, seseorang yang memiliki self efficacy rendah cenderung menganggap bahwa mereka tidak mampu untuk melakukan sesuatu yang dapat memberikan dampak positif bagi sekitarnya, hal ini dapat dipengaruhi oleh kurangnya rasa percaya diri. Hal ini mengakibatkan seseorang dengan self efficacy rendah cenderung mudah menyerah, sedangkan orang dengan self efficacy tinggi akan berusaha keras untuk menyelesaikan tantangan yang ada. Fakta membuktikan bahwa motivasi dan dan keberhasilan ditentukan dari seberapa besar orang itu percaya bahwa mereka mampu.

  Dibutuhkan kecerdasan wirausaha untuk mengkombinasikan dan mengolah self leadership dan self efficacy individu menjadi kekuatan pencapai keberhasilan. Namun jelas bahwa seseorang yang memiliki self leadership dan

  self efficacy merasa bahwa mereka mampu mencapai kesuksesan, dan hal ini

  ditunjukkan oleh adanya dorongan dan usaha untuk mendapatkan pencapaian yang lebih tinggi lagi dalam usaha yang mereka miliki (Punnett et al, 2007).

  Berdasarkan landasan teori dan tinjauan pustaka yang ada, maka kerangka konseptual dari penelitian ini disajikan dalam gambar berikut ini :

  Self Leadership (X 1 )

  H

  1 Keberhasilan Usaha (Y)

  H

  2 Self Efficacy (X 2 )