Teori Evolusi Biologis Tidak Mengingkari

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN................................................................................

1

1.1 Latar Belakang............................................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................

2

1.3 Tujuan.........................................................................................................

2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................

3


2.1 Teori Kejadian Jagad Raya.........................................................................

3

2.2 Kejadian Jagad Raya Menurut Islam..........................................................

4

2.3 Penciptaan Bumi.........................................................................................

6

2.4 Teori Penciptaan dalam Islam.....................................................................

7

2.5 Asal Usul Kehidupan dan Keanekaragaman Jenis......................................

9


2.6 Posisi Adam dalam Teori Evolusi...............................................................

13

2.7 Keselarasan antara Agama, Filsafat, dan Ilmu Pengetahuan tentang
Evolusi........................................................................................................

19

BAB III PENUTUP.........................................................................................

28

3.1 Kesimpulan.................................................................................................

28

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................


29

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata evolusi menurut kamus Webter’s II mempunyai arti suatu proses
perubahan atau perkembangan secara bertahap atau perlahan. Sedangkan lawan
katanya revolusi yang berarti proses perubahan secara tiba-tiba (cepat atau
radikal) pada suatu keadaan atau pada suatu sistem. Kata evolusi digunakan
pertama kali oleh Herbert spencer, seorang ahli filsafat inggris oleh karena itu
Spencer konsep evolusi yang dilontarkan dari waktu melalui perubahan bertingkat
sehingga istilah tersebut tidak ada kaitannya dengan pembahasan di bidang
biologi.
Evolusi merupakan kata yang umum yang dipakai orang untuk
menunjukkan adanya suatu perubahan, perkembangan atau pertumbuhan secara
berangsur-angsur. Perubahan tersebut dapat terjadi karena pengaruh alam ataupun
rekayasa manusia. Penggunanan lebih lanjut istilah evolusi akhirnya keberbagai
hal atau bidang. Binatang-binatang dan planet-planet, termasuk bumi kita
senantiasa mengalami evolusi. Tingkah laku manusia, arsitektur bangunan, mode
busana, bahkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni juga mengalami perubahan

atau evolusi
Perubahan-perubahan di alam terjadi di sepanjang masa , termasuk juga
makhluk hidup. Bila yang mengalami perubahan itu makhluk hidup kita sebut
sebagai evolusi organik atau evolusi biologis. Menurut teori ini, secara umum
dikatakan semua makhluk hidup yang hidup sekarang ini adalah keturunan dari
berbagai jenis kehidupan yang hidup pada masa silam, dan dalam banyak hal
memiliki sifat yang lebih sederhana.
Teori evolusi masih berderajat suatu teori atau keterangan sementara,
tetapi harus kita akui pula suatu kenyataan bahwa teori ini dalam ilmu
pengetahuan mendapat tempat sedemikian rupa sehingga merupakan salah satu
cara yang masuk akal (berdasarkan fakta) untuk menjawab

keanekaragaman

1

makhluk hidup di bumi ini. Teori evolusi pada dasarnya merupakan teori yang
dinamis.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apakah yang dimaksud teori kejadian jagad raya menurut Islam?
2) Apa yang dimaksud dengan teori evolusi biologis?
3) Bagaimana hubungan teori evolusi biologis dengan penciptaan makhlukmakhluk yang tidak menentang agama Islam?
1.3 Tujuan
1) Memberi pengetahuan dan penjelasan mengenai teori kejadian jagad raya
menurut Islam.
2) Memberi pengetahuan dan penjelasan mengenai teori evolusi biologis.
3) Memberi pengetahuan dan penjelasan yang berhubungan dengan teori
evolusi biologis dengan

penciptaan makhluk-makhluk yang tidak

menentang agama Islam.

2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Kejadian Jagad Raya
Sebelum diketemukan teori tentang asal usul alam raya para pakar

mengatakan bahwa alam semesta tidak terhingga besarnya, tak terbatas, dan tak
berubah status totalitasnya dari waktu kewaktu tak terhingga lamanya dari waktu
lampau sampai waktu tak berhingga lamanya dimasa yang akan datang. Hal ini
berlandaskan pada hukum kekekalan masa yang mereka yakini. Secara umum
dikatakan bahwa alam ini kekal dan nyata tidak mengakui adanya penciptaan
alam. Pada tahun 1929 terjadi pergeseran pandangan di lingkungan para ahli
tentang penciptaan alam dengan menggunakan teropong besar Hubble melihat
galaksi-galaksi yang tampak menjahui galaksi kita dengan kelajuan yang
sebanding dengan jaraknya dari bumi, yang terjauh bergerak paling cepat
meninggalkan galaksi kita. Penemuan inilah yang mengawali perkembangan teori
tentang asal usul terjadinya jagat raya, yakni:
a). Teori keadaan tetap (Steady – State Theory)
Teori ini mengatakan bahwa alam semesta ini, dimana pun dan kapan pun
tetap sama. Teori ini didasarkan pada prinsip kosmologi sempurna dan
mengartikan bahwa alam semesta tidak berawal dan tidak berakhir. Pendukung
teori ini antara lain Fred Hooyl, Herman Bondi, dan Thomas Gold.
b). Teori Dentuman Besar (Big Bang Theory)
Teori ini berpendapat bahwa semua materi dan tenaga yang ada di alam
semesta ini terjadinya terpadu menjadi satu bola yang terdiri dari bola neutron
tenaga pancaran yang dinamakan “Ylem” (baca ailem). Suatu ketika “Ylem” ini

meledak dan seluruh materinya terlempar keseluruh ruang alam semesta.
Kemudian materi-materi tersebut melakukan ekspansi selama beribu-ribu jutaan
tahun dan berlangsung jutaan tahun lagi. Hal ini menimbulkan gaya yang
berlawanan yakni gaya gravitasi dan gaya repulse kosmik. Teori ini lahir dari ahli
astrofisika George Gamow, Ralp Alpher, Hans Bethe, dan Robert Herman pada
akhir tahun 1940 – an.

