Pengaruh Faktor Konsumen dan Faktor Penyedia Pelayanan Kesehatan Mata Retina terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan

(1)

PENGARUH FAKTOR KONSUMEN DAN FAKTOR PENYEDIA PELAYANAN KESEHATAN MATA RETINA TERHADAP

PEMANFAATAN RUMAH SAKIT KHUSUS MATA SUMATERA KOTA MEDAN

T E S I S

Oleh

M. ARIYANDRI 097032036/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH FAKTOR KONSUMEN DAN FAKTOR PENYEDIA PELAYANAN KESEHATAN MATA RETINA TERHADAP

PEMANFAATAN RUMAH SAKIT KHUSUS MATA SUMATERA KOTA MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

M. ARIYANDRI 097032036/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR KONSUMEN DAN FAKTOR PENYEDIA PELAYANAN

KESEHATAN MATA RETINA TERHADAP PEMANFAATAN RUMAH SAKIT KHUSUS MATA SUMATERA KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : M. Ariyandri Nomor Induk Mahasiswa : 097032036

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.d) (dr.Beby Parwis, Sp.M Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 01 April 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.d Anggota : 1. dr. Beby Parwis, Sp.M

2. dr. Fauzi, S.K.M


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR KONSUMEN DAN FAKTOR PENYEDIA PELAYANAN KESEHATAN MATA RETINA TERHADAP

PEMANFAATAN RUMAH SAKIT KHUSUS MATA SUMATERA KOTA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2014

M. ARIYANDRI 097032036/IKM


(6)

ABSTRAK

Mata adalah salah satu indera yang sangat vital fungsinya bagi setiap insan. Gangguan penyakit pada mata akibat retina belum cukup kompeten, karena minimnya dokter spesialis mata yang khusus menangani kasus retina. Salah satu rumah sakit yang tanggap atas pelayanan penyakit gangguan mata akibat retina di Propinsi Sumatera Utara adalah Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera di Kota Medan. Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan belum optimal. Jumlah kunjungan pasien gangguan mata akibat retina yang direkomendasikan dokter untuk berkunjung ulang mengalami penurunan drastis, yaitu tahun 2011 berjumlah 2,3% dan tahun 2012 berjumlah 0,7% dari total kunjungan ulang.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengaruh faktor konsumen dan faktor penyedia pelayanan kesehatan mata retina terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita kelainan retina berjumlah 325 orang. Sampel sebanyak 83 orang, diambil dengan teknik purposive sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada α=0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor konsumen (persepsi tentang penyakit, persepsi tentang pelayanan dan diagnosa klinis) dan faktor penyedia pelayanan kesehatan (sikap petugas medis dan fasilitas serta ketersediaan obat/peralatan medis) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan. Variabel persepsi tentang penyakit berpengaruh lebih besar terhadap pemanfaatan.

Disarankan kepada Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan : 1) Perlu mengupayakan koordinasi dengan instansi terkait seperti dinas kesehatan dan

Perdami untuk peningkatan promosi tentang pencegahan penyakit mata retina melalui media siaran radio, brosur/leaflet dan spanduk dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memeriksakan matanya secara rutin kesarana pelayanan kesehatan serta memberikan penyuluhan dalam rangka mengurangi prevalensi kebutaan karena penyakit mata retina, dan 2) Perlu berkoordinasi dengan komite medis untuk mengupayakan pembinaan terhadap dokter spesialis mata tentang teknik berkomunikasi dengan pasien, sehingga tercapai efektivitas komunikasi antara dokter dengan pasien.


(7)

ABSTRACT

Eyes constitute one of the senses which are very vital to human beings. Eye diseases caused by retina disorder is not competent enough because of the lack of ophthalmologists who specialize in retina case. One of the hospitals which serve eye diseases caused by retina disorder in North Sumatera Province is Sumatera Eye Hospital, Medan. The utility of Sumatera Eye Hospital is not optimal. The number of patients recommended by ophthalmologists to revisit the hospital decreased drastically: in 2011 there were 2.3% and in 2012 there were only 0.1% of the total revisits.

The objective of the research was to analyze the influence of the factors of consumers and service provider for eye retina health on the utility of Sumatera Eye Hospital, Medan. The type of the research was an explanatory survey. The population was 325 patients suffered from retina disorder, and 83 of them were used as the samples, using purposive sampling technique. The data were gathered by conducting interviews with questionnaires and analyzed by using multiple logistic regression tests at α=0.05.

The result of the research showed that, statistically, the factor of consumers (perception on disease, perception on health service, and clinical diagnosis) and the factor of health service provider (attitude of medical staffs and the availability of medicine/medical equipment) had positive and significant influence on the utility of Sumatera Eye Hospital, Medan. The variable of perception on disease had more dominant influence on the utility.

It is recommended that the management of Sumatera Eye Hospital, Medan: 1) increase promotion about the prevention of eye retina infection through radio broadcasting, brochures/leaflets, and street banners in order to increase people’s awareness in examining their eyes routinely to the eye facilities and provide counseling to decrease the prevalence of blindness caused by retina infection and 2) develop ophthalmologists in the technique of conducting communication with patients so that the effectiveness of communication which supports the quality of home and hospital services can be achieved, and provide special rooms for communication between doctors and patients in order to give information from generic to the one which potentially causes high anxiety of the result of clinical diagnosis.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh Faktor Konsumen dan Faktor Penyedia Pelayanan Kesehatan Mata Retina terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.d selaku ketua komisi pembimbing dan dr.Beby Parwis, Sp.M, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. dr. Fauzi, S.K.M, dan Dr. Juanita, S.E, M.Kes selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6 Terima kasih kepada Direktur Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan dan jajarannya yang telah berkenan memberikan izin meneliti untuk menyelesaikan studi pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda dr. Jan Dallmer (Alm) dan Ibunda drg. Hj. Arida Jan Dallmer atas segala jasanya, sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.

Teristimewa buat istri tercinta drg. Gema Nazri Yanti, M.Kes, serta anak-anak: Nazira Athaya Dallmer dan M. Faiq Akbar Dallmer. Kakak dan Adik tersayang Ariyanti Dallmer dan Ariyani Dallmer yang penuh pengertian, kesabaran,


(10)

pengorbanan dan do’a serta rasa cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, April 2014 Penulis

M. Ariyandri 097032036/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

M. Ariyandri, lahir pada tanggal 29 Desember 1975 di Medan, anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda dr. Jan Dallmer (Alm) dan Ibunda drg. Arida Jan Dallmer

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Bhayangkari Medan, selesai Tahun 1988, Sekolah Menengah Pertama di SMP

Negeri 1 Medan, selesai Tahun 1991, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Medan, selesai tahun 1994. Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Sumatera Barat,

selesai Tahun 2000.

Mulai bekerja sebagai staf di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera sejak tahun 2003 sampai dengan sekarang


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Hipotesis ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 10

2.1.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 13

2.1.2 Perilaku dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 14

2.1.3 Faktor yang Memengaruhi Kunjungan Ulang ... 19

2.2 Anatomi Mata... 21

2.2.1 Kornea ... 21

2.2.2 Sklera... 21

2.2.3 Uvea ... 22

2.2.4 Lensa ... 22

2.2.5 Badan Kaca ... 22

2.3 Retina ... 23

2.3.1 Pengertian Retina ... 24

2.3.2 Masalah pada Retina ... 25

2.3.3 Diagnostik Retina ... 26

2.4 Pelayanan Kesehatan ... 28

2.5 Rumah Sakit ... 29

2.6 Perilaku Konsumen ... 30

2.6.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku ... 32

2.7 Landasan Teori ... 33


(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 36

3.2.2 Waktu Penelitian ... 36

3.3 Populasi dan Sampel ... 36

3.3.1 Populasi ... 36

3.3.2 Sampel ... 37

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 38

3.4.1 Data Primer ... 38

3.4.2 Data Sekunder ... 39

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 39

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 41

3.5.1 Variabel Bebas ... 41

3.5.2 Variabel Terikat ... 42

3.6 Metode Pengukuran ... 42

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 42

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 43

3.7 Metode Analisis Data ... 44

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 45

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 45

4.1.1 Sejarah Singkat Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan ... 45

4.1.2 Strategi dan Konsep Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan ... 46

4.1.3 Visi dan Misi Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan ... 47

4.1.4 Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan ... 48

4.1.5 Struktur Organisasi Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan ... 49

4.2 Analisis Univariat... 50

4.2.1 Identitas Responden ... 50

4.2.2 Faktor Konsumen ... 51

4.2.3 Faktor Penyedia Pelayanan Kesehatan... 58

4.2.4 Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan ... 62

4.3 Analisis Bivariat ... 63

4.3.1 Faktor Konsumen ... 64

4.3.2 Faktor Penyedia Pelayanan Kesehatan... 66

4.4 Analisis Multivariat ... 68


(14)

