Sejarah Hukum acara pidana sejarah

Tugas Makalah Kelompok

SEJARAH HUKUM
Perkembangan Hukum Di Indonesia
Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru

O
L
E
H

Avelia Rahmah Y. Mantali
Dewi Andani Arsyad
Iwan Idrus Adam
Gusniarjo Mokodompit
Mansyur
Salahudin Littie
Juliani Katili

Program Pascasarjana (S2)
Program Studi Jurusan Ilmu Hukum

Universitas Negeri Gorontalo
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan dalam penulisan makalah ini sehingga berjalan dengan lancar. Makalah ini
berjudul “Perkembangan Hukum di Indonesia sepanjang masa pemerintahan orde
baru”.
Semoga ilmu dalam makalah yang saya buat ini dapat bermanfaat bagi diri
saya pribadi dan utamanya bagi pembaca. Demi kesempurnaan makalah ini saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Dan kepada ibu dosen
Nirwan Yunus, SH.MH yang mengajarkan mata kuliah ini saya ucapkan terima kasih.

Gorontalo, Oktober 2015

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1


Latar Belakang Masalah
Manusia

adalah

makhluk

sosoial

yang

hidup

selalu

bersama-

sama dalam satu kelompok untuk mempertahankan hidupnya.Kelompok manusia itu awalnya hidup dari perburuhan, sehingga selalu berpindah-pindah tempat.
Kemudian perkembangan peradaban, mereka mulai hidup menetap pada suatu

daerah tertentu dengan bercocok tanam beternak dan dipimpin oleh seorang atau
sekelompok orang.
Kepada pemimpin kelompok di beri kekuasaan-kekuasaan tertentu dan
anggoota-anggota kelompok diharus kan mentaati aturan-aturan perintah pimpinan
nya, maka dalam kelompok itu telah terdapat suatu kekuasaan /pemerintah yang
sangat sederhana. Anggota-anggoota kelompok mengakui serta mendukung tata
hidup dan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pimpinan mereka. Tata hidup
dan peraturan-peraturan hidup mulanya tidak tertulis dan hanya merupakan adat
kebiasaan saja. Kemudian peraturan-peraturan hidup itu dibuat secara permanen
dalam bentuk tanda-tanda tertentu yang kemudian dibuat secara tertulis. Jumlah
mereka semakin banyak, kepentingan-kepentingan kelompok makin luas dan
kompleks, kesulitan dan bahaya-bahaya dari dalam maupun dari luar muncul, maka
diperlukan adanya suatu organisasi yang lebih teratur dan lebih berkekuasaan.
Suatu

organisasi

dapat

diprlukan


untuk

melaksanakan

dan

mempertahankan

peraturan-peraturan hidup agar berjalan dengan tertib.

1.2

Rumusan Masalah
1) Bagaimana perkembangan hukum di indonesia sepanjang masa pemerintahan orde
baru?
2) Bagaimana sejarah pemerintah?
3) Bagaimana sistem pemerintahan negara Republik Indonesia?
4) Bagaimana perkembangan hukum orde lama dan orde baru?


1.3

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah:

1) Untuk mengetahui perkembangan hukum di indonesia sepanjang masa pemerintahan

1.4

orde baru.
2) Untuk mengetahui sejarah pemerintah.
3) Untuk mengetahui sistem pemerintahan negara Republik Indonesia.
4) Untuk mengetahui perkembangan hukum orde lama dan orde baru.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan untuk:
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat Memberikan Sumbangsih Pemikiran dalam proses
pembelajaran bagi mahasiswa
b. Manfaat praktis
1. Pemerintah

Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi Pemerintah untuk menjalankan
executif yang baik.

2. Penegak Hukum
Agar dapat memberikan pemikiran alternatif terhadap penegak hukum guna
sebagai bahan informasi penegakan hukum dalam kaitannya dengan akan berjalan
sesuai dengan harapan.
3. Masyarakat
Penelitian ini dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat tentang
perkembangan sejarah hukum pada masa pemerintahan pada masa orde baru.

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1

Perkembangan Hukum di Indonesia Sepanjang Masa Pemerintahan Orde Baru
(1966-1990)
Pada tahun 1966, perubahan besar-besaran terjadi dalam kekuasaan pemerintahan
di Indonesia. Bermula dari suatu pergolakan politik yang di warnai berbagai tindakan

kekerasan pada tahun 1965, kekuasaan pemerintahan presiden Soekarno berakhir dan
pemerintahan yang menamakan dirinya pemerintahan orde baru di bawah seorang
pemimpin yang baru (jenderal kemudian presiden Soeharto) bermula. Orientasi
perjuangan yang didukung oleh kekuatan-kekuatan politik pada saat itu pun lalu menjadi
ikut pula merubah total. Tekanan untuk meyakinkan bahwa “revolusi belum selesai”
menjadi melemah untuk kemudian ditinggalkan. Akan gantinya kebijakan dasar yang
diambil adalah kebijakan untuk melaksanakan undang-undang dasar secara murni kan
konsekuen, dan kemudian segera melaksanakan pembangunan. Pembukan UUD 1945
dijadikan landasan idiil segala kegiatan (ekonomi, politik, sosial dan budaya) sedangkan
UUD

1945

dijadikan

landasan

konstitusionalnya.

Anti kolonialisme dan anti imperialism tidak lagi di kumandangkan secara khusus

sebagai bagian strategi nasional. Akan gantinya soal kemiskinan dan kesulitan hidup
ekonomi di kedepankan sebagai permasalahan yang paling mendesak untuk di pecahkan.
Secara berangsur, namun dalam waktu yang singkat perhatian seluruh bangsa diarahkan
dan dipusatkan kea rah upaya perlunya segera mengatasi masalah-masalah pendapatan
rakyat yang buruk di tambah angka buta aksara yang tinggi, kesehatan yang buru dan
pertambahan penduduk yang belum terkendali. Keprihatinan digugah untuk lebih
memobilisasi asset bangsa guna mengatasi krisis-krisis ekonomi dan lebih memobilisasi
asset bangsa guna mengatasi krisi ekonomi dan sosial, dan tidak untuk membuang waktu
dan

potensi

untuk

“menggayang

nekolim”

saja.


Tak pelak pembangunan ekonomi dalam negeri lalu memperoleh porsi perhatian yang
sangat besar. Prioritas kebijakan di berikan kepada kebijakan untuk menahan laju inflasi,
memperbaiki insfrastruktur, menggalakkan investasi, meningkatkan daya ekspor,
menambah kemampuan untuk berswasembada pangan dan mencukupi sandang dan papan
untuk kesejahteraan penduduk. Pada tahun 1967 tak lama setelah lahirnya surat perintah
sebelas maret yang memberikan dasar legitimasi kepada jenderal Soeharto untuk

mengambil alih kekuasaan pemerintahan, perusahaan-perusahaan Asing diambil alih
semasa pemerintahan presiden soekarno telah dikembalikan ke tangan pemiliknya.
Undang-undangpenanaman

modal.

Tahun 1968 dengan dibentuknya cabinet baru yang disebut cabinet pembangunan adalah
tahun yang boleh di catat sebagai titik awal perubahan kebijakan pemerintah secara
menyeluruh, dari kebijakan “politik revolusioner sebagai panglima” kebijakan
pembangunan ekonomi sebagai bagian dari perjuangan orde baru. Peran partai-partai
politik dan masyarakat sipil menjadi amat terkurangi, sedangkan peran militer dalam
konteks doktrin dwi fungsi abri menjadi lebih dominan. Stabilitas nasional di perlukan
untuk memungkinkan didahulukanya pembangunan ekonomi oleh par ateknokrat tanpa di

ganggu oleh gejolak politik yang tak perlu. Kemudian dengan disetuji dan diterimanya
hak pemerintah untuk menunjuk danmengangkat 22% anggota DPR dan sepertiga
anggota MPR tanpa melalui pemilihan umum, dominasi kekuasaan eksekutif yang di
control

oleh

militer

boleh

di

bilang

sudah

amat

sulit


di

goyahkan.

Bagaikan penari yang secara bijak mengubah gerak tarinya karena terjadinya perubahan
irama gendang, hukum Indonesia pun tertenggarai benar telah mengalami perubahan dan
perkembangan yang mengesankan perananya lain dulu lain sekarang. Dalam situasi
perkembangan yang mengarah kepada konfigurasi-konfigurasi politik dan kebijakankebijakan pemerintah yang sudah berbeda, peran hukum tampak sekali berubah dari
peranya ynag tersubordinasi untuk mensukseskan revolusi nasional melawan neo
kolonialisme dan imperialism ke peranya yang baru sebagai bagian dari sarana
pembangunan. Dalam perkembangan yang baru ini adagium “Indonesia adalah Negara
berdasarkan hukum” menjadi marak dan norak kembali, di satu pihak di latarbelakangi
oleh maksud-maksud yang sesungguhnyaagak kontradiktif, untuk mengukuhkan
fungsinya sebagai tool of sosial engineering di satu pihak, dan di lain pihak di latar
belakangi oleh maksud-maksud untuk mengefektifkan sebagai sarana untuk melindungi
hak-hak asasi manusia.
Mengembalikan

Citra

Indonesia

Sebagai

Negara

Hukum

Ide bahwa hukum harus berkhidmat pada tujuan-tujuan revolusi tak lagi punya tempat
dalam era orde baru. Perkembangan hukum nasional dalam era orde baru diarahkan balik

ke upaya-upaya untuk memulihkan kewibawaan hukum dan menentang setiap bentuk
usaha untuk memperhamba hukum kepada kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan
politik.
Kekuasaan eksekutif ini semasa pemerintahan presiden Soekarno yang
mendudukkan diri sebagai pemimpin besar revolusi, dan mensahkan jabatanya sebagai
presiden seumur hidup amatlah eksesif. Dekrit-dekrit presiden misalnya pada waktu itu
berulang kali di efektifkan sebagai kekuatan hukum yang dapat melebihi kekuatan
undang-undang. Undang-undang pokok kehakiman dari tahun 1964 (nomor 19) pun
memberikan wewenang kepada presiden untuk melakukan intervensi pada perkaraperkara yang tengah di perikasa di pengadilan-pengadilan. Kitapun telah mengetahui
bagaimana sebuah surtat edaran menteri telah dicoba diefektifkan untuk meniadakan daya
berlakunya sebuah wet (yang sederajat dengan undang-undang) yang oleh sebuah
ketentuan

peralihan

di

dalam

UUD

masih

diakui

tetap

berlaku.

Usaha pemerintahan orde baru untuk memulihkan kewibawaan hukum dan komitmenya
untuk menegakkan the rule of law memang tidak bisa lain. Tekadnya untuk menjadi orde
pembangunan, yang tak mungkin terlaksana tanpa kegiatan-kegiatan ekonomi yangjuga
harus di tujnag bantuan luar negeri dan investasi Asing, memerlukan kepercayaan para
pelaku ekonomi dri segenap pihak dalam dan luar negeri.

Dalam

pidato

presiden

Soeharto pada pembukaan konferensi lawasia di Jakarta pada tahun 1973. Dikatakan oleh
kepala Negara waktu itu bahwa setiap pembangunan mengharuskan terjasinya
serangkaian perubahan, bahkan juga perubahan yang sangat fundamental.. seklaipun
begitu, Indonesia tetap akan menekankan pentingnay mempertahankan ketertiban dalam
setiap gerak kemajuan itu dan dalam hal ini hukum akan merupakan sarana pentiong guna
mempertahankan ketertiban itu. Sesunggunya hukum itu akan berfungsi sebagai pemuka
jalan dan kesempatan manuju ke pembaharuan-pembaharuan yang dikehendaki.
Ide kodifikasi danunifikasi terbatas yang selektif ini terekam juga secara eksplisit dan
resmi dalam naskah rencana pembangunan lima tahun kedua (1974) bab 27 paragraf IV
butir 1. Dikatakan dalam uraian mengenai “hukum dan rencana perundang-undangan agar
segala peraturan itu terserah dan bersesuaian dengan pembangunan sosial ekonomi,
khususnya di bidang pertanian, industry,pertambangan komunikasi dan perdagangan.

Adapun peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk menunjang pembangunan
ekonomi ini antara lain :
a)
b)

Bentuk-bentuk

badan

usaha,

paten,

merk

dagang,

hak

cipta

Lalu lintas jalan raya, pelayaran, transportasi dan keamanan udara telekomunikasi,

pariwisata
c) Prosedur penggunaan, pemilikan dan penggunaan lahan pertanahan, keuangan Negara
dan keuangan daerah
d) Perikanan darat, perkebunan, alat-alat pertanian, peternakan, pelestarian sumber daya
alam, perlindungan hutan.
Kecuali berkenaan dengan pengaturan pembangunan di bidang ekonomi, sebagai
bagian dari upaya uifikasi yang selektif itu, kebijakan perundang-undangan tentu saja
juga tertuju ke pengaturan-pengaturan dalam ihwal pemerintahan dan badan-badan
pemerintahan. Kenijakan perundang-undangan yang demikian itu sesuai dengan
kebijakan dasar era orde baru tidaklah hendak di tujukan kea rah pembinaan
insfrastruktur guna menunjang perkembangan kea rah modernisasi dan pembangunan di
segala bidang (ekonomi), akan tetapi juga ke arah pembinaan infrastruktur yang dapat di
gunakan untuk mengintensifkan usaha guna memupuk kesatuan dan persatuan bangsa .
Dalam perkembangan yang terjadi pada zaman orde baru, kekuatan politik yang
berkuasa di seluruh jajaran eksekutif ternyata juga mempu bermanufer dan mendominasi
DPR dan MPR. Sebagai hasil kompromi-kompromi politik yang di peroleh sebagai hasil
trades offs antara berbagai kekuatan politik yang terjun ke dalam kancah percaturan
politik pada awal tahun 1970-an, disepakati bahwa tidak semua anggota dewan dan
angota majlis merupakan hasil pilihan. Pada pemilihan umum tahun 1973, misalnya 100
dari 360 anggota dewan yang diangkat karena ditunjuk oleh eksekutif. Mereka adalah
anggota-anggota dewan dari fraksi ABRI, yang di tunjuk dan diangkat sebagai konsensi
tidak ikut sertanya anggota-anggota ABRI dalam pemilihan umum untuk menggunakan
hak pilihnya.
Dalam korelasi dan konstruksi seperti itu, bolehlah secara bebas di katakana disini
bahwa hukum di Indonesia dalam perkembanganya di akhir abad ke 20 inibenar-benar
secara sempurna menjadi government sosial control dan berfungsi sebagai tool of sosial

engineering. Wal hasil hukum perundang-undangan sepanjnag sejarah perkembangan
pemerintahan yang

terlegitimasi (secara

formal-yuridis) dan tidak selamanya

merefleksikan konsep keadilan, asas-asas moral dan wawasan kearifan yang sebenarnya,
sebagaimana yang sesungguhnya hidup di dalam kesadaran hukum masyarakat awam.
Dalam situasi seperti itulah gerakan-gerakan dari bawah untuk menuntut hak-hak asasi
lalu meletup secara terbuka, yang dikesan justru terdengar lebuh kuat dan lebih santer
dari apa yang semasa jaya-jayanya ide hukum revolusi di awal tahun 1960-an.
Bagi bangsa Indonesia, penyususnan UUD ini memiliki sejarah panjang. Sejak
Indonesia merdeka telah terjadi beberapa kali pergantian atau perubahan UUD. Pada awal
kemerdekaannya, berlaku UUD 1945, Kemudian konstituri RIS 1949, Selanjutnya UUD
sementara 1950, lalu kembali ke UUD 1945 setelah presiden Soekarno mengeluarkan
dekrit presiden 5 juli 1959 hingga sekarang, UUD 1945 berlaku. Pada tahun 1999-2002,
UUD 1945 mengalami perubahan yang dilakukan dalam empat tahap.
Pada masa awal kemerdekaan, ada dua lembaga yang turut berperan dalam
pembuatan UUD. Lembaga itu adalah BPUPK dan PPKI. BPUPK adalah badan bentukan
Jepang yang bertugas mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dan mempersiapkan UUD,
ketuanya adalah K.R.T Radjiman wedjodiningrat dan wakil ketuanya itibangase yosio
(orang Jepang) dan raden panji suroso. Pimpinan dan anggotanya di lantik oleh
pemerintah balatentara Jepang. Badan itu sudah menyiapkan rancangan UUD sebelum
proklamasi kemerdekaan. BPUPKI melakukan dua masa persidangan. Persidangan
pertama dilaksanakan dari 29 mei hingga 1 juni 1945. Persidangan kedua dilakukan dari
10 juli sampai 17 juli 1945. Lahirnya UUD 1945. Pada masa persidangan yang kedua 1017 juli 1945 dibentuk panitia hukum dasar. Anggotanya berjumlah 19 orang Ir Soekarno
bertindak sebagai ketua. Panitia ini membentuk panitia kecil yang diketuai Dr Soepomo.
Anggotanya adalah wongsonegara, r soekardjo, AA Maramis, panji singgih, haji agus
salim, dan sukiman. Pada 13 juli 1945, panitia kecil berhasil menyelesaikan naskah
rancangan UUD. Naskah itu disetuji oleh BPUPK sebagai rancangan undang-undang
dasar. Kemudian, pemerintah balatentara Jepang membentuk PPKI yang beranggotakan
21 orang. Ketuanya ir Soekarno dan wakil ketuanya drs m. hatta. Sehari merdeka, tepat
18 agustus 1945 PPKI bersidang untuk membahas dan menetapkan UUD dan memilih

presiden dan wakil presiden. UUD yang disahkan berasal dari hasil kerja BPUPK. Itulah
sejarah singkat UUD 1945. Periode awal UUD 1945 belum dapat di berlakukan secara
penuh, lalu muncul konstitusi republic Indonesia serikat (RIS). Konstitusi RIS
menggantikan UUD 1945 karena tuntutan perubahan bentuk Negara hasil konferensi
meja bundar (KMB) yang harus diterima demi pengakuan terhadap kedaulatan Indonesia.
Setelah proklamasi, Belanda belum mengakui kemerdekaan Indonesia dan ingin menjajah
kembali. Belanda melakukan agresi militer I pada tahun 1947 dan agresi militer II tahun
1948. Kemudian diadakanlah KMB di Denhaag, negeri Belanda pada 23 agustus hingga 2
november 1949. Konferensi itu di hindari oleh pihak Republik Indonesia, Belanda dan
komisi PBB untuk Indonesia. KMB berhasil menyepakati:
1. Republic Indonesia serikat
2. Penyerahan kedaulatan kepada RIS
3. Pendirian uni antara RIS dan kerajaan Belanda
Perubahan bentuk Negara kesatuan menjadi Negara federasi megharuskan
penggantian UUD. Oleh karena itu disusunlah naskah UUDS. Naskah UUD itu disusun
bersama delegasi Indonesia dan delegasi Belanda. Delegasi Indonesia di pimpin oleh Mr
Muhammad roem. Disana hadir prof Soepomo yang ikut mempersiapkan naskah UUDS.
Rancangan UUD ini disepakati kedua belah pihak untuk dijadikna UUD RIS. Naskah
UUD ini kemudia di kenal dengan nama Konstitusi RIS. Naskah itu disampaikan kepada
komite nasional pusat . komite itu menyetujuinya pada tanggal 14 desember 1949.
Konstitusi RIS berlaku mulai 27 desember 1949. UUDS Negara federal itu didirikan
lebih banyak untuk kepentingan penjajahan Belanda. Bentuk Negara federal itu tidak
banyak mendapat dukungan dari daerah-daerah.
Akibatnya bentuk Negara federal itu tidak bertahan lama dan menuju keruntuhan
setelah tiga Negara bergabung ke wilayah Republik Indonesia, yaitu Negara Republik
Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatra Timur. Sejak saat itu wibawa
pemerintah Republik Indonesia Serikat mulai berkurang. Pemerintah Republik Indonesia
Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia bersepakat kembali ke bentuk NKRI. Bentuk
Negara kesatuan itu merupakan kelanjutan Negara kesatuan pada saat diproklamasinya
kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.

Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah

darah

Indonesia,

dan

tidak

berlakunya

UUDS

membentuk

Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementara yang terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah
dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, serta pembentukan
Dewan Pertimbangan Agung Sementara. Dalam konsiderans dekrit disebutkan bahwa
Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan
dengan Konstitusi tersebut. Sejak 5 Juli 1959 hingga sekarang Undang-Undang Dasar
1945 terus berlaku. Pada masa Orde Baru UUD 1945 tidak diperkenankan diubah
sedikitpun.
Perubahan UUD Dalam Masa Reformasi Perubahan UUD 1945 baru terjadi pada
era reformasi. Era reformasi muncul setelah terjadinya krisis ekonomi dan moneter di
Indonesia pada 1997- 1998. Di tengah situasi dan kondisi itu muncul gelombang unjuk
rasa mahasiswa dan mayarakat, baik di Jakarta maupun di daerah-daerah. Tuntutan
mahasiswa dan masyarakat, yang semula di bidang ekonomi akhirnya berkembang ke
bidang politik, yakni tuntutan pemberhentian Presiden SoeHarto. Desakan para mahsiswa
serta masyarakat yang menghendakai adanya reformasi, akhirnya menyebabkan Presiden
SoeHarto berhenti dari jabatannya, yang kemudian digantikan oleh Wakil Presiden B.J.
Habibie pada 21 Mei 1998. Pada Sidang Umum MPR 1998 dishkan Perubahan Pertama
UUD 1945, kemudian Perubahan Kedua pada sidang Tahunan MPR 2000. Perubahan
ketiga UUD 1945 terjadi pada Sidang Tahunan MPR 2001 dan Perubahan Keempat UUD
1945 Sidang Tahunan MPR Tahun 2002.
Perubahan UUD 1945 yang dilakukan dalam empat tahap itu untuk
menyelesaikan UUD 1945 dengan tuntutan perkembangan zaman dan kebutuhan bangsa
agar tujuan berdirinya Negara kita dapat lebih mudah dan cepat diwujudkan.

2.2

Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia
Negara Indonesia adalah satu Negara yang berada di asia tenggara, dan menjadi
salah satu perintis, pelopor, dan pendiri ASEAN. Letak geografis Indonesia yang berada

diantara dua samudra yaitu samudra pasifik dan samudra antlantik, serta di apit oleh dua
benua, yaitu benua asia dan benua Australia
Menurut pasal 1 ayat 1, Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk
republik. Menurut UUD 1945, kedaulatan berada ditangan rakyat, dan dilaksanakan
menurut UUD. System pemerintahan nya yaitu Negara berdasarkan hukum (rechstaat).
Dengan kata lain, penyelenggara pemerintah tidak berdasarkan pada kekuasaan lain
(machstaat). Dengan berlandaskan pada hukum ini, maka Indonesia bukan Negara yang
bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Semenjak lahirnya reformasi pada
akhir tahun 1997, bangsa dan Negara Indonesia, telah terjadi perubahan system
pemerintahan Indonesia, yatu dari pemerintahan yang sentralistik menjadi desentralisasi
atau otonomi daerah.
Setalah ditetapkannya UUD no. 25 tahun 1999 tentang penimbangan uang antara
pusat dan daerah, serta UU No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan pemerintahan
Negara yang bebas KKN, merupakan tonggak awal dari diberlakukan nya system
otonomi daerah diindonesia.
MPR menyatakan UUD 1945 bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat dan di
lakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan kata lain mpr adalah
penyelenggara dan pemegang kedaulatan rakyat. Mpr di anggap sebagai penjelmaan
rakyat yang memegang kedaulatan Negara (vertretungsorgan des willems des
staatvolkes). Akan tetapi setelah dilakukan amandemen terhadap UUD 1945, maka bunyi
pasal 1 ayat 2 tersebut menjadi ‘’kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan
menurut UUD’’. Jadi dilakukan setelah amandemen kedaulatan murni berada ditangan
rakyat yang ketentuan lebih lanjut diatur dalam UU.

2.4

Perkembangan Hukum Orde Lama dan Orde Baru
2.4.1 Orde Lama

Saat diproklamirkannya kemerdekaan dimulailah tatanan hidup berbangsa dan
bernegara Republik Indonesia. Seperti halnya suatu bangunan baru yang pertama
dibangun adalah pondamen yang kuat begitu pula dalam bernegara diperlukan konsepkonsep dasar bernegara dan berbangsa yang menunjukan bahwa bangsa ini memiliki
suatu ideologi yang memberikan pandangan dalam bernegara serta memberikan ciri
tersendiri dari bangsa- bangsa lainnya.
Pada masa yang dipimpin oleh soekarno ini memang dasar-dasar berbangsa dan
bernegara yang dibangun memiliki nilai yang sangat tinggi yang dapat menggabungkan
kemajemukan bangsa ini seperti Pancasila yang didalammya melambangkan berbagai
kekuatan yang terikat menjadi satu dengan semboyan negara bhineka tunggal ika. Serta
merumuskan suatu undang-undang dasar 1945 yang dipakai sebagi kaedah pokok dalam
perundang-undangan di indonesia dan dalam pembukaannya yang mencerminkan secra
tegas sikap bangsa Indonesia baik didalam maupun diluar negeri.
Dalam perjalanan sejarahnya bangsa Indonesia mengalami berbagai perubahan
asas, paham, ideologi dan doktrin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara dan melalui berbagai hambatan dan ancaman yang membahayakan perjuangan
bangsa indonesia dalam mempertahankan serta mengisi kemerdekaan. Presiden Soekarno
pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya pembubaran
konstituante, diundangkan dengan resmi dalam Lembaran Negara tahun 1959 No. 75,
Berita Negara 1959 No. 69 berintikan penetapan berlakunya kembali UUD 1945 dan
tidak berlakunya lagi UUDS 1950, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Sistem ini yang
mengungkapkan struktur, fungsi dan mekanisme, yang dilaksanakan ini berdasarkan pada
sistem “Trial and Error” yang perwujudannya senantiasa dipengaruhi bahkan diwarnai
oleh berbagai paham politik yang ada serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang
cepat berkembang. Sistem “Trial and Error” telah membuahkan sistem multi ideologi dan
multi partai politik yang pada akhirnya melahirkan multi mayoritas, keadaan ini terus
berlangsung hingga pecahnya pemberontakan DI/TII yang berhaluan theokratisme Islam
fundamental (1952-1962) dan kemudian Pemilu 1955 melahirkan empat partai besar
yaitu PNI, NU, Masyumi dan PKI yang secara perlahan terjadi pergeseran politik ke
sistem catur mayoritas

Wujud berbagai hambatan adalah disintegrasi dan instabilisasi nasional sejak
periode orde lama yang berpuncak pada pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai
lahirlah Supersemar sebagai titik balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Baru
yang merupakan koreksi total terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama dimana
masih terlihat kentalnya mekanisme, fungsi dan struktur politik yang tradisional
berlandaskan ideoligi sosialisme komunisme.
2.4.2

Orde Baru
Setelah lahirnya supersemar era kepemerintahan kini berada penuh ditangan

Soeharto setelah Orde Baru dikukuhkan dalam sebuah sidang MPRS yang berlangsung
pada Juni-Juli 1966. Harapan pun banyak dimunculkan dari sejak orde baru berkuasa
mulai dari konsistensinya menumpas pemberotakan PKI hingga meningkatkan taraf
hidup bangsa dengan Program pembangunan ( yang dikenal PELITA ).
Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam
program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu diawali dengan
apa yang disebut dengan konsensus nasional. Ada dua macam konsensus nasional, yaitu :
1. Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Konsensus pertama ini disebut
juga dengan konsensus utama.
2. Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara melaksanakan
konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai lanjutan dari konsensus
utama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Konsensus kedua lahir antara
pemerintah dan partai-partai politik dan masyarakat.
Pada awal kehadirannya, orde baru memulai langkah pemeritahannya dengan
langgam libertarian, lalu sistem liberal bergeser lagi ke sistem otoriter. Seperti telah
dikemukakan, obsesi orde baru sejak awal adalah membangun stabilitas nasinal dalam
rangka melindungi kelancaran pembangunan ekonomi
Hal pertama yang dapat terlihat guna menjalankan kekuasaan adalah dengan
menambahkan kekuatan TNI dan Polri didalam berbagi bidang kehidupan berbangsa dan
bernegara dengan cara memasukkan kedua pilar ini ke dalam keanggotaan MPR/DPR.
Tampilnya militer di pentas poitik bukan untuk pertama kali, sebab sebelum itu militer

sudah teribat dalam politik praktis sejalan dengan kegiatan ekonomi menyusul dengan
diluncurkannya konsep dwifungsi ABRI.
Lalu dengan menguatkan salah satu parpol, Kericuhan dalam pembahasan RUURUU yang mengantarkan penundaan pemilu (yang seharusnya diselenggarakan tahun
1968) itu disertai dengan Emaskulasi yang sistematis terhadap partai-partai kuat yang
akan bertarung dalam pemilu. Pengebirian ini sejalan dengan Sikap ABRI yang
menyetujui peyelenggaraan pemilu, tetapi dengan jaminan bahwa “kekuatan orde baru
harus menang”. Karena itu, disamping menggarap UU pemilu yang dapat memberikan
jaminan atas dominasi kekuatan pemerintah, maa partai-partai yang diperhitungkan
mendapat dukungan dari pemilih mulai dilemahkan. Menghadapi pemilu 1971, selain
mernggarap UU pemilu dan melakukan emaskulasi terhadap partai-partai besar,
pemerintah juga membangu partai sendiri, yaitu Golongan karya (Golkar). Sejak awal
orde baru golkar sudah didesain untuk menjadi partai pemerintah yang diproyeksikan
menjadi tangan sipil angkatan darat dalam pemilu.sekretariat bersama (Sekber) golkar
adalah tangan sipil angkatan darat yang dulu berhasil secara efektif mengimbangi
(kemudian menghancurkan (PKI).
Selain itu untuk menguatkan keotoriteranya pada massa ini sistem berubah drastis
menjadi non demoratik dengan berbagi hal misalnya pembatsan pemberitaan,kebebasan
perss yang tertekan,dan arogansi pihak-pihak pemerintahan yang memegang kekuasaan.
Perlu kita ketahui bahwa pada Masa Orde Baru adalah merupakan masa-masa
yang bersifat memaksakan kehendak serta bermuatan unsur politis semata, untuk
kepentingan Pemerintah pada masa itu. Dan pada masa Orde Baru itu pulalah, telah
terjadinya pembelengguan disegala sector, dimulai dari sector Hukum/undang-undang,
perekonomian/Bisnis, Kebebasan Informasi/Pers dan lain-lain sebagainya.Dan untuk
mengembalikan Citra Bangsa Indonesia yaitu sebagai Negara Hukum terutama dalam
dibidang hukum dan Politik, untuk meyakinakan bahwa revolusi belum selesai, dan UUD
1945 dijadikan landasan idiil/Konstitusional, dengan dikeluarkannya Surat Perintah
Sebelas Maret pada Tahun 1967 serta dibentuknya kabinet baru dengan sebutan Kabinet
Pembangunan yang merupakan sebagai titik awal perubahan kebijakan pemerintah secara
menyeluruh. Dengan Ketetapan MPRS No. XX : menetapkan sumber tertib Hukum

Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangn Republik Indonesia,
harus melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen yaitu Pancasila.
Pada pembangunan lima tahun yang merupakan sebagai Rule of Law pada tahun
1969 merujuk kepada paragraf Pendahuluan Bab XIII UUD 1945 bahwa Indonesia
adalah negara yang berazas atas hukum dan bukan negara yang berdasarkan atas
kekuasaan belaka, dimana Hukum di fungsikan sebagai sarana untuk merekayasa
masyarakat proses pembangunan melakukan pendekatan baru yang dapat dipakai untuk
merelevansi permasalahan hukum dan fungsi hukum dengan permasalahan makro yang
tidak hanya terbatas pada persoalan normative dan ligitigatif (dengan kombinasi
melakukan kodifikasi dan unifikasi hukum nasional). Yang secara Eksplisit dan resmi
dalam naskah Rancangan Pembangunan Lima Tahun Kedua Tahun 1974, Bab 27 Paragraf
IV butir I Menguraikan : “Hukum dan Rancangan Perundang-undangan”, dengan
prioritas untuk meninjau kembali dan merancang peraturan-peraturan perundangundangan

sesuai

dengan

pembangunan

social-ekonomi

(perundangan-

undangandisektorsocial-ekonomi).
Kontinuitas Perkembangan Hukum Dari Hukum Kolonial Ke Hukum Kolonial
yng dinasionalisasi, adalah pendayagunaan hukum untuk kepentingan pembangunan
Indonesia, adalah dengan hukum yang telah diakui dan berkembang dikalangan bisnis
Internasional (berasal dari hukum dan praktek bisnis Amirika), Para ahli hukum praktek
yang mempelajari hukum eropa (belanda), dalam hal ini, mochtar berpengalaman luas
dalam unsur-unsur hukum dan bisnis Internasional, telah melakukan pengembangan
hukum nasional Indonesia dengan dasar hukum kolonial yang dikaji ulang berdasarkan
Grundnom Pancasila adalah yang dipandang paling logis. Dimana Hukum Kolonial
secara formil masih berlaku dan sebagian kaidah-kaidahnya masih merupakan hukum
positif Indonesia berdasarkan ketentuan peralihan, terlihat terjadi pergerakan kearah polapola hukum eropa (belanda), yang mengadopsi dari hukum adat, hukum Amirika atau
hukum Inggris, akan tetapi konfigurasinya/pola sistematik dari eropa tidak dapat
dibongkar, hukum tata niaga atau hukum dagang (Handels recht Vav koophandel
membedakan hukum sebagai perekayasa social atau hukum ekonomi.

Dalam Wetboek Van Koohandel terdapat pula pengaturan mengenai leasing,
kondominium, pada Universitas Padjadjaran melihat masalah hukum perburuhan, agraria,
perpajakan dan pertambangan masuk kedalam hukum ekonomi, sedangkan hukum
dagang (belanda) dikualifikasikan sebagai hukum privat (perdata), khususnya hukum
ekonomi berunsurkan kepada tindakan publik-administratif pemerintah, oleh karenanya
hukum dagang untuk mengatur mekanisme ekonomi pasar bebas dan hukum ekonomi
untuk mengatur mekanisme ekonomi berencana.
Pada era Orde Baru pencarian model hukum nasional untuk memenuhi panggilan
zaman dan untuk dijadikan dasar-dasar utama pembangunan hukum nasional., dimana
mengukuhkan hukum adat akan berarti mengukuhan pluralisme hukum yang tidak
berpihak kepada hukum nasional untuk diunifikasikan (dalam wujud kodifikasi), terlihat
bahwa hukum adat plastis dan dinamis serta selalu berubah secara kekal. Ide kodifikasi
dan unifikasi diprakasai kolonial yang berwawasan universalistis, dimana hukum adat
adalah hukum yang memiliki perasaan keadilan masyarakat lokal yang pluralistis.
Sebagaimana kita ketahui bahwa hukum kolonial yang bertentangan dengan hukum adat
adalah merupakan tugas dan komitmen Pemerintah Orde Baru untuk melakukan unifikasi
dan kodifikasi kedalam hukum nasional.

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Perlu kita ketahui bahwa pada Masa Orde Baru adalah merupakan masa-masa
yang bersifat memaksakan kehendak serta bermuatan unsur politis semata, untuk
kepentingan Pemerintah pada masa itu. Dan pada masa Orde Baru itu pulalah, telah
terjadinya pembelengguan disegala sector, dimulai dari sector Hukum/undangundang,perekonomian/Bisnis, Kebebasan Informasi/Pers dan lain-lain sebagainya.Dan
untuk mengembalikan Citra Bangsa Indonesia yaitu sebagai Negara Hukum terutama
dalam dibidang hukum dan Politik, untuk meyakinakan bahwa revolusi belum selesai,
dan UUD 1945 dijadikan landasan idiil/Konstitusional, dengan dikeluarkannya Surat
Perintah Sebelas Maret pada Tahun 1967 serta dibentuknya kabinet baru dengan sebutan
Kabinet Pembangunan yang merupakan sebagai titik awal perubahan kebijakan
pemerintah secara menyeluruh. Dengan Ketetapan MPRS No. XX : menetapkan sumber
tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangn
Republik Indonesia, harus melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen yaitu
Pancasila.

3.2

Saran
Sebagai warga negara yang baik sebaiknya kita mengetahui bagaimana sejarah
hukum tentang perkembangan hukum di Indonesia sepanjang masa pemerintahan orde
baru.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar. M. Syafi’i, Politik Akomodasi Negara dan Cendekiawan Muslim Orde Baru: Sebuah
Retrospeksi dan Refleksi, Bandung: Mizan, 1995.

Bagir Manan, Perkembangan Hukum, Yogyakarta, 2004.
Djokosoetono, Hukum Tata Negara, ghalia Indonesia, 1982.
Juniarto, sejarah ketatanegaraan republic Indonesia, gajah mada, Jogjakarta,1966.
Jrg. Djopari, ilmu pemerintahan,2008.