BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Harga Saham Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2009 – 2012
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pasar modal di indonesia yang di laksanakan oleh Bursa Efek Indonesia belakangan ini tumbuh dengan cepat , hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan yang sudah go public di Indonesia. Perusahaan – perusahaan go menjadikan pasar modal sebagai lembaga alternatif untuk memperoleh
publik
sumber dana yang di butuhkan untuk pengembangan perusahaan. Pada sisi lain investor melakukan investasi untuk memperoleh laba atau sering di sebut dengan return yang terbaik , return diperoleh investor dari dua sumber, yaitu dalam bentuk pembagian dividen dan kenaikan harga saham di pasar modal.
Naik dan turunnya harga saham pada dasarnya menjadi perhatian utama investor melakukan investasi dari pada mengharapkan pembagian dividen yang dilakukan secara berkala dan tidak ada jaminan pembayaran dividen meskipun perusahaan memperoleh laba , dan jika diperhatikan maka tingkat return dari pembayaran dividen pada dasarnya lebih kecil daripada return yang diperoleh dari kenaikan harga saham.
Harga saham yang terjadi di Bursa Efek Indonesia sewaktu – waktu dapat berubah secara acak. Hal ini dapat di lihat dari hasil temuan oleh Husnan Mamduh tentang harga saham dalam pengamatan pada tahun 1990, menyatakan bahwa harga saham adalah acak dan efisiensi pasar Bursa Efek Indonesia berada pada bentuk efisiensi lemah (Husman dan Mamduh 1991). Kondisi ekonomi dimana terjadinya krisis finansial global pada tahun 2008, Krisis ini memberi dampak buruk pada perkembangan dunia khususnya dunia perbankan. Hampir seluruh negara di dunia mengalami keterpurukan ekonomi termasuk Indonesia dan banyak perusahaan yang collapsed tidak bisa melanjutkan operasi usahanya. Krisis yang berasal dari Amerika Serikat ini berawal dari jatuhnya Lehman Brothers, sebuah perusahaan jasa keuangan global di Amerika Serikat (Depkeu, 2008). Krisis ini secara beruntun menyebabkan effect domino terhadap solvabilitas dan likuiditas lembaga- lembaga keuangan di negara Eropa, yang antara lain menyebabkan kebangkrutan ratusan bank, perusahaan sekuritas, reksadana, dana pensiun dan asuransi kemudian merambat ke belahan Asia. Demikian juga halnya dengan pasar modal domestik yang mengalami gejolak dan harga saham terjun bebas, yang ditunjukkan dengan penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG) secara tajam yakni dari 2830 pada tanggal 9 Januari 2008 menjadi 1155 pada tanggal 20 November 2008 atau menurun lebih dari 50%. Secara individu beberapa perusahaan besar baik di dalam negeri maupun di luar negeri mengalami penurunan nilai kapitalisasi pasar yang sangat besar. Di Indonesia, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana dan mencapai 10.306 orang (Outlook Bank Indonesia, 2009). Kondisi tidak sehatnya kinerja keuangan perbankan di Indonesia sangat mungkin sudah terjadi sebelum datangnya masa krisis moneter, namun hal ini tidak terdeteksi secara nyata oleh masyarakat. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan Orde Baru yang memudahkan syarat-syarat pendirian suatu bank, sehingga banyak
bank-bank baru yang bermunculan. Mayoritas bank-bank tersebut dimiliki oleh kalangan pengusaha, dan bukan bankir sehingga ketika krisis moneter mengguncang Indonesia, banyak perbankan yang tidak siap menanggung beban akibat tidak sehatnya kinerja keuangan bank. Imbasnya, sejumlah bank yang ada di Indonesia dilikuidasi oleh Pemerintah. Dari sekitar 200-an bank yang ada di Indonesia pada saat itu, terdapat 16 bank yang telah dilikuidasi oleh pemerintah per 1 November 1997, 38 bank yang dibekukan kegiatan kliringnya, serta 10 bank yang juga dibekukan kegiatan operasinya pada Agustus 1998. Jika ditotal terdapat sekitar 64 bank yang dlikuidasi atau dibekukan kegiatan operasinya. Jumlah ini sekitar 30% dari 