4.4.2 Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit) ... 69

4.4.3 Pengujian Hipotesis ... 70

BAB 5. PEMBAHASAN ... 73

5.1 Pengaruh Faktor Konsumen dan Penyedia Pelayanan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan ... 73

5.1.1 Pengaruh Persepsi tentang Penyakit terhadap Pemanfaatan . 73 5.1.2 Pengaruh Persepsi tentang Pelayanan Kesehatan terhadap Pemanfaatan ... 77

5.1.3 Pengaruh Diagnosa Klinis terhadap Pemanfaatan ... 80

5.2 Pengaruh Faktor Penyedia Pelayanan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan ... 83

5.2.1 Pengaruh Sikap Petugas Medis dan Fasilitas terhadap Pemanfaatan ... 83

5.2.2 Pengaruh Ketersediaan Obat dan Peralatan Medis terhadap Pemanfaatan ... 85

5.3 Pemanfatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan ... 87

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

6.1 Kesimpulan ... 89

6.2 Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Jumlah Kunjungan Pasien di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan

Tahun 2011-2012 ... 5

3.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 43

3.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 43

3.3 Uji Reliabilitas ... 44

3.4 Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 46

3.5 Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 47

4.1 Distribusi Identitas Responden ... 51

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Penyakit ... 53

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi tentang Penyakit ... 54

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Pelayanan ... 55

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi tentang Pelayanan .... 56

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Diagnosa Klinis ... 57

4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Diagnosa Klinis ... 57

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Petugas Medis dan Fasilitas ... 59

4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Petugas Medis dan Fasilitas ... 60

4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Obat dan Peralatan Medis 61 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Ketersediaan Obat dan Peralatan Medis ... 62


(16)

4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus

Mata Sumatera Kota Medan... 63

4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pemanfaatan... 63

4.14 Hubungan Persepsi tentang Penyakit dengan Pemanfaatan ... 64

4.15 Hubungan Persepsi tentang Pelayanan dengan Pemanfaatan ... 65

4.16 Hubungan Diagnosa Klinis dengan Pemanfaatan ... 66

4.17 Hubungan Sikap Petugas Medis dan Fasilitas dengan Pemanfaatan ... 67

4.18 Hubungan Ketersediaan Obat dan Peralatan Medis dengan Pemanfaatan.. 67

4.19 Hasil Pengujian Kelayakan Model Regresi... 68

4.20 Uji Omnibus (overall test) ... 69

4.21 -2 Log Likehood Awal ... 69

4.22 -2 Log Likehood Akhir ... 69


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Donabedian (1973) dalam Dever

(1984). ... 13

2.2 Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan. ... 16

2.3 Anatomi Mata Manusia. ... 23

2.4 Peninggian Tekanan di dalam Bola Mata. ... 23

2.5 Retina. ... 24

2.6 Landasan Teori ... 34


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 94

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 99

3 Uji Univariat dan Bivariat ... 104

4 Uji Multivariat ... 122

5 Struktur Organisasi Sumatera Eye Center... 125

6 Surat izin penelitian dari Program Studi S2 IKM FKM USU Medan ... 126

7 Surat izin selesai penelitian dari Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan ... 127

5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155


(19)

ABSTRAK

Mata adalah salah satu indera yang sangat vital fungsinya bagi setiap insan. Gangguan penyakit pada mata akibat retina belum cukup kompeten, karena minimnya dokter spesialis mata yang khusus menangani kasus retina. Salah satu rumah sakit yang tanggap atas pelayanan penyakit gangguan mata akibat retina di Propinsi Sumatera Utara adalah Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera di Kota Medan. Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan belum optimal. Jumlah kunjungan pasien gangguan mata akibat retina yang direkomendasikan dokter untuk berkunjung ulang mengalami penurunan drastis, yaitu tahun 2011 berjumlah 2,3% dan tahun 2012 berjumlah 0,7% dari total kunjungan ulang.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengaruh faktor konsumen dan faktor penyedia pelayanan kesehatan mata retina terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita kelainan retina berjumlah 325 orang. Sampel sebanyak 83 orang, diambil dengan teknik purposive sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada α=0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor konsumen (persepsi tentang penyakit, persepsi tentang pelayanan dan diagnosa klinis) dan faktor penyedia pelayanan kesehatan (sikap petugas medis dan fasilitas serta ketersediaan obat/peralatan medis) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan. Variabel persepsi tentang penyakit berpengaruh lebih besar terhadap pemanfaatan.

Disarankan kepada Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan : 1) Perlu mengupayakan koordinasi dengan instansi terkait seperti dinas kesehatan dan

Perdami untuk peningkatan promosi tentang pencegahan penyakit mata retina melalui media siaran radio, brosur/leaflet dan spanduk dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memeriksakan matanya secara rutin kesarana pelayanan kesehatan serta memberikan penyuluhan dalam rangka mengurangi prevalensi kebutaan karena penyakit mata retina, dan 2) Perlu berkoordinasi dengan komite medis untuk mengupayakan pembinaan terhadap dokter spesialis mata tentang teknik berkomunikasi dengan pasien, sehingga tercapai efektivitas komunikasi antara dokter dengan pasien.


(20)

ABSTRACT

Eyes constitute one of the senses which are very vital to human beings. Eye diseases caused by retina disorder is not competent enough because of the lack of ophthalmologists who specialize in retina case. One of the hospitals which serve eye diseases caused by retina disorder in North Sumatera Province is Sumatera Eye Hospital, Medan. The utility of Sumatera Eye Hospital is not optimal. The number of patients recommended by ophthalmologists to revisit the hospital decreased drastically: in 2011 there were 2.3% and in 2012 there were only 0.1% of the total revisits.

The objective of the research was to analyze the influence of the factors of consumers and service provider for eye retina health on the utility of Sumatera Eye Hospital, Medan. The type of the research was an explanatory survey. The population was 325 patients suffered from retina disorder, and 83 of them were used as the samples, using purposive sampling technique. The data were gathered by conducting interviews with questionnaires and analyzed by using multiple logistic regression tests at α=0.05.

The result of the research showed that, statistically, the factor of consumers (perception on disease, perception on health service, and clinical diagnosis) and the factor of health service provider (attitude of medical staffs and the availability of medicine/medical equipment) had positive and significant influence on the utility of Sumatera Eye Hospital, Medan. The variable of perception on disease had more dominant influence on the utility.

It is recommended that the management of Sumatera Eye Hospital, Medan: 1) increase promotion about the prevention of eye retina infection through radio broadcasting, brochures/leaflets, and street banners in order to increase people’s awareness in examining their eyes routinely to the eye facilities and provide counseling to decrease the prevalence of blindness caused by retina infection and 2) develop ophthalmologists in the technique of conducting communication with patients so that the effectiveness of communication which supports the quality of home and hospital services can be achieved, and provide special rooms for communication between doctors and patients in order to give information from generic to the one which potentially causes high anxiety of the result of clinical diagnosis.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap organisasi baik organisasi perusahaan, organisasi sosial maupun organisasi pemerintah mempunyai tujuan yang dapat dicapai melalui pelaksanaan pekerjaan tertentu, dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada didalam organisasi tersebut, termasuk sumber daya manusia sebagai alat utama. Berhasil tidaknya suatu perusahaan tergantung pada kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjalankan aktivitasnya. Salah satu organisasi yang dimaksud adalah organisasi yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan kesehatan, yaitu Rumah Sakit.

Rumah sakit sebagai institusi penyelenggara pelayanan kesehatan yang bersifat sosio ekonomis mempunyai fungsi dan tugas memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan rawat inap juga perawatan di rumah (Trisnantoro, 2000). Hakikat dasar dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah pemenuhan kebutuhan dan tuntutan dari para pemakai jasa pelayanan kesehatan (pasien) dimana pasien mengharapkan suatu penyelesaian dari masalah kesehatannya pada rumah sakit (Utama, 2003). Oleh karena itu pasien memandang bahwa rumah sakit harus lebih mampu dalam hal pemberian pelayanan medik dalam upaya penyembuhan dan pemulihan yang berkualitas, cepat tanggap atas keluhan serta penyediaan pelayanan kesehatan yang nyaman (Ristrini, 2005).


(22)

Masyarakat sering tidak menyadari bahwa kesehatan merupakan hal yang sangat mahal yang tidak dapat dibayar. Ketika mengalami suatu penyakit, barulah terasa bahwa nilai kesehatan itu sangat berharga dan tidak dapat ditukar dengan nilai apapun, salah satu faktor kunci bagi terwujudnya SDM yang berkualitas adalah indera penglihatan. Hal ini disebabkan karena jalur utama penyerapan informasi dalam proses belajar individu (83%) terjadi melalui penglihatan. Oleh sebab itu, upaya pemeliharan kesehatan indera penglihatan dan pencegahan kebutaan menjadi satu hal yang perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak (Depkes RI, 2003).