3

c). Teori Osilasi
Teori ini dinamakan teori alam semesta berayun. Teori ini menyatakan
bahwa semua materi bergerak saling menjahui dan bermula dari massa yang
mampat. Pergerakan materi ini akhirnya melambat dan suatu ketika semakin
lambat dari kecepatan lepas krisis, dan akhirnya berhenti kemudian kembali
mengerut karena gravitasi. Setelah materi tersebut mampat lalu meledak dan
dilanjutkan dengan pemuaian lagi. Selama proses ini tidak ada materi yang rusak
atau tercipta, melainkan hanya berubah tatanan atau mengalami goyangan
(osilasi). Dengan demikian, teori ini merupakan teori yang mempertahankan
pendapat bahwa alam semesta ini terhingga, bukanya tidak terhingga.
2.2 Pembentukan Alam Semesta Menurut Pandangan Islam

Sungguh sangat menarik untuk membandingkan konsep pembentukan alam
raya ini dengan pandangan dari Agama Islam terhadap pandangan dari kosmologi.
Terjadinya alam raya ini seperti difirmankan dalam Al-Qur’an surat Fushilat 41
ayat 11 – 12 yang maknanya adalah:
“Kemudian ia merancang dari langit dan bumi yang masih berbentuk gas
seperti asap. Lalu Tuhan berfirman kepada langit dan kepada bumi sekaligus:
“jadikanlah, engkau keduanya, secara sukarela atau terpaksa“. Langit dan bumi
berkata: “kami jadi secara sukarela (patuh)”. Lalu diselesaikan –Nya
penciptaannya menjadi tujuh langit dalam dua rangkaian waktu (masa). Kepada
setiap langit diwahyukan tentang hukumnya sendiri – sendiri. Dan kami hiasi
langit terdekat dengan bintang – bintang siarat yang merupakan lentera – lentera
(lampu – lampu) dan pelindungan – pelindungan yang berkelip – kelip”.
Teori Ledakan Maha Dahsyat juga tergambarkan dalam firman Allah pada
Al- Qur’an surat Anbiyaa’(21) ayat 30 : yang maknanya: “Apakah mereka orangorang kafir itu tidak mengutahui bahwa langit-langit (ruang alam) dan bumi
(materi alam) itu asalnya berpadu, lalu kami pisahkan keduanya. Selanjutnya,
kami buat dari air semua makhluk hidup. Mengapa mereka tidak neriman juga?“
Dari ilmu pengetahuan kita mengetahui bahwa setelah terjadinya ledakan
meha dahsyat, menurut perkiraan para ahli, zat yang mula-mula terpecah-pecah

4


menjadi zarah yang paling sederhana, yakni hydrogen yang merupakan unsur
pembentukan air lama kelamaan dari hydrogen ini melalui reaksi (perpaduan)
terbentuk senyawa-senyawa lainnya diantaranya bila bereaksi dengan oksigen
akan membentuk air. Air merupakan suatu zat cair dengan sifat-sifat yang
mengagumkan yakni karena kemampuannya melarutkan garam-garam dan zat-zat
kimia lain yang diperlukan oleh kehidupan.
Teori Ledakan Maha Dahsyat juga mengatakan adanya pemuaian alam
semesta. Hal ini sejalan dengan Al-Qur’an surat Adz- Dzaariyaat(51) ayat 47,
yang maknanya: “Dan langit (ruang alam) itu kami bangun dengan kekuatan, dan
kamilah yang sesungguhnya yang meluaskannya”.
Selanjutnya, mengenai ekspansi alam semesta ini, yang menaburkan
materi paling tidak sebanyak 100 milyar galaksi yang masing-masing berisi ratarata 100 milyar bintang itu. Kekuatan yang dilibatkan dalam pembangunan alam
semesta ini, dan yang mampu melemparkan kira-kira 10.000 milyar bintang yang
masing-masing massanya sekitar massa matahari ke seluruh pelosok alam itu,
tentu saja tidak dapat kita bayangkan. Dari pembandingan semacam ini dapat kita
ketahui bahwa pada akhirnya, fisika yang dikembangkan untuk mencari
kebenaran sampai juga pada fakta yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an. Kenyataan
ini menggusarkan para fisikawan pada umumnya karena penciptaan alam raya
dari ketiadaan memerlukan adanya sang Pencipta Yang Maha Kuasa, suatu

keadaan yang mereka ingin hindari. Sebab mereka hanya membicarakan apa-apa
yang dapat diinderakan atau dideteksi dengan peralatan saja.
Oleh karenanya, maka beberapa pakar fisika mencoba mengelakkan
penciptaan alam ini dengan melontarkan teori-teori tandingan seperti teori alam
yang berosilasi, yakni alam semesta yang berkembang kempis, yang meledak dan
berekspansi untuk kemudian kembali mengecil berulang-ulang tanpa awal tanpa
akhir, namun kosmos yang berkelakuan seperti itu tidak dapat dibenarkan secara
termodinamis. Usaha lain dengan mengemukakan Teori Alam Keadaan Tetap
(Ajeng), yang mengatakan bahwa galaksi-galaksi boleh terbang ke seberang sana
tetapi ruang yang ditinggalkannya akan terisi lagi oleh materi baru, namun teori
ini menjadi tidak berlaku setelah pada tahun 1964, Wilson dan Penzias dalam

5

observasinya ke segenap penjuru alam menemukan sisa-sisa kilatan dentuman
besar yang terjadi sekitar 15 milyar tahun yang lalu.
Hal tersebut diatas, sejalan dengan Al-Qur’an surat Fush-Shilat(41) ayat
53 , yang maknanya adalah : “Akan kami perlihatkan kepada mereka ayat – ayat
kami segenap penjuru dan dalam diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi
mereka bahwa Al-Qur’an itu yang benar”. Belumkah cukup bahwa Tuhanmu

menyaksikan segala – galanya? Allah SWT telah memenuhi janjinya itu dengan
memperlihatkan ekspansi kosmos (alam semesta) dan memperlihatkan sisa – sisa
kilatan dentuman besar, dan Yang Maha Penyayang dan Maha Pengasih akan
memperlihatkan berkali-kali lagi ayat-ayatNya, untuk menolong hambahambaNya dari kesesatan. Meskipun jelas fakta-fakta yang diungkapkan oleh sang
pencipta dan para pakar fisika dapat menangkap dan mengetahuinya, namun
terdapat perbedaan besar antara ajaran fisika (sains) dengan ajaran agama. Kalau
dalam fisika filsafat ilmu itu mendorong para pakarnya untuk menghindari dari
tindakan melibatkan Tuhan Yang Maha Esa dan mengatakan bahwa alam tercipta
dengan sendirinya, maka dalam ajaran Agama Islam justru Allah SWT pemegang
peranan utama alam semesta ini.
Pada teori Ledakan Maha Dahsyat, juga mengatakan adanya pemuaian
alam semesta. Kemudian galaksi itu akan hancur kembali dan diserap oleh suatu
lubang hitam, yang mungkin diisyaratkan dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiyaa’(21)
ayat 104, yang maknanya: “Pada hari itu kami gulung langit (bentuk tunggal)
seperti menggulung gulungan perkamen untuk tulisan. Sebagaimana janji kami
yang telah memulai penciptaan pertama, kami akan melaksanakannya”.
Demikian pula dalam Al-Qur’an surat Yasin 36:38 yang artinya: “ Dan
matahari beredar pada garis edarnya, demikian ketetapan Tuhan Yang Maha
Kuasa dan Maha Mengetahui”. Hal itu berarti bahwa Allah SWT agaknya
memperingatkan bahwa energy surya itu terbatas jumlahnya walaupun habisnya
akan memakan waktu yang sangat panjang. Selain itu juga ayat ini juga
mengisyaratkan bahwa matahari tidak tetap letaknya.