200-an bank yang ada di Indonesia. Kondisi ini tentu sangat memukul perbankan nasional pada waktu tersebut. Berkaca pada peristiwa tersebut maka, kelangsungan hidup suatu bank juga merupakan faktor yang penting bagi kestabilan perekonomian Indonesia saat ini.Kasus PT. Bank Century pada tahun 2008 merupakan salah satu kasus dimana kecukupan modal tidak dapat memenuhi kewajiban. Bank Indonesia (BI) berhasil menemukan berbagai surat berharga valuta asing milik PT. Bank Century, Tbk. Surat berharga tersebut telah jatuh tempo dan Bank Century kesulitan likuidasi sehingga mengalami gagal bayar dengan jumlah hutang sebesar $ 56 juta. Kondisi seperti ini sudah dialami oleh Bank Century sejak tahun 2006. Kelangsungan hidup sebuah perusahaan selalu dihubungkan dengan kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan untuk dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang dan bukan merupakan tanggung jawab auditor. Dalam menjalankan suatu bisnis setiap perusahaan memiliki banyak kebutuhan, terutama yang berkaitan dengan dana. Dana merupakan elemen utama yang mendasari setiap kegiatan bisnis, dimana dana diperlukan untuk membiayai berbagai kegiatan operasional perusahaan agar perusahaan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dana harus selalu tersedia di dalam perusahaan pada jumlah tertentu sehingga pada saat dibutuhkan perusahaan tidak kesulitan untuk menutupi biaya yang timbul akibat kegiatan operasional perusahaan tersebut.
Ada kalanya perusahaan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dana, maka dalam situasi seperti ini perusahaan dihadapkan pada beberapa pilihan atas sumber dana mana yang dapat digunakan. Adalah tugas seorang manajer keuangan untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam hal ini seorang manajer keuangan harus dapat mengambil keputusan berdasarkan rasionalitas, pengalaman, dan intuisi, sumber dana mana yang dapat digunakan dan baik bagi perusahaan kedepannya. Karena tidak semua sumber dana baik digunakan oleh perusahaan, perlu berbagai pertimbangan untuk dapat memutuskan bahwa sumber dana tersebut pantas digunakan.
Kedua sumber dana tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Penggunaan modal sendiri (internal financing) mudah diperoleh, dengan syarat yang ringan dan masa pengembalian yang relatif lama, selain itu tidak terdapat beban bunga dan beban lainnya dalam pembayaran angsuran. Namun sebagai sumber dana jumlah yang ditawarkan terbatas, ini merupakan masalah bila dana yang dibutuhkan relatif besar.
Modal asing/pinjaman (external financing) menawarkan jumlah dana yang tidak terbatas, namun diimbangi dengan bunga cukup tinggi dan masa pengembalian yang singkat. Tekanan pemenuhan kewajiban inilah yang dapat memotivasi kinerja manajemen agar bekerja lebih aktif dalam menghasilkan pundi-pundi laba yang kemudian dapat digunakan untuk membayar pokok dan bunga pinjaman.
Selanjutnya kembali lagi kepada manajer keuangan untuk dapat mengolah dan memanfaatkan dana-dana yang sudah diperoleh agar dapat diinvestasikan kedalam aktiva produktif guna menghasilkan keuntungan yang telah direncanakan. Manajer harus melakukan kombinasi dari setiap sumber dana, penggunaan dana-dana tersebut jangan sampai membebani perusahaan dimasa mendatang. Perlu dilakukan pembatasan penggunaan dana yang berasal dari modal asing/pinjaman (external financing), mengingat risiko dari sumber dana ini cukup tinggi.
Kombinasi dari penggunaan sumber dana tersebut dikenal dengan rasio penggunaan dana pinjaman, atau lebih dikenal dengan rasio solvabilitas atau rasio leverage. Rasio solvabilitas bank relatif tidak jauh berbeda dengan rasio solvabilitas perusahaan nonbank, hal ini dikarenakan komponen laporan keuangan bank yang berbeda dengan komponen laporan keuangan perusahaan nonbank. Dimana rasio solvabilitas bank merupakan ukuran kemampuan bank dalam mencari sumber dana untuk membiayai kegiatannya.