WHO memperkirakan jumlah penderita kebutaan akibat penyakit mata di dunia saat ini mencapai 17 juta orang. Kondisi ini mendapat perhatian besar lembaga-lembaga internasional sejak awal tahun 2000. Badan Kesehatan Dunia (WHO) bekerja sama dengan IAPB (International Agency for Prevention of Blindness) telah mencanangkan satu inisiatif global untuk penanggulangan masalah kesehatan mata dan kebutaan di seluruh dunia, yaitu program ”Vision 2020, The Right To Sight”. Visi ini kemudian diimplementasikan sesuai dengan kondisi masing-masing negara (Depkes RI, 2003).

Berdasarkan data Depkes RI (2012), kebutaan akibat retina menempati urutan ke 2 setelah katarak, kemudian glaukoma, kelainan refraksi dan kelainan kornea. Kebutaan di Indonesia merupakan bencana nasional karena kebutaan menyebabkan kualitas sumber daya manusia menjadi rendah. Hal ini berdampak pada kehilangan produktivitas serta membutuhkan biaya untuk rehabilitasi dan pendidikan bila mengalami kebutaan. Berdasarkan data Rencana Strategi Nasional Penanggulangan


(23)

Gangguan Penglihatan dan Kebutaan untuk mencapai Vision 2020, mengungkapkan angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5%. Sedangkan menurut Dandona (2001) kebutaan akibat kelainan retina menempati urutan ke 2 setelah katarak dengan persentase 22,4%. Angka ini menempatkan Indonesia pada urutan pertama dalam masalah kebutaan di Asia dan nomor dua di dunia (Keputusan Menteri Kesehatan RI Tahun 2005).

Berdasarkan data Depkes RI (2012) penduduk Indonesia yang mengalami kebutaan karena gangguan retina berjumlah 8,5%. Berdasarkan jurnal International Ophthalmology (2005), seseorang yang mengalami kebutaan, baik pada satu mata maupun pada kedua matanya memerlukan perhatian serius karena dapat menimbulkan dampak sosio, ekonomi dan psikologi yang akhirnya menjadi beban individu, masyarakat bahkan negara.

Salah satu penyebab seseorang mengalami kebutaan adalah gangguan pada retina. Hasil penelitian Wilarjo (2001), mengungkapkan bahwa macam komplikasi dari Diabetes Melitus (DM) di mata bukan hanya terjadi retinopati tetapi dapat juga terjadi katarak, yang menyebabkan penurunan visus lebih cepat dibandingkan dengan yang tanpa (DM) gangguan persyarafan bola mata dan perubahan refraksi (pembiasan sinar), sehingga menyebabkan kaca mata sering berubah ukuran. Berbeda dengan kebutaan yang disebabkan oleh katarak yang dapat ditanggulangi, kebutaan yang disebabkan oleh komplikasi DM pada Retina tidak dapat ditingkatkan derajat kesehatannya, karena tajam pengelihatannya mengalami penurunan drastis dan sulit ditanggulangi, sehingga terjadi buta permanen.


(24)

Azwar (2000), menyatakan peningkatan derajat kesehatan hanya dapat dicapai apabila kebutuhan (needs) dan permintaan (demands) perseorangan, keluarga, kelompok dan atau masyarakat terhadap kesehatan, pelayanan kedokteran dapat terpenuhi. Kebutuhan dan permintaan ini terdapat pada pihak pemakai jasa pelayanan kesehatan.

Propinsi Sumatera Utara terdiri dari 33 Kabupaten dan 7 Kota dengan jumlah penduduk 13.215.401 jiwa serta populasi penduduk miskin 11,6% memiliki 210 Rumah Sakit dan 501 Pusat Kesehatan Masyarakat (BPS, 2012). Angka prevalensi buta akibat gangguan retina secara nasional sudah didata, namun angka prevalensi gangguan retina ditiap-tiap daerah propinsi berbeda-beda, khusus untuk Sumatera Utara diperkirakan memiliki angka prevalensi buta akibat gangguan retina jauh lebih kecil daripada angka prevalensi buta retina nasional(Feryani, 2004).

Gangguan penyakit pada mata akibat retina belum cukup kompeten, karena minimnya dokter spesialis mata yang khusus menangani kasus retina, dan pasien-pasien kebanyakan berobat sendiri ke Malaysia, Singapura, Jakarta dan Bandung. Mengingat jarak Malaysia lebih dekat dengan Kota Medan, maka kebanyakan pasien mendapatkan pelayanan retina ke Kuala Lumpur dan Pulau Penang

Salah satu rumah sakit yang tanggap atas pelayanan penyakit gangguan mata akibat retina di Propinsi Sumatera Utara adalah Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera di Kota Medan. Berdasarkan survei pendahuluan di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan diperoleh data kunjungan pasien akibat gangguan pada mata selama dua tahun terakhir, yaitu tahun 2011-2012 disajikan pada Tabel 1.1.


(25)

Tabel l.1 Jumlah Kunjungan Pasien di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan Tahun 2011-2012

No Penyakit Mata

Tahun 2011 Tahun 2012

Kunjungan Kunjungan

Baru % Ulang % Baru % Ulang %

1 Umum 8.400 28.0 3.961 44.0 9.028 25.0 5.386 44.7 2 Merah 6.600 22.0 2.115 23.5 7.944 22.0 2.876 23.9 3 Infeksi 4.800 16.0 1.306 14.5 5.777 16.0 1.777 14.8 4 Kornea 3.900 13.0 859 9.5 5.011 13.9 1.169 9.7 5 Glaukoma 3.300 11.0 549 6.1 4.333 12.0 747 6.2 6 Retina 3.000 10.0 210 2.3 4.019 11.1 90 0.7 Jumlah 30.000 100.0 9.000 100.0 36.112 100.0 12.045 100.0 Sumber : Data Rekam Medik RS Kkhusus Mata Sumatera Medan, 2013

Berdasarkan Tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa kunjungan pasien penyakit

mata dengan kunjungan baru di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera tahun 2011-2012 cenderung mengalami kenaikan. Namun kunjungan ulang secara

keseluruhan mengalami penurunan. Dari seluruh kunjungan ulang pasien penyakit mata, yang paling kecil kunjungan ulang adalah penyakit mata retina. Hasil wawancara dengan bagian penyakit mata di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan, diperoleh informasi bahwa kunjungan pasien penyakit mata retina tahun 2011 sebanyak 3.000 pasien dan pasien ini telah direkomendasikan dokter spesialis mata retina di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan harus kunjungan ulang untuk operasi mata retina, namun pasien yang berkunjung ulang hanya 210 orang (2,3%) dari total kunjungan ulang, begitu juga pada tahun 2012 menurun drastis, yaitu hanya 90 orang (0,7%) dari total kunjungan ulang (Bagian Penyakit Mata Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera, 2013).


(26)

Minat pasien penyakit mata akibat gangguan retina yang seharusnya berkunjung ulang tidak optimal, hal ini menyebabkan pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan belum optimal. Sarana pelayanan kesehatan dikatakan dimanfaatkan apabila konsumen atau pasien melakukan kunjungan berulang, karena pengalaman pasien yang didapat sebelumnya sesuai dengan harapannya.

Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan telah melakukan berbagai upaya dalam mempertahankan daya saing dalam hal tarif pelayanan sangat bersaing dengan menyediakan dokter spesialis mata yang berkompetensi menangani retina, menyediakan peralatan retina yang terbaik di dunia, peralatan diagnostik retina dilengkapi USG (Ultarasonography) mata, peralatan Fundus Photography dan OCT (Optical Coherence Tomography) Cirrus dari pabrikan peralatan mata terbaik dunia, Carl Zeiss buatan Jermani. Bahkan peralatan diagnostik canggih ini belum tersedia di Pulau Penang, Malaysia demikian juga untuk peralatan tindakan laser dan operasi retina institusi juga menggunakan peralatan yang terbaik. Laser retina menggunakan produk Visulas 532S dari Carl Zeiss dan untuk peralatan operasi retina menggunakan Constellation dari pabrikan Alcon, Switzerland. Peralatan operasi ini baru di luncurkan pada tahun 2009 dan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan yang menggunakannya pertama kali di Indonesia, namun kunjungan ulang pasien penyakit mata akibat gangguan retina belum menunjukkan peningkatan yang signifikan walaupun sudah direkomendasikan oleh dokter penyakit mata retina untuk kunjungan ulang, sehingga peralatan yang dibeli mahal belum dioperasikan secara optimal.


(27)

Manajemen rumah sakit juga berusaha untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dari pasien tentang keluhan, pendapat dan saran yang disampaikan lewat kotak saran atau buku saran. Dari data tentang keluhan dari pasien /keluarga/pengunjung yang dikumpulkan di bagian pelayanan pada tahun 2011-2012 diperoleh sejumlah 16 surat saran atau keluhan. Isi dari keluhan tersebut antara lain : pelayanan petugas perawat yang kurang ramah dan perawat terkesan acuh. Keluhan terhadap pelayanan dokter, antara lain : jadwal kunjungan /visite dokter yang terlalu siang/berubah-ubah, waktu visite yang terlalu singkat, sehingga tidak ada kesempatan untuk bertanya atau menjelaskan sakit pasien, dokter yang kurang ramah, dokter terkesan cuek dan cara memeriksa dokter yang buru-buru.

Menurut Wijono (2000), konsumen atau pasien yang merasa terpenuhi keinginannya dengan suatu produk atau pelayanan maka cenderung terus menggunakannya serta memberi tahu orang lain tentang pengalaman mereka yang menyenangkan dengan produk atau pelayanan tersebut. Jika tidak sesuai dengan keinginannya maka konsumen cenderung beralih tempat serta mengajukan keberatan kepada produsen atau provider, menceritakan pada orang lain bahkan mengecamnya.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang belum optimal terkait dengan beberapa faktor. Menurut Donabedian (1973) dalam Dever (1984), beberapa faktor yang dapat memengaruhi seseorang terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu faktor sosiokultural, faktor organisasional, faktor yang berhubungan dengan konsumen (Consumer Factors), yaitu kebutuhan yang dirasakan (perceived need), dan diagnosa klinis (evaluated need) serta faktor yang berhubungan dengan produsen


(28)

(Provider Factors), yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas dan fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan.

Minat masyarakat yang rendah dalam memanfaatkan pelayanan penyakit mata retina perlu diteliti di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Medan. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti ingin mengkaji ” Pengaruh Faktor Konsumendan Faktor Penyedia Pelayanan Kesehatan Mata Retina terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan”.

1.2. Permasalahan

Bagaimana pengaruh faktor konsumen dan faktor penyedia pelayanan kesehatan mata retina terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor konsumen dan faktor penyedia pelayanan kesehatan mata retina terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan.

1.4. Hipotesis

Faktor konsumen dan faktor penyedia pelayanan kesehatan mata retina berpengaruh terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan.


(29)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan bagi Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan dalam perencanaan dan manajemen strategi pelayanan kesehatan mata retina.

2. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

3. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan administrasi rumah sakit terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Donabedian (1973) dalam Dever (1984), pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan). Pemanfaatan pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan kapan seseorang memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektivitas pelayanan tersebut. Hubungan antara keinginan sehat dan pernyataan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat kompleks.

Donabedian (1973) dalam Dever (1984), ada beberapa faktor- faktor yang dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu:

1. Faktor Sosiokultural a. Teknologi

Kemajuan teknologi dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, dimana kemajuan dibidang teknologi disatu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti transplantasi organ, penemuan organ-organ artifisial, serta kemajuan dibidang radiologi. Sedangkan disisi lain kemajuan teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai vaksin untuk pencegahan penyakit menular akan mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan.


(31)

b. Norma dan Nilai yang Ada di Masyarakat

Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada dimasyarakat akan memengaruhi seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. 2. Faktor Organisasional

a. Ketersediaan Sumber Daya

Suatu sumber daya tersedia apabila sumber daya itu ada atau bisa didapat, tanpa mempertimbangkan sulit ataupun mudahnya penggunaannya. Suatu pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.

b. Akses Geografis

Akses geografis dimaksudkan pada faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat yang memfasilitasinya atau menghambat pemanfaatan, ini ada hubungan antara lokasi suplai dan lokasi klien, yang dapat diukur dengan jarak waktu tempuh, atau biaya tempuh. Hubungan antara akses geografis dan volume dari pelayanan tergantung dari jenis pelayanan dan jenis sumber daya yang ada. Peningkatan akses yang dipengaruhi oleh berkurangnya jarak, waktu tempuh ataupun biaya tempuh mungkin mengakibatkan peningkatan pelayanan yang berhubungan dengan keluhan-keluhan ringan. Dengan kata lain, pemakaian pelayanan preventif lebih banyak dihubungkan dengan akses geografis dari pada pemakaian pelayanan kuratif sebagai mana pemanfaatan pelayanan umum bila dibandingkan dengan pelayanan spesialis. Semakin hebat suatu penyakit atau keluhan, dan semakin canggih atau semakin khusus sumber daya dari pelayanan, semakin berkurang pentingnya atau berkurang kuatnya hubungan antara akses geografis dan volume pemanfaatan pelayanan.


(32)

c. Akses Sosial

Akses sosial terdiri atas dua dimensi, yaitu dapat diterima dan terjangkau. Dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial, dan faktor budaya, sedangkan terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi. Konsumen memperhitungkan sikap dan karakteristik yang ada pada provider seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras, dan hubungan keagamaan.

d. Karakteristik dari Stuktur Perawatan dan Proses

Praktek pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek dokter tunggal, praktek dokter bersama, grup praktek dokter spesialis atau yang lainnya membuat pola pemanfaatan yang berbeda.

3. Faktor yang Berhubungan dengan Konsumen

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan). Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen berhubungan langsung dengan pengunaan atau permintaan terhadap pelayanan kesehatan.

Kebutuhan, terdiri atas kebutuhan yang dirasakan (perceived need) dan diagnosa klinis (evaluated need). Kebutuhan yang dirasakan (perceived need) ini dipengaruhi oleh:

a. Faktor sosiodemografis yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga, dan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, penghasilan).

b. Faktor sosial psikologis terdiri dari persepsi, sikap dan kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan.


(33)

4. Faktor yang Berhubungan dengan Produsen

Faktor yang berhubungan dengan produsen, yaitu faktor ekonomi konsumen tidak sepenuhnya memiliki referensi yang cukup akan pelayanan yang diterima, sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ketangan provider. Karakteristik provider, yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, dan fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan yang bersangkutan.

Model Donabedian dalam Dever (1984), dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Donabedian (1973) dalam Dever (1984)

2.1.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan kesehatan akan meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pelanggan yang puas akan membuka

Socicultural factors Organizational factors Consumer – Provider Interaction

Consumer Factors - Sociodemographic - Social psyhological - Epidemiological

Perceive

d

Evaluat

d

Provider Factors

Utilization Need


(34)

peluang hubungan yang harmonis antara pemberi jasa dan konsumen, memberikan dasar yang baik bagi kunjungan ulang, loyalitas pelanggan dan membentuk rekomendasi promosi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan pemberi jasa (Peter dan Olson, 2000).

2.1.2. Perilaku dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan a. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Model Green

Keputusan konsumen untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dapat dijelaskan dengan Teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), yang dibedakan dalam tiga faktor yaitu :

a) Faktor predisposisi (Predisposing factors)

Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak.

b) Faktor pemungkin (Enabling factors)

Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor pemungkin adalah ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas. Seperti tersedianya pelayanan kesehatan termasuk alat-alat kontrasepsi, keterjangkauan, kebijakan, peraturan dan perundangan.


(35)

c) Faktor penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. b. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Model Andersen

Konsumen akan memutuskan menggunakan atau memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Proses penggunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat atau konsumen selanjutnya dijelaskan oleh Andersen (1974) dalam Notoatmodjo (2003), yang menyatakan bahwa keputusan seseorang dalam menggunakan atau memanfaatkan sarana pelayanan tergantung pada :

1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristic)

Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam 3 kelompok yakni :

a) Ciri-ciri demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga.

b) Struktur sosial : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, agama, kesukuan. c) Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan.


(36)

2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic)

a) Sumber daya keluarga (family resources) meliputi penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan. b) Sumber daya masyarakat (community resources) meliputi jumlah sarana pelayanan

kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi sarana., ketercapaian pelayanan dan sumber-sumber yang ada didalam masyarakat.

3. Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristik)

Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung itu ada. Karakteristik kebutuhan itu sendiri dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori yakni :

a) Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan yang dirasakan.

b) Evaluate clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian petugas.

Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan yang diajukan oleh Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2003), sering disebut sebagai model penentu siklus kehidupan (life cycle determinants model) atau model perilaku pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan (behaviour model of health services utilization).


(37)

Gambar 2.2 Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Cumming dkk (1980) dalam Notoatmodjo (2005), mengungkapkan suatu set kategori variabel utama yang muncul dari analisa terhadap model-model yang terdahulu bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh : (1). Hal-hal yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan, seperti kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan kesehatan, dan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan; (2). Hal-hal yang menyangkut sikap individu terhadap pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan terhadap kualitas pelayanan yang tersedia; (3). Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit seperti persepsi individu terhadap gejala-gejala penyakit dan kepercayaan terhadap gangguan serta akibat-akibat penyakit tersebut; (4). Hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang penyakit; (5). Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial individu, norma sosial dan struktur sosial, dan (6). Hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik demografi (status sosial, penghasilan dan pendidikan).

Model penggunaan pelayanan kesehatan yang sering dipakai adalah Health Belief Model dicetuskan oleh Becker (1974) dalam Notoatmodjo (2005),yaitu model kepercayaan kesehatan menjelaskan kesiapan individu dalam memahami perilaku

Predisposing

- Family Composition - Social Structure - Health Beliefs

Enabling - Family Resources - Community Resources

Need Illnes Response


(38)

pemanfaatan pelayanan kesehatan. Ada 4 (empat) variabel yang terlibat dalam tindakan tersebut yaitu :

a. Perceived seriousness (keseriusan yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap keseriusan dari penyakit yang didasarkan pada penilaian terhadap kerusakan yang ditimbulkan penyakit tertentu.

b. Perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan), yaitu kepekaan seseorang terhadap penyakit, agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, maka dia harus merasakan bahwa dia rentan atau peka terhadap penyakit tersebut.

c. Perceived benefits (manfaat yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap manfaat yang diperoleh apabila mengambil tindakan untuk mengobati atau mencegah penyakit.

d. Perceived barriers (hambatan-hambatan yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap hambatan-hambatan dalam bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakit, dapat berupa keadaan yang tidak menyenangkan atau rasa sakit yang ditimbulkan pada perawatan. Disamping itu hambatan dapat berupa biaya baik bersifat monetary cost yaitu biaya pengobatan ataupun time cost (waktu menunggu diruang tunggu, atau waktu yang digunakan selama perawatan, dan waktu yang digunakan ke tempat pelayanan kesehatan), serta kualitas pelayanan yang diberikan.

Faktor-faktor yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan, seperti kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan


(39)

kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan kesehatan, dan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan harus diperhatikan. Hal-hal yang menyangkut sikap individu terhadap pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan terhadap kualitas pelayanan yang tersedia. Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit seperti persepsi individu terhadap gejala-gejala penyakit dan kepercayaan terhadap gangguan serta akibat-akibat penyakit tersebut. Hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang penyakit. Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial individu, norma sosial dan struktur sosial, dan hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik demografi (status sosial, penghasilan dan pendidikan).

2.1.2. Faktor yang Memengaruhi Kunjungan Ulang

Perilaku pembeli atau pengguna dapat dijadikan kiat dasar untuk menghubungkan kualitas pelayanan dan minat. Perilaku konsumen untuk menggunakan pelayanan yang sama apabila mereka merasa terpenuhi keinginannya dengan pelayanan yang mereka terima. Pembeli atau pengguna yang merasa terpenuhi keinginannya akan kualitas jasa yang mereka terima akan membeli atau mengguna ulang produk atau jasa itu kembali. Minat perilaku konsumen untuk membeli atau menggunakan jasa dari pemberi jasa yang sama sangat dipengaruhi oleh pengalaman terhadap pelayanan yang diberikan sebelumnya.

Pengguna yang sudah terbiasa akan suatu produk atau jasa yang khusus tidaklah selalu sama, dikarenakan faktor pemilihan alternatif yang unik. Faktor lain


(40)

lagi yang berhubungan dalam hal suka atau tidak suka, menolak tetapi sebenarnya menyukai dan beberapa fanatik yang tidak pernah mempertimbangkan pilihan lain.

Kotler (2000), beberapa faktor yang memengaruhi pemanfaatan barang atau jasa, yaitu ;

1. Faktor pertama adalah marketing stimuli, faktor ini terdiri dari product, price, place dan promotion.

2. Faktor kedua adalah stimuli lain yang terdiri dari technological, political dan cultural.

Faktor ini akan masuk dalam buyer box yang terdiri dari dua (2) faktor, yaitu buyer characteristic yang memiliki variabel cultural, personal dan psychological, serta buyer decision process merupakan proses yang terjadi saat seseorang memutuskan untuk mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa. Tahapan proses keputusan pembelian yang merupakan bagian dari perilaku konsumen meliputi proses pengenalan kebutuhan, proses pencarian informasi dan proses evaluasi alternatif. Proses pemanfaatan di mulai saat konsumen mengenali sebuah masalah atau kebutuhan.

Mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen, pemasar dapat mengidentifikasikan rangsangan yang paling sering membangkitkan minat atau suatu kategori produk. Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi lebih banyak yang dapat dilakukan baik secara aktif maupun pasif. Konsumen akan membentuk preferensi tahap evaluasi atas merek dalam kumpulan


(41)

pilihan konsumen, juga mungkin membentuk niat untuk membeli atau menggunakan produk yang disukai atau memanfaatkan ulang fasilitas kesehatan yang disukai.

2.2. Anatomi Mata 2.2.1. Kornea

Kornea adalah selaput bening mata yang tembus cahaya. Tebal kornea ratarata orang dewasa adalah 0,65 mm di bagian perifer, dan 0,54 mm di bagian tengah Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan tempat masuknya cahaya ke dalam bola mata menuju ke retina. Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah di limbus, cairan mata dan air mata. Kornea terdiri dari lima lapisan, yaitu : epitel, membran Bowman, stroma, membran Descement dan endotel (Vaughan, 2008).

2.2.2. Sklera

Menurut Vaughan (2008) dan Ilyas (2006), sklera adalah selaput mata yang berwarna putih dan berfungsi sebagai pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera mempunyai kekakuan tertentu dan tebal 1 mm. Permukaan luar sklera diselubungi oleh lapisan tipis dari jaringan yang elastis dan halus, yaitu episklera, yang banyak mengandung pembuluh darah sedangkan pada permukaan sklera bagian dalam terdapat lapisan pigmen berwarna coklat, yaitu lamina fuska, yang membatasi sklera dengan koroit.


(42)

2.2.3. Uvea

Menurut Vaughan (2008), uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata, yang terdiri dari 3 bagian, yaitu:

a. Iris, mempunyai permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat di tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara otomatis dengan mengecilkan dan melebarkan pupil. Pupil dapat mengecil akibat suasana cahaya yang terang dan melebar akibat suasana cahaya yang redup atau gelap.

b. Badan siliar, terdiri dari dua bagian, yaitu : korona siliar yang berkerut-kerut dengan tebal 2 mm dan pars plana yang lebih halus dan rata dengan tebal 4 mm. c. Koroid, berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah yang sangat besar, yang

berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak di bawahnya.

2.2.4. Lensa

Menurut Vaughan (2008), lensa terletak dibelakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (terfokusnya objek dekat pada retina) dengan tebal 4 mm dan diameter 9 mm.

2.2.5. Badan Kaca

Menurut Vaughan (2008) dan Ilyas (2006), badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara lensa dan retina. Badan kaca terdiri dari 99% air dan 1% terdiri dari 2 komponen, yaitu: kolagen dan asam hialuron.


(43)

Fungsi badan kaca adalah mempertahankan bola mata agar tetap bulat dan meneruskan sinar dari lensa ke retina.

2.3. Retina

Menurut Vaughan (2008), retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsang dari cahaya. Retina dialiri darah dari 2 sumber, yaitu : lapisan koriokapiler yang mengaliri darah pada 2/3 bagian luar retina, sedangkan 2/3 bagian dalam retina dialiri darah dari cabang-cabang arteri retina sentral dan menurut Misbach (1999), sel-sel pada lapisan retina yang paling luar berhubungan langsung dengan cahaya. Sel-sel tersebut adalah sel-sel kerucut (cone) dan batang (rod). Sel kerucut (cone) berfungsi untuk penglihatan terang, warna dan penglihatan sentral. Sedangkan sel batang (rod) berfungsi untuk penglihatan dalam keadaan redup atau gelap (Ilyas, 1991).

Berikut adalah gambaran anatomi mata dan peninggian tekanan di dalam bola mata.


(44)

Gambar 2.4. Peninggian Tekanan di dalam Bola Mata 2.3.1. Pengertian Retina

Retina adalah lapisan sel-sel saraf di dalam mata yang berfungsi seperti film pada kamera. Cahaya memasuki mata melalui kornea dan lensa mata yang kemudian difokuskan pada retina. Retina mengubah cahaya tersebut menjadi signal-signal penglihatan yang dikirim ke otak melalui saraf penglihatan. Makula adalah bagian yang paling sensitif di bagian tengah retina dan memberikan penglihatan yang paling tajam dan jelas. Vitreous adalah media seperti agar-agar bening yang mengisi bagian dalam bola mata mulai dari belakang lensa mata sampai ke retina.


(45)

Menurut Paley (2005), lapisan retina peka terhadap sinar. Pada seluruh bagian retina berhubungan dengan badan sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang memanjang sampai ke otak. Bagian yang dilewati urat saraf optik tidak peka terhadap sinar dan daerah ini disebut bintik buta. Adanya lensa dan ligamentum pengikatnya menyebabkan rongga bola mata terbagi dua, yaitu bagian depan terletak di depan lensa berisi carian yang disebut aqueous humor dan bagian belakang terletak di belakang lensa berisi vitreous humor. Kedua cairan tersebut berfungsi menjaga lensa agar selalu dalam bentuk yang benar.

Kotak mata pada tengkorak berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan. Selaput transparan yang melapisi kornea dan bagian dalam kelopak mata disebut konjungtiva. Selaput ini peka terhadap iritasi. Konjungtiva penuh dengan pembuluh darah dan serabut saraf. Radang konjungtiva disebut konjungtivitis. Untuk mencegah kekeringan, konjungtiva dibasahi dengan cairan yang keluar dari kelenjar air mata (kelenjar lakrimal) yang terdapat di bawah alis. Air mata mengandung lendir, garam, dan antiseptik dalam jumlah kecil. Air mata berfungsi sebagai alat pelumas dan pencegah masuknya mikroorganisme ke dalam mata (Paley, 2005)

2.3.2. Masalah pada Retina

Beberapa masalah Retina yang sering ditemui antara lain: 1. Retinal Detachment

Terpisahnya/terlepasnya lapisan retina dari lapisan di bawahnya sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Bila tidak segera ditangani, kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan penglihatan permanen dan bahkan kebutaan.


(46)

2. Retinopati Diabetik

Gangguan pada retina yang disebabkan oleh komplikasi penyakit Diabetes. 3. Degenerasi Makula

Gangguan/kerusakan pada makula (bagian tengah retina). 4. Oklusi Vena/Arteri Retina

Gangguan pada pembuluh darah vena/arteri di retina. 2.3.3. Diagnostik Retina

a. OCT (Optical Coherence Tomography)

OCT dapat menggambarkan posisi dan kondisi lapisan-lapisan halus di dalam mata.

b.Foto Fundus

Foto Fundus yang baik dapat membantu dokter melihat hal-hal detil di retina dan sekaligus mendokumentasikan perubahan di retina dari waktu ke waktu.

c. Indocyanine Green (ICG) Angiography

ICG Angiography adalah proses pengambilan foto retina dengan injeksi zat pewarna Indocyanine Green. Hasil foto dapat menggambarkan sumber pendarahan pada makula yang tidak bisa ditangkap oleh Fluorescein Angiography.

d. Ultrasonography (USG)

USG dapat memberikan gambaran kondisi mata bagian dalam. e. RetCam II

RetCam adalah alat untuk membuat foto dari retina bayi prematur. Alat ini sangat bermanfaat dalam penanganan retinopati prematuritas.


(47)

f. Pelayanan Medis Retina

Pelayanan Medis Retina adalah penanganan kondisi retina tanpa bedah, seperti:

(a) Fotokoagulasi laser yaitu penggunaan laser untuk menutup kebocoran pembuluh darah retina, mengamankan robekan retina dll.

(b) Photodynamic Therapy (PDT) yaitu penggunaan kombinasi laser dan zat peka cahaya Visudyne (R) (Verteporfin) untuk terapi kebocoran pembuluh darah makula.

(c) Injeksi Anti-VEGF yaitu injeksi obat Lucentis(R) (ranibizumab) atau Avastin (R) (bevacizumab) untukmemblokir kebocoran dan pertumbuhan pembuluh darah yang abnormal di retina. Anti VEGF disuntikkan kedalam mata dengan jarum yang sangat kecil. Anti VEGF adalah penemuan terkini yang memungkinkan terapi pada kasus yang sebelumnya tidak tertolong. g. Pelayanan Bedah Retina

Pelayanan Surgical/Bedah Retina adalah penanganan kondisi retina melalui pembedahan, seperti:

(a) Vitrectomy, prosedur untuk membersihkan vitreous di dalam mata, yang dilakukan pada kasus-kasus seriuspendarahan vitreous, retinal detachment, infeksi dalam mata, masuknya benda asing, dll.

(b) Scleral Buckle, prosedur pemasangan bahan silikon yang dijahit pada sclera (bagian putih pada mata) untukmelekatkan kembali retina pada lapisan di bawahnya.


(48)

(c) Bedah Makula, seperti Epi-retinal Membrane Peeling yaitu prosedur pelepasan selaput di atas retina untuk memperbaiki penglihatan dan Macular Hole surgery yaitu prosedur untuk menutup lubang pada makula.

2.4. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Mukti, 2007).

Menurut Azwar (1996) terdapat beberapa syarat pelayanan kesehatan yang baik, antara lain yaitu :

a. Tersedia dan berkesinambungan

Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat dibutuhkan

b. Dapat diterima dan wajar

Pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat

c. Mudah dicapai

Pelayanan kesehatan yang baik mudah dicapai (accesible) oleh masyarakat d. Mudah dijangkau

Dari sudut biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat


(49)

e. Bermutu

Menunjukkan tingkat kesempurnaan dalam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan serta tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar yang telah ditetapkan. 2.5. Rumah Sakit

Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan per orangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Sebagai upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara paripurna, maka rumah sakit harus memiliki komponen pelayanan. Berdasarkan Undang-Undang No. 44 tahun 2009, komponen pelayanan di rumah sakit mencakup 20 pelayanan sebagai berikut: (1) administrasi dan manajemen, (2) pelayanan medis, (3) pelayanan gawat darurat, (4) kamar operasi, (5) pelayanan intensif, (6) pelayanan perinatal risiko tinggi, (7) pelayanan keperawatan, (8) pelayanan anastesi, (9) pelayanan radiologi, (10) pelayanan farmasi, (11) pelayanan laboratorium, (12) pelayanan rehabilitasi medis, (13) pelayanan gizi, (14) rekam medis,(15) pengendalian infeksi di rumah sakit, (16) pelayanan sterilisasi sentral,(17) keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana alam, (18) pemeliharaan sarana, (19) pelayanan lain, dan (20) perpustakaan.


(50)

2.6. Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen adalah interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar di mana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Perilaku konsumen dapat juga disebut sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini (Peter, 2000).

Beberapa macam teori tentang perilaku, antara lain (1) perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan, (2) perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek yaitu aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti : pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya masyarakat (Dharmmesta, 2000).

Perilaku seseorang terdiri dari tiga bagian penting, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Kognitif dapat diukur dari pengetahuan, afektif dari sikap atau tanggapan dan psikomotori diukur melalui tindakan (praktik) yang dilakukan (Dharmmesta, 2000). Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan luar individu. Faktor dari dalam individu mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, sikap, emosi dan motivasi yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Faktor dari luar individu meliputi


(51)

lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya.

Pritchard (1986), menyatakan untuk mendorong pelanggan agar mau merubah sikapnya yang semula tidak berminat memanfaatkan pelayanan kesehatan menjadi mau memanfaatkan, dapat dilakukan strategi :

a. Mengubah komponen afektif

Merupakan hal biasa bagi perusahaan untuk memengaruhi rasa suka konsumen terhadap merek tertentu secara tidak langsung. Jika upaya ini berhasil, maka rasa suka yang meningkat tersebut cenderung meningkatkan kepercayaan positif yang dapat mengarah ke perilaku pembelian atau pemanfaatan sementara itu, cara umum untuk memengaruhi komponen afektif secara langsung adalah melalui classical conditioning. Berdasarkan pendekatan ini, perangsang yang digemari oleh kebanyakan orang secara konsisten dapat dihubungkan dengan merek.

b. Mengubah komponen perilaku

Perilaku pembelian mungkin mendahului perkembangan kognisi dan afektif. Contohnya, seorang konsumen tidak menyukai deterjen merek tertentu karena yakin bahwa deterjen tersebut tak dapat membersihkan kotoran secara sempurna. Tetapi karena terbujuk oleh temannya, akhirnya ia ingin mencoba dan percobaan itu mengubah persepsinya. Hal ini kemudian menuntunnya pada peningkatan pengetahuan yang dapat mengubah komponen kognitif.

Faktor-faktor pembentukan sikap untuk mencoba-coba produk tertentu harus tetap dapat dipertahankan. Personel pemasaran perlu mengetahui faktor-faktor


(52)

tersebut, misalnya dengan membujuk atau memberikan sampel produk sehingga konsumen tertarik untuk mencobanya.

c. Mengubah komponen kognitif

Pendekatan yang paling umum untuk mengubah sikap adalah berfokus pada komponen kognitif. Dengan berubahnya kepercayaan, perasaan dan perilaku, sikap juga akan berubah. Keikutsertaan seseorang di dalam suatu aktivitas tertentu sangat erat hubungannya dengan pengetahuan, sikap, niat dan perilakunya. Pengetahuan terhadap manfaat suatu kegiatan akan menyebabkan orang mempunyai sikap yang positif terhadap hal tersebut. Selanjutnya sikap yang positif ini akan memengaruhi niat untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.

Niat untuk ikut serta dalam suatu kegiatan sangat tergantung pada seseorang mempunyai sikap positif atau tidak terhadap kegiatan. Adanya niat untuk melakukan suatu kegiatan akhirnya sangat menentukan apakah kegiatan akhirnya dilakukan. Kegiatan yang sudah dilakukan inilah yang disebut dengan perilaku.

2.6.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku

Model kepercayaan terhadap suatu produk atau pelayanan diperkuat dengan pengaruh yang mendasari pada perilaku konsumen seperti yang dikemukakan oleh Engel et.al (2000), pengaruh tersebut terdiri dari 3 faktor, yaitu :

a. Pengaruh lingkungan, meliputi : budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi.

b. Perbedaan dan pengaruh individu, meliputi : sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi.


(53)

c. Proses psikologis, meliputi : pengolahan informasi, pembelajaran dan perubahan sikap dan perilaku.

Sedangkan faktor yang memengaruhi diterima atau tidaknya suatu produk tertentu dapat dijelaskan dengan model kepercayaan Irwin M. Rosentok dalam Kotler dan Roberto (2000), yaitu :

a. Faktor demografi, meliputi umur, jenis kelamin, ras, dan etnik.

b. Faktor sosio psikologis meliputi personality, kelas sosial, dan kelompok rujukan. c. Faktor struktural, meliputi pengetahuan dan sikap

d. Faktor keberadaan dan keseriusan masalah kesehatan yang diderita.

e. Faktor kepercayaan penerimaan dan penolakan terhadap untung ruginya tindakan medis tertentu, pengaruh berita dan informasi yang diperoleh dari media massa, kelompok masyarakat atau keluarga yang dipercaya, serta pengalaman orang lain. f. Berita-berita yang diterima dari majalah, koran, pelayanan keluarga, teman dan

lain-lain.

2.7. Landasan Teori

Penanganan pasien mata retina yang dilakukan di sarana pelayanan kesehatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan maupun dari petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan. Mengacu kepada konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dikemukakan oleh Donabedian (1973) dalam Dever dalam suatu landasan teori seperti diuraikan berikut ini:


(54)

Gambar 2.6. Landasan Teori

Sumber: Donabedian (1973) dalam Dever (1984), Green (1980) dan Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2003)

Organizational factors a. Ketersediaan Sumber Daya b.Akses Geografis

c.Akses Sosial

d.Karakteristik Struktur Perawatan dan Proses

Consumer factors Tingkat kesakitan dan Kebutuhan

yang dirasakan (Perceived need) a. Faktor sosiodemografis

b. Faktor sosial psikologis

c. Diagnosa klinis (evaluated need)

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Socicioltural factors

a. Teknologi

b. Norma dan nilai Keyakinan

Provider factors a. Sikap petugas

b. Keahlian petugas, serta c. Fasilitas yang dimiliki

Faktor Predisposisi a. Pengetahuan b. Sikap c. Kepercayaan d. Persepsi e. Nila-nilai Karakteristik Predisposisi a. Jenis kelamin

b. Umur c. Pendidikan d. Pekerjaan e. Suku/ ras

f. Manfaat-manfaat kesehatan Faktor Pendorong a. Lingkungan fisik b.Fasilitas/ sarana

pelayanan kesehatan

Faktor Penguat a. Sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas lain b. Dukungan keluarga

Karakteristik Pendukung a.Sumber daya keluarga b.Sumber daya masyarakat

Karakteristik Kebutuhan Kebutuhan yang dirasakan individu terhadap pelayanan kesehatan


(55)

2.8. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori maka dapat digabungkan menjadi suatu pemikiran yang terintegrasi. Pemikiran yang terintegrasi tersebut merupakan kerangka konsep dalam penelitian ini dengan model sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata

Sumatera Faktor Penyedia

Pelayanan Kesehatan a. Sikap Petugas Medis

a. Dokter Mata b.Perawat Mata c. Fasilitas

b. Ketersediaan Obat dan Peralatan Medis

Faktor Konsumen a. Persepsi tentang Penyakit b. Persepsi tentang

Pelayanan Kesehatan c. Diagnosa Klinis


(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan tipe explanatory yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor konsumen dan faktor penyedia pelayanan kesehatan mata retina terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan dengan pertimbangan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan mata retina belum optimal.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari pengumpulan data sampai seminar hasil, yaitu mulai dari bulan April sampai Juni 2013.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita kelainan retina dan memanfaatkan pelayanan kesehatan mata Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan. Berdasarkan informasi dari pihak manajemen Rumah Sakit


(57)

Khusus Mata Sumatera Kota Medan, bahwa jumlah kunjungan pasien rata-rata per hari sebanyak 13 orang dengan rata-rata hari kerja sebanyak 25 hari kerja per bulan, sehingga jumlah populasi berjumlah 325 orang.

3.3.2. Sampel

Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus (Lemeshow, 1997):

Keterangan: n : besar sampel N : besar populasi

Z : Standar deviasi normal (1,96 dengan CI 95%) P : Target populasi

D : Derajat ketepatan yang digunakan 90%

α : Tingkat kepercayaan (5%)

55 . 0 . 45 . 0 ) 96 . 1 ( ) 1 325 ( ) 1 . 0 ( 55 . 0 . 45 . 0 . 325 . ) 96 . 1 ( 2 2 2 + − = n

n= 73,7= dibulatkan menjadi 74 orang

Untuk menghindari sampel yang drop out maka perlu dilakukan koreksi terhadap besar sampel yang dihitung, dengan menambahkan sejumlah sampel agar besar sampel tetap terpenuhi dengan rumus ni = n / (1-f)

Keterangan: n = besar sampel yang dihitung (74) f = perkiraan proporsi drop out (10%)


(58)

Perhitungan : ni = 74/(1-0,1) = 83,3= dibulatkan menjadi 83 orang

Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 83 orang dan sampel dipilih secara purposive sampling, yaitu sampel dipilih secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Sampel yang dipilih dengan kriteria inklusi sebagai berikut :

a. Pasien yang memanfaatkan pelayanan kesehatan mata retina Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan dan telah mendapat rekomendasi dari dokter untuk dilakukan tindakan operasi mata retina; seperti fotokoagulasi laser, injeksi Anti-VEGF dan operasi.

b. Tempat tinggal pasien dapat dijangkau peneliti

c. Bersedia diwawancarai dan mampu menjawab pertanyaan dengan baik

d. Pasien yang berusia dibawah 17 tahun maka diwawancarai keluarga yang mendampingi pasien tersebut.

Adapun kriteria eksklusi pemilihan sampel adalah sebagai berikut : a. Pasien yang tinggal di luar Kota Medan.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara atau metode pengumpulan data berupa data primer dan sekunder.

3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara langsung kepada responden dengan berpedoman pada kuesioner semi tertutup yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, dengan penjelasan kuesioner secara lengkap sebagai


(59)

acuan pewawancara dalam melakukan wawancara. Untuk menjamin kerahasiaan dan keakuratan jawaban, maka sebelum pelaksanaan wawancara, terlebih dahulu dilakukan perjanjian tempat dan lokasi wawancara. Data primer sebagai variabel bebas terdiri dari faktor konsumen meliputi; umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, penghasilan, persepsi terhadap penyakit dan persepsi tentang pelayanan. faktor penyedia pelayanan kesehatan meliputi; sikap petugas medis, dokter mata, perawat mata dan fasilitas serta ketersediaan obat dan peralatan medis. Variabel terikat adalah pemanfaatan pelayanan kesehatan mata retina Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan.

Sebelum dilakukan pengumpulan data primer, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap kuesioner yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sejauh mana kuesioner dapat dijadikan sebagai alat ukur yang mewakili variabel terikat dan variabel bebas dalam suatu penelitian.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan maupun dokumen-dokumen resmi lainnya terutama data di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan, yang digunakan untuk membantu analisis data primer yang diperoleh.

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas a. Uji Validitas

Kelayakan menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan kepada 30 orang responden di instalasi rawat jalan sub spesialis mata RSUP.H.Adam Malik


(60)

Medan dengan alasan memiliki demografi yang sama dan relatif dekat. Uji validitas dan reliabilitas dengan mengukur korelasi antar item variabel menggunakan rumus teknik Pearson Product Moment Corelation Coeficient (r), dengan ketentuan nilai koefisien korelasi >0,3 (valid) (Gozhali, 2005).

Hasil uji validitas variabel bebas dan terikat sebagai berikut : (1) Faktor Konsumen

Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan korelasi Pearson Product Moment Correlation diketahui bahwa variabel bebas faktor konsumen indikator (persepsi tentang penyakit 10 pertanyaan, persepsi tentang pelayanan 8 pertanyaan dan diagnosa klinis 5 pertanyaan) mempunyai nilai koefisien korelasi (r) >0,3, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel faktor konsumen valid (Lampiran 2).

(2) Faktor Penyedia Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan Pearson Product Moment Correlation diketahui bahwa variabel bebas faktor penyedia pelayanan kesehatan indikator (sikap petugas medis dan fasilitas 20 pertanyaan dan ketersediaan obat dan peralatan medis 5 pernyataan) mempunyai nilai koefisien korelasi (r) >0,3, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel faktor penyedia pelayanan kesehatan valid (Lampiran 2).

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat ukur dapat di percaya dan dapat diandalkan. Uji reliabilitas ini menggunakan koefisien


(61)

Alpha Cronbach, apabila nilai Alpha Cronbach > 0,6 dikatakan reliabel (Gozhali, 2005).

Hasil uji reliabilitas variabel bebas faktor konsumen dan faktor penyedia pelayanan kesehatan diketahui seluruh pertanyaan mempunyai nilai r-alpha cronbach >0,6, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel bebas reliabel (Lampiran 2).

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Bebas

Adapun definisi operasional penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Faktor konsumen adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri pasien yang membedakan dalam penggunaan pelayanan kesehatan mata retina di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan, meliputi (a) persepsi tentang penyakit mata retina, (b) persepsi tentang pelayanan kesehatan dan (c) diagnosa klinis

(a) Persepsi tentang penyakit mata retina adalah penilaian tentang akibat-akibat yang mungkin timbul dari penyakit mata retina yang diderita

(b) Persepsi tentang pelayanan kesehatan adalah penilaian tentang pelayanan kesehatan mata retina di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan seperti pelayanan dokter mata, perawat mata atau konselor.

(c) Diagnosa klinis adalah merupakan simpulan gejala klinis penyakit mata retina yang dialami penderita berdasarkan hasil diagnosa dokter .

2. Faktor penyedia pelayanan kesehatan adalah faktor yang terdapat dalam diri petugas selaku penyedia jasa pelayanan kesehatan untuk menguatkan pasien


(62)

dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan mata retina di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan, meliputi sikap petugas medis, yaitu dokter mata, perawat mata dan fasilitas serta ketersediaan obat dan peralatan medis.

a. Sikap petugas medis adalah penilaian individu terhadap sikap petugas kesehatan dan fasilitas yang tersedia dalam menjelaskan dan memotivasi pemanfaatan pelayanan kesehatan mata retina di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan dalam hal ini dokter mata, perawat mata.

b. Ketersediaan obat adalah penilaian individu terhadap keberadaan dan ketersediaan obat pelayanan kesehatan mata retina di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan yang dibutuhkan individu sesuai dengan resep yang telah diberikan dokter.

c. Peralatan medis adalah penilaian individu terhadap keberadaan dan ketersediaan peralatan medis yang digunakan oleh dokter pelayanan kesehatan mata retina di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan.

3.5.2.Variabel Terikat

Pemanfatan pelayanan kesehatan mata retina di Rumah Sakit Khusus Mata Sumatera Kota Medan adalah tindakan atau aktivitas yang dilakukan pasien dalam pengobatan penyakit mata retina yang dideritanya.

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas


(1)

Diagnosa klinis * Pemanfaatan

Crosstab

37 12 49

28,3 20,7 49,0

75,5% 24,5% 100,0%

44,6% 14,5% 59,0%

11 23 34

19,7 14,3 34,0

32,4% 67,6% 100,0%

13,3% 27,7% 41,0%

48 35 83

48,0 35,0 83,0

57,8% 42,2% 100,0%

57,8% 42,2% 100,0%

Count

Expected Count

% within Diagnosa klinis % of Total

Count

Expected Count

% within Diagnosa klinis % of Total

Count

Expected Count

% within Diagnosa klinis % of Total

Tidak baik

Baik Diagnosa

klinis

Total

Tidak memanfa

atkan

Memanfa atkan Pemanfaatan

Total

Chi-Square Tests

15,330b 1 ,000

13,612 1 ,000

15,659 1 ,000

,000 ,000

15,146 1 ,000

83 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 14,34.


(2)

Sikap petugas medis dan fasilitas * Pemanfaatan

Crosstab

40 6 46

26,6 19,4 46,0

87,0% 13,0% 100,0%

48,2% 7,2% 55,4%

8 29 37

21,4 15,6 37,0

21,6% 78,4% 100,0%

9,6% 34,9% 44,6%

48 35 83

48,0 35,0 83,0

57,8% 42,2% 100,0%

57,8% 42,2% 100,0%

Count

Expected Count % within Sikap petugas medis % of Total Count

Expected Count % within Sikap petugas medis % of Total Count

Expected Count % within Sikap petugas medis % of Total Tidak baik

Baik Sikap petugas

medis

Total

Tidak memanfa

atkan

Memanfa atkan Pemanfaatan

Total

Chi-Square Tests

35,894b 1 ,000

33,265 1 ,000

38,761 1 ,000

,000 ,000

35,461 1 ,000

83 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 15,60.


(3)

Ketersediaan obat dan peralatan medis * Pemanfaatan

Crosstab

33 6 39

22,6 16,4 39,0

84,6% 15,4% 100,0%

39,8% 7,2% 47,0%

15 29 44

25,4 18,6 44,0

34,1% 65,9% 100,0%

18,1% 34,9% 53,0%

48 35 83

48,0 35,0 83,0

57,8% 42,2% 100,0% 57,8% 42,2% 100,0% Count

Expected Count % within Keters ediaan obat dan peralatan medis % of Total

Count

Expected Count % within Keters ediaan obat dan peralatan medis % of Total

Count

Expected Count % within Keters ediaan obat dan peralatan medis % of Total

Tidak baik

Baik Keters ediaan obat dan peralatan medis

Total

Tidak memanfa

atkan

Memanfa atkan Pemanfaatan

Total

Chi-Square Tests

21,642b 1 ,000

19,619 1 ,000

23,067 1 ,000

,000 ,000

21,381 1 ,000

83 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 16,45.


(4)

Logistic Regression

Block 0: Beginning Block

Case Processing Summary

83 100,0

0 ,0

83 100,0

0 ,0

83 100,0

Unweighted Casesa

Included in Analysis Mis sing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cas es Total

N Percent

If weight is in effect, s ee class ification table for the total number of cases.

a.

De pendent Va riable Encoding

0 1 Original Value

Tidak memanfaatkan Memanfaat kan

Int ernal Value

Iteration Historya,b,c

113,018 -,313 113,018 -,316 Iteration

1 2 Step 0

-2 Log

likelihood Constant Coefficien

ts

Constant is included in the model. a.

Initial -2 Log Likelihood: 113,018 b.

Es timation terminated at iteration number 2 because log-likelihood decreased by less than ,010 percent. c.

Classification Tablea,b

48 0 100,0

35 0 ,0

57,8 Observed

Tidak m em anfaatkan Memanfaatkan Pemanfaatan

Overall Percentage Step 0

Tidak memanfa

atkan

Memanfa atkan Pemanfaatan

Percentage Correct Predicted

Constant is included in the m odel. a.

The cut value is ,500 b.


(5)

Block 1: Method = Enter

Va riables in the Equation

-,316 ,222 2,019 1 ,155 ,729

Constant St ep 0

B S. E. W ald df Sig. Ex p(B )

Va riables not in the Equa tion

26,478 1 ,000

7,223 1 ,007

15,330 1 ,000

35,894 1 ,000

21,642 1 ,000

48,959 5 ,000

PE NY PE L DIAG SIKAP OB AT Variables

Overall Statistics St ep

0

Sc ore df Sig.

Iteration Historya,b,c,d

59,020 -2,483 ,987 ,686 ,772 1,186 ,924 51,938 -3,927 1,550 1,302 1,293 1,393 1,518 50,770 -4,822 1,896 1,727 1,612 1,469 1,871 50,712 -5,079 1,994 1,853 1,703 1,492 1,970 50,712 -5,096 2,000 1,861 1,708 1,493 1,977 Iteration

1 2 3 4 5 Step 1

-2 Log

likelihood Constant PENY PEL DIAG SIKAP OBAT Coefficients

Method: Enter a.

Constant is included in the model. b.

Initial -2 Log Likelihood: 113,018 c.

Es timation terminated at iteration number 5 because log-likelihood decreased by less than ,010 percent.

d.

Omnibus Tests of Model Coefficients

62,306 5 ,000

62,306 5 ,000

62,306 5 ,000

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

50,712 ,528 ,710

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square


(6)

Hosme r and Leme show Test

3,212 8 ,920

St ep 1

Chi-square df Sig.

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

10 9,939 0 ,061 10

5 4,843 0 ,157 5

9 9,621 1 ,379 10

7 7,428 1 ,572 8

6 5,540 1 1,460 7

7 5,737 2 3,263 9

2 2,772 5 4,228 7

1 1,175 9 8,825 10

1 ,773 7 7,227 8

0 ,171 9 8,829 9

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Step 1

Observed Expected

Pemanfaatan = Tidak memanfaatkan

Observed Expected

Pemanfaatan = Memanfaatkan

Total

Cl assi fica tion Tablea

41 7 85,4

4 31 88,6

86,7 Observed

Tidak memanfaatk an Memanfaatkan Pemanfaat an

Overall Percentage St ep 1

Tidak memanfa

atk an

Memanfa atk an Pemanfaat an

Percentage Correc t Predic ted

The cut value is ,500 a.

Variables in the Equation

2,000 ,775 6,667 1 ,010 7,391 1,619 33,738

1,861 ,877 4,504 1 ,034 6,428 1,153 35,844

1,708 ,855 3,990 1 ,046 5,520 1,033 29,509

1,493 ,755 3,910 1 ,048 4,451 1,013 19,556

1,977 ,786 6,328 1 ,012 7,218 1,547 33,670

-5,096 1,179 18,666 1 ,000 ,006

PENY PEL DIAG SIKAP OBAT Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95,0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: PENY, PEL, DIAG, SIKAP, OBAT. a.