BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Faktor Konsumen dan Faktor Penyedia Pelayanan Kesehatan Mata Retina terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Setiap organisasi baik organisasi perusahaan, organisasi sosial maupun organisasi pemerintah mempunyai tujuan yang dapat dicapai melalui pelaksanaan pekerjaan tertentu, dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada didalam organisasi tersebut, termasuk sumber daya manusia sebagai alat utama. Berhasil tidaknya suatu perusahaan tergantung pada kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjalankan aktivitasnya. Salah satu organisasi yang dimaksud adalah organisasi yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan kesehatan, yaitu Rumah Sakit.

  Rumah sakit sebagai institusi penyelenggara pelayanan kesehatan yang bersifat sosio ekonomis mempunyai fungsi dan tugas memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan rawat inap juga perawatan di rumah (Trisnantoro, 2000). Hakikat dasar dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah pemenuhan kebutuhan dan tuntutan dari para pemakai jasa pelayanan kesehatan (pasien) dimana pasien mengharapkan suatu penyelesaian dari masalah kesehatannya pada rumah sakit (Utama, 2003). Oleh karena itu pasien memandang bahwa rumah sakit harus lebih mampu dalam hal pemberian pelayanan medik dalam upaya penyembuhan dan pemulihan yang berkualitas, cepat tanggap atas keluhan serta penyediaan pelayanan kesehatan yang nyaman (Ristrini, 2005).

  Masyarakat sering tidak menyadari bahwa kesehatan merupakan hal yang sangat mahal yang tidak dapat dibayar. Ketika mengalami suatu penyakit, barulah terasa bahwa nilai kesehatan itu sangat berharga dan tidak dapat ditukar dengan nilai apapun, salah satu faktor kunci bagi terwujudnya SDM yang berkualitas adalah indera penglihatan. Hal ini disebabkan karena jalur utama penyerapan informasi dalam proses belajar individu (83%) terjadi melalui penglihatan. Oleh sebab itu, upaya pemeliharan kesehatan indera penglihatan dan pencegahan kebutaan menjadi satu hal yang perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak (Depkes RI, 2003).

  WHO memperkirakan jumlah penderita kebutaan akibat penyakit mata di dunia saat ini mencapai 17 juta orang. Kondisi ini mendapat perhatian besar lembaga- lembaga internasional sejak awal tahun 2000. Badan Kesehatan Dunia (WHO) bekerja sama dengan IAPB (International Agency for Prevention of Blindness) telah mencanangkan satu inisiatif global untuk penanggulangan masalah kesehatan mata dan kebutaan di seluruh dunia, yaitu program ”Vision 2020, The Right To Sight”. Visi ini kemudian diimplementasikan sesuai dengan kondisi masing-masing negara (Depkes RI, 2003).

  Berdasarkan data Depkes RI (2012), kebutaan akibat retina menempati urutan ke 2 setelah katarak, kemudian glaukoma, kelainan refraksi dan kelainan kornea.

  Kebutaan di Indonesia merupakan bencana nasional karena kebutaan menyebabkan kualitas sumber daya manusia menjadi rendah. Hal ini berdampak pada kehilangan produktivitas serta membutuhkan biaya untuk rehabilitasi dan pendidikan bila mengalami kebutaan. Berdasarkan data Rencana Strategi Nasional Penanggulangan

  Gangguan Penglihatan dan Kebutaan untuk mencapai Vision 2020, mengungkapkan angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5%. Sedangkan menurut Dandona (2001) kebutaan akibat kelainan retina menempati urutan ke 2 setelah katarak dengan persentase 22,4%. Angka ini menempatkan Indonesia pada urutan pertama dalam masalah kebutaan di Asia dan nomor dua di dunia (Keputusan Menteri Kesehatan RI Tahun 2005).

  Berdasarkan data Depkes RI (2012) penduduk Indonesia yang mengalami kebutaan karena gangguan retina berjumlah 8,5%. Berdasarkan jurnal International Ophthalmology (2005), seseorang yang mengalami kebutaan, baik pada satu mata maupun pada kedua matanya memerlukan perhatian serius karena dapat menimbulkan dampak sosio, ekonomi dan psikologi yang akhirnya menjadi beban individu, masyarakat bahkan negara.

  Salah satu penyebab seseorang mengalami kebutaan adalah gangguan pada retina. Hasil penelitian Wilarjo (2001), mengungkapkan bahwa macam komplikasi dari Diabetes Melitus (DM) di mata bukan hanya terjadi retinopati tetapi dapat juga terjadi katarak, yang menyebabkan penurunan visus lebih cepat dibandingkan dengan yang tanpa (DM) gangguan persyarafan bola mata dan perubahan refraksi (pembiasan sinar), sehingga menyebabkan kaca mata sering berubah ukuran. Berbeda dengan kebutaan yang disebabkan oleh katarak yang dapat ditanggulangi, kebutaan yang disebabkan oleh komplikasi DM pada Retina tidak dapat ditingkatkan derajat kesehatannya, karena tajam pengelihatannya mengalami penurunan drastis dan sulit ditanggulangi, sehingga terjadi buta permanen.

