BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kesiapan Sekolah Dasar Kota Salatiga dalam Penerapan Pendidikan Inklusi untuk Anak Berkebutuhan Khusus Tahun 2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bimbingan atau pertolongan yang diberikan
Oleh

orang

dewasa

kepada

perkembangan

anak

untuk

mencapai

kedewasaannya dengan tujuan agar anak dapat melaksanakan tugas hidupnya

sendiri tidak dengan bantuan orang lain. Pendidikan ini merupakan awal yang
sangat penting untuk seorang anak, karena melatih mereka untuk
membacadengan baik, mengasah kemampuan berhitung serta berpikir. Saat
ini, pendidikan di sekolah dapat ditempuh oleh siapapun dari berbagai
kalangan dan golongan. Berbagai sekolah didirikan untuk menjadi tempat
atau sarana pendidikan bagi anak, tanpa terkecuali anak-anak berkebutuhan
khusus. Berbagai kurikulum juga dikembangkan untuk sekolah agar dapat
membantu anak dalam proses pembelajaran yang baik dan bermutu.
Setiap anak termasuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), merupakan
amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat
harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. ABK merupakan anak yang
memiliki kekurangan karena mempunyai cacat fisik, mental, maupun sosial.
ABK memiliki hak yang sama dengan anak-anak normal lainnya dalam
segala aspek kehidupan. Begitu pula dalam hal pendidikan, mereka juga
memiliki hak untuk bersekolah guna mendapatkan pengajaran dan
pendidikan. Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada ABK untuk
memperoleh pendidikan dan pengajaran, maka akan membantu mereka dalam
membentuk kepribadian yang terdidik, mandiri, dan terampil.
Hak atas pendidikan bagi ABK atau anak difabel ditetapkan dalam
Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal

32 disebutkan bahwa:
“pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan
bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, dan
sosial”.
1

2

Negara juga menjamin hak-hak ABK untuk bersekolah di sekolah
reguler sekalipun. Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 menyatakan
“Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan”.
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) sebagai institusi
yang bertanggung jawab meregulasi pendidikan mengeluarkan kebijakan
melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.70 Tahun
2009 tentang pendidikan inklusif sebagai solusi atas terjadinya diskriminasi
bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus agar mampu mengenyam
pendidikan yang layak. Di Indonesia, pendidikan khusus dilaksanakan
melalui dua jalur, yaitu pada satuan pendidikan akademis (sekolah luar biasa)
dan pada sekolah reguler (program pendidikan inklusif).

Sejalan dengan perkembangan layanan pendidikan untuk anak-anak
berkebutuhan khusus, sekolah inklusi memberikan pelayanan yang berbeda
dengan

sekolah-sekolah

khusus

lainnya.

Pendidikan

inklusi

adalah

pendidikan pada sekolah umum yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta
didik yang memerlukan pendidikan khusus dalam satu kesatuan yang
sistemik. Pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang memberikan
apresiasi terhadap siswa yang berkebutuhan khusus. Model yang diberikan

sekolah inklusif ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan
keterbatasan dengan menggunakan prinsip education for all. Layanan
pendidikan ini diselenggarakan pada sekolah-sekolah regular. ABK belajar
bersama dengan anak-anak normal lainnya pada kelas regular dengan kelas
dan guru yang sama juga, namun yang menjadi perbedaan ada guru khusus
yang bertugas untuk mendampingi anak difabel yang merasa kesulitan dalam
belajar. Semua anak diperlakukan dan memiliki hak maupun kewajiban yang
sama dengan anak-anak normal lainnya.
Pembelajaran untuk Anak Berkebutuhan Khusus (student with
specialneeds) membutuhkan suatu strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan
masing–masing. Model pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan
khusus yang dipersiapkan oleh guru di sekolah, ditujukan agar peserta didik
mampu berinteraksi terhadap lingkungan sosial. Kurikulum yang digunakan

3

pada pendidikan inklusif adalah kurikulum yang fleksibel, disesuaikan
dengan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didik.
Guru merupakan orang terdekat kedua setelah orangtua di rumah.
Selain menjadi seorang pendidik, guru juga menjadi orangtua kedua bagi

peserta didik ketika di sekolah. Peran seorang pendidik dalam pendidikan
adalah mengarahkan peserta didik sesuai dengan potensi dan bakat yang
dimilikinya. Seorang guru dalam pembelajaran inklusif lebih ditekankan pada
kemampuannya dalam mengelola kelas saat proses pembelajaran sedang
berlangsung, sehingga harus memiliki kompetensi mengelola pembelajaran,
pemahaman terhadap peserta didik yang mempunyai beragam perbedaan, dan
pelaksanaan pembelajaran yang mendidik. Seorang pendidik juga harus
mampu

membuat

pembelajaran

menjadi

menyenangkan

dan

tidak


membosankan dengan berbagai media.
Pada tahun 2013 lalu kota Salatiga menyatakan diri sebagai kota
inklusif yang dinyatakan oleh kepala disdikpora Susanto dengan kampanye
inklusifnya yang ingin memanusiakan peserta didik bisa dilayani dengan baik
tanpa ada diskriminasi. Sejalan dengan penyataan kepala disdikpora kota
Salatiga ingin menjalankan program sekolah inklusif kepada seluruh sekolah
dasar yang ada disalatiga, program sekoah inklusif sendiri sebelumnya sudah
diuji cobakan dibeberapa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama
disalatiga. Ada enam sekolah dasar yang telah menjalankan sekolah inklusif
pada tahun 2013 dikota Salatiga adalah SD Pulutan 2, Blotongan 3,
Kumpulrejo 2, Noborejo 2, Dukuh 2 dan SD Sidorejo Kidul 2 sedangkan dua
sekolah menengah pertama yang menjalankan program inklusif adalah SMP
Negeri 2 dan SMP Kristen 2 Salatiga.
Dari berbagai hal inilah, peneliti tertarik untuk meneliti kesiapan
sekolah dalam penerapan pendidikan inklusif yang telah dilakukan kota
Salatiga selama 2 tahun terakhir. Kesiapan bukan saja dari sekolah,
melainkan dukungan dari berbagai pihak, baik orang tua, birokrasi dan
administrator pendidikan, serta masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan
program pendidikan bagi ABK harus ditangani secara profesional dengan


4

tingkat pemahaman yang baik dalam bidang pendidikan. Akan tetapi, yang
jadi pertanyaan ialah apakah sekolah yang dijadikan basis dalam perubahan
dan pengembangan program pendidikan sudah siap dalam implementasinya.
Keinginan pendidikan inklusi ini dapat terlaksana dengan baik atas
dasar kepedulian seluruh pihak, baik dari pemerintah setempat, kepala
sekolah, komite sekolah, guru umum, guru khusus, siswa normal, dan
orangtua sehingga siswa dengan kebutuhan khusus dapat belajar secara
maksimal dan memperoleh pengalaman belajar yang bermakna. Berangkat
dari fenomena yang telah dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul “Kesiapan Sekolah Dasar Dalam
Penerapan Pendidikan Inklusi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus”
1.2. Identifikasi masalah
Dalam

penyelenggaraan

pendidikan


inklusif

dikota

Salatiga

memberikan kesadaran bahwa inklusif ini bertujuan baik yaitu memanusiakan
peserta didik bisa dilayani dengan baik tanpa ada diskriminasi dan harus
didukung baik sekolah, guru, stake holder, sarana-prasaran, dan managemen
sekolah.
1.3. Batasan masalah
Agar peneliti lebih terarah, maka penelitian dibatasi dengan kesiapan
SD Blotongan 03, SD Pulutan 02, SD Mangunsari 06, SD Dukuh 02, dan SD
Sidorejo Kidul 02 dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di Salatiga
tahun 2015.
1.4. Rumusan masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
Bagaimana tingkat kesiapan SD Blotongan 03, SD Pulutan 02, SD
Mangunsari 06, SD Dukuh 02, dan SD Sidorejo Kidul 02 dalam

penyelenggaraan pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus
tahun 2015?

5

1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, tujuan penelitian
ini adalah :
Mengetahui tingkat kesiapan SD Blotongan 03, SD Pulutan 02, SD
Mangunsari 06, SD Dukuh 02, dan SD Sidorejo Kidul 02 dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus
tahun 2015.
1.6. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini dapat bermanfaat memberi manfaat baik secara
teoritis maupun praktis bagi Pemerintah Disdikpora, Sekolah, Kepala Sekolah,
dan Tenaga Pendidik adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1.6.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
bagi stake holder sekolah maupun akademisi yang tertarik untuk
melaksanakan penelitian lebih jauh mengenai pendidikan inklusi,

sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk pengembangan ilmu
pengetahuan dan penelitian lebih lanjut baik mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi kesiapan dalam implementasi pendidikan inklusi
maupun

pengaruh

kesiapan

dalam

keberhasilan

belajar

siswa

berkebutuhan khusus.
1.6.2. Manfaat Praktis
a.


Bagi Pemerintah Disdikpora
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
pemerintah terkait kondisi lapangan dalam implementasi pendidikan
anak berkebutuhan khusus, agar lebih dapat mempertimbangkan
kondisi lapangan dalam menetapkan kebijakan birokrasi serta lebih
aktif dalam memberi bantuan dan dukungan demi kelancaran program
pendidikan seutuhnya.

b. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
evaluasi kinerja manajemen sekolah dan sebagai dasar untuk

6

menentukan kebijakan manajemen kualitas pendidikan berikutnya
dalam rangka pemenuhan tuntutan masyarakat akan kualitas
pendidikan.
c. Bagi Kepala sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
kajian bagi kepala sekolah selaku manajer dan pemimpin dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program layanan inklusi di
sekolah sehingga memperoleh penyelenggaraan pendidikan dasar yang
unggul.
d. Bagi Guru atau Tenaga Pendidik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai
kesulitan dan hambatan dalam penyelenggaraan program pendidikan
anak berkebutuhan khusus. Sehingga dapat lebih mematangkan
kesiapan dalam penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan
khusus.
e. Bagi Peneliti Berikutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan
pembanding dari segi teknis maupun temuan serta dapat menjadi
bahan kajian untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

Dominating Set Dan Total Dominating Set Dari Graf-Graf Khusus

5 80 24

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5