6

2.3. Penciptaan Bumi
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern mengemukakan kapan bumi kita
lahir, dengan beberapa teori:
a. Teori sedimen
Pengukuran umur bumi didasarkan atas perhitungan tebal sedimen yang
membentuk batuan. Dengan mengetahui ketebalan lapisan sedimen rata-rata
diperkirakan terbentuk tiap tahunnya, kemudian membandingkan tebal batuan
sedimen di bumi sekarang ini, maka dapat dihitung umur lapisan bumi.
Berdasarkan perhitungan ini, bumi diperkirakan 500 juta tahun yang lalu.
b. Teori Kadar Garam
Pada teori ini umur bumi diperkirakan dengan memperhitungkan kadar
garam di laut. Diduga bahwa mula-mula air laut tawar, dengan adanya sirkulasi air
dalam alam ini, maka air yang mengalir dari darat ke laut membawa garamgaram. Keadaan macam ini berlangsung jutaan tahun. Dengan mengetahui
kenaikan kadar garam tiap tahun yang dibandingkan dengan kadar garam pada
saat ini, maka dihasilkan perhitungan bahwa bumi terbentuk 1.000 juta tahun yang
lalu.
c. Teori Termal
Teori ini berdasarkan suhu bumi. Diduga bumi mula-mula merupakan
batuan yang sangat panas kemudian lama kelamaan mendingin. Dengan
mengetahui massa dan suhu bumi saat ini, maka ahli fisika dari Inggris bernama
Elfin memperkirakan bahwa perubahan bumi menjadi batuan yang dingin seperti
ini dari batuan yang sangat panas memerlukan waktu 20.000 juta tahun yang lalu.
d. Teori Radioaktivitas
Pengukuran umur bumi pada teori ini berdasarkan waktu peluruhan unsurunsur radioaktif. Dalam perhitungan diperlukan pengetahun tentang waktu paruh
unsur-unsur radioaktif. Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan unsur
radioaktif untuk mengurai sehingga massanya tinggal separuh.

7

2.4 Teori Penciptaan dalam Islam
Teori penciptaan dalam Islam adalah kepercayaan bahwa alam semesta
(termasuk umat manusia dan semua makhluk yang lain) tidak hanya yang
diciptakan oleh Allah, tetapi juga dijalankan oleh Allah dalam setiap waktu,
sebagaimana dijelaskan Allah dalam ayat berikut, `Berkata Firaun, ”Maka
siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa ” Musa berkata, “Tuhan kami ialah (Tuhan)
yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian
memberinya petunjuk “ (Thaha: 49-50)
Al-Qur`an juga menyebutkan ukuran waktu dalam isyaratnya mengenai
penciptaan [22:47]. Al-Qur`an menyatakan bahwa penciptaan itu berlangsung
selama enam hari, dan kata `hari` telah diinterpretasikan secara literal bukan
sebagai waktu dua puluh empat jam, tetapi sebagai periode atau tahapan waktu
untuk menyempurnakan ciptaan [32:5]. Jadi, al-Qur`an tidak bisa disamakan
dengan Bibel dalam adu argumentasi mengenai bukti-bukti ilmiah dan kronologi.
Awal penciptaan dituturkan di dalam al-Qur`an seara logis dan tegas,
dengan menyatakan banyak fakta dalam penciptaan. Namun, seseorang yang
membandingkan penjelasan tentang awal penciptaan seperti yang disebutkan
dalam al-Qur`an dan seperti yang disebutkan dalam Kitab Kejadian itu akan
dengan mudah menyimpulkan bahwa kedua buku memiliki sumber yang sama
namun al-Qur`an menjelaskannya secara logis dan ilmiah.
”Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati.
Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di
hari kiamat “(A-Mu`minun: 12-16) . ) Inilah teori penciptaan dalam Islam. Allah

8

adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia mengendalikan alam semesta menurut
kehendak-Nya sesuai fungsi dan peran yang spesifik. Dalam teori penciptaan
dalam Islam, Allah menentukan peran bagi Hawa, seorang perempuan diciptakan
dari laki-laki, yang ditugaskan di Al-Qur’an dengan ayat-ayat berikut:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir.” (Ar-Rum: 21).
Allah juga berfirman, “Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu
sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak anak dan cucucucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?” [An-Nahl: 72]
Menurut teori penciptaan dalam Islam, seperti yang telah dinyatakan,
peran Tuhan lebih dari dari sekedar menciptakan manusia. Dalam menjawab
pertanyaan berikut ini yang disebut secara berturut-turut di salah satu dari surat,
kita dapat mendefinisikan peran rahmat-Nya:
“Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak membenarkan
(hari berbangkit)?”(Al-Waqi’ah: 57).
“Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan.
Kamukah yang menciptakannya, atau Kami kah yang menciptakannya?” (AlWaqi’ah: 58-59).
“Bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa. Maka
terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang
menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Kalau Kami
kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak
bersyukur?” (Al-Waqi’ah: 67-70).
9

“Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan (dari
gosokan-gosokan kayu). Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kami-kah yang
menjadikannya?” (Al-Waqi’ah: 71-72).
Menurut ayat-ayat tersebut, teori penciptaan dalam Islam mencakup:
1. Allah menentukan desain fitur-fitur manusia dalam air sperma yang
dipancarkan manusia dengan DNA yang spesifik, peta genetika atau
jumlah chromosom bersama antara pasangan perkawinan, laki-laki dan
perempuan.
2. Allah menjaga sumber kelangsungan kehidupan makhluk-Nya. Karena
itu, Allah mengatur kerajaan tumbuhan sebagai makhluk otonom yang
menyediakan makanan yang diperlukan untuk kerajaan manusia.
3. Dia mengatur siklus untuk menghasilkan air tawar untuk minuman
manusia dan pengairan tanaman yang mereka makan.
4. Allah mengelola pasokan energi untuk makhluk-Nya demgam proses
fotosintesis yang ajaib, yang menyimpan energi dari matahari menjadi
buah yang dapat dimakan.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk
tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: “Bersujudlah kamu
kepada Adam”; maka mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk
mereka yang bersujud.”(Al-A’raf: 11).
Jadi, Allah dalam teori Penciptaan dalam Islam tidak hanya membuat
badan kita hidup, tetapi ia juga membentuk rupa kita agar terlihat seperti rupa
manusia. Jadi, Allah memiliki nama lain dalam Al-Qur’an selain al-Khaliq
(Pencipta), yaitu al-Mushawwir (Yang membentuk rupa).
Allah berfirman, “Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan,
Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik.
10

Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Hasyr: 24)
2.5 Asal Usul Kehidupan Dan Keanekaragaman Jenis
A. Teori Asal Mula Makhluk Hidup di Bumi
Bumi ini dahulu kala terbentuk dalam keadaan yang sangat panas dan
dalam keadaan pijar. Secara perlahan-lahan, bumi mengadakan kondensasi atau
menjadi lebih dingin hingga suatu saat terbentuklah kerak atau kulit bumi. Bagian
bumi yang berbentuk cair membentuk samudra atau hidrosfer, bagian yang
berbentuk gas disebut atmosfer, dan bagian berbentuk padat disebut litosfer. Pada
saat ini kulit bumi tersebut dihuni oleh berbagai jenis makhluk hidup yang kita
sebut sebagai biosfer. Beberapa pendapat berupa hipotesis atau teori mengenai
evolusi adalah teori generatio spontania (abiogenesis), teori penciptaan khusus,
teori kosmozoik, dan teori naturalistik.
B. Sejarah Kehidupan di Bumi
Bumi ini telah terbentuk diperkirakan sejak 4,5m tahun yang lalu.
Makhluk hidup telah ada dalam bentuk sel tunggal sekitar 1m tahun yang lalu.
Ada yang menyebutkan bentuk-bentuk kehidupan sekitar 3,2m tahun yang lalu
seperti bentuk formasi Transvaal. Penelitian lain menyebutkan batuan yang
berumur 3,5m tahun yang lalu telah menunjukkan tanda-tanda sisa kehidupan atau
fosil hal ini berarti pada saat itu ada kehidupan di bumi ini. Para ilmuan lain
berpendapat kalau mikroba telahhidup di lautan sejak 3,8m tahun yang lalu.
Bentuk kehidupan pertama kemungkinan berupa partikel asam amino, atau
mungkin protein yang terdapat di lautan. Mikroba lainnya mungkin nuga telah ada
didalam sedimen-sedimen, seperti ganggang Cyanophyta yang mnegandung
klorofil.

11

Ciri-ciri proses evolusi
1) Evolusi adalah perubahan dalam satu populasi BUKAN perubahan
individu.
2) Perubahan yang terjadi hanya frekuensi gen-gen tertentu, sedangkan
sebagian besar sifat gen tidak berubah.
3) Evolusi memerlukan penyimpangan genetik sebagai bahan mentahnya.
Dengan kata lain harus ada perubahan genetik dalam evolusi.
4) Dalam evolusi perubahan diarahkan oleh lingkungan, harus ada faktor
pengarah sehingga evolusi adalah perubahan yang selektif.
Faktor perubahan
1) Mutasi gen maupun mutasi kromosom menghasilkan bahan mentah untuk
evolusi. Tetapi Darwin sendiri sebenarnya tidak mengenal mutasi ini,
sementara mutasi merupakan peristiwa yang sangat penting yang
mendukung keabsahan teori Darwin
2) Rekombinasi perubahan yang dikenal Darwin. Rekombinasi dari hasilhasil mutasi memperlengkap bahan mentah untuk evolusi.
Faktor pengarah :
1) Dalam setiap spesies terdapat banyak penyimpangan yang menurun,
karenanya dalam satu spesies tidak ada dua individu yang tepat sama
dalam susunan genetiknya (pada saudara kembar misalnya, susunan
genetiknya tetap tidak sama).
2) Pada umumnya proses reproduksi menghasilkan jumlah individu dalam
tiap generasi lebih banyak daripada jumlah individu pada generasi
sebelumnya.
3) Penambahan individu dalam tiap spesies ternyata dikendalikan hingga
jumlah suatu populasi spesies dalam waktu yang cukup lama tidak
bertambah secara drastis.

12

4) Ada

persaingan

antara

individu-individu

dalam

spesies

untuk

mendapatkan kebutuhan hidupnya dari lingkungannya. Persaingan intra
spesies ini terjadi antara individu-individu yang berbeda sifat genetiknya.
Individu yang mempunyai sifat paling sesuai dengan lingkungannya akan
memiliki viabilitas yang tinggi. Di samping viabilitas juga fertilitas yang
tinggi merupakan faktor yang penting dalam seleksi alam. Mekanisme
evolusi terjadi karena adanya variasi genetik dan seleksi alam. Variasi
genetik muncul akibat: mutasi dan rekombinasi gen-gen dalam keturunan
baru.
Frekuensi Gen
Pada proses evolusi terjadi perubahan frekuensi gen. Bila perbandingan
antara genotip-genotip dalam satu populasi tidak berubah dari satu generasi ke
generasi, maka frekuensi gen dalam populasi tersebut dalam keadaan
seimbang. Frekuensi gen seimbang bila:
1) Tidak ada mutasi atau mutasi berjalan seimbang (jika gen A bermutasi
menjadi gen a, maka harus ada gen a yang menjadi gen A dalam jumlah
yang sama).
2) Tidak ada seleksi
3) Tidak ada migrasi
4) Perkawinan acak
5) Populasi besar
Bila frekuensi gen dalam satu populasi ada dalam keadaan seimbang
berlaku Hukum Hardy Weinberg. Apabila frekuensi gen yang satu dinyatakan
dengan p dan alelnya adalah q, maka menurut Weinberg : (p+q)=1 Bila frekuensi
gen A=p dan frekuensi gen a =1 maka frekuensi genotip : AA : Aa : aa : p^2 :
2pq : q^2

13

C. Evolusi Kehidupan Menurut Pandangan Agama
Pada umumnya berbagai hipotesis mengenai asal-usul kehidupan
tergolong dalam salah satu dari 4 jemis hipotesis berikut, yaitu:


Asal-usul kehidupan adalah hasil suatu mukjizat yang selalu di luar
jangkauan penjelasan fisika dan kimia,



Kehidupan, terutama dalam bentuk yang sederhana, muncul secara tibatiba dari benda mati dalam jangka waktu sangat singkat, sejak dahulu
hingga sekarang,



Kehidupan itu muncul bersamaan dengan adanya zat dan tidak mempunyai
asal penciptaan. Kehidupan datang ke bumi bersamaan dengan terciptanya
bumi ini, atau beberapa waktu lama setelah bumi tercipta, sebagai jasad
renik yang didorong masuk dari planet lain atau tatasurya lain,



Kehidupan muncul di dunia melalui serangkaian reaksi kimia yang
mengalami perbaikan dan kemajuan. Dari molekul-molekul anorganik
dengan melalui berbagai reaksi tertentu yang pada keadaan sekarang
hampir mustahil dapat berlangsung, terjadilah molekul-molekul organic
yang dapat memperbanyak diri.