  Azwar (2000), menyatakan peningkatan derajat kesehatan hanya dapat dicapai apabila kebutuhan (needs) dan permintaan (demands) perseorangan, keluarga, kelompok dan atau masyarakat terhadap kesehatan, pelayanan kedokteran dapat terpenuhi. Kebutuhan dan permintaan ini terdapat pada pihak pemakai jasa pelayanan kesehatan.

  Propinsi Sumatera Utara terdiri dari 33 Kabupaten dan 7 Kota dengan jumlah penduduk 13.215.401 jiwa serta populasi penduduk miskin 11,6% memiliki 210 Rumah Sakit dan 501 Pusat Kesehatan Masyarakat (BPS, 2012). Angka prevalensi buta akibat gangguan retina secara nasional sudah didata, namun angka prevalensi gangguan retina ditiap-tiap daerah propinsi berbeda-beda, khusus untuk Sumatera Utara diperkirakan memiliki angka prevalensi buta akibat gangguan retina jauh lebih kecil daripada angka prevalensi buta retina nasional(Feryani, 2004).

  Gangguan penyakit pada mata akibat retina belum cukup kompeten, karena minimnya dokter spesialis mata yang khusus menangani kasus retina, dan pasien- pasien kebanyakan berobat sendiri ke Malaysia, Singapura, Jakarta dan Bandung. Mengingat jarak Malaysia lebih dekat dengan Kota Medan, maka kebanyakan pasien mendapatkan pelayanan retina ke Kuala Lumpur dan Pulau Penang

  Salah satu rumah sakit yang tanggap atas pelayanan penyakit gangguan mata akibat retina di Propinsi Sumatera Utara adalah Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera di Kota Medan. Berdasarkan survei pendahuluan di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan diperoleh data kunjungan pasien akibat gangguan pada mata selama dua tahun terakhir, yaitu tahun 2011-2012 disajikan pada Tabel 1.1.

  Tabel l.1 Jumlah Kunjungan Pasien di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan Tahun 2011-2012 Tahun 2011 Tahun 2012 Penyakit No Kunjungan Kunjungan Mata Baru % Ulang % Baru % Ulang %

  1 Umum 8.400 28.0 3.961 44.0 9.028 25.0 5.386

  44.7

  2 Merah 6.600 22.0 2.115 23.5 7.944 22.0 2.876

  23.9

  3 Infeksi 4.800 16.0 1.306 14.5 5.777 16.0 1.777

  14.8

  4 Kornea 3.900 13.0 859 9.5 5.011 13.9 1.169

  9.7

  5 Glaukoma 3.300 11.0 549 6.1 4.333 12.0 747

  6.2

  6 Retina 3.000 10.0 210 2.3 4.019

  11.1

  90

  0.7 Jumlah 30.000 100.0 9.000 100.0 36.112 100.0 12.045 100.0

  Sumber : Data Rekam Medik RS Kkhusus Mata Sumatera Medan, 2013

  Berdasarkan Tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa kunjungan pasien penyakit mata dengan kunjungan baru di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera tahun 2011-2012 cenderung mengalami kenaikan. Namun kunjungan ulang secara keseluruhan mengalami penurunan. Dari seluruh kunjungan ulang pasien penyakit mata, yang paling kecil kunjungan ulang adalah penyakit mata retina. Hasil wawancara dengan bagian penyakit mata di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan, diperoleh informasi bahwa kunjungan pasien penyakit mata retina tahun 2011 sebanyak 3.000 pasien dan pasien ini telah direkomendasikan dokter spesialis mata retina di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan harus kunjungan ulang untuk operasi mata retina, namun pasien yang berkunjung ulang hanya 210 orang (2,3%) dari total kunjungan ulang, begitu juga pada tahun 2012 menurun drastis, yaitu hanya 90 orang (0,7%) dari total kunjungan ulang (Bagian Penyakit Mata Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera, 2013).

  Minat pasien penyakit mata akibat gangguan retina yang seharusnya berkunjung ulang tidak optimal, hal ini menyebabkan pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan belum optimal. Sarana pelayanan kesehatan dikatakan dimanfaatkan apabila konsumen atau pasien melakukan kunjungan berulang, karena pengalaman pasien yang didapat sebelumnya sesuai dengan harapannya.

  Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan telah melakukan berbagai upaya dalam mempertahankan daya saing dalam hal tarif pelayanan sangat bersaing dengan menyediakan dokter spesialis mata yang berkompetensi menangani retina, menyediakan peralatan retina yang terbaik di dunia, peralatan diagnostik retina dilengkapi USG (Ultarasonography) mata, peralatan Fundus Photography dan OCT (Optical Coherence Tomography) Cirrus dari pabrikan peralatan mata terbaik dunia, Carl Zeiss buatan Jermani. Bahkan peralatan diagnostik canggih ini belum tersedia di Pulau Penang, Malaysia demikian juga untuk peralatan tindakan laser dan operasi retina institusi juga menggunakan peralatan yang terbaik. Laser retina menggunakan produk Visulas 532S dari Carl Zeiss dan untuk peralatan operasi retina menggunakan

  

Constellation dari pabrikan Alcon, Switzerland. Peralatan operasi ini baru di

  luncurkan pada tahun 2009 dan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan yang menggunakannya pertama kali di Indonesia, namun kunjungan ulang pasien penyakit mata akibat gangguan retina belum menunjukkan peningkatan yang signifikan walaupun sudah direkomendasikan oleh dokter penyakit mata retina untuk kunjungan ulang, sehingga peralatan yang dibeli mahal belum dioperasikan secara optimal.

  Manajemen rumah sakit juga berusaha untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dari pasien tentang keluhan, pendapat dan saran yang disampaikan lewat kotak saran atau buku saran. Dari data tentang keluhan dari pasien /keluarga/pengunjung yang dikumpulkan di bagian pelayanan pada tahun 2011-2012 diperoleh sejumlah 16 surat saran atau keluhan. Isi dari keluhan tersebut antara lain : pelayanan petugas perawat yang kurang ramah dan perawat terkesan acuh. Keluhan terhadap pelayanan dokter, antara lain : jadwal kunjungan /visite dokter yang terlalu siang/berubah-ubah, waktu visite yang terlalu singkat, sehingga tidak ada kesempatan untuk bertanya atau menjelaskan sakit pasien, dokter yang kurang ramah, dokter terkesan cuek dan cara memeriksa dokter yang buru-buru.

  Menurut Wijono (2000), konsumen atau pasien yang merasa terpenuhi keinginannya dengan suatu produk atau pelayanan maka cenderung terus menggunakannya serta memberi tahu orang lain tentang pengalaman mereka yang menyenangkan dengan produk atau pelayanan tersebut. Jika tidak sesuai dengan keinginannya maka konsumen cenderung beralih tempat serta mengajukan keberatan kepada produsen atau provider, menceritakan pada orang lain bahkan mengecamnya.

  Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang belum optimal terkait dengan beberapa faktor. Menurut Donabedian (1973) dalam Dever (1984), beberapa faktor yang dapat memengaruhi seseorang terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu faktor sosiokultural, faktor organisasional, faktor yang berhubungan dengan konsumen (Consumer Factors), yaitu kebutuhan yang dirasakan (perceived need), dan diagnosa klinis (evaluated need) serta faktor yang berhubungan dengan produsen

  (Provider Factors), yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas dan fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan.

  Minat masyarakat yang rendah dalam memanfaatkan pelayanan penyakit mata retina perlu diteliti di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti ingin mengkaji ” Pengaruh Faktor Konsumen dan Faktor Penyedia Pelayanan Kesehatan Mata Retina terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan”.

  1.2. Permasalahan

  Bagaimana pengaruh faktor konsumen dan faktor penyedia pelayanan kesehatan mata retina terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan?

  1.3. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor konsumen dan faktor penyedia pelayanan kesehatan mata retina terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan.

  1.4. Hipotesis

  Faktor konsumen dan faktor penyedia pelayanan kesehatan mata retina berpengaruh terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

  1. Memberikan masukan bagi Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan dalam perencanaan dan manajemen strategi pelayanan kesehatan mata retina.

  2. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

  3. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan administrasi rumah sakit terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Faktor Konsumen dan Faktor Penyedia Pelayanan Kesehatan Mata Retina terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan

2 53 140

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Faktor Makro Ekonomi dan Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Asuransi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kelaikan Kantin Sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota

0 0 7

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Rancangan Perbaikan Kualitas Pelayanan Kesehatan untuk Meningkatkan Produktivitas Rumah Sakit Pelabuhan Medan

0 0 11

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2013

0 0 10

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Identifikasi Faktor Pendorong Pernikahan Dini Dengan Metode Analisis Faktor

0 0 8

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Rumah Sakit Ibu dan Anak

0 5 7

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin dan Kebutuhan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Jampersal di Wilayah Kerja Puskesmas Parongil Kabupaten Dairi

0 0 9

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kota Medan

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan - Pengaruh Faktor Konsumen dan Faktor Penyedia Pelayanan Kesehatan Mata Retina terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan

0 0 26