Baik buruknya kinerja keuangan dapat diukur dengan menggunakan rasio keuangan . Bukti empiris menunjukkan bahwa current rasio , debt to
equity dan return on asset berpengaruh positif terhadap return saham di pasar
modal. Tetapi berbeda dengan apa yang terjadi indonesia dimana faktor-faktor ekternal nampak mempunyai pengaruh yang lebih dominan terhadap pembentukan harga saham. Capital Adequacy Ratio adalah rasio likuiditas yang menggambarkan mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban financial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Debt to equity rasio adalah adalah yang menggambarkan kinerja perusahaan secara keseluruhan
rasio leverage
yang membandingkan total liabilities dengan total equity return on asset adalah rasio profitabilitas yang dapat menggambarkan kinerja perbandingan antara net profit after tax dengan total asset suatu perusahaan. Secara bersama-sama
, dan return on asset memiliki
capital adequacy ratio, debt to equity rasio
pengaruh signifikan (Emmanuel : 2006) Menurut Abdullah (2005: 120), rasio yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan bank adalah rasio solvabilitas (kecukupan modal), rasio likuiditas dan rasio profitabilitas. Rasio yang menggambarkan solvabilitas bank adalah Capital Adequacy Ratio (CAR) yang mengukur kecukupan modal yang yang dimiliki oleh suatu bank untuk menunjang aktiva yang mengandung resiko dan sekaligus menunjukkan tingkat kesehatan bank dalam aspek permodalannya (SE BI No. 6/DPNP/2004).
Gambaran likuiditas suatu bank dapat di ukur dengan rasio Loan to (LDR) yang mengukur rasio kredit terhadap dana pihak ketiga
Deposit Ratio
dan sekaligus menunjukkan tingkat kesehatan bank ditinjau dari segi likuiditasnya (SE BI No. 6/23/DPNP/2004), sendangkan Return on Asset (ROA) merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam mengelola asetnya untuk mendapatkan pendapatan atau laba dan sekaligus menunjukkan tingkat kesehatan dalam aspek Asset Quality (SE BI No. 6/23/ DPNP/2004),oleh sebab itu penulis mengukur kinerja keuangan perbankan dari ketiga rasio tersebut yakni Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to deposit
(LDR) dan Return on asset (ROA).
Ratio
Kinerja keuangan perbankan yang diwakili oleh rasio CAR, LDR, dan ROA serta harga saham perbankan menunjukkan perkembangan yang berbeda- beda. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh kinerja keuangan terhadap harga saham perbankan di Bursa Efek Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan penjelasan dari latar belakang yang telah ditentukan sebelumnya, maka peneliti mencoba merumuskan masalah yang menjadi dasar dalam penyusunan proposal ini, sebagai berikut: Bagaimana pengaruh kinerja keuangan yang terdiri dari Capital Adequacy Ratio (CAR),
Loan to Deposit Ratio (LDR) , dan Return On Assets (ROA), secara simultan
terhadap harga saham di Bursa Efek Indonesia ?
dan parsial
1.3 Batasan Masalah
Atas pertimbangan-pertimbangan efisiensi, minat, keterbatasan waktu dan tenaga serta pengetahuan penulis, maka penulis melakukan beberapa batasan konsep terhadap penelitian yang akan diteliti, yaitu diantaranya:
1. Penelitian ini dibatasi hanya selama empat tahun yaitu dari tahun 2009- 2012.
2. Penelitian ini dilakukan hanya terbatas pada perusahaan perbankan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI).
3. Solvabilitas perusahaan diukur dengan capital adequacy ratio (CAR) 4. Likuiditas perusahaan diukur dengan loan to deposit ratio (LDR).
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan memperoleh bukti empiris mengenai ada atau tidaknya pengaruh antara capital to deposit
ratio
(CAR), loan to deposit (LDR), return on asset (ROA), dan harga saham pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak antara lain :
1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan wawasan dan pemahaman yang mendalam adakah hubungan antara kinerja keuangan dan likuiditas terhadap harga saham pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan dan referensi dalam menentukan kinerja keuangan dan harga saham perusahaannya.
3. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.