Al-Qur’an memberikan jawaban yang amat jelas pada pertanyaan, pada
titik manakah kehidupan bermula? Asal usul makhluk hidup adalah air. AlQur’an SuratAl-Anbiya ayat 30 yang maknanya kira-kira:
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya
langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.
Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”

14

Pengertian “menghasilkan sesuatu dari sesuatu yang lain” sama sekali tidak
menimbulkan keraguan. Ungkapan tersebut dapat berrati bahwa setiap sesuatu
yang hidup dibuat dari air. Kedua makna itu sepenuhnya sesuai dengan data
saintifik kenyataannya, kehidupan berasal dari air yang merupakan komponen
paling penting seluruh sel hidup dan tidak mungkin ada kehidupan tanpa air. Ayat
lain dalam Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa air merupakan unsur yang sangat
vpenting bagi seluruh kehidupan, termasuk tumbuh-tumbuhan adalah Al-Qur’an
At-Thoha ayat 53 yang maknanya kira-kira: “ Tuhan yang telah menjadikan bumi
sebagai hamparan bagimu, dan menjadikan jalan-jalan di atasnya bagimu, dan
yang menurunkan air (hujan) dari langit. Kemudian Kami tumbuhkan dengannya
(air hujan itu) berjenis-jenis aneka macam tumbuh-tumbuhan”. Sedang zat dasar
pembentukan seluruh kehidupan hewan seperti tercantum pada Al-Qur’an Surat
An-Nur ayat 45 yang artinya kira-kira: “Dan Allah telah menciptakan semua jenis
hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya
dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan
dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”
Pernyataan-pernyataan Al-Qur’an tentang asal usul kehidupan, apakah itu
merujuk pada kehidupan secara umum, unsur yang melahirkan tumbuh-tumbuhan
di dalam tanah ataupun benih-benih hewan, seluruhnya sesuai dengan data-data
saintifik modern. Tidak satu pun mitos tentang asal-usul kehidupan yang lazim
dianggap benar oleh orang pada saat Al-Qur’an diwahyukan pada manusia
disebutkan dalam kitab suci tersebut.

2.6 Posisi Adam dalam Teori Evolusi
2.6.1 Konsep Penciptaan Adam Menurut Al-qur’an
Wacana tentang asal-usul manusia, menjadi satu hal yang menarik untuk
dikaji dan dikaji lagi lebih dalam. Dua konsep (konsep evolusi dan konsep Adam
sang manusia pertama) menimbulkan perdebatan yang tak habis-habis untuk
dibahas. Di satu sisi konsep evolusi menawarkan satu gagasan bahwa manusia
adalah wujud sempurna dari evolusi makhluk di bumi ini. Sedangkan konsep yang
kedua mengatakan bahwa manusia adalah keturunan Adam dan Hawa. Sedikit
disinggung di atas, bahwa adanya manusia menurut al-Qur’an adalah karena
sepasang manusia pertama yaitu Adam dan Hawa. Disebutkan bahwa, dua insan
ini pada awalnya hidup di Surga. Namun, karena melanggar perintah Allah maka

15

mereka diturunkan ke bumi. Setelah diturunkan ke bumi, sepasang manusia ini
kemudian beranak-pinak, menjaga dan menjadi wakil-Nya di dunia baru itu.
Tugas yang amat berat untuk menjadi penjaga bumi. Karena beratnya
tugas yang akan diemban manusia, maka Allah memberikan pengetahuan tentang
segala sesuatu pada manusia. Satu nilai lebih pada diri manusia, yaitu dianugerahi
pengetahuan. Manusia dengan segala kelebihannya kemudian ditetapkan menjadi
khalifah di bumi ini. Satu kebijakan Allah yang sempat ditentang oleh Iblis dan
dipertanyakan oleh para malaikat. Dan Allah berfirman: “….Hai Adam,
beritahukanlah kepada mereka nama-nama mereka…” (Al-Baqarah ayat 33).
Setelah Adam menyebutkan nama-nama itu pada malaikat, akhirnya
Malaikatpun tahu bahwa manusia pada hakikatnya mampu menjaga dunia. Dari
uraian ini dapat dipahami bahwa manusia adalah makhluk paling sempurna yang
diciptakan Allah SWT. Dengan segala pengetahuan yang diberikan Allah manusia
memperoleh kedudukannya yang paling tinggi dibandingkan dengan makhluk
lainnya. Ini pun dijelaskan dalam firman Allah SWT: “…..kemudian Kami
katakan kepada para Malaikat: Bersujudlah kamu kepada Adam”; maka
merekapun bersujud kecuali Iblis, dia enggan dan takabur dan adalah ia
termasuk golongan orang-orang yang kafir” (Al-Baqarah ayat 34). Ini
menunjukkan bahwa manusia memiliki keistimewaan dibanding makhluk Allah
yang lainnya, bahkan Malaikat sekalipun.
Luar biasanya manusia jika ia mampu mengelola potensinya dengan baik.
Di dalam dirinya ada bagian-bagian yang tak dimiliki malaikat, hewan, tumbuhan,
dan mineral—satu persatu. Itu karena di dalam diri manusia unsur-unsur makhluk
Allah yang lain ada. Tidak salah bila dikatakan bahwa alam semesta ini
makrokosmos dan manusia adalah mikrokosmosnya.
Substansi dari dialog dengan malaikat (Qs. Al-Baqarah: 30-31) adalah
penegasan bahwa sesungguhnya Allah sebagai Pencipta atau Penjadi khalifah di
muka bumi ini. Kata “jaa`ilun” sebagai konstruksi isim fa`il yang berarti subyek
pelaku dalam frasa Innii jaa’ilun fi al-ardhi khaliifah tidak harus diartikan “hendak
menjadikan khalifah di muka bumi”. Seandainya arti ini yang dipahami, maka

16

tidak ada khalifah sebelum Adam. Konseksuensi logisnya, Adam adalah manusia
pertama.
Seandainya frasa tersebut dikembalikan pada makna asalnya sebagai isim
fa‘il, maka hal itu mengisyaratkan bahwa Allah—sebelum atau sesudah terjadinya
dialog dengan malaikat sebagaimana yang termaktub dalam ayat tersebut—selalu
menjadikan khalifah di muka bumi. Dengan demikian, Adam bukanlah khalifah
yang pertama dan bukan pula manusia yang pertama yang diciptakan Allah.
Kemudian, ayat-ayat tersebut memunculkan wacana bahwa seolah-olah
malaikat mempunyai pengalaman mengamat-amati sepak terjang sang khalifah.
Tampaknya malaikat khawatir akan masa depan khalifah baru yang bernama
Adam itu, seandainya perilaku destruktif akan menghancurkan tatanan taqdis dan
tasbih malaikat. Kita hanya bisa menduga-duga kategori khalifah yang seperti
apakah yang telah (dan akan) melakukan perbuatan tercela itu. Tidak ada
keterangan yang jelas perihal khalifah versi malaikat yang dimaksud. Al-Qur’an
dalam Qs. Shaad: 67-73 dengan tegas menyatakan untuk tidak memperpanjang
bantah-bantahan ini.
Ada riwayat yang mengasumsikan bahwa iblis atau jin sebagai khalifah
sebelum Adam. Qatadah, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas menduga, bahwa khalifah
yang dimaksud adalah khalifah dari golongan jin yang diduga berbuat kerusakan.
Asumsi ini berdasarkan analisis ayat yang menerangkan bahwa jauh sebelum
manusia diciptakan, Allah telah menciptakan jin (Ibn-Katsir, Qishashul Anbiya’,
hlm. 2). Benar bahwa jin (dan malaikat) diciptakan sebelum Adam berdasarkan
Qs. Al-Hijr: 26-27, namun apakah mereka khususnya para jin berperan sebagai
khalifah di muka bumi? Pendapat para sahabat tersebut tampaknya hanyalah
praduga saja. Lagi pula tidaklah mungkin bumi yang kasat mata ini diwariskan
kepada para jin yang tidak kasat mata. Bentuk pengelolaan semacam apakah
seandainya para jin yang berfungsi sebagai khalifah di muka bumi ini.
Khalifah sebelum Adam dan khalifah yang hendak diciptakan Allah ini
adalah khalifah yang benar-benar berasal dari golongan manusia. Perhatikan ayat
berikut ini: Dan Dialah yang telah menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi
dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian yang lain beberapa

17

derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat ‘iqab-Nya dan sesungguhnya Dia Maha
Pengampun dan Maha Penyayang.” (Qs. Al-An’am: 165). Ayat tersebut kembali
menegaskan bahwa sesungguhnya Allah adalah pencipta para khalifah di muka
bumi ini. Kata ganti orang kedua (dhamir mukhatab) pada ja’alakum merujuk
pada seluruh umat manusia. Menilik pada keumuman lafadz ini, apabila dikaitkan
dengan pertanyaan malaikat tentang penciptaan khalifah, maka khalifah sebelum
Adam adalah khalifah dari golongan manusia juga. Ada banyak “Adam-Adam”
lain yang sebelumnya diciptakan Allah dengan fungsi yang sama namun dengan
karakter yang berbeda destruktif.
b). Adam dan Instalasi al-Asma’
Dengan mengorelasikan fakta-fakta arkeologis tentang ragam manusia
sebelum Homo Sapiens, tampaknya selaras dengan karakter “destruktif” sebagai
yang digambarkan malaikat. Namun, bukankah karakter hominid memang
demikian? Manusia-manusia tersebut mempunyai struktur fisik yang hampir mirip
manusia (kalau tidak ingin dikatakan hampir mirip kera). Mereka tercipta dengan
volume otak yang kecil yang dengan sendirinya perilakunya pun cenderung tanpa
tatanan manusiawi atau bersifat kebinatangan. Mereka tidak layak disebut sebagai
khalifah. Sementara itu, khalifah mempunyai kedudukan yang terhormat sebagai
“duta” Allah untuk mengelola bumi ini.
Di sinilah letak diskontinuitas itu. Ternyata, kita tidak bisa mengorelasikan
fakta sejarah manusia (asal mula manusia menurut para penganut evolusionisme)
dengan

asal-usul Adam. Ada

banyak

keterserakan,

sebagaimana

yang

dideskripsikan Michel Foucault, diskontinuitas dipahami sebagai terserak dan
berkecambahnya sejarah ide-ide dan munculnya periode-periode yang begitu
panjang dalam sejarah itu sendiri. Dalam pengertian tradisional, sejarah sematamata selalu tertuju pada keinginan untuk menentukan relasi-relasi kausalitas,
determinasi sirkular, antagonisme dan relasi ekspresi antara berbagai fakta dan
kejadian yang terekam oleh manusia (The Archeology of Knowledge, hlm. 10).

18

Keterserakan ini yang menyangkut relasi-relasi kausalitas, determinasi
sirkular, antagonisme dan relasi ekspresi antara berbagai fakta dan kejadian yang
terekam oleh manusia. Celakanya, kita menganggap bahwa data-data historis
tentang bapak manusia itu dirasa cukup hanya dengan ditafsirkan oleh data-data
hadits yang sangat dipengaruhi oleh kisah-kisah israiliyat (Bible). Seandainya
kita hendak meneliti sejarah penciptaan ini, meminimalisasi diskontinuitas dengan
“comot sana comot sini” dari data-data Biblikal bukanlah semangat Qur’anik.
Bukankah sejak awal al-Qur’an diturunkan untuk menyempurnakan kitab-kitab
sebelumnya?
Dengan meneliti ayat “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari
Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya, Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Baqarah: 37), suksesi khalifah
yang tidak berdasarkan kalimah Allah ke yang berdasarkan kalimah Allah
barangkali yang paling mendekati untuk mereka-reka praduga ini. Allah hendak
mengganti khalifah yang berperilaku destruktif yang tidak berdasarkan pada
hukum-hukum Allah dengan khalifah berperadaban yang berdasarkan pada
hukum-hukum Allah. Jadi, tegaslah bahwa para hominid itu bukan khalifah.
Namun yang pasti, Adam bukanlah manusia pertama. Tampaknya Qs. AlBaqarah: 30 menghendaki bahwa penciptaan khalifah berikutnya adalah untuk
mereformasi dan merehabilitasi “Adam-Adam” sebelumnya. Dengan kata lain,
Allah hendak mengganti khalifah perusak yang tanpa tatanan hukum Allah itu
dengan khalifah baru yang bernama Adam dan anak keturunannya kelak yang
berlandaskan tatanan hukum Allah. Selanjutnya, proses pembelajaran untuk
khalifah baru ini segera dilakukan. Instalasi ini adalah pembekalan pada diri
Adam yang berupa persiapan diri untuk menerima seluruh identifikasi namanama, al-asma’ kullaha. Kalimat kullaha adalah penguatan (taukid) bahwa
pengajaran al-asma meliputi seluruh nama-nama atau identitas (al-musammiyaat)
benda-benda (Tafsir Zamakhsyari, Juz I, hlm. 30).
Sementara itu, Imam al-Qurthuby menitikberatkan bahwa proses
pengajaran al-asma’ adalah pengajaran dalam bentuk dasar-dasar ilmu
19

pengetahuan (Tafsir al-Qurthuby, Juz I, hlm. 279). Hal ini mengandung makna
yang lebih dalam, bahwa Adam sudah diperlengkapi dengan perangkat nalar yang
siap untuk menerima seluruh identifikasi nama-nama. Pengajaran bukanlah
dengan mengajarkan penyebutan benda-benda satu-persatu belaka, namun lebih
pada pengidentifikasian yang selanjutnya dikembangkan sendiri oleh Adam.
Adam-lah manusia rasional yang pertama. Proses instalasi ini dijadikan bekal
Adam untuk diwariskan kepada anak cucunya dalam rangka mengelola dunianya
kelak. Instalasi al-asma’ adalah instalasi sendi-sendi pengetahuan sehingga Adam
mampu mengidentifikasi nama-nama seluruhnya (al-asma’ kullaha). Faktor inilah
yang

mendorong

manusia

untuk

menjadi

makhluk

pembelajar—homo

academicus. Adam mampu mengidentifikasi dan mengembangkan daya nalarnya
sampai pada tahap yang mengagumkan malaikat. Sementara, malaikat tidak
mempunyai pengetahuan sedikit pun kecuali apa yang telah diinformasikan Allah
kepada mereka, subhaanaka laa ‘ilma lanaa illaa maa ‘allamtanaa. Inilah yang
membuat malaikat jatuh tersungkur karena ta’dzim kepada Adam akan pencapaian
kemajuan ilmiahnya.
Tampaknya, diskontinuitas sejarah penciptaan Adam memang demikian
adanya. Al-Qur’an justru hendak menggerakkan hikmah di balik penciptaan itu
untuk selalu terus menerus berpikir dan menggunakan daya nalar manusia di
bawah bimbingan hukum Allah (kalimaatin) sebagaimana Adam meletakkan
dasar-dasar budaya dan peradaban di bawah bimbingan-Nya. Sementara itu,
membicarakan Adam sebagai tokoh sejarah (manusia pertama atau bukan)
tidaklah substansial dan tidak memberikan dampak apa-apa bagi peradaban itu
sendiri.
2.7 Keselarasan antara Agama, Filsafat, dan Ilmu Pengetahuan tentang
Evolusi
a). Relasi dan Relevansi antara Agama, Filsafat, dan Ilmu
Jalan untuk mencari, menghampiri dan menemukan kebenaran dapat
ditempuh dengan jalan, yaitu: ilmu, filsafat dan agama. Ketiga jalan ini

20

mempunyai titik persamaan, titik perbedaan dan titik singgung yang satu terhadap
yang lainnnya. Ilmu Pengetahuan sebagai ilustrasi dikisahkan, bertanyalah
seorang kawan kepada ahli filsafat yang arif dan bijaksana, “Bagaimana caranya
agar saya mendapatkan pengetahuan yang benar? “Mudah saja”, jawab filosof itu,
“Ketahuilah apa yang kau tahu dan ketahuilah apa yang kau tidak tahu” (Jujun,
1990:19). Dari ilustrasi ini dapat digambarkan bahwa pengetahuan dimulai
dengan rasa ingin tahu dan merupakan hasil proses dari usaha manusia. Beranjak
dari pada pengetahuan adalah kebenaran, dan kebenaran adalah pengetahuan,
maka di dalam kehidupannya manusia dapat memiliki berbagai pengetahuan dan
kebenaran.
Adapun–sebagaimana dikatakan Burhanuddin Salam (1995:5)–beberapa
pengetahuan yang dimiliki manusia, yaitu:
1) Pengetahuan biasa atau common sense.
2) Pengetahuan ilmu atau science
3) Pengetahuan filsafat
4) Pengetahuan religi
Sedang ilmu pengetahuan sendiri mempunyai pengertian sebagai hasil
usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistematika mengenai
kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal
ikhwal yang diselidikinya (alam, manusia, dan juga agama) sejauh yang dapat
dijangkau daya pemikiran manusia yang dibantu penginderaannya, yang
kebenarannya diuji secara empiris, riset dan experimental (Anshari, 1979:157).
Endang Saifuddin Anshari, MA (1979:157), mendefiniisikan filsafat
sebagai hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami
(mendalami dan menyelami) secara radikal dan integral hakikat sarwa yang ada:
(a) Hakekat Tuhan; (b) hakekat alam semesta; (c) hakekat manusia; serta sikap
manusia termasuk sebagai konsekuensi daripada faham (pemahamnnya) tersebut.
21

Hal yang menyebabkan manusia berfilsafat karena dirangsang oleh: ketakjuban,
ketidakpuasan, hasrat bertanya, dan keraguan kejadian-kejadian atau peristiwaperistiwa yang dialami manusia dalam kehidupannya (Rapar, 1996:16).
Untuk itulah dalam berfikir filsafat perlu dipahami karakteristik yang
menyertainya, pertama, adalah sifat menyeluruh artinya seorang ilmuan tidak puas
lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu sendiri, tetapi melihat hakekat
ilmu dalam konstalasi pengetahuan yang lainnya, kedua, sifat mendasar, artinya
bahwa seorang yang berfikir filsafat tidak sekedar melihat ke atas, tapi juga
mampu membongkar tempat berpijak secara fundamental, dan ciri ketiga, sifat
spekulatif, bahwa untuk dapat mengambil suatu kebenaran kita perlu spekulasi.
Dari serangkaian spekulasi ini kita dapat memilih buah pikiran yang dapat
diandalkan yang merupakan titik awal dari perjelajahan pengetahuan (Jujun,
1990:21-22) Agama pada umumnya merupakan (10 satu sistem credo (tata
keimanan atau tata keyakinan) atas adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia;
(20 satu sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya mutlak
itu; (3) satu sistem norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia dan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata
peribadatan (Anshari, 1979:158). Agama berbeda dengan sains dan filsafat karena
agama menekankan keterlibatan pribadi. Kemajuan spiritual manusia dapat diukur
dengan tingginya nilai yang tak terbatas yang ia berikan kepada obyek yang ia
sembah. Seseorang yang religius merasakan adanya kewajiban yang tak bersyarat
terhadap zat yang ia anggap sebagai sumber yang tertinggi bagi kepribadian dan
kebaikan.
Agama tak dapat dipisahkan dari bagian-bagian lain dari kehidupan
manusia, jika ia merupakan reaksi terhadap keseluruhan wujud manusia terhadap
loyalitasnya yang tertinggi. Sebaiknya, agama harus dapat dirasakan dan
difikirkan: ia harus diyakini, dijelaskan dalam tindakan (Titus, 1987:414). Titik
Persamaan dan Perbedaan baik ilmu, filsafat ataupun agama bertujuan sekurangkurangnya berurusan dengan hal yang sama yaitu kebenaran. Namun titik
perbedaannya terletak pada sumbernya, ilmu dan filsafat berumur pada ra’yu
22

(akal, budi, rasio, reason, nous, vede, vertand, vernunft) manusia. Sedangkan
agama bersumberkan wahyu. Disamping itu ilmu pengetahuan mencari kebenaran
dengan jalan penyelidikan (riset, research), pengalaman (empiri) dan percobaan
(eksperimen) sebagai batu ujian. Filasafat menghampiri kebenaran dengan
explorasi akal budi secara radikal (mengakar); tidak merasa terikat oleh ikatan
apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri bernama logika. Manusia mencari
dan

menemukan

kebenaran

dengan

dan

dalam

agama

dengan

jalan

mempertanyakan berbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci.
Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif (berlaku sampai
dengan saat ini), kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang
tidak dapat dibuktikan secara empiri, riset dan eksperimental). Baik kebenaran
ilmu maupun kebenaran filsafat kedua-duanya nisbi (relatif). Sedangkan
kebenaran agama bersifat mutlak (absolut) karena agama adalah wahyu yang
diturunkan Allah. Baik ilmu maupun filsafat dimulai dengan sikap sangsi dan
tidak percaya. Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya atau iman
(Anshari, 1996:158-160).
b). Keselarasan antara Agama, Ilmu, dan Filsafat tentang Evolusi
Kontroversi teori evolusi adalah karena teori dianggap bertentangan
dengan agama. Evolusi dianggap akan mengesampingkan atau bahkan mereduksi
ajaran agama. Evolusi dan agama adalah dua hal yang berbeda dalam menjelaskan
tentang kehidupan. Secara filosofis kebenaran agama adalah mutak atau absolut
sedangkan kebenaran evolusi adalah kebanaran ilmu yang relatif. Artinya teori
evolusi belum tentu dibenarkan tanpa koreksi secara terus-menerus dan juga tidak
dapat ditolak secara apriori tanpa memahami esensi evolusi. Adanya teori evolusi
tidak bermaksud mematahkan ajaran-ajaran agama yang dipercaya sebagian besar
manusia bumi. Evolusi jelas bertujuan mengungkap fenomena alam dengan
pendekatan ilmu pengetahuan. Evolusi pun hanyalah teori yang patutnya diuji
kebenarannya secara ilmiah tanpa membandingkannya dengan ajaran agama.
Charles Darwin dalam bagian akhir bukunya menyatakan bahwa: there is
grandeur in this view of life, with its several powers, having been originally

23

breathed by the Creator into a few forms or into one; and that, whilst this planet
has gone circling on according to the fixed law of gravity, from so simple a
beginning endless forms most beautiful and most wonderful have been, and are
being evolved.
Jelaslah bahwa Darwin mengakui bahwa segala yang ada di bumi telah
diciptakan oleh Sang Pencipta menjadi beberapa bentuk atau bentuk tunggal.
Evolusi hanya pengarah untuk menjaga keseimbangan melalui seleksi alam. Franz
Magnis Suseno, filsuf dan pengajar filsafat STF Drikarya mengemukakan bahwa
Penciptaan dalam Kitab Genesis tidak dapat disesuaikan dengan teori evolusi.
Cerita penciptaan menurutnya, tidak harus diterima secara literer tetapi dapat
dimengerti sebagai ungkapan simbolis tentang suatu keyakinan iman, bahwa
memang segala apa yanga ada ini diciptakan oleh Allah dan semua itu baik
adanya. Tidak ada jalan lain untuk sampai pada masa pra-evolusi selain
penciptaan. Evolusi pun tidak mengajak orang menjadi materialistik dan tidak
perlu seseorang menjadi lemah imannya setelah mempelajari evolusi. Setelah
lebih dari 150 tahun, teori evolusi masih dipercaya sebagian orang karena manusia
baik kehidupan maupun karakteristiknya masih terus berevolusi sehingga teori
evolusi pun masih akan terus mengalam evolusi.
Menurut Lud Waluyo (2010), beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
timbul keselarasan antara masalah ilmu, filsafat, dan agama, terutama tentang
evolusi:


Kita tidak boleh menafikkan penemuan fosil, harus dianalisis secara
keilmuan (metode ilmiah), bukan dengan filsafat. Teori keilmuan
seharusnya dilawan dengan teori keilmuan. Kemungkinan memang ada
fosil-fosil yang dipalsukan, tetapi tentunya tidak semua fosil palsu, maka
tentu fosil tidak ada artinya sama sekali dalam dunia ilmu pengetahuan,
terutama palaentologi.



Penentangan terhadap teori evolusi seharusnya selalu dihadapkan dengan
teori keilmuan juga, tidak pandangan filsafat materialism. Teori keilmuan
akan memiliki perbedaan sumber dan hasil akhirnya. Bila ilmu bersumber
dari akal dan panca indra, sedangkan pandangan filsafat hanya bersumber
24

dari akal (ratio) saja disertai kajian seradikal-radikalnya (seakar-akarnya)
sehingga menemukan hakikat.


Neo-darwinisme tidak hanya mendasarkan pada mutasi dan seleksi alam
sebagai penyebab variasi makhluk hidup, tetapi ada beberapa agensia
evolusi lainnya, yakni rekombinasi gen, genetic drift, dan gene flow.
Penumbangan neodarwinisme dengan alasan fosil tidak tepat, karena itu
telah menjadi kekurangan taori Darwin abad 19 (Darwinisme). Kelemahan
utama Darwinisme adalah berkaitan dengan genetika, dan ilmu ini baru
ditemukan kembali pada awal abad ke-20.



Kajian ilmiah harus mendasarkan pada metode ilmiah, salah satunya
berdasarkan fakta atau data, bukan hanya berdasarkan wacana pemikiran
filsafat saja, misalnya filsafat materialism. Sehingga kita tidak dapat
mengatakan suatu teori tidak ilmiah bila tidak dapat menunjukkan bahwa
teori itu tidak berdasarkan metode ilmiah sebagai bangunan metode
keilmuan (secara epistemologis).



Kita dapat mengatakan bahwa mutasi tidak berguna sama sekali pada
evolusi. Kita harus ingat bahwa makanan atau bahan makanan yang
dikonsumsi tiap hari oleh umat manusia sebagai salah satu proses mutasi
terhadap tanaman budidaya yang telah ada yang disengaja oleh manusia.
Hasil proses mutasi tersebut telah kita gunakan setiap hari dan
kemungkinan manusia bergantung sebagian kebutuhan dan kelangsungan
hidupnya pada hasil proses mutasi tersebut di masa sekarang dan masa
mendatang.



Tidak semua mutasi berbahaya bagi manusia, karena mutasi digunakan
untuk kepentingan hidup manusia memenuhi kebutuhan sandang, pangan
yang semakin lama makin tidak dapat memenuhi kebutuhan manusia.
Teknologi rekayasa genetika salah satunya dengan menggunakan teknik
mutasi untuk menghasilkan kebutuhan hidup manusia. Mutasi dalam
mekanisme evolusi sebagai salah satu agensia evolutif diantara agensia
evolutif yang lainnya, jadi bukan satu-satunya penyebab evolusi.

25



Kita tidak dapat mengatakan makhluk hidup tidak mungkin berevolusi
karena di alam tidak ada mekanisme yang menyebabkannya. Di dunia
tidak ada sesuatu yang tidak mungkin, bila Tuhan berkehendak. Harus
ditafsirkan juga berubah (berevolusi) dalam artian dari sesuatu yang
sederhana menjadi yang lebih kompleks atau dari belum ada wujudnya
sama sekali menjadi ada. Bila kita mengatakan jagad raya sebagai satu
kesatuan mengalami proses evolusi, sedangkan bumi beserta isinya,
termasuk makhluk hidup sebagai bagian dari alam semesta tersebut
harusnya secara logika juga harus mengalami evolusi. Tuhan tidak akan
berkurang sifat keMahaKuasa-Nya bila menciptakan makhluk-Nya dengan
cara evolusi atau dengan cara penciptaan langsung. Ada pandangan seolaholah bila Tuhan menciptakan makhluk-Nya secara evolusi, Tuhan tidak
Maha Kuasa.



Kita tidak dapat mengatakan suatu teori hanya merupakan dongeng belaka
dan hanya merupakan kebohongan besar yang sama sekali bertentangan
dengan dunia nyata. Usaha-usaha untuk mempertahankan teori tersebut
menjadi mustahil. Hal ini bila penentangan ini berdasarkan pandangan
filsafat

materialisme.

Paling

tidak

kita