laporan Praktikum Teknik Penangkapan Ika

I.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Teknik penangkapan ikan merupakan kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan
dengan cara dan teknik tertentu. Alat tangkap yang digunakan dalam kegiatan penangkapan
ikan di Waduk Sermo adalah jaring insang, pancing dan jala tebar. Potensi produksi
tangkapan di Waduk Sermo berkisar antara 52-85 kg/ha/th (Triyatmo et al., 1997) dan bila
dilakukan penebaran secara teratur produksi tangkapan dapat mencapai 15,7 ton/tahun
(Kamiso et al., 1997). Namun dalam meningkatkan produksi tangkapan secara berimbang
diperlukan penelitian tentang ukuran mata jaring, sehingga dapat memberikan hasil
tangkapan yang baik sesuai dengan ukuran mata jaring dan komposisi ikan tangkapannya.
Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan analisis peluang usaha
penangkapan dan pengelolaan sumberdaya perikanan di Waduk Sermo, khususnya dan
pengelolaan sumberdaya perairan umum di DIY dan tempat lain pada umumnya.
Salah satu alat tangkap yamg ramah lingkungan yakni jaring insang atau gill net.
Pengertian dari jaring insang adalah salah satu dari jenis alat penangkapan ikan dari bahan
jaring monofilamen atau multifilamen yang dibentuk menjadi empat persegi panjang, pada
bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats) dan pada bagian bawahnya
dilengkapi dengan beberapa pemberat (singkers) sehingga dengan adanya dua gaya yang

berlawanan memungkinkan jaring insang dapat dipasang di daerah penangkapan dalam
keadaan tegak menghadang biota perairan. Jumlah mata jaring ke arah horisontal atau ke arah
mesh length (ML) jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mata jaring kearah vertikal
atau ke arah mesh depth (MD) (Martasuganda, 2008). Penelitian Supardjo et al. (2012)
mengenai pengaruh musim terhadap komposisi hasil tangkap ikan menggunakan jaring
insang ukuran mata jaring 1 inci, 1,5 inci, dan 2 inci di Waduk Sermo. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tangkapan ikan didominasi oleh jenis red devil. Jenis ikan lainnya yang
tertangkap yakni ikan nila, mujair, dan wader jumlahnya relatif sedikit. Penelitian ini lebih
lanjut akan memberikan gambaran mengenai laju tangkap dan komposisi hasil tangkapan
jaring insang dengan ukuran mata jaring yang berbeda.
Waduk Sermo merupakan salah satu waduk yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi
karena Waduk Sermo memiliki sumber daya perikanan yang melimpah. Waduk Sermo saat
ini sedang dikembangkan kembali terkait potensi wisata yang dimiliki. Masuknya ikan red
devil di waduk Sermo terjadi secara tidak sengaja. Pada sekitar tahun 1995 ketika PEMDA
setempat melakukan penebaran benih ikanikan ekonomis tinggi, diduga benih ikan red devil
tercampur dengan benih ikan ekonomis dan ikut ditebar. Populasi ikan red devil di waduk ini
1

tidak terkendali selama 5 tahun terakhir karena sifatnya yang agresif dan mendesak populasi
ikan asli terutama yang benilai ekonomis (Hedianto & Purnamaningtyas, 2011). Terlepasnya

ikan red devil (Amphilophus labiatus) menjadi kompetitor ganas dan makin melimpah
jumlahnya (Rustadi, 2009). Ikan red devil tertangkap jaring insang sebagai jenis ikan yang
tidak dikehendaki Namun karena jumlah tangkapan ikan yang mempunyai nilai ekonomis
tinggi semakin menurun, maka tangkapan ikan red devil menjadi alternatif target tangkapan
jaring insang.
2. Tujuan
2.1 Mengetahui spesifikasi alat tangkap,
2.2 Mengetahui teknik penangkapan ikan.
2.3 Mengetahui komposisi hasil tangkapan
3. Manfaat
Manfaat praktikum Teknik Penangkapan Ikan ini adalah agar mahasiswa mengetahui
konstruksi secara umum alat tangkap ikan, khususnya jaring insang (gillnet) beserta
mekanisme pengoperasiannya dan mengetahui aktivitas nelayan dalam melakukan
penangkapan ikan.

2

II.

1.


TINJAUAN PUSTAKA

Perikanan Tangkap
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 menyebutkan definisi penangkapan ikan ialah

kegiatan memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat
atau dengan cara apapun, melainkan kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat,
mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan mengawetkan.
Perikanan tangkap merupakan kegiatan ekonomi dalam penangkapan atau pengumpulan
binatang dan tanaman air, baik di laut maupun perairan umum secara bebas. Secara umum
usaha perikanan tangkap dapat dibedakan berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan,
antara lain gill net, payang, dogol, pancing tonda, dll, dimana masing-masing alat tersebut
mempunyai perbedaan dalam cara pengoperasiannya dalam menangkap ikan.
Kegiatan perikanan tangkap sangat tergantung pada tersedianya sumberdaya perikanan,
baik berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia, maupun sumberdaya buatan (sarana dan
prasarana pendukung). Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam mewujudkan
pemanfaatan sumberdaya perikanan secara optimal adalah diterapkannya pengelolaan yang
rasional. Pengelolaan yang rasional menerapkan sistem pengelolaan yang mencakup semua
sumberdaya, termasuk diantaranya lingkungan sumberdaya ikan yang dimanfaatkan,

perencanaan, organisasi, dan kelembagaan, serta sumberdaya manusia, terutama pelaku dan
pemanfaat, baik lokal maupun pendatang (Nikijuluw, 2002).
Dalam rangka mewujudkan perikanan tangkap yang berkelanjutan (sustainable
fisheries) sesuai dengan Code of conduct for Responsible Fisheries (CCRF) maka eksploitasi
sumberdaya hayati laut harus dapat dilakukan secara bertanggung jawab (Responsible
fisheries). Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang dicetuskan FAO tahun
1995 menyebutkan beberapa prinsip mengenai pengelolaan perikanan yang bertanggung
jawab serta himbauan bagi negara-negara lain untuk mengelola sumberdaya perikanannya.
Butir-butir dalam prinsip-prinsip umum CCRF tersebut antara lain: 1) melindungi ekosistem
perairan; 2) menjamin ketersediaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan; 3)
pencegahan kondisi tangkap berlebih (overfishing); 4) rehabilitasi populasi perikanan dan
habitat kritis; 5) mengupayakan konservasi; 6) penggunaan alat tangkap yang ramah
lingkungan; 7) pengontrolan yang efektif terhadap upaya-upaya penangkapan di laut; 8)
mencegah konflik antara nelayan skala kecil, menengah dan industri; 9) penjaminan mutu
hasil tangkapan; 10) penjaminan terhadap keamanan dan keselamatan kapal, alat tangkap dan
3

ABK; dan 11) manajemen pengelolaan perikanan tangkap

yang terpadu


antar

instansi/lembaga (Wisudo dan Solihin , 2008).
2. Penelitian Perikanan Tangkap dengan Gillnet
Penggunaan jaring gillnet sendiri sudah digunakan di berbagai daerah, baik pada
perairan tawar maupun laut. Pengertian dari jaring insang adalah salah satu dari jenis alat
penangkapan ikan dari bahan jaring monofilamen atau multifilamen yang dibentuk menjadi
empat persegi panjang, pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats)
dan pada bagian bawahnya dilengkapi dengan beberapa pemberat (singkers) sehingga dengan
adanya dua gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat dipasang di daerah
penangkapan dalam keadaan tegak menghadang biota perairan (Martasuganda, 2008). Jaring
insang adalah jaring insang yang cara pengoperasiannya dibiarkan hanyut di perairan, baik itu
dihanyutkan dipermukaan perairan, kolom perairan atau dihanyutkan didasar perairan
Penelitian Supardjo et al. (2014) mengenai komposisi ikan hasil tangkapan jaring
insang pada berbagai shortening di Waduk Sermo yakni 40%, 50%, 60%, dan 70%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa jumlah individu ikan dan berat dari ikan ditangkap dengan
shortening 40%, 50%, 60% dan 70% tidak secara signifikan berbeda. Paling banyak jumlah
ikan yang ditangkap dalam jaring pada shortening 60%, yaitu 392,69 g / trip, kemudian pada
shortening 40%, yaitu 333,3 g / trip, berikutnya pada shortening 50% sebanyak 285,9 g / trip

dan setidaknya dalam shortening 70% sebanyak 263,6 g/trip.
Ardhalangit (2015) mengenai laju tangkap jaring insang di perairan waduk sermo
kabupaten kulonprogo. Laju tangkapan jaring insang menunjukkan nilai CPUE tertinggi
terdapat pada bulan Oktober trip 4 dengan nilai 68,2 gr/trip sedangkan bulan September trip 2
memiliki nilai CPUE terkecil dengan 2,9 gr/trip. Nilai dari CPUE menggambarkan tingkat
produktivitas dari upaya penangkapan (effort). Nilai CPUE semakin tinggi menunjukkan
bahwa tingkat produktivitas alat tangkap yang digunakan semakin tinggi pula
3. Kelebihan dan Kekurangan Gillnet
Menurut Martasuganda (2002), alat tangkap gillnet memiliki beberapa kelebihan,
namun juga memiliki beberapa kekurangan. Kelebihan dari gillnet antara lain adalah
memiliki selektivitas yang tinggi, nelayan dapat menentukan ukuran mesh size yang
diinginkan, stok ikan dapat dieksploitasi lebih selektif dibanding alat tangkap lainnya,
pemasaran ikan-ikan yang memiliki ukuran undersized lebih dapat diterima / ditoleransi /
diijinkan, pembuatan alat tangkap yang relatif mudah / konstruksi lebih sederhana, mudah
dalam perawatannya, Tidak membutuhkan kapal khusus utuk settingnya karena di daerah
tropis umumnya setting dilakukan dengan berenang/menyelam, kapal yang digunakan cukup
4

dengan kekuatan yang relatif kecil, hanya membutuhkan crew yang tidak terlalu banyak,
biaya murah, jika menggunakan material sintetis, kualitas ikan yang ditangkap akan lebih

baik kualitasnya karena ikan lebih cepat mati daripada ikan yang ditangkap dengan
menggunakan material yang berasal dari serat alami. Gillnet juga memiliki kekurangan antara
lain ghost net karena material sintetis tidak mudah busuk, sehingga jika gillnet terbuang di
perairan akan membahayakan organisme di perairan, serta hasil tangkapan dari gillnet dapat
dimangsa organisme lain.

5

III.

METODE

1. Lokasi dan Waktu
Praktikum lapangan Teknik Penangkapan Ikan (TPI) dilaksanakan selama 2 hari yaitu
26-27 November 2016. Adapun lokasi praktikum lapangan ini bertempat di Waduk Sermo.
Waduk Sermo terletak di Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo,
Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Alat dan Bahan
a. Alat


b. Bahan



Gillnet



Kuisioner



Kapal



Ikan hasil tangkapan.




Pelampung



Alat tulis



Alat Ukur



GPS

3. Prinsip Kerja GPS dan Prinsip Pengoperasian Gillnet
GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penentu posisi
yang memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi dan informasi waktu, secara kontinyu di
seluruh dunia tanpa tergantung kepada waktu dan cuaca (Abidin 2002). GPS atau Global
Positioning System, merupakan sebuah alat atau sistem yang dapat digunakan untuk

menginformasikan penggunanya di mana dia berada (secara global) di permukaan bumi yang
berbasiskan satelit. GPS bekerja dengan bantuan sinyal 28 satelit yang mengorbit disekeliling
bumi. Posisi dari satelit ini adalah fix (latitude, longitude dan altitude-nya tidak akan
berubah), maka dari itu satelit bisa menghitung posisi relative sesuatu benda di Bumi. Tiga
satelit dapat digunakan untuk menghitung posisi dalam ruang 3D. Tapi ada kemungkinan
kesalahan waktu (time error). Hal ini terutama karena pembengkokan sinyal (karena gravitasi
atau refleksi dan sebagainya), jika terjadi Time Error sebesar 1/1.000.000 second, akan
terjadi kesalahan jarak sebesar 300 m. Jadi satelit ke 4 diperlukan untuk menjaga agar
kesalahan ini minimum.
Alat tangkap yang digunakan dalam praktikum ini yaitu gillnet, gillnet yang
digunakan merupakan gillnet permukaan. Prinsip dasar jaring insang ini yaitu ditawur tegak
lurus dalam arti memotong arus air (Van Brandt, 1984). Ini dikarenakan ikan cenderung
berenang sejajar ataupun melawan arus, untuk itu pengoperasian jaring insang ini memotong
6

arah arus, maka ikan yang sedang berenang melawan ataupun searah arus air akan tersangkut
jaring insang.

4. Metode Pengumpulan Data
Metode pegumpulan data yang digunakan antara lain:

a. Metode Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melakukan
pengamatan tentang keadaan yang ada di Waduk Sermo. Observasi merupakan
metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara
cermat di lapangan atau lokasi penelitian. Dalam hal ini, peneliti dengan berpedoman
kepada desain penelitiannya perlu mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati
langsung berbagai hal atau kondisi yang ada di lapangan (Sangadji dan Sopiah,
2010). Dimaksudkan agar mahasiswa dapat mengadakan pengamatan secara langsung
dan mengumpulkan data mengenai monitoring peneluran penyu di UPT Konservasi
Penyu Pariaman. Selain itu mahasiswa dapat melakukan studi pustaka meliputi kajiankajian terhadap berbagai literatur yang berkaitan dengan monitoring peneluran penyu.
b. Metode Partisipatif
Partisipatif yaitu suatu gejala demokrasi pada saat seseorang diikutsertakan dalam
suatu perencanaan serta dalam pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggung jawab
sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya (Sangadji dan Sopiah,
2010). Dimaksudkan agar mahasiswa melibatkan diri secara langsung dan ikut aktif
dalam proses penangkapan ikan menggunakan jarring insang (gillnet).
c. Metode Wawancara
Wawancara merupakan suatu cara mengumpulkan data dengan cara mengajukan
pertanyaan langsung kepada seorang informan baik itu otoritas atau seorang ahli yang
berwenang dalam suatu masalah (Nazir, 2011). Mahasiswa melakukan tanya jawab
atau wawancara dan diskusi dengan pengurus maupun pengelola wisata di Waduk
Sermo.
5. Analasis Data
Pengambilan data dalam praktikum ini meliputi data-data kualitatif dan data-data
kuantitatif. Data kualitatif dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif, seperti data
metode pengoperasian alat tangkap purse seine dan alat tangkap serok serta aspek kapal. Data
kuantitatif dianalisis dengan menggunakan perhitungan seperti :
7

1.

Pelampung
a.

Berat di udara
A = jumlah pelampung x berat pelampung

b.

Daya Apung
𝑃 = 𝐴(1 −

𝐵𝐽𝑎𝑖𝑟

𝐵𝐽𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛

Di mana,

)

P

= Berat benda di air (kg)

A

= Berat benda di udara (kg)

𝐵𝐽𝑎𝑖𝑟

=1

𝐵𝐽𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 = -3,10

c.

Jarak antar Pelampung
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔 =

2.

𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑙𝑖 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔(𝑚)
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔 (𝑐𝑚) + 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔(𝑐𝑚)

Pemberat
a.

Berat di udara
A = jumlah pelampung x berat pelampung

b.

Daya Apung
𝑃 = 𝐴(1 −
Di mana,

𝐵𝐽𝑎𝑖𝑟
)
𝐵𝐽𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛

P

= Berat benda di air (kg)

A

= Berat benda di udara (kg)

𝐵𝐽𝑎𝑖𝑟

=1

𝐵𝐽𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 = 0,91

c.

Jarak antar Pelampung

8

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔 =

𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑙𝑖 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔(𝑚)
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔 (𝑐𝑚) + 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔(𝑐𝑚)

𝐽𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 = 𝑃𝑝𝑒𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔 + 𝑃𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡

 Jaring mengapung jika bernilai positif
 Jaring tenggelam jika bernilai negatif

3.

Jaring
a.

Slevedge

b.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑡𝑎 𝑗𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑘𝑒 𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 =

𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑙𝑖 𝑗𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔(𝑚)
𝑚𝑒𝑠ℎ 𝑠𝑖𝑧𝑒 𝑡𝑎𝑙𝑖 𝑗𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 (𝑚)

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑡𝑎 𝑗𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑘𝑒 𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 =

𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑙𝑖 𝑗𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔(𝑚)
𝑚𝑒𝑠ℎ 𝑠𝑖𝑧𝑒 (𝑚)

Badan/tubuh jaring

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑡𝑎 𝑗𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑘𝑒 𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 =

4.

Format koordinat

𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑡𝑎𝑙𝑖 𝑗𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 (𝑚)
𝑚𝑒𝑠ℎ 𝑠𝑖𝑧𝑒 (𝑚)

aa° mm’ dd”
Keterangan :
aa

: posisi lintang /bujur

mm

: menit

9

IV.

1.

KEADAAN UMUM DAERAH

Keadaan Wilayah Waduk Sermo
Waduk Sermo merupakan salah satu objek wisata di Desa Hargowilis, Kabupaten

Kulon Progo. Sesuai letak geografisnya, Waduk Sermo terletak pada koordinat 7º50’ Lintang
Selatan dan 110º10’ Bujur Timur merupakan badan air terbuka yang berlokasi di Desa
Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo (Dinas Perikanan DIY, 2010).
Waduk Sermo merupakan bendungan yang strategis untuk berbagai keperluan,
misalnya untuk tujuan Pariboga (irigasi), Paritirta (tampungan air), Parimina (perikanan),
Pariwisata (rekreasi) dan Olah Raga. Fungsi utama dari waduk ini ialah sebagai penampung
air yang kemudiaan dikelola untuk air bersih (air minum), irigasi dan pengairan dengan
volume tangkapan tidak terlalu luas hanya 25 juta m3. Waduk Sermo dengan luas genangan
157 hektar dapat mengairi beberapa daerah irigasi antara lain daerah Kalibawang, Onomulyo,
Penjalin, Papah, Pengasih, Pekik Jamal, Clereng dengan total luasan irigasi 8.099 hektar.

Gambar 1. Wilayah Waduk Sermo
(sumber : google gambar)

Waduk Sermo dibuat dengan cara membendung sungai Ngrancah, pembangunan
waduk ini merupakan dalam rangka meningkatkan produksi pertanian dan diresmikan pada
bulan November 1996. Waduk Sermo merupakan bendungan yang strategis untuk berbagai
keperluan, misalnya untuk tujuan Pariboga (irigasi), Paritirta (tampungan air), Parimina
(perikanan), Pariwisata (rekreasi) dan Olah Raga. Waduk Sermo berfungsi sebagai
pengontrol atau pencegah banjir ketika musim penghujan, dan sebagai pengembangan sektor
pariwisata (Widyantara, 2011). Air tampungan waduk Sermo berasal dari sungai dan air

10

hujan. Tampungan air di kawasan waduk Sermo memberikan manfaat yang sangat besar
untuk masyarakat setempat. Waduk Sermo memiliki daerah aliran sungai yang besar dan
strategis bagi kelestariaan ekosistem lingkungan.
Waduk Sermo dihuni oleh ikan asli dan ikan introduksi. Jenis ikan asli yang terdapat di
Waduk Sermo adalah gabus, wader dan udang, sedangkan jenis ikan yang diintroduksi ialah
nila merah, nila hitam, karper dan tawes (Rustadi, 2009). Ikan red devil merupakan jenis ikan
yang secara tidak sengaja terintroduksi ke Waduk Sermo. Ikan red devil menjadi kompetitor
ganas dan makin melimpah di Waduk Sermo (Rustadi, 2009) dan merupakan jenis ikan yang
hasil tangkapannya dominan (Nilawati, 2012). Adanya ikan Red Devil membuat hasil
tangkapan di daerah Waduk Sermo mengalami penurunan hasil tangkapan karena ikan Red
Devil merupakan predator ikan-ikan bernilai ekonomis tinggi seperti nila (Oreochromis
niloticus), mas/karper (Cyprinus carpio), tombro (Tor sp.), dan tawes (Barbonymus
gonionotus). Waduk Sermo pada perencanaanya dapat berumur 50 tahun guna menampung
air sungai (irigasi), sekarang ini kondisinya mengalami penurunan kapasitas yang disebabkan
adanya penumpukan sedimen tanah. Hasil dari pengamatan sedimentasi di waduk Sermo
pada tahun 2001 dan 2002, mencapai ratarata 1.412.350 m3/th dan pada pengamatan tahun
2010, mencapai rata-rata 802.900 m3/th, yang artinya sudah ada penurunan volume
sedimentasi (BPS Kabupaten Kulon Progo. 2010.).
2. Sarana Prasarana Waduk Sermo
Sarana dan prasarana Kawasan Wisata Waduk Sermo meliputi bangunan yang
berhubungan dengan tata kelola air, administrasi, dan sarana pendukung wisata. Sarana dan
prasarana yang berhubungan dengan tata kelola air meliputi: Bendungan utama, bangunan
pelimpah, terowongan pengelak, menara pengambilan, sarana elektrik, sarana mekanik,
instrumentasi keamanan bendungan, Instrumentasi hidrologi, dan klimatologi. Untuk
mendukung kelancaran administrasi dibangun Bangunan kantor, perumahan, dan wisma atau
penginapan.
Sarana pendukung wisata meliputi areal parkir, gardu pandang, rest area, masjid, dan
beberapa warung makan yang dikelola oleh masyarakat sekitar. Rest area cukup luas tersedia
di bagian timur waduk, dibatasi portal untuk menjaga keamanan bendungan. Dengan
dibangunnya portal ini, maka kendaraan yang masuk terbatas, sehingga kendaraan ukuran
besar tidak dapat masuk melintasi portal tersebut. Pada sisi utara waduk tersedia area parkir
bagi kendaraan pribadi yang juga berfungsi sebagai tempat diadakannya event wisata
kesenian dan kuliner pada waktu tertentu.

11

Waduk Sermo menjadi salah satu obyek wisata unggulan di Kabupaten Kulon Progo
saat ini terkendala permasalahan akses transportasi yang masih sulit, jalan utama menuju
obyek wisata ini banyak mengalami kerusakan, selain itu kondisi jalan yang sempit juga
membuat kendaraan berukuran besar tidak dapat memasuki obyek wisata. Keadaan seperti ini
membuat waduk sermo tidak dapat maksimal menyerap wisatawan yang menginginkan
berkunjung dan menikmati wisata di Waduk Sermo.

12

V.

1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Pengoperasian Alat Tangkap Gillnet
Jaring insang pada umumnya berbentuk empat persegi panjang. Ukuran mata jaring

(mesh size) seluruh bagian jaring adalah sama. Ukuran mata jaring yang digunakan
disesuaikan dengan jenis dan ukuran ikan yang menjadi target tangkapan. Masing sisinya
dibatasi oleh empat buah tali ris. Dua buah ris mendatar yang dipasang di sisi atas dan bawah,
yang atas di sisi atas disebut dengan ris atas dan yang bawah disebut dengan ris bawah. Dua
ris lagi dipasang di kedua sisi tegak disebut dengan ris samping.
Secara umum Gill Net yang dioperasikan di lapisan permukaan memiliki daya apung
yang lebih besar dari daya tenggelamnya. Gill Net yang dioperasikan di pertengahan
memiliki daya apung dan daya tenggelam yang relatif sama. Sedangkan yang dioperasikan di
lapisan dasar perairan memiliki daya tenggelam lebih besar dari daya apungnya. Tujuannya
adalah agar Gill Net yang diooperasikan di permukaan tetap mengapung di lapisan
permukaan, yang dioperasikan di pertengahan tetap melayang, dan yang dioperasikan di
dasar perairan tatap tenggelam.

Gambar 2. Gill Net
(sumber : google gambar)

13

Konstruksi dari gill net adalah :
a.

Jaring utama atau webbing

Jaring utama merupakan sebuah lembaran yang tergantung pada tali ris atas.
b.

Tali ris atas

Tempat

untuk

menggantungkan

jaring

utama

dan

tali

pelampung.

Untuk

menghindarkan agar tali gillnet tidak terbelit sewaktu dioperasikan (terutama pada
bagian tali ris atasnya) biasanya tali ris dirangkap dua dengan arah pintalan yang
berlawanan

Gambar 3. Tali Ris Atas
(sumber : google gambar)

c.

Tali ris bawah

Berfungsi untuk tempat melekatnya pemberat.

Gambar 4. Tali Ris Bawah
(sumber : google gambar)
d.

Tali pelampung

Tali pelampung terentang panjangnya dari tempat pemasangan pelampung, kedudukan
alat dipasang sampai permukaan laut.
e.

Pelampung

Berfungsi untuk mengangkat tali ris atas dan menempatkan gill net di lapisan perairan
yang dikehendaki.

14

f.

Pemberat

Pemberat berfungsi untuk menenggelamkan alat atau bagian dari alat.
g.

Tali selambar

Tali selambar terdiri dari tali selambar depan dan belakang. Tali selambar depan
berfungsi untuk mengikatkan ujung gill net dengan pelampung tanda, tali selambar
belakang selain untuk mengikatkan ujung gill net dengan pelampung tanda, kadang–
kadang juga untuk mengikatkan gill net tersebut dengan kapal.
Teknik Pengoperasian Gillnet
Secara umum pengoperasian gillnet dilakukan secara pasif, tetapi ada juga yang
dilakukan secara semi aktif pada siang hari. Pengoperasian gillnet secara pasif umumnya
dilakukan pada malam hari, dengan atau tanpa alat bantu cahaya. Kemudian gillnet
dipasang di perairan yang diperkirakan akan dilewati ikan atau hewan lainnya dan
dibiarkan beberapa lama sampai ikan menabrak dan terjerat memasuki mata jaring. Lama
waktu pemasangan gillnet disesuaikan dengan target tangkapan atau menurut kebiasaan
nelayan yang mengoperasikan (Martasuganda, 2008).

Gambar 5. Pengoperasian Gillnet
(sumber : google gambar)

Metode pengoperasian alat tangkap gillnet pada umunya terdiri atas beberapa
tahap, yaitu (Miranti, 2007):
a.) Persiapan Alat
Sebelum operasi dimulai semua peralatan dan perbekalan harus
dipersiapkan dengan teliti. Jaring harus disusun di atas kapal dengan memisahkan
15

antara pemberat dan pelampung supaya mudah menurunkannya dan tidak kusut.
Penyusunan gillnet diatas kapal penangkapan ikan disesuaikan dengan susunan
peralatan di atas kapal atau tipe kapal yang dipergunakan. Sehingga dengan
demikian gillnet dapat disusun di atas kapal pada :
1. Buritan kapal
2. Samping kiri kapal
3. Samping kanan kapal
b.) Waktu Penangkapan
Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap gillnet umumnya
dilakukan pada waktu malam hari terutama pada saat gelap bulan. Dalam satu
malam bila bulan gelap penuh operasi penangkapan aatau penurunan alat dapat
dilakukan sampai dua kali karena dalam sekali penurunan alat, gillnet didiamkan
terpasang dalam perairan sampai kira-kira selam 3-5 jam.
c.) Daerah Penangkapan (Fishing Ground)
Setelah semua peralatan tersusun rapi maka kapal dapat dilayarkan menuju
ke daerah penangkapan (fishing ground). Syarat-syarat daerah penangkapan yang
baik untuk penangkapan ikan dengan menggunakan gillnet adalah :
1. Bukan daerah alur pelayaran umum dan
2. Arus arahnya beraturