Contoh Makalah Akhlak Tasawuf

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhlak Tasawuf adalah salah satu khasanah muslim yang
kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan. Akhlak tasawuf tampil,
mengawal dan memandu perjalanan hidup umat agar selmat dunia dan
akhirat. Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah,
diminta agar akhlak dan keluhuran budi Nabi Muhammad SAW dijadikan
contoh dalam kehidupan berbagai bidang. Mereka yang mematuhi perintah
ini dijamin keselamatan di dunia dan akhirat.
Ajaran akhlak disamping memiliki nilai-nilai yang bersifat mutlak,
absolute, dan universal sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an
al-Qur’an dan alal hadis, juga menerima ajaran yang bersifat rasional, lokal dan cultural.
Peranan yang dimainkan oleh etika, moral, dan susila, yaitu sebagai sarana
atau partner untuk menjabarkan akhlak islam yang terdapat dalam alQur’an dan al-hadis,
al-hadis, sepanjang etika, moral dan susila itu sejalan dengan
al-Qur’an
al-Qur’an dan al-hadis
al -hadis tersebut.

Untuk lebih memahami apa itu etika, moral dan susila, dalam
makalah ini kami akan mencoba menguraikan tentang apa dan bagaimana
hubungan antara Etika, moral dan Susila, serta pengertian baik buruk dan
 penentuannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Akhlak dan Susila?
2. Bagaimana hubungan antara Etika, Moral dan Susila?
3. Apa pengertian baik buruk dan apa sajakah aliran-alirannya ?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Akhlak dan Susila

1

2. Mengetahui perbedaan hubungan antara Etika, Moral dan Susila
3. Mengetahui pengertian baik buruk dan apa sajakah aliran-alirannya

2


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak dan Susila

a. Pengertian Akhlak
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim
mashdar (bentuk infinitive) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan,
ikhlaqan , sesuai
dengan timbangan (wazan) tsulasi majid af’ala, yuf’ilu if’alan yang
if’alan yang berarti al sajiyah 
 sajiyah  (perangai), ath-thabi’ah
ath-thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar), al-‘adat 
al-‘adat 
(kebiasaan,kelaziman), al-maru’ah
al-maru’ah   (peradaban yang baik), dan al-din
(agama)1. Sedangkan pengertian Akhlak secara terminologi berarti tingkah
laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk
melakukan suatu perbuatan yang baik. Menurut tiga ulama akhlak yaitu Ibnu
Maskawaih, Al Ghazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah
 perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan

 perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
Terdapat 4 ciri seseorang dikatakan berakhlak, yaitu:
1. Perbuatan yang baik atau buruk
2. Kemampuan melakukan perbuatan
3. Kesadaran akan perbuatan itu
4. Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau
 buruk
Dari sifatnya, akhlak dapat dikelompokkan menjadi dua, antara lain:
1. Akhlak Mahmudah
Adalah tingkah laku terpuji yang merupakan tanda keimanan seseorang.
Akhlak terpuji ini dilahirkan dari sifat-sifat
sifat-sif at yang terpuji pula.
2. Akhlak Madzmumah
Adalah tingkah laku yang tercela atau perbuatan jahat yang merusak
iman seseorang dan menjatuhkan martabat manusia. Sifat yang termasuk
1

 Abuddin Nata,  Akhlak Tasawuf dan Karakter
Karakter Mulia, Rajawali Pers, Jakarta, Cetakan 15, 2017,
hlm. 1.


3

akhlak madzmumah adalah segala sifat yang bertentangan dengan akhlak
mahmudah.
Lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:
Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat

dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Jika kita
mengatakan bahwa si A misalnya sebagai orang yang berakhlak dermawan,
maka sikap dermawan tersebut telah mendarah daging, kapan dan dimanapun
sikapnya itu dibawanya, sehingga menjadi identitas yang membedakan
dirinya dengan orang lain. Jika si A tersebut kadang-kadang dermawan, dan
kadang-kadang bakhil, maka si A tersebut belum dapat dikatakan sebagai
seorang yang dermawan. Demikian juga jika kepada si B kita mengatakan
 bahwa ia termasuk orang yang taat beribadah, maka sikap taat beribadah
tersebut telah dilakukanya dimanapun ia berada.
Kedua,  perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan

mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak bersangkutan dalam keadaan tidak

sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Pada saat yang bersangkutan melakukan
suatu perbuatan ia tetap sehat akal pikiranya dan sadar. Oleh karena itu,
 perbuatan yang dilakukan oleh
oleh seseorang dalam keadaan tidur, hilang ingatan,
mabuk, atau perbuatan reflek seperti berkedip, tertawa dan sebagainya
 bukanlah perbuatan akhlak. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang
dilakukan oleh orang yang sehat akal pikiranya. Namun, karena perbuatan
tersebut sudah mendarah daging, sebagaimana disebutkan pada sifat pertama,
maka pada saat akan mengerjakannya sudah tidak lagi memerlukan
 pertimbangan atau pemikiran lagi. Hal yang demikian tak ubahnya dengan
seseorang yang sudah mendarah daging

mengerjakan shalat lima waktu,

maka pada saat datang panggilan shalat ia sudah tidak merasa berat lagi
mengerjakanya, dan tanpa pikir-pikir lagi ia sudah dengan mudah dan ringan
dapat mengerjakanya.

4


Ketiga , bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari

dalam diri orang yang mengerjakanya, tanpa adanya paksaan atau tekanan
dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar
kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Oleh karena itu, jika ada
seseorang yang
yang melakukan
melakukan perbuatan,
perbuatan, tetapi perbuatan tersebut dilakukan
karena paksaan, tekanan atau ancaman dari luar, maka perbuatan tersebut
tidak termasuk kedalam akhlak dari orang yang melakukannya. Dalam
hubungan ini Ahmad Amin mengatakan, bahwa ilmu akhlak adalah ilmu
yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atu buruk.
Tetapi tidak semua amal yang baik atu buruk itu dapat dikatakan perbuatan
akhlak. Banyak
Banyak perbuatan yang tidak dapat disebut perbuatan akhlaki,
akhlaki, dan
tidak dapat dikatakan baik atau buruk. Perbuatan manusia yang dilakukan
tidak atas dasar kemauanya atau pilihanya sperti bernafas,berkedip, berbolak baliknya hati, dan kaget ketika tiba-tiba terang setelah sebelumnya gelap
tidaklah disebut akhlak, karena perbuatan tersebut yang dilakukan tanpa

 pilihan.
Keempat,  bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan

dengan seesungguhannya, bukan main-main atau karena bersandiwara. Jika
kita menyaksikan orang berbuat kejam, sadis, jahat, dan seterusnya, tapi
 perbuatan tersebut kita lihat dalam pertunjukan film, maka perbuatan ters ebut
tidak tidak dapat disebut perbuatan akhlak, karena perbuatan tersebut bukan
 perbuatan yang sebenarnya. Berkenaan dengan ini, maka sebaiknya seseorang
tidak cepat-cepat menilai orang lain sebagai berakhlak baik atau berakhlak
 buruk, sebelum diketahui dengan sesungguhnya bahwa perbuatan tersebut
memang dilakukan dengan sebenarnya. Hal ini perlu dicatat, karena manusia
termasuk makhluk yang pandai bersandiwara, atau berpura-pura. Untuk
mengetahui perbuatan yang sesungguhnya dapat dilakukan melalui cara yang
kontinue dan terus-menerus.
Kelima,  sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak

(khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas

5


semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin
mendapat sesuatu pujian. Seseorang yang melakukan perbuatan bukan atas
dasar karena Allah tidak dapat dikatakan perbuatan akhlak.
Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu
yang berdiri sendiri, yaitu ilmu yang memiliki ruang lingkup pokok bahasan,
tujuan, rujukan aliran dan para tokoh yang mengembangkanya. Kesemua
aspek yang terkandung dalam akhlak ini kemudian membentuk satu kesatuan
yang saling berhubungan dan membentuk suatu ilmu 2.
 b. Susila
Menurut M. Said, susila atau kesusilaan berasal dari kata susila, yang
mendapat awalan ke dan akhiran an. Kata susila selanjutnya digunakan
digunakan untuk
arti sebagai aturan hidup yang lebih baik. Orang yang susila adalan orang
yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang asusila adalah orang yang
 berkelakuan buruk. Para pelaku zina atau pelacur misalnya, sering diberi
gelar tunasusila  berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “su” dan “sila”. “su”
 berarti baik, bagus, dan “sila” berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau
norma.3
Selanjutnya kata susila dapat pula berati sopan, beradab, baik budi
 bahasanya. Dan kesusilaan sama dengan kesopanan. Dengan demikian,

kesusilaan

ebih

mengacu

kepada

upaya

membimbing,

memandu,

mengarahkan, membiasakan, dan memasyarakatkan hidup yang sesuai
dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kesusilaan
menggambarkan keadaan dimana orang selalu menerapkan nilai-nilai yang
dipandang baik.
Sama halnya dengan moral, pedoman untuk membimbing orang
agar berjalan dengan baik juga berdasarkan pada nilai nilai yang berkembang


2

 Ibid., hlm. 4-6
 Ibid., hlm. 80-81

3

6

dalam masyarkata dan mengacu kepada sesuatu yang dipandang baik oleh
masyarakat.4

B. Hubungan Antara Etika, Moral, dan Susila

Pada dasarnya, akhlak dan susila memiliki tujuan yang sama, yaitu
menjadikan manusia yang baik dan berbudi.
Ada beberapa persamaan antara Etika, Moral, dan Susila, yaitu
sebagai berikut:
1. Etika, Moral, dan Susila mengacu pada ajaran atau gambaran

tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangai yang baik.
2. Etika, Moral, dan Susila merupakan prinsip atau aturan hidup
manusia untuk mengukur martabat dan harkat kemanusiaannya.
Semakin tinggi kualitas etika, moral, dan susila seseorang atau
sekelompok orang, semakin tinggi pula kualitas kemanusiaannya.
Sebaliknya semakin rendah kualitas etika, moral, dan susila
seseorang atau sekelompok orang semakin rendah pula kualitas
kemanusiaannya.
3. Etika, moral, dan susila seseorang atau sekelompok orang tidak
semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap,
stastis, dan konstan, tetapi merupakan potensi positif yang dimiliki
setiap orang.5
4. Dilihat dari fungsi dan perannya, dapat dikatakan bahwa etika,
moral, dan susila itu sama, yaitu untuk menentukan hukum atau
nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk
ditentukan baik-buruknya.

4

5

Abuddin Nata, op. cit.,
cit., hlm 81.
Rosihon Anwar, Akhlak
Anwar, Akhlak Tasawuf , CV Pustaka Setia, Bandung, 2010, hlm. 17.

7

Selain persamaan tersebut, ada pula perbedaan antara etika, moral
dan susila yang menjadi ciri khas masing- masing. Berikut ini adalah
 perbedan-perbedaan antara etika, moral, dan susila:
1. Perbedaan dalam sumber yang menjadi patokan untuk menentukan
 baik dan buruk.
Etika

: Penilaian baik dan buruk berdasarkan pendapat akal

 pikiran.
Moral

: penilaian baik dan buruk berdasarkan norma atau adat

kebiasaan.
Susila : bersumber pada nilai-nilai yang berkembang dan dipandang
 baik oleh masyarakat
2. Perbedaan dalam sifat pemikiran dan kawasan pembahasan.
Etika lebih banyak bersifat teoristis, maka pada moral dan
susila lebih banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku
manusia secara umum sedang moral dan susila bersifat lokal atau
individual. Etika menjelaskan baik dan buruk sedang moral dan susila
menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan. 6

C. Pengertian Baik Buruk serta Beberapa Aliran Tentang Baik dan Buruk

Pengertian baik secara bahasa adalah terjemahan dari kata khoir dalam
 bahasa Arab, atau good dalam bahasa Inggris. Louis Ma`luf dalam kitab
Munjid, mengatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah
mencapai kesempurnaan. Selanjutnya, yang baik itu juga adalah sesuatu yang
mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan dan memberikan
kepuasan. Yang baik itu juga sesuatu yang sesuai dengan keinginan. Dan yang
disebut baik itu adalah sesuatu yang mendatangkan rahmat, memberikan
 perasaan senang atau bahagia. Adapula pendapat bahwa yang disebut baik
atau kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, diusahakan dan menjadi tujuan
manusia. Tingkah laku manusia adalah baik, apabila hal tersebut menuju

6

 Ibid., hlm. 19

8

kesempurnaan manusia. Sedangkan kebaikan disebut nilai (value), apabila
kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang kongkrit. 7
Dari beberapa kutipan diatas, menggambarkan bahwa yang disebut
 baik adalah segala sesuatu
sesuat u yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat,
menyenangkan dan disukai manusia. Dengan mengetahui sesuatu yang baik,
maka akan mempermudah dalam mengetahui yang buruk. Dalam bahasa
Arab, yang buruk itu dikenal dengan istilah syarr. Dan diartikan dengan
sesuatu yang tidak baik, tidak seperti yang seharusnya, tak sempurna dalam
kualitas, dibawah standar, kurang dalam nilai, keji jahat, tidak bermoral dan
 perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku.
Dengan demikian yang dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai
sebaliknya dari yang baik.
Definisi diatas, memberikan kesan bahwa sesuatu yang disebut baik
atau buruk itu relatif sekali, karena tergantung pada pandangan dan penilaian
masing-masing yang merumuskan. Dengan demikian nilai baik atau buruk
menurut pengertian tersebut bersifat relatif dan subyektif, karena bergantung
kepada individu yang menilainya. 8
Perkembangan pemikiran manusia selalu berubah, begitu juga patokan
yang digunakan orang untuk menentukan baik dan buruk manusia. Beberapa
aliran filsafat yang mempengaruhi pemikiran akhlak diantaran ya adalah ;
a. Baik dan Buruk Menurut Aliran Adat Istiadat (Sosialisme)
Baik dan buruk menurut aliran ini ditentukan berdasarkan adat
istiadat yang berlaku dan dipegangi oleh masyarakat. Orang yang
mengikuti dan berpegang teguh pada adat dipandang baik, dan orang yang
menentang tidak mengikuti adat-istiadat dipandang buruk dan mendapat
hukuman secara adat. Adat istiadat selanjutnya dipandang sebagai
 pendapat umum. Ahmad Amin mengatakan bahwa tiap bangsa atau daerah
mempunyai adat tertentu mengenai baik dan buruk. 9
 b. Baik & Buruk Menurut Aliran Hedonisme
7

Abuddin Nata, op. cit.,
cit., hlm. 104.

8

 Ibid., hlm. 106.

9

Ahmad Amin, Etika
Amin, Etika (Ilmu Akhlak),
Akhlak), Bulan Bintang , Jakarta, 1983, hlm.87.

9

Aliran ini adalah aliran filsafat yang bersumber pada pemikiran
filsafat Yunani Kuno. Terutama pemikiran filsafat Epicurus (341-270
SM), kemudian dikembangkan oleh Cyrenics, berikutnya dikembangkan
oleh Freud. Menurut paham ini, bahwa perbuatan yang baik adalah
 perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan dan
kepuasan nafsu biologis. 10
c. Baik dan Buruk Menurut Paham Intuisisme (Humanisme)
Intuisi adalah kekuatan batik yang dapat menetukan sesuatu baik
atau buruk dengan sekilas tanpa melihat buah atau akibatnya. Kekuatan
 batin atau suara hati adalah merupakan potensi rohaniah yang secara fitr ah
telah ada pada diri manusia. Paham ini berpendapat bahwa setiap manusia
mempunyai kekuatan insting batin yang dapat membedakan baik dan
 buruk

dengan

sekilas

pandang. Kekuatan

batin

kadang

berbeda

refleksinya, karena pengaruh masa, tempat dan lingkungan. Akan tetapi
dasarnya tetap sama dan berakar pada tubuh manusia. Misal, apabila ia
melihat suatu perbuatan, maka ia mendapat semacam ilham atau petunjuk
yang dapat memberi tahu nilai perbuatan itu, lalu menetapkan hukum baik
dan buruknya. Oleh karena itu, manusia sepakat tentang keutamaan seperti
 benar, dermawan, berani. Mereka juga sepakat menilai buruk terhadap
 perbuatan yang salah, pendusta, dan pengecut.
d. Baik dan Buruk Menurut Paham Utilitarianisme
Secara bahasa utilis berarti berguna. Paham ini berpendapat bahwa
yang baik adalah yang berguna. Kalau ukuran ini berlaku bagi perorangan
disebut individual, dan jika berlaku bagi masyarakat dan negara disebut
sosial. Paham ini mendapatkan perhatian dizaman sekarang. Di abad
sekarang ini, kemajuan dibidang teknologi meningkat tajam, dan
kegunaanlah yang menentukan segala sesuatunya. Kelemahannya paham
ini adalah hanya melihat kegunaan dari sudut materialistik. Misal, orang
tua jumpo semakin kurang mendapatkan penghargaan, karena secara
material sudah tidak lagi kegunaannya. Padahal kedua orang tua tetap
10

 Ibid., hlm. 92

10

 berguna untuk dimintai nasihat, doa dan pengalaman masa lalu yang
sangat berharga.
e. Baik dan Buruk Menurut Paham Vitalisme
Paham

ini

berpendapat

bahwa

yang

baik

adalah

yang

mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia. Kekuatan dan kekuasaan
yang menaklukkan orang lain yang lemah dianggap sebagai yang baik.
Paham ini lebih cenderung pada sikap binatang, dan berlaku hukum siapa
yang kuat dan menang itulah yang baik. Paham ini pernah dipraktekkan
oleh para penguasa di zaman feodalisme terhadap kaum yang lemah,
tertindas dan bodoh. Dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki, ia
dapat mengembangkan pola hidup feodalisme, kolonialisme dan diktator.
Kekuatan dan kekuasaan menjadi lambang dan status sosial untuk
dihormati. Ucapan, perbuatan dan aturan yang dikeluarkan menjadi
 pegangan masyarakat meskipun salah.
Dalam masyarakat yang sudah maju, dimana ilmu pengetahuan dan
teknologi sudah banyak dikuasai oleh masyarakat, maka paham vitalisme
tidak akan mendapatkan tempat lagi, kemudian beralih dengan sifat
demokratis.
f. Baik dan Buruk Menurut Paham Religiosisme
Paham ini berpendapat bahwa yang dianggap baik adalah
 perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan
 buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Paham
ini, terhadap keyakinan teologis yaitu keimanan kepada Tuhan sangat
memegang peranan penting. Karena tidak mungkin orang berbuat sesuai
dengan kehendak Tuhan, apabila yang melakukan tidak beriman kepada Nya.
Perlu diketahui, bahwa di dunia ini ada bermacam-macam agama
yang dianut, dan masing-masing agama menentukan baik buruk menurut
ukurannya agama masing-masing. Agama Hindu, Budha, Yahudi, Kristen
dan Islam, masing-masing agama tersebut memiliki pandangan dan tolok

11

ukur tentang baik dan buruk antara yang satu dengan lainnya berbeda-beda
dan juga ada persamaannya.
g. Baik dan Buruk Menurut Paham Evolusi
Paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini
mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya sampai pada
kesempurnaan. Paham seperti ini tidak hanya berlaku pada benda-benda
yang tampak, seperti binatang, manusia dan tumbuh-tumbuhan, akan tetapi
 juga berlaku pada benda yang tidak dapat dilihat dan diraba oleh indra,
seperti moral dan akhlak.
Salah seorang ahli filsafat Inggris bernama Herbert Spencer (18201903) berpendapat bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana,
kemudian berangsur-angsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan
kearah cita-cita yang dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik apabila
dekat dengan cita-cita tersebut, dan buruk apabila jauh daripada cita-cita
tersebut. Adapun tujuan manusia dalam hidup ini ialah untuk mencapai
cita-cta tujuan atau mendekatinya.
Paham ini, bahwa cita-cita manusia dalam hidup adalah untuk
mencapai kesenangan dan kebahagiaan. Kebahagiaan disini berkembang
menurut keadaan yang mengitarinya. Kalau perbuatan manusia sesuai
dengan keadaan yang diharapkan yaitu lezat dan bahagia, maka hidupnya
akan bahagia dan senang, begitu juga sebaliknya. Paham ini yang
menjadikan ukuran perbuatan baik manusia adalah merubah diri sesuai
dengan keadaan yang berlaku. Paham ini juga sesuai dengan pendapat
Darwin (1809-1882). Dia menjelaskan bahwa perkembangan alam didasari
oleh ketentuan alam, perjuangan hidup, dan kekal bagi yang lebih pantas. 11

11

 Abuddin Nata, op. cit., hlm. 112-119

12

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dan makalah sebelumnya, dapat diketahui
 bahwa antara akhlak islam
is lam yang bersumber pada wahyu dapat menerima atau
mengakui peranan yang dimainkan oleh etika, moral, dan susila, yaitu sebagai
sarana atau partner untuk menjabarkan akhlak islam yang terdapat dalam alQur’an dan al-hadis,
al-hadis, sepanjang etika, moral dan susila itu sejalan dengan alQur’an dan al-hadis
al-hadis tersebut.
Dengan demikian ajaran akhlak disamping memiliki nilai-nilai yang
 bersifat mutlak, absolute, dan universal sebagaimana terdapat dalam alal -Qur’an
dan al-hadis, juga menerima ajaran yang bersifat rasional, lokal dan cultural.
Sehingga ajaran islam dapat hadir dan diterima oleh se luruh lapisan sosial.
Sesuatu yang disebut baik atau buruk itu relative, karena bergantung
 pada pandangan dan penilaian masing-masing yang merumuskannya. Dengn
demikian nilai baik atau buruk bersifat subyektif karena bergantung kepada
individu yang menilainya.
Aliran filsafat yang mempengaruhi pemikiran akhlak tersebut adalah
Baik Buruk Menurut Aliran Adat Istiadat (Sosialisme), Baik Buruk Menurut
Aliran Hendonisme, Baik Buruk Menurut Paham Intuisisme (Humanisme),
Baik Buruk Menurut Paham Utilitarianisme, Baik Buruk Menurut Paham
Vitalisme, Baik Buruk Menurut Paham Religiosisme, dan Baik Buruk
Menurut Paham Evolusi.
B. Saran

Demikianlah

makalah tentang “Baik dan Buruk dalam Perspektif

Etika, Moral dan Susila” kami sampaikan. Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami sangat berharap kritik dan
saran kalian semua, agar menjadi pembelajaran bagi kami untuk kedepannya
agar menjadi lebih baik. Atas partisipasinya kami ucapkan terima kasih.

13

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad. 1983. Etika
1983.  Etika (Ilmu Akhlak).
Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang.
Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak
2010.  Akhlak Tasawuf . Bandung: CV Pustaka Setia.
 Nata, Abuddin. 2017.
2017. Cet. 15. Akhlak
15.  Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia.
Mulia. Jakarta:
Rajawali Pers.

14