Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan Atas Eksploitasi Dan Tindak Kekerasan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

(1)

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

THE LEGAL PROTECTION TOWARDS STREET CHILDREN ON

EXPLOITATION AND VIOLATION CONNECTED TO UU NUMBER 39

YEAR 1999 ABOUT HUMAN RIGHTS Jo UU NUMBER 23 YEAR 2002

ABOUT CHILD PROTECTION

SKRIPSI

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Jurusan Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia

Oleh :

NAMA : MOCHAMAD GILANG RAMADHAN NIM : 3.16.07.022

Dibawah Bimbingan :

Prof. Dr. H. R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

vi ABSTRAK

Moch Gilang Ramadhan

Berbagai negara menganggap seorang anak jalanan sangat penting untuk dilindungi, salah satunya adalah Indonesia, seorang anak memiliki arti penting bagi negara karena anak jalanan adalah generasi bangsa yang pantas diberikan hak-haknya. Anak jalanan adalah amanah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus di jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia. Munculnya anak jalanan di kota besar dikarenakan kemiskinan yang terus mendera masyarakat Indonesia, juga tuntutan hidup yang harus dipenuhi oleh anak jalanan. Kemunculan anak jalanan mengakibatkan permasalahan lain yakni anak jalanan rentan terhadap eksploitasi dan tindak kekerasan. Permasalahan yang timbul berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak jalanan atas eksploitsi dan tindak kekerasan. Upaya pencegahan terhadap anak jalanan atas eksploitasi dan tindak kekerasan. Berkaitan dengan hal tersebut maka anak jalanan harus mendapat perlindungan hukum. Permasalahan yang diangkat oleh penulis dari penulisan karya ilmiah ini adalah Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak jalanan atas eksploitasi dan tindak kekerasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, serta Bagaimana upaya pencegahan terhadap anak jalanan atas eksploitasi dan tindak kekerasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Penelitian yang dilakukan penulis bersifat deskriptif analitis dengan melukiskan fakta-fakta berupa data primer dan data sekunder dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Data yang dihasilkan dianalisis secara yuridis kualitatif, sehingga hierarki peraturan perundang-undangan dapat diperhatikan serta dapat menjamin kepastian hukum.

Berdasarkan analisis terhadap data yang diperoleh, disimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak serta Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia bisa dijadikan sebagai perlindungan hukum terhadap anak jalanan yang tereksploitasi dan korban tindak kekerasan, hal ini karena dalam pasal 12 dan pasal 59 undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menegaskan kepada orang tua, pemerintah dan lembaga negara untuk memberikan jaminan dan perlindungan kepada anak khususnya anak jalanan atas eksploitasi dan tindak kekerasan. Upaya pencegahan terhadap anak jalanan atas eksploitasi dan tindak kekerasan dapat dilakukan dengan berdasarkan pasal 58 dan pasal 64 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, karena pasal tersebut memberikan pelarangan terhadap orang tua atau pihak lain yang akan melakukan eksploitasi dan tindak kekerasan kepada anak jalanan.


(3)

vii ABSTRACT

Moch Gilang Ramadhan

The various countries consider a street children are significant to be protected, such as Indonesia, a child is meaningful for country because street children are generation that appropriate to be given their rights. Street children are mandate from God that should be kept because in their body there is dignity and rights as a human being. The appearance of street children in big city is caused by poverty, and the life demand that should be filled by street children. The appearance of street children causes other problem such as exploitation and violation. The problem related to street children legal protection on exploitation and violation. The preventive effort is towards street children on exploitation and violation. Concerning to this case, the street children should get protection. The problem concerned by the writer is how the legal protection abouta exploitation and violation conected to UU no 23/2002 about child protection, and how the implementation of legal protection towards street children on exploitation and violation refers to UU no 39 / 1999 about human rights.

This study is descriptive analytic by describing the facts in form of primary and secondary data with juridical normative approach research method. The gained data are analyzed in juridical qualitative, therefore the hierarchy Constitution rule can be noticed and law certainty guaranteed.

According to analysis towards gained data, it is concluded that UU no 23 / 2002 about child protection and UU no 39 / 1999 about human rights can be a legal protection towards street children who become victim of exploitation and violation, this case because in article 13 and 59 UU no 23 / 2002 about street children protection confirms to parents, government and national institute to give guarantee and protection for street children on exploitation and violation. The preventive effort towards street children on exploitation and violation can be done refers to article 58 and 64 UU no 39 / 1999 about human rights, because those articles give ban towards parents other side that want to do exploitation and violation towards street children.


(4)

i

Puji dan syukur dengan segala kerendahan hati Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul:

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA Jo UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Jurusan Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia, Bandung, untuk membantu Pemerintah dengan memberikan solusi dari permasalahan hukum yang terjadi, untuk memberikan reverensi mengenai permasalahan hukum dan struktur penulisan karya ilmiah.

Menyelesaikan skripsi ini merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Penulis, walaupun Penulis menyadari dalam penulisan ini masih jauh dari kesempurnaaan, baik dalam metode penulisan maupun dalam pembahasan materi. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan maupun kemampuan yang Penulis miliki. Oleh karena itu Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yth. Prof. Dr. H. R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H. selaku Dosen Pembimbing bagi Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini pada Fakultas Hukum, Universitas Komputer Indonesia.


(5)

Pada kesempatan ini, tak lupa Penulis ingin berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Yth. Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, M.Sc selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia;

2. Yth. Prof. Dr. Hj. Ria Ratna Ariawati, S.E., A.K., M.S. selaku Wakil Rektor I Universitas Komputer Indonesia;

3. Yth. Prof. Dr. Moh. Tadjuddin, M.A, selaku Wakil Rektor II Universitas Komputer Indonesia;

4. Yth. Prof. Dr. Hj. Aelina Surya, selaku Pembantu Rektor III Wakil Universitas Komputer Indonesia;

5. Yth. Prof. Dr. H. R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H, selaku Dekan Fakultas Hukum, Universitas Komputer Indonesia;

6. Yth. Hetty Hassanah, S.H., M.H. selaku Ketua Jurusan Fakultas Hukum, Universitas Komputer Indonesia;

7. Yth. Febilita Wulan Sari, S.H., selaku Dosen Wali Angkatan 2007 Fakultas Hukum, Universitas Komputer Indonesia;

8. Yth. Budi Fitriadi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Fakultas Hukum, Universitas Komputer Indonesia;

9. Yth. Arinita Sandria, S.H., M.Hum., selaku Dosen Fakultas Hukum, Universitas Komputer Indonesia;

10. Yth. Rika Rosilawati, A.Md, selaku Sekretariat Jurusan Fakultas Hukum, Universitas Komputer Indonesia;

11. Karyawan di Lingkungan Fakultas Hukum, Universitas Komputer Indonesia;


(6)

Terima kasih untuk my mom and my dad tercinta, tersayang, yang selalu mendoakan, mendukung, memberikan semangat dan motivasi baik secara moril dan materil bagi Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Tanpa semuanya itu, Gilang tak mampu berdiri tegap. Terima kasih juga untuk adik dan kaka tersayang atas motivasi dan dukungan selama ini.

Terima kasih untuk Murni, Sindi, Sandi, Tiara, dan lain lain selaku pendukung jasmani bagi penulis. Terimakasih kepada Khoirun nissa dan Aisyah selaku pembimbing Rohani. Teman-teman Fakultas Hukum Angkatan 2007 yang telah membantu memberikan doanya. Terima kasih juga untuk Aga Fajar Mintaraga yang suka memberi apresiasi seperti cara menjalani hidup. Terimakasih untuk sodara Evie Ridwan yang sudah memberikan kritik dan saran. Dan tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada sodara se Iman dan se Islam.

Terimakasih untuk yang spesial kepada Asri Wihani yang sudah menyempatkan waktu menemani mengerjakan Skripsi, memberikan senyuman yang menawan sehingga penulis bersemangat mengerjakan Skripsi ini.

Penulis berharap agar penulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, dikarenakan penulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu Penulis memohon saran dan kritik bagi penulisan ini untuk perbaikan di waktu yang akan datang.

Agustus, 2012


(7)

iv LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN

KATA PENGANTAR………i

DAFTAR ISI………..……iv

Abstrak……….vi

Abstract………vii

BAB I PENDAHULUAN………1

A. Latar Belakang ……….1

B. Identifikasi Masalah ………..5

C. Maksud dan Tujuan ………..…5

D. Kegunaan Pebelitian ………....6

E. Kerangka Pemikiran ……….…7

F. Metode Penelitian ……….. 16

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG EKSPLOITASI DAN KEKERASAN TERHADAP ANAK JALAN………..21

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Eksploitasi dan Tindak Kekerasan Terhadap Anak Jalanan………...21

B. Peranan Pemerintah Untuk Mengurangi Anak Jalanan ...32

C. Eksploitasi dan Kekerasan Terhadap Anak Jalanan Ditinjau dari Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Perlindungan Anak ...………...37

BAB III RUANG LINGKUP ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG…..41

A. Anak Jalanan Di Kota Bandung ………...………...41


(8)

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK

JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN..51

A. Perlindungan hukum terhadap anak jalanan atas eksploitasi dan tindak kekerasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ………...…51

B. Upaya pencegahan terhadap anak jalanan atas eksploitasi dan tindak kekerasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia ………...58

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN………65

A. Simpulan ………..65

B. Saran ………...67 DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... DAFTAR RIWAYAT HIDUP...


(9)

1

A. Latar Belakang

Indonesia akhir-akhir ini sedang dilanda krisis ekonomi yang sangat merugikan masyarakat khususnya masyarakat kurang mampu. Akibat dari krisis ekonomi tersebut mengakibatkan masyarakat kurang mampu harus bekerja ekstra keras demi memenuhi kebutuhan hidup, bahkan harus merelakan waktu beristirahat untuk menambah penghasilan. Krisis ekonomi ini berdampak menyeluruh ke semua lapisan masyarakat, bahkan orang tua yang kurang mampu mempekerjakan anaknya di jalanan.

Anak jalanan adalah seorang anak yang belum sampai berusia 18 tahun yang melakukan kegiatan dan kesehariannya di jalanan yang dapat mengganggu ketentraman dan keselamatan orang lain serta membahayakan dirinya sendiri. Direktorat Bina Sosial DKI menyebutkan bahwa anak jalanan adalah anak yang berkeliaran di jalan raya sambil bekerja mengemis atau menganggur saja.1

Anak jalanan bukan lagi fenomena baru bagi masyarakat Indonesia disaat ini, keberadaan anak jalanan telah menjadi fenomena global yang bisa dilihat di setiap persimpangan jalanan, trotoar, ataupun ruang terbuka yang ada. Banyak anak jalanan yang muncul akibat kelahiran yang tidak dikehendaki, bisa juga akibat kesibukan kedua orang tua kemudian menelantarkan anaknya, atau ada anak melarikan diri dari rumah akibat

1

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan, http://humana.20m.com, Diakses Pada Tanggal 2 april 2012, Pukul 20.00 WIB.


(10)

disharmonisasi kedua orang tuanya, ada juga akibat paksaan orang tua agar anaknya mengemis di jalan, dan banyak penyebab lain yang menyebabkan anak turun ke jalan.

Latar belakang anak menjadi anak jalanan dapat disebabkan oleh dua sebab. Pertama, kekecewaan mereka atas pendidikan di sekolah. Diskriminasi ternadap anak jalanan membuat anak tersebut depresi yang menjadikan anak jalanan terasingkan dari murid-murid yang lain. Kedua, permasalahan yang dihadapi anak jalanan di sekolah biasanya dilaporkan kepada orang tua murid. Laporan ini biasanya menjadi penyulut kemarahan orang tua bahkan seringkali diikuti dengan kekerasan. Kedua hal tersebut menimbulkan kekecewaan pada diri mereka atas perlakuan yang anak jalanan terima dari dunia pendidikan. Akibatnya hal itu mendorong mereka untuk pergi ke jalanan mencari kebebasan tanpa beban pendidikan. Pendidikan seharusnya menjadi salah satu hak anak jalanan tetapi justru anak jalanan menganggap pendidikan sebagai beban yang harus dihindari2.

UNICEF berpendapat bahwa ada lebih dari 100 juta anak jalanan di dunia saat ini, dan di Asia sendiri mencapai 25-30 juta anak jalanan dan di Indonesia sendiri sejak tahun 1998 sudah mencapai lebih dari 170.000 anak jalanan dan setiap tahunnya meningkat sebesar 400 %. Permasalahan ini menyebabkan rentannya anak jalanan medapatkan kekerasan oleh berbagai pihak3.

Pelanggaran hak asasi manusia adalah salah satu bentuk kekerasan yang didapat oleh anak jalanan. Kekerasan terhadap anak jalanan dapat

2

Humana, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan, http://humana.20m.com, Diakses Pada Tanggal 2 april 2012, Pukul 20.00 WIB.

3

Odi Alahuddin, Studi Kasus Anak Jalanan, http://odishalahuddin.wordpress.com, Diakses Pada Tanggal 2 april 2012, Pukul 19.45 WIB.


(11)

dilakukan oleh berbagai pihak yaitu oleh orang tua, oleh aparat pemerintah (polisi, satpol PP) dan bahkan, para penguasa jalanan. Jalanan adalah dunia yang penuh dengan kekerasan dan eksploitasi terhadap anak. Berbagai penelitian mengungkapkan situasi buruk yang dialami oleh anak jalanan. Lebih tragis lagi kekerasan oleh anak jalanan justru dilakukan oleh petugas keamanan yang seharusnya memberikan perlindungan terhadap mereka.

Kekerasan yang dialami oleh anak jalanan dapat juga berbentuk siksaan atau kekerasan dari pihak sindikat yang secara rahasia mengkoordinasi kerja mereka. Sindikat tersebut memanfaatkan atau mengeksploitasi anak jalanan untuk menjadi pengemis, pengamen, pencopet atau bahkan eksploitasi seksual. Fenomena ini dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia karena memanfaatkan kelemahan seorang anak demi mencapai suatu keuntungan.

Akibat dari semakin meluasnya kekerasan yang diterima oleh anak jalanan dan eksploitasi yang dilakukan oleh berbagai pihak, maka dibuatlah peraturan yang menjaga hak-hak anak sebagai mahluk hidup yang harus dilindungi dan dihormati dengan mengeluarkan peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Eksploitasi dan kekerasan terhadap anak memang suatu hal yang tak dapat dihindari oleh anak jalanan, karena kehidupan anak jalanan tidak bisa terlepas dari jalan, maka dibuatlah peraturan yang menjaga hak-hak anak agar bisa hidup, tumbuh, berkembang dan dapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, maka pemerintah mengeluarkan dan mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang


(12)

Perlindungan Anak, namun dalam kenyataannya peraturan-peraturan tersebut belum bisa mengurangi eksploitasi dan kekerasan terhadap anak jalanan bahkan semakin hari semakin banyak anak jalanan yang mendapat eksploitasi dan kekerasan dari berbagai pihak, selain kekerasan dan eksploitasi, banyak juga pelanggaran atas hak-hak anak untuk bisa tumbuh dan berkembang, hal ini yang menyebabkan optimalisasi perundang-undangan tersebut tidak tercapai.

Salah satu contoh kasus eksploitasi dan kekerasan terhadap anak jalanan yaitu yang terjadi pada seorang anak yang bernama Evo. Evo dalam masa liburan sekolah melakukan kegiatannya di persimpangan jalan untuk membantu kedua orangtuanya. Keseharian evo di persimpangan jalan hanya meminta belas kasihan dari masyarakat yang melewati persimpangan jalan. Kegiatan evo di persimpangan jalan selalu diperhatikan oleh orang tuanya yang sedang berjualan koran. Hasil dari yang evo peroleh harus diberikan kepada orang tuanya. Evo diberi target penghasilan oleh orangtuanya agar bisa memperoleh lebih banyak uang, karena jika tidak bisa memenuhi target tersebut maka orang tuanya akan memarahi evo. Rata-rata di jalan, evo dan anak jalanan lain memiliki pengalaman buruk dengan Satpol Pamong Praja, karena dalam melakukan tugas, Satpol Pamong Praja melakukan kekerasan dalam merazia anak-anak jalanan. Kekerasan Penanganan yang dilakukan pemerintah lebih sering bersifat sementara dan dengan tindak kekerasan yang menimbulkan trauma. Sementara masyarakat umum melihatnya sebagai fenomena kehidupan perkotaan. Undang-undang tentang perlindungan anak belum mampu menurunkan angka kekerasan tersebut, bahkan semakin menunjukkan banyaknya kekerasan yang dialami anak.


(13)

Anak-anak yang dieksploitasi, dipekerjakan dalam lingkungan yang buruk, dan berbagai bentuk diskriminasi masih sangat sering dijumpai terutama di kota-kota besar dan dalam keluarga miskin.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan mengambil judul : “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA Jo UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak jalanan atas eksploitasi dan tindak kekerasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ?

2. Bagaimana upaya pencegahan terhadap anak jalanan atas eksploitasi dan tindak kekerasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia ?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan dari penulisan tersebut, yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(14)

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak jalanan atas eksploitasi dan tindak kekerasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

2. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya pencegahan terhadap anak jalanan atas eksploitasi dan tindak kekerasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

D. Kegunaan Penelitian

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu antara lain:

1. Kegunaan Teoretis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu hukum pada umumnya serta hukum perlindungan anak dan hak asasi manusia pada khususnya.

2. Kegunaan Praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah dan seluruh orang tua yang memiliki anak sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil tindakan hukum yang tepat dalam hal eksploitasi dan kekerasan serta upaya pencegahan terjadinya ekploitasi dan kekerasan terhadap anak jalanan.


(15)

E. Kerangka Pemikiran

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea kedua yang menyebutkan bahwa:

“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah

sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,

adil dan makmur”.

Hal ini menunjukkan bahwa konsep utilitarianisme sangat melekat dalam pembukaan alinea kedua tersebut, karena pada makna “adil dan

makmur”, dimana tujuan hukum yaitu memberikan keadilan dan

kemakmuran bagi masyarakat, sebagaimana di ungkapkan oleh Bentham yaitu “The Greatest Happiness For The Greatest Number”. Makna adil dan makmur tersebut harus dipahami sebagai kebutuhan masyarakat Indonesia, secara yuridis hal ini menunjukkan seberapa besar kemampuan hukum untuk dapat memberikan manfaat kepada masyarakat.

Pelaksanaan tujuan Negara yang di amanatkan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa :

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdasakan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.


(16)

Amanat dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut merupakan konsekuensi hukum yang mengharuskan pemerintah tidak hanya melaksanakan tugas pemerintahan saja, melainkan juga kesejahteraan sosial melalui pembangunan nasional. Hal tersebut merupakan landasan perlindungan hukum atas anak jalanan, karena kata

“melindungi” merupakan asas perlindungan hukum bagi segenap bangsa

Indonesia untuk mencapai keadilan.

Indonesia merupakan Negara hukum berdasarkan Pancasila yang bertujuan untuk menciptakan ketertiban umum dan masyarakat adil dan makmur secara spiritual dan materil. Salah satu ciri Negara hukum adalah adanya konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Menurut Sri Soemantri, tidak ada satupun negara di dunia yang tidak mempunyai konstitusi. Negara dan konstitusi bagaikan dua sisi mata uang, merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain4. Undang-undang dasar 1945 merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemikiran tentang Negara hukum pertama kali dikemukakan oleh Plato dalam tulisannya tentang nomoi. Istilah negara hukum tidak terdapat dalam naskah asli Undang-Undang Dasar 1945, namun hanya terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen, yang menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat)5. Istilah negara hukum baru ditemukan dalam Pasal 1 ayat (3)

4

Dahlan Thaib, Teori Hukum dan Konstitusi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 33.

5

Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, hlm. 35.


(17)

Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ketiga yang secara tegas menyebutkan, bahwa :

“Negara Indonesia adalah Negara hukum”.

Hal ini menjelaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat) dan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar), bukan absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Salah satu konsekuensi dari Negara hukum adalah bahwa tindakan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau yang disebut dengan asas legalitas6.

Istilah negara hukum dalam bahasa Belanda disebut rechtstaat, sedangkan dalam terminologi Inggris disebut rule of law. Istilah rule of law dalam perkembangan hukum di Indonesia disebut dengan negara hukum yang diartikan sebagai negara atau pemerintah berdasarkan atas hukum.

Menurut Von Munch bahwa unsur negara berdasarkan atas hukum ialah adanya:

1. Hak-hak asasi manusia; 2. Pembagian kekuasaan;

3. Keterkaitan semua organ negara pada undang-undang dasar dan keterkaitan peradilan pada undang-undang dan hukum; 4. Aturan dasar tentang proporsionalitas (verhaltnismassingkeit);

6 Ibid,


(18)

5. Pengawasan peradilan terhadap keputusan-keputusan (penetapan-penetapan) kekuasaan umum;

6. Jaminan peradilan dan hak-hak dasar dalam proses peradilan; 7. Pembatasan terhadap berlaku surutnya undang-undang7.

Peraturan perundang-undangan merupakan hukum yang in abstracto atau general norm yang sifatnya mengikat umum (berlaku umum) dan tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum (general)8. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa :

“Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan”.

Berdasarkan Perundang-undangan Nomor 12 Tahun 2011 tersebut menegaskan bawa pejabat yang berwenang untuk membuat peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan pejabat yang berwenang harus memuat norma-norma hukum yang mengikat secara umum yang dalam artian harus mencakup seluruh masyarakat Indonesia.

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 merupakan kelanjutan dari pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Visi pembangunan nasional Indonesia tahun

7

Von Munch, dalam Teori Negara Hukum, http://wahy.multiply.com, Diakses Pada Tanggal 2 april 2012, Pukul 20.00 WIB.

8

Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 133.


(19)

2005-2025 adalah Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur, selain itu disebutkan dalam pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, yang didasarkan pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa :

“Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam bentuk rumusan visi, misi dan arah Pembangunan

Nasional.”

Berdasarkan tujuan kegiatan pembangunan nasional yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, yang menjabarkan tentang perlindungan bagi segenap bangsa dan memajukan kesejahteraan umum, Dengan adanya jaminan dalam Undang-Undang tersebut dapat diartikan bahwa anak jalanan dianggap belum memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri baik secara rohani, jasmani maupun sosial dan yang harus dilindungi oleh Negara.

Berdasarkan ketentuan di atas, maka segala kegiatan pembangunan nasional harus sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang ditetapkan pemerintah dan segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat harus sesuai dengan ketentuan hukum yang dibuat dan berlaku di Negara Indonesia. Ketentuan tersebut didasarkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945


(20)

Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa, “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Dengan adanya peraturan tersebut, seharusnya hak-hak dasar anak dapat dijaga oleh Negara dan bukan sebaliknya, yakni melakukan kekerasan terhadap anak jalanan yang dalam hal ini bisa menyebabkan trauma kepada anak yang bersangkutan.

Strategi untuk melaksanakan visi dan misi tersebut dijabarkan secara bertahap dalam rencana Pembangunan Jangka Menengah nasional (RPJMN). Saat ini, Indonesia sudah memasuki RPJMN Tahapan ke-2 (2010-2014). Visi Indonesia 2014 adalah terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokrasi dan berkeadilan. Perwujudan visi Indonesia 2014 dijabarkan dalam misi pembangunan 2010-2014 sebagai berikut :

1. Melanjutkan pembangunan menuju Indonesia yang sejahtera. 2. Memperkuat pilar-pilar demokrasi.

3. Memperkuat dimensi keadilan dalam semua bidang.

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tersebut, yang terdapat pada poin ke-3 yakni memperkuat dimensi keadilan dalam segala bidang, dengan kata lain rencan pembangunan yang berkala tersebut memuat keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia dan khususnya anak jalanan. Negara mengaplikasikannya dengan mengeluarkan peraturan Perundang-Undangan Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.


(21)

Hukum merupakan alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum. Kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Ketertiban sebagai tujuan utama hukum merupakan suatu fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya. Tujuan hukum lainnya selain ketertiban adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya. Salah satu hal yang diperlukan untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat adalah kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat, oleh karena itu terdapat lembaga hukum seperti perkawinan, hak milik dan kontrak/perjanjian yang harus ditepati oleh para pihak yang mengadakannya. Tanpa kepastian hukum dan ketertiban masyarakat yang dijelmakan olehnya, manusia tidak mungkin mengembangkan bakat-bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal di dalam masyarakat9. Manusia bersifat dinamis, demikian juga masyarakat, oleh karena itu menurut pendapat Roscoe Pound, hukum harus dapat membantu proses perubahan masyarakat, law as a tool of social engineering.

Seorang anak mempunyai arti penting bagi bangsa, khususnya untuk penerus generasi bangsa yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera, oleh sebab itu, pemerintah berkewajiban untuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku melindungi anak jalanan sebagai warisan budaya bangsa Indonesia.

9

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002, hlm. 3.


(22)

Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Salah satu anak yang harus dilindungi adalah anak jalanan.

Berdasarkan pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yaitu :

”Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Berdasarkan pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, bahwa Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

a. diskriminasi;

b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. penelantaran;

d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. ketidakadilan; dan

f. perlakuan salah lainnya.

Anak jalanan memang tidak bisa terlepas dari pengasuhan dan pendidikan dari orang tua. Munculnya anak jalanan bisa karena pendidikan orang tua yang memperkerjakan anaknya agar ikut terjun ke jalan untuk menambah penghasilan keluarga.


(23)

Peran serta keluarga sangat besar untuk mengurangi jumlah anak yang akan turun ke jalan, bahkan mempunyai andil besar untuk memberikan perlindungan kepada anak dari perlakuan-perlakuan buruk. Anak jalanan seharusnya masih bisa sekolah tetapi mereka memilih menjalani kehidupan jalanan untuk mencari nafkah. Anak-anak ini tidak dapat mengakses pendidikan baik pendidikan formal maupun nonformal dalam hal ini termasuk pendidikan keluarga. Sudah menjadi tugas orang tua untuk memberikan pendidikan dan perlindungan kepada anak jalanan.

Kekerasan terhadap anak sebenarnya sudah ada peraturannya yang mengatur mengenai hal tersebut seperti yang terdapat dalam Pasal 58 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa :

“Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental. penelantaran. perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau waljnya, atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan”.

Pelanggaran hak asasi manusia terhadap anak jalanan sering kali diabaikan oleh masyarakat luas bahkan orang tua dari anak itu sendiri, dalam hal ini ketentuan yang dapat dipergunakan untuk pelaksanaan pengaturan dan pencegahan terjadinya eksploitasi dan kekerasan terhadap anak ialah Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.


(24)

F. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis, yaitu memberikan gambaran secermat mungkin mengenai fakta-fakta yang ada, baik berupa data sekunder bahan hukum primer seperti, Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, data sekunder bahan sekunder berupa pendapat para ahli, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum serta bahan hukum tersier berupa data yang didapat dari majalah dan internet yang berkaitan dengan penelitian.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak jalanan yang mengalami eksploitasi dan kekerasan dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia juncto Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan adalah secara yuridis normatif, yaitu suatu metode di mana hukum dikonsepsikan sebagai norma, kaidah, asas atau dogma-dogma (yang seharusnya). Penafsiran hukum yang dilakukan yaitu dengan melakukan penafsiran gramatikal yaitu penafsiran yang dilakukan terhadap kata-kata atau tata kalimat yang digunakan pembuat undang-undang dalam


(25)

peraturan perundang-undangan tertentu. Penulis juga melakukan penafsiran sosiologis yaitu penafsiran yang dilakukan dalam menghadapi kenyataan bahwa kehendak pembuat undang-undang ternyata tidak sesuai lagi dengan tujuan sosial yang seharusnya diberikan pada peraturan undang-undang itu dewasa ini.

3. Tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu : a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Langkah ini dilakukan untuk memperoleh bahan hukum primer berupa bahan hukum yang mengikat yaitu peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak, bahan hukum sekunder yang meliputi referensi hukum dan non hukum berupa hasil penelitian, karya tulis dan bahan-bahan hukum tersier berupa berbagai artikel dari media masa, ensiklopedia, kamus dan lain-lain.

b. Data Lapangan

Data lapangan dimaksud untuk mendukung data kepustakaan. Penelitian lapangan dilakukan dengan melakukan wawancara dengan berbagai pihak yang berkompeten berkaitan dengan penelitian ini.


(26)

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a. Studi Dokumen

Pengumpulan data melalui studi dokumen digunakan untuk mengumpulkan data sekunder. Cara ini merupakan konsekuensi dari penelitian normatif/kepustakaan yang berdasarkan data sekunder.

1) Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan-bahan hukum tertulis, yang terdiri dari.

a) Norma/kaidah dasar yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea keempat.

b) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

c) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

d) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Perlinungan Anak

e) Kepres Nomor 36 tahun 1990 Tentang Konvensi Hak-Hak Anak

2) Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan memberikan penjelasan mengenai hukum primer, misalnya :


(27)

a) Buku-buku ilmiah yang berkaitan dengan pelaksanaan hukum terhadap anak jalanan atas eksploitasi dan tindak kekerasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

b) Hasil penelitian yang berkaitan dengan upaya pencegahan terhadap anak jalanan atas eksploitasi dan tindak kekerasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

3) Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya :

a) Kamus hukum. b) Ensiklopedia.

c) Majalah, surat kabar, jurnal, website

b. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data secara langsung dari lapangan untuk mendapatkan data primer sebagai data pendukung. Wawancara juga merupakan cara utama untuk mengumpulkan data dan informasi.

Peneliti dalam penelitian ini mengadakan wawancara dengan para pihak yang mampu dan memiliki wewenang serta kompeten untuk menjawab pertanyaan yang diajukan yang berkaitan dengan anak jalanan atas eksploitasi dan tindak kekerasan dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak


(28)

Asasi Manusia Juncto Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

5. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis yuridis kualitatif, yaitu metode penelitian yang bertitik tolak dari norma-norma, asas-asas dan peraturan perundang-undangan yang ada sebagai norma hukum positif yang kemudian dianalisis secara kualitatif.


(29)

21

KEKERASAN TERHADAP ANAK JALAN

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Eksploitasi dan Tindak Kekerasan Terhadap Anak Jalanan

Anak jalanan merupakan suatu komunitas anak yang paling rentan terhadap eksploitasi dan tindakan kekerasan yang terjadi pada diri anak jalanan. Semua tindak kekerasan yang terjadi pada anak jalanan tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam lingkup keluarga maupun dalam lingkup lingkungan sosial anak tersebut. Masalah anak terutama anak jalanan, semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal ini akibat krisis ekonomi berkepanjangan yang dialami oleh Negara Indonesia sejak pertengahan tahun 1997.

Anak adalah amanah dan juga karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus di jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi.10 Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Pengertian dari kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan

10

Sri Widoyati Soekito, Anak dan Wanita dalam hukum, Diadit Media, Jakarta, 2002, hlm. 76.


(30)

berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari eksploitasi dan tindak kekerasan serta hak sipil dan kebebasan.

Sebelum berbicara anak jalanan, penulis akan menjelaskan tentang definisi anak. Konsep anak didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan pemahaman yang beragam. Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud anak adalah :

“anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, yang dimaksud anak adalah :

“Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.”

Berdasarkan pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, menyebutkan bahwa :

“Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan

belas) tahun dan belum menikah, terrnasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.”

Berdasarkan Pasal 1 ayat 14 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan anak adalah :

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)


(31)

Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa anak adalah seorang anak yang masih dalam kandungan sampai anak yang berusia 18 tahun dan belum menikah. Pemahaman tentang Anak jalanan adalah seorang anak yang belum sampai berusia 18 tahun yang melakukan kegiatan dan kesehariannya di jalanan yang dapat mengganggu ketentraman dan keselamatan orang lain serta mebahayakan dirinya sendiri.11 Direktorat Bina Sosial DKI menyebutkan bahwa anak jalanan adalah anak yang berkeliaran di jalan raya sambil bekerja mengemis atau menganggur saja.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak, yang dimaksud dengan anak terlantar yaitu :

“Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya

secara wajar, baik fisik, mental, sepiritual, maupun sosial”.

Hal tersebut menjelaskan bahwa seorang anak terlantar atau anak jalanan yang masih belum dewasa atau belum berumur 18 tahun harus dilindungi oleh berbagai pihak, baik oleh pihak orang tua, masyarakat maupun oleh negara, seperti yang tercantum dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yang isinya adalah :

(1). Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara.

(2). Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.

Pasal tersebut menjelaskan bahwa pentingnya perlindungan kepada seorang anak bahkan seorang anak yang masih dalam kandungan. Maka

11

H. Ahmad Kamil, H.M. Fauzan, Hukum perlindungan anak jalanan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1999, hlm. 22.


(32)

dari itu, turut serta masyarakat sangat penting untuk menjaga kelangsungan hidup seorang anak yang sejahtera baik secara mental maupun sosial dan terhindar dari eksploitasi dan tindak kekerasan terhadap anak jalanan.

Menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, anak jalanan dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:

1. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya (children of the street). Anak-anak yang tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah terputus. Kelompok anak ini disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga, mereka mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan perceraian orang tua. Umumnya anak tersebut tidak mau kembali kerumah, kehidupan jalanan dan solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan mereka.

2. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua adalah anak yang bekerja di jalanan (children on the street). Anak sering kali diidentikkan sebagai pekerja migrant kota, yang pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja dari pagi sampai sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek, penyapu mobil dan kuli panggul. Tempat tinggal anak jalanan di lingkungan kumuh bersama dengan saudara atau teman-teman senasibnya.


(33)

3. Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya. Seorang anak yang masih tinggal dengan orang tuanya, seorang anak yang dalam posisi tersebut berada di jalanan sebelum atau sesudah sekolah. Motivasi anak dalam posisi tersebut turun kejalan karena terbawa teman, belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua. Aktivitas usaha anak jalanan yang paling menyolok adalah berjualan Koran.

4. Anak-anak jalanan yang berusia di atas 16 tahun. Seorang anak berada di jalanan untuk mencari kerja, atau masih labil suatu pekerjaan. Umumnya anak tersebut telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Anak jalanan biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa (orang tua ataupun saudaranya) kekota. Pekerjaan anak jalanan biasanya mencuci bus menyemir sepatu, membawa barang belanjaan (kuli panggul), pengasong, pengamen, pengemis dan pemulung.

Berdasarkan pengelompokan data diatas, maka dapat disimpulkan bahwa peran serta orang tua sangat mempengaruhi bagi seorang anak yang turun ke jalan. Hal ini disebabkan faktor-faktor sosial psikologis keluarga yang tidak harmonis. Akibatnya eksploitasi ekonomi dan tindak kekerasan terhadap seorang anak akan terjadi.

Berdasarkan Pasal 66 ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan eksploitasi adalah :

“Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi ekonomi atau seksual terhadap anak.”


(34)

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud dengan eksploitasi adalah :

“eksploitsi : 1 pengusahaan; pendayagunaan; 2 pemanfaatan untuk keuntungan sendiri; pengisapan; pemerasan tenaga orang”.12

Penjelasan tersebut menjelaskan bahwa eksploitasi anak adalah pemanfaatan untuk keuntungan sendiri melalui anak dibawah umur yang belum berusia 18 tahun. Oleh sebab itu anak jalanan digunakan sebagai media untuk mencari uang. Pengertian eksploitasi terhadap anak jika dilihat secara umum adalah mempekerjakan seorang anak dengan tujuan ingin meraih keuntungan yang sebesar besarnya. Hal ini sangat berbahaya bagi pertumbuhan mental maupun sosial anak khususnya anak jalanan. Dalam pasal 64 dan 65 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia, menyatakan bahwa :

Pasal 64

“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan

eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik,

moral, kehidupan sosial dan mental sepiritualnya”.

Pasal 65

“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan

dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat

adiktif lainnya”.

Dilihat dari penjelasan diatas, seorang anak mempunyai jaminan perlindungan hukum dari kegiatan eksploitasi ekonomi, hal ini dikarenakan seorang anak belum bisa menjaga dirinya sendiri dan bisa berdampak buruk untuk kesehatan fisik maupun moralnya. Maka dari itu, seorang anak berhak mendapatkan perlindungan dari orang tua atau pihak lain yang bertanggung

12

Anne Ahira, Anak Bukan Objek Eksploitasi, http:// AnneAhira.com, Diakses Pada Hari Jumat, 20 April 2012, Pukul 20. 00 WIB.


(35)

jawab, seperti yang tercantum dala Pasal 13 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, menyatakan bahwa :

“Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

a. diskriminasi;

b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. penelantaran;

d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. ketidakadilan; dan

f. perlakuan salah lainnya”.

Berdasarkan pasal tersebut di atas maka orang tua atau pihak lain yang bertanggung jawab atas anak tersebut wajib memberikan perlindungan dari tindakan-tindakan yang dapat menghilangkan hak-hak seorang anak dan masa depan seorang anak. Tindak kekerasan dapat diartikan juga sebagai :

“semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik maupun

emosional, pelecehan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain yang mengakibatkan cidera atau kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan”.13

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat pahami bahwa tindak kekerasan terhadap seorang anak harus dihindari oleh berbagai pihak karena dapat berakibat buruk bagi kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak, oleh sebab itu seorang anak harus mendapatkan perlindungan khusus baik oleh orang tua ataupun oleh hukum, hal ini dikarenakan seorang anak jalanan sangat rentan terhadap eksploitasai dan tindak kekerasan.

13

Mellysa Adelia, Pengertian kekerasan Terhadap Anak, http://Kadnet.com, Diakses Pada Hari Jumat, 20 April 2012, Pukul 20. 05 WIB.


(36)

Teori-teori yang berusaha menerangkan bagaimana kekerasan ini terjadi, salah satu di antaranya teori yang berhubungan dengan stress dalam keluarga family stress. Stres dalam keluarga tersebut bisa berasal dari anak, orang tua, atau situasi tertentu, yang meliputi :

1. Stres berasal dari anak misalnya anak dengan kondisi fisik, mental, dan perilaku yang terlihat berbeda dengan anak pada umumnya. Bayi dan usia balita, serta anak dengan penyakit kronis yang berlangsung bertahun-tahun juga merupakan salah satu penyebab stres.

2. Stres yang berasal dari orang tua misalnya orang tua dengan gangguan jiwa (psikosis atau neurosa), orang tua sebagai korban kekerasan di masa lalu, orang tua ingin anaknya sempurna dengan harapan pada anak terlampau tinggi. Orang tua tersebut adalah orang tua yang terbiasa dengan sikap disiplin.

3. Stres berasal dari situasi tertentu misalnya terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) yang dialami oleh orang tua, pindah lingkungan, dan keluarga sering bertengkar. Dengan adanya stres dalam keluarga dan faktor social budaya yang kental dengan ketidaksetaraan dalam hak dan kesempatan, sikap permisif terhadap hukuman badan sebagai bagian dari mendidik anak, maka para pelaku tindak kekerasan semakin merasa membenarkan atas tindakannya untuk mendera anak. Dengan sedikit faktor pemicu, biasanya berkaitan dengan tangisan tanpa henti dan ketidakpatuhan pada orang tua, maka terjadilah


(37)

penganiayaan pada anak yang tidak jarang membawa malapetaka bagi anak dan keluarganya.14

Berdasarkan macam-macam bentuk stres tersebut bisa dipahami bahwa terjadinya tindak kekerasan bisa diakibatkan oleh stres yang berlebihan dari berbagi pihak dalam lingkup keluarga. Berdasarkan tindak kekerasan tersebut dapat diambil macam-macam tindak kekerasan terhadap anak jalanan, tindak kekerasan dapat digolongkan menjadi 4 bagian, yaitu:

1. Penyiksaan Fisik (physical Abuse)

Segala bentuk penyiksaan pisik, dapat berupa cubitan, pukulan, tendangan, dan tindakan-tindakan lain yang dapat membahayakan anak.

2. Penyiksaan Emosi (Psychological/Emotional Abuse)

Penyiksaan emosi adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan anak, selanjutnya konsep diri anak terganggu, anak merasa tidak berharga untuk dicintai dan dikasihi.

3. Pelecehan Seksual (Sexual Abuse)

Pelecehan seksual pada anak adalah kondisi dimana anak terlibat dalam aktivitas seksual, anak sama sekali tidak menyadari, dan tidak mampu mengkomunikasikannya, atau bahkan tidak tahu arti tindakan yang diterimanya.

4. Pengabaian (child neglect)

14

Irma SetiaWati Sumitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak Jalanan, Bumi Aksara, Jakarata, 1990, hlm 19.


(38)

Pengabaian terhadap anak termasuk penyiksaan secara pisif, yaitu segala ketiadaan perhatian yang memadai, baik fisik, emosi maupun sosial.15

Berdasrkan macam-macam tindak kekerasan yang dijelaskan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa seorang anak sangat rentan akan tindak kekerasan yang sangat merugikan bagi pertumbukan anak tersebut dan bisa mengganggu pertumbuhan mental seorang anak. Selain tindak kekerasan yang sangat membahayakan pertumbuhan anak, pengabaian terhadap seorang anak juga sangat merbahayakan bagi pertumbuhan anak.

Jenis-jenis pengabaian terhadap anak : 1. Pengabaian fisik

Misalnya keterlambatan mencari bantuan medis, pengawasan yang kurang memadai, serta tidak tersedianya kebutuhan akan rasa aman dalam keluarga.

2. Pengabaian pendidikan

Orang tua sering kali tidak memberikan fasilitas pendidikan yang sesuai dengan bakat dan kemampuan anak.

3. Pengabaian secara emosi

Ketidak sadaran orang tua akan kehadiran anaknya ketika sedang bertengkar. Pembedaan perlakuan dan kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya.

4. Pengabaian fasilitas medis

Orangtua tidak menyediakan layanan medis untuk anak meskipun secara finansial memadai.

15

Abdul Hakim Garuda Nusantara, Prospek Perlindungan Anak, Makalah, Jakarta, Seminar Perlindungan Hak-Hak Anak, 1986, hlm. 22.


(39)

5. Mempekerjakan anak dibawah umur

Hal ini melanggar hak asasi anak untuk memperoleh pendidikan, dapat membahayakan kesehatan, serta melanggar hak anak sebagai manusia.16

Eksploitasi dan tindak kekerasan terhadap anak memang sangat membahayakan bagi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, maka dari itu peran serta masyarakat sangat lah penting. Pasal 100 dan 101 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, mengatur pula mengenai peran serta masyarakat dalam rangka penegakan hak asasi manusia dalam masyarakat, yang isinya adalah :

Pasal 100

“Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia”.

Pasal 101

“Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak menyampaikan laporan atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia pada komnas HAM atau lembaga lainnya yang berwenang dalam rangka perlindungan, penegakan, dan pemajuan

hak asasi manusia”.

Berdasarkan pasal yang diuraikan diatas, maka jelas kiranya bahwa peranan masyarakat sangatlah penting, bahkan masyarakat berhak melaporkan atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia, dalam hal ini pelanggaran hak asaasi manusia sebagai seorang anak. Partisipasi dari masyarakat ini bisa sangat membantu untuk memberi perlindungan bagi anak jalanan dari eksploitasi ekonomi dan tindakan-tindakan kekerasan yang bisa dilakukan oleh berbagai pihak termasuk oleh orang tuanya sendiri. Oleh

16

Rika Saraswati S.H., CN., M.Hum. Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hlm. 16.


(40)

sebab itu peran serta pemerintah, lembaga masyarakat, masyarakat dan orang tua asuh sangatlah penting untuk menghindari jumlah anak jalanan di Indonesia yang tereksploitasi dan korban tindak kekerasan .

B. Peranan Pemerintah Untuk Mengurangi Anak Jalanan

Kehidupan anak jalanan di Indonesia sangat memprihatinkan. Anak jalanan adalah warga negara yang harus dilindungi, dan dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah. Berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945, menyatakan bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar itu

dipelihara oleh negara”. Artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar,termasuk dalam hal ini adalah anak jalanan. Anak Jalanan perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya seorang anak biasa, yaitu lingkungan keluarga yang sehat, pendidikan yang memadai, rekreasi anak dan perlindungan khusus bagi anak.

Di Indonesia, kondisi anak jalanan sangat memprihatinkan. Berbagai bentuk eksploitasi ekonomi dan tindakan kriminal seperti kekerasan dan pelecehan seksual seringkali dialami oleh anak jalanan. Solusi yang dilakukan oleh pemerintah masih belum mampu mengatasi masalah sosial seperti ini. Bahkan, hampir setiap Pemerintah Daerah Tingkat I dan II memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang ketertiban umum.Pelaksanaan di lapangan dari Perda tersebut biasanya dilakukan dengan cara merazia siapa saja yang dianggap mengganggu ketertiban dan keindahan kota, seperti


(41)

gelandangan, anak jalanan, pengemis dan pedagang sektor informal.17 Orang-orang yang menjadi sebagian target operasi tersebut adalah anak jalanan. Anak jalanan yang terkena razia oleh aparat pemerintah akan diberikan pengarahan-pengarahan agar tidak kembali ke jalan dan kemudian diserahkan kembali kepada orang tuanya supaya bisa dibina agar tidak kembali ke jalanan. Kenyataannya sekarang ini di Indonesia, anak jalanan semakin bertambah dengan pesatnya. Departemen Sosial pada tahun 1998 pernah memperkirakan jumlah anak jalanan mencapai sekitar 50.000 anak yang tinggal dan mencari nafkah di jalan kota-kota besar di Indonesia. Kemungkinan pada saat ini jumlah anak jalanan bisa meningkat hingga 400% / tahun.18

Kedatangan anak jalanan tersebut jelas sangat meresahkan warga masyarakat, karena bisa membahayakan bagi pengendara motor ataupun mobil dan juga bisa membahayakan bagi anak jalanan tersebut. Selain itu kedatangan anak jalanan membawa permasalahan baru, yakni anak jalanan tidak bisa tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Permasalahan ini harus cepat diselesaikan oleh pemerintah dan juga negara karena jumlah anak jalanan tersebut akan terus meningkat setiap tahun. Oleh sebab itu, pemerintah ataupun negara mengeluarkan peraturan Perundang-Undanganan yang berkaitan dengan anak.

Pemerintah untuk menanggulangi permasalahan anak jalanan adalah dengan menggratiskan biaya pendidikan kepada anak-anak yang

17

Riana Anis, Faktor apa yang menyebabkan munculnya anak jalanan http://karya-riyana.blogspot.com, Diakses Pada Hari Jumat, 20 April 2012, Pukul 20. 00 WIB.

18

Odi Shalahuddin, Kekerasan Terhadap Anak Jalanan, http://WordPress.com, Diakses Pada Hari Jumat, 20 April 2012, Pukul 20. 00 WIB.


(42)

kurang mampu termasuk anak jalanan, agar anak jalanan lebih tertarik bersekolah ketimbang harus di jalanan.

Berdasarkan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, menyatakan bahwa :

(1). Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.

(2). Pertanggungjawaban pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong masyarakat untuk berperan aktif.

Pemerintah dalam hal ini berkewajiban membantu tumbuh kembang anak agar menjadi anak yang bisa memikul tanggung jawab. Upaya pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan, perawatan, dan membantu anak yaitu dengan cara memberikan sekolah dengan gratis bagi sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah pertama (SMP). Memungkinkan agar anak jalanan bisa mengembangkan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang maksimal.

Peran serta pemerintah sangatlah penting demi menguranginya anak jalanan, namun upaya pemerintah agar anak jalanan tetap sekolah tidak berjalan dengan baik. Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang sudah digratiskan nampaknya belum menjadi pemicu supaya anak jalanan mengikuti pendidikan formal. Hal ini terjadi karena anak jalanan cenderung berpikir lebih baik meluangkan waktu untuk di jalan karena, bisa menghasilkan uang dan bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.


(43)

Berdasarkan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, penyelenggaraan perlindungan bagi anak sebagai berikut :

(1). Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan dan membantu anak, agar anak dapat :

a. Berpartisipasi;

b. Bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya;

c. Bebas menerima informasi lisan atau tulisan sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan anak;

d. Bebas berserikat dan berkumpul;

e. Bebas beristirahat, bermain, berekreasi, berkreasi dan berkarya seni budaya; dan

f. Memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamata.

(2). Upaya sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dikembangkan dan disesuaikan dengan usia, tingkat kemampuan anak, dan lingkungan agar tidak menghambat dan mengganggu perkembangan anak.

Pemerintah dalam hal ini wajib menyelenggarakan pemeliharaan anak terlantar atau anak jalanan agar bisa dibina supaya menjadi anak yang mempunyai sosialisasi yang tinggi. Pemerintah dalam hal ini telah berupaya memberikan rumah singgah yang diperuntukkan untuk anak jalanan. Rumah singgah tersebut diperuntukkan agar anak bisa berpartisipasi yang baik dengan anak-anak lainnya, mebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati nurani, bebas menerima informasi lisan atau tulisan, bebas berserikat dan berkumpul, dan sebagainya.

Pemerintah Daerah dalam rangka mengurangi jumlah anak jalanan, dibuatlah Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Anak. Menimbang bahwa di Provinsi Jawa Barat terdapat banyak anak yang perlu mendapat perlindungan dari berbagai bentuk tindak kekerasan, eksploitasi dan keterlantaran.


(44)

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Pasal 10 Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Anak, menyatakan bahwa :

(1). Pemerintah Daerah, LSM/Orsos dan masyarakat berkewajiban memberi perlindungan terhadap anak terlantar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2). Perlindungan anak bagi anak terlantar yang orang tuanya tidak mempunyai kemampuan dan kemauan memelihara anak dilaksanakan melalui bentuk pelayanan Panti dan Non Panti. (3). Bentuk pelayanan Panti sebagaimana dimaksud ayat (2)

dilaksanakan oleh Rumah Perlindungan Anak (RPA) dan Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) baik milik Pemerintah Daerah maupun masyarakat.

(4). Bentuk pelayanan Non Panti sebagaimana dimaksud ayat (2) dilaksanakan dalam lingkungan keluarga atau masyarakat yang tidak berbentuk lembaga.

(5). RPA dan PSAA milik masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (3) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. mendapat rekomendasi dari SKPD Kabupaten/Kota dan terdaftar di Dinas;

b. memiliki Sumber Daya Manusia dan sumber dana yang memadai untuk mengelola RPA dan PSAA;

c. memiliki sarana dan prasarana yang telah ditentukan dalam Pedoman Pelayanan RPA dan PSAA.

Berdasarkan pasal tersebut, jelas kiranya bahwa peranan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat untuk menanggulangi anak terlantar termasuk anak jalanan, adalah dengan bentuk pelayanan panti yang berbentuk Rumah Perlindungan Anak (RPA) dan Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA). Pelayanan panti tersebut dibuat guna menguranginya jumlah anak terlantar dan anak jalanan yang kurang terpenuhi hak-haknya, kesehatan, tumbuh dan kembang anak secara wajar.

Peranan pemerintah memang sangatlah penting guna menghindari melonjaknya jumlah anak jalanan dan mengurangi jumlah anak jalanan yang telah ada di Indonesia. Peran serta masyarakat, lembaga masyarakat, dan orang tua pun sangat dibutuhkan, guna mengawasi dan menjaga anak agar tidak terjerumus ke jalanan.


(45)

C. Eksploitasi dan Tindak Kekerasan Terhadap Anak Jalanan Ditinjau dari Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Perlindungan Anak

Eksploitasi dan tindak kekerasan terhadap anak merupakan permasalahan yang cukup kompleks, karena mempunyai dampak negatif yang cukup serius bagi anak maupun lingkungan sosialnya. Eksploitasi dan tindak kekerasan terhadap anak jalanan muncul dari akibat kurang mampunya memenuri kebutuhan hidup yang layak dalam keluarga, oleh sebeb itu orang tua mempekerjakan anaknya di jalanan untuk membantu menambah penghasilan keuangan keluarga.

Di Indonesia sendiri karena terjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan yang terjadi sejak tahun 1997, para orang tua khususnya keluarga yang kurang mampu harus bekerja lebih keras dan meluangkan waktu lebih lama untuk bekerja agar memenuhi kebutuhan hidup. Krisis ekonomi ini berdampak menyeluruh ke semua lapisan masyarakat, bahkan orang tua yang kurang mampu memenuhi kebutuhan hidup juga mempekerjakan anaknya di jalanan. Menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan anak, menyatakan bahwa :

“(1). Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: a. diskriminasi;

b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. penelantaran;

d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. ketidakadilan; dan


(46)

(2). Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.”

Setiap orang tua wajib bertanggung jawab memberikan perlindungan terhadap anaknya agar terhindar dari tindakan tindakan yang dapat mencederai kelangsungan hidup anak yang bisa berdampak buruk bagi kelangsungan hidup seorang anak, maka dari itu ayat (2) menegaskan dikenai pemberatan hukuman jika orang tua melakukan perlakuan-perlakuan yang tercantum dalam ayat (1).

Menurut Pasal 59 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, menyatakan bahwa :

“Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan

bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan

salah dan penelantaran.”

Adanya Pasal yang mengatur tentang eksploitasi anak dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, maka selain orang tua, pemerintah dan lembaga negara lainnya juga wajib memberikan perlindungan-perlindungan terhadap anak terutama anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan anak korban kekerasan fisik.

Hal tersebut menjelaskan bahwa pertanggungjawaban untuk menjaga dan melindungai anak bukan saja diberikan oleh orang tua, tetapi harus ada rangkaian kegiatan secara terus menerus yang diberikan oleh masyarakat, pemerintah, dan negara agar terlindunginya hak-hak anak.


(47)

Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan nantinya sebagai penerus bangsa.19

Menurut Pasal 58 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, menyatakan bahwa :

“(1). Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan.

(2). Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi maka harus dikenakan pemberatan hukuman.”

Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia, orang tua sangat berperan penting untuk menjaga dan melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan fisik maupun mental dan jika ada orang tua atau pengasuh dari anak tersebut melakukan penyiksaan fisik maupun mental maka akan mendapat pemberatan hukuman. Hal ini dikarenakan orang tua seharusnya bisa melindungi anaknya dari berbagai bentuk ancaman kekerasan yang bisa berdampak buruk bagi mental dan fisik seorang anak.

Menurut Pasal 64 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, menyatakan bahwa :

“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.”

19


(48)

Berdasarkan pasal tersebut menerangkan bahwa seorang anak berhak mendapat perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan pekerjaan-pekerjaan lain yang dapat membahayakan dirinya. Perlindungan tersebut diberikan kepada seorang anak karena banyak anak yang menjadi korban eksploitasi ekonomi oleh berbagai pihak yang berkuasa. Hal ini menerangkan bahwa eksploitasi anak sangat mencederai hak-hak seorang anak yang belum dewasa.

Perlindungan bagi anak yang bekerja dijalan sangatlah penting karena anak jalanan sangat rentan mendapatkan perlakuan-perlakuan buruk seperti eksploitasi dan tindak kekerasan. Hal ini bisa berakibat sangat butuk bagi masadepan anak jalanan. Peran serta dari masyarakat, pemerintah, ataupun orang tua sangatlah penting demi mencegah terjadinya eksploitasi ekonomi dan tindak kekerasan yang dialami oleh anak jalanan. Oleh sebab itu, pemerintah membuat peraturan perundang-undangan yang menjamin hak-hak anak dan memberikan perlindungan bagi anak dalam suatu bentuk peraturan perundang-undangan yang meliputi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak.


(49)

41

A. ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG

Kota Bandung sebagai Ibukota Jawa Barat telah mengalami perkembangan yang signifikan dalam berbagai hal, terutama dalam hal kebudayaan dan pariwisata. Banyak masyarakat dari luar kota Bandung berdatangan guna melihat keunikan yang disajikan di kota Bandung. Hal tersebut sangat bagus untuk perkembangan perekonomian kota Bandung, selain itu pemerintah kota akan mendapatkan pengahasilan dari bertambahnya jumlah pengunjung dari luar kota. Perkebangan kebudayaan dan pariwisata bukan hanya berdampak positif melainkan negatif juga, hal ini terlihat semakin bertambahnya jumlah anak jalanan yang berada di jalanan kota Bandung.

Berdasarkan perkiraan Menteri Sosial (kementerian ini telah dihapus) menjelaskan bahwa, kehadiran anak jalanan di kota-kota besar seperti Bandung adalah akibat dari dampak krisis moneter pada pertengahan 1997 yang diderita oleh Negara Indonesia. Akibat dari krisis moneter tersebut telah berdampak besar bagi masyarakat kurang mampu (masyarakat miskin) di Indonesia, akibatnya masyarakat miskin turun ke jalanan untuk mencari uang dijalanan dan bahkan banyak orang tua yang menyuruh anak-anaknya untuk ikut mencari uang di jalanan.

Kemiskinan adalah sebuah fenomena multifaset, multidimensional, dan terpadu. Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Hidup dalam kemiskinan


(50)

seringkali juga berarti akses yang rendah terhadap berbagai ragam sumberdaya dan aset produktif yang sangat diperlukan untuk dapat memperoleh sarana pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup yang paling dasar tersebut.20 Kebutuhan dasar diantaranya informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan kapital. Lebih dari itu, hidup dalam kemiskinan sering kali juga berarti hidup dalam penderitaan, akses yang rendah terhadap kekuasaan, dan oleh karena itu pilihan-pilihan hidup yang sempit dan pengap.21

Berdasarkan pengertian kemiskinan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat miskin tidak mempunyai pilihan yang banyak untuk menentukan masa depan, maka dari itu masyarakat miskin akan turun ke jalanan bersama anak-anaknya untuk mencari uang agar memenuhi kebutuhan hidup.

Berdasarkan perkiraan Dinas Sosial Kota Bandung, jumlah anak Jalanan yang ada di Kota Bandung mencapai 4.821 orang dan bahkan akan semakin bertambah ketika hari libur tiba, jumlah yang telah diperkirakan oleh Dinas Sosial Kota Bandung tersebut akan bertambah sampai 90% pertahun. Hal ini disebabkan banyak anak jalanan dari kota lain yang berdatangan ke Kota Bandung untuk mencari uang di pinggiran jalan.22 Selain kehadiran anak jalanan membuat macet jalanan yang ada di Kota Bandung, anak jalanan juga sering kali membahayakan dirinya dengan berada di pinggiran jalan.

20

Abdul Hakim Garuda Nusantara, prospek perlindungan anak, makalah, Jakarta, seminar perlindungan hak-hak anak, 1998.

21

Fenomena Maraknya Anak Jalanan Sebagai Dampak Berkembangnya Kemiskinan, http://uthedze.blogspot.com, Diakses Pada Hari Senin, 25 Juni 2012, Pukul 16 . 30 WIB

22

Oris Riswan Budiana, Penanganan Gepeng dan Anjal di Kota Bandung Lamban, http:// Detik.com, Diakses Pada Hari Senin, 2 Juli 2012, Pukul 16 . 30 WIB.


(51)

Kehadiran anak jalanan di kota Bandung tersebut jelas kiranya sangat mengganggu pengguna jalan yang akan melintasinya dan bahkan akan membuat macet jalanan yang ada di kota Bandung. Kejadian ini terlihat jika hari libut tiba, kemacetan yang ditimbulkan oleh anak jalanan membuat kenyamanan para pengguna jalan sangat terganggu.

Permasalahan lain yang timbul akibat munculnya anak jalanan adalah banyak terjadinya kekerasan dan eksploitasi terhadap anak jalanan yang dilakukan oleh berbagai pihak terutama oleh pihak orang tua yang mempekerjakan anaknya dijalan. Kemunculan anak jalanan disebabkan beberapa faktor :

1. Kemiskinan

Faktor kemiskinan adalah sebab yang paling utama karena akibat kemiskinan dari keluarga yang menyebabkan anak-anak ikut bekerja (mengemis, mengamen, dan lain-lain)

2. Pendidikan

Faktor pendidikan dari orang tua juga merupakan faktor yang berpengaruh besar penyebab seorang anak disuruh terjun ke jalanan.

3. Perubahan prosees produksi

Faktor produksi adalah salah satu penyebab seorang anak pergi kejalanan, karena kedua orang tuanya belum mampu mendidik seorang anak.

Berdasarkan beberapa faktor yang tercantum diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penyebab atau pengaruh dari orang tualah yang membuat seorang anak pergi ke jalanan. Orang tua bukan saja yang


(52)

menjadi penyebab seorang anak turun ke jalanan tetapi juga yang menyebabkan seorang anak tereksploitasi ekonomi, dan orang tua juga terkadang sebagai pelaku tindak kekerasan.

Menurut Ibu Anisa Putri, beliau menyuruh anaknya untuk mengemis di jalanan agar bisa membantu mendapatkan uang supaya bisa terpenuhinya kebutuhan rumah tangga. Karena anaknya berhenti sekolah, Ibu Anisa selalu menyuruh anaknya yang masih berusia 9 tahun agar pergi mengemis dari pukul 8 sampai pukul 4 sore. Hasil mengemis anaknya di berikan kepada Ibu Anisa setiap beberapa jam sekali. Ibu Anisa dan anaknya selalu melakukan kegiatan tersebut setiap hari dan bahkan disaat hari libur tiba, Ibu Anisa dan anaknya bisa mendapatkan uang lebih banyak dari hari biasanya.23

Berdasarkan wawancara dan penelitian penulis ke berbagai tempat yang berada di kota Bandung yang meliputi simpang dago, dan simpang paster. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, peneliti menemukan beberapa penyebab seorang anak turun ke jalanan, diantaranya yaitu24 :

1. Pengaruh dari teman.

Faktor ini sangat berpengaruh bagi seorang anak karena, teman sebayanya telah mempengaruhi seorang anak untuk ikut turun ke jalanan.

2. Ingin mencari uang saku tambahan.

23

Wawancara dengan Ibu Anisa Putri, Ibu Rumah Tangga, Bandung, 30 Juni 2012.

24


(53)

Karena ketidakmampuan orang tua untuk memberi uang saku kepada anaknya, maka anak tersebut berusaha mencari uang saku sendiri dengan mencari uang di jalan.

3. Ketidak mampuan orang tua untuk menyekolahkan anak.

Karena faktor ketidak mampuan orang tua untuk menyekolahkan anaknya, oleh sebab itu anak tersebut lebih baik mencari uang di jalan daripada menjadi pengangguran.

4. Disuruh orang tua.

Karena kemiskinan dari keluarga, oleh sebab itu orang tua menyuruh anaknya untuk mencari uang dengan turun ke jalan, agar bisa membantu keuangan keluarga.

Bandung merupakan tempat yang nyaman bagi anak jalanan untuk melakukan kegiatan sebagai pengemis ataupun sebagai pengamen karena Kota Bandung merupakan salahsatu kota besar yang dipadati wisatawan dari luar kota, hal tersebut merupakan keuntungan tersendiri bagi anak jalanan. Anak jalanan selalu berada dan menempati jalan yang dipadati oleh pengguna jalan seperti pengendara mobil dan pengendara motor, hal ini bertujuan untuk bisa lebih banyak mendapatkan uang dari pengguna jalan.

Menutrut Yayasan Insan Abdi Bangsa Republlik Indonesia (IABRI) yang merupakan LSM yang bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial bagi anak dan keluarga marjinal. Yang berada di daerah Bandung,

mengungkapkan bahwa anak jalanan akan menempati tempat pusat keramaian seperti terminal bus, statsion kereta api, perempatan jalan dan


(1)

66

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. simpulan

Berdasarkan uraian dan kajian pada bab-bab terdahulu, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Anak jalanan merupakan seorang anak yang sepantasnya dilindungi dan dijaga atas eksploitasi dan tindak kekerasan. Pasal 13 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa orang tua, wali ataupun pihak lain yang bertanggung jawab wajib melindungi seorang anak dari perlakuan-perelakuan buruk terhadap anak dan bahkan memberikan pemberatan hukuman jika ada orang tua, wali ataupun pihak lain yang bertanggung jawab melakukan perlakuan-perlakuan buruk terhadap anak jalanan.

Pasal lain yang juga memberikan perlindungan terhadap anak jalanan adalah Pasal 59 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa pemerintah dan lembaga negara berkewajiban untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak yang tereksploitasi dan anak yang menjadi korban kekerasan secara fisik dan/atau mental. Hal ini menegaskan kepada orang tua wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab, pemerintah, dan lembaga negara untuk memberikan jaminan dan perlindungan kepada anak khususnya anak jalanan atas eksploitasi dan tindak kekerasan.


(2)

67

2. Eksploitasi dan tindak kekerasan terhadap anak jalanan telah memberikan dampak buruk bagi masa depan anak jalanan tersebut. Oleh sebab itu harus ada upaya pencegahan hukum bagi setiap orang yang tidak bertanggung jawab yang akan melakukan eksploitasi dan tindak kekerasan terhadap anak jalanan agar bisa menguragi kasus anak jalanan yang terkena eksploitasi dan tindak kekerasan. Upaya pencegahan tersebut bisa dalam bentuk pelarangan dan pemberatan hukuman apabila ada pihak yang tidak bertanggung jawab melakukan eksploitasi dan tindak kekerasan. Seperti yang di jelaskan dalam pasal 19, 32, dan 36 Kepres Nomor 36 tahun 1990 tentang Konvensi Hak-Hak Anak. Perundang-Undangan lain yang juga bisa dipakai untuk upaya pencegahan eksploitasi dan tindak kekerasan terdapat dalam Pasal 58 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.


(3)

68

B. Saran

Disamping simpulan yang telah diungkapakan, Penulis juga mengemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1. Perlunya perhatian lebih dari orang tua, masyarakat, pemerintah secara berkelanjutan untuk mengurangi jumlah anak jalanan yang setiap tahunya meningkat, dengan cara memberdayakan LSM-LSM yang peduli terhadap anak jalanan, dan memberi dukungan materil guna lebih memaksimalkan pendidikan, dan kesehatan untuk anak jalanan. Seperti yang tercantum dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

2. Perlunya pasal-pasal yang bersikap tegas dan hukuman yang memberatkan untuk menindak pihak yang melakukan eksploitasi dan tindak kekerasan kepada anak jalanan, karena dengan pasal yang memberatkan tersebut bisa menjadikan efek jera kepada pelaku.

3. Perlunya perhatian lebih dari keluarga agar anak tidak turun ke jalan dan memberikan pengetahuan dan wawasan yang cukum ke pada anak tentang bahayanya kehidupan jalanan, dengan begitu maka akan mengurangi lonjakan jumlah anak jalanan setiap tahunnya.

4. Perlu adanya bantuan dari masyarakat dan pemerintah untuk memberdayakan Lembaga Swadaya Masyarakat, dengan cara memberikan bantuan dana dan bantuan tenaga agar bisa lebih banyak anak jalanan yang dapat dibina dengan semaksimal mungin.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Dahlan Thaib, Teori Hukum dan Konstitusi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999.

Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004.

Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002.

Sri Widoyati Soekito, Anak dan Wanita dalam hukum, Diadit Media, Jakarta, 2002.

H. Ahmad Kamil, H.M. Fauzan, Hukum perlindungan anak jalanan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1999

Irma SetiaWati Sumitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak Jalanan, Bumi Aksara, Jakarata, 1990.

Abdul Hakim Garuda Nusantara, Prospek Perlindungan Anak, Makalah, Jakarta, Seminar Perlindungan Hak-Hak Anak, 1986.

Rika Saraswati S.H., CN., M.Hum. Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009.

Abdul Hakim Garuda Nusantara, prospek perlindungan anak, makalah, Jakarta, seminar perlindungan hak-hak anak, 1998.

Purnianti dan Rita Serena Kalibonso, Menyikap Tirai Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Mitra Perempuan, Jakarta, 2003.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak.

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2006 Tentang perlindungan anak.


(5)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Keputusan presiden Republik Indoneisa Nomor 36 tahun 1990 konvensi Tentang Hak-Hak Anak.

Situs-Situs

http://humana.20m.com

http://odishalahuddin.wordpress.com http://wahy.multiply.com

WWW.AnneAhira.com WWW.Kadnet.com

http://uthedze.blogspot.com www.Detik.com

http://108CSR.com

Sumber lain

Wawancara dengan orang tua yang mempekerjakan anaknya, Bandung, 2012. Wawancara dengan anak jalanan di daerah Bandung, Bandung, 2012.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Mochamad Gilang Ramadhan

Tempat, Tgl Lahir : Cianjur, 5 Juni 1988

Jenis Kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Arif Rahman Hakim, No 37, Rt 01, Rw 17, Kec.Muka, Kab.Cianjur

Email : ghielank.lank@Gmail.com

Hand Phone : +06285793599934

Pendidikan Formal :

SDN Muka 1 Cianjur

SMPN 1 Cianjur

MSAN 1 Civasung


Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak Juncto Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

0 4 1

Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

1 17 86

Tinjauan tentang pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan pencabulan menurut undang undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak

0 7 62

PENGATURAN PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAM.

1 1 9

Tinjauan Mengenai Tindak Pidana Kekerasan Seksual Terhadap Anak Jalanan Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

0 0 2

SINKRONISASI HAK-HAK ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.

0 0 16

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PENGGUNA NARKOTIKA DIHUNBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK | Hermana | Jurnal Ilmiah Ga

0 0 16

A. Pendahuluan - PERLINDUNGAN ANAK DARI MEDIA TELEVISI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 0 13

ADVOKASI BP3AKB TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JO UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 0 12

ADVOKASI BP3AKB TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JO UNDANGUNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK - Uni

0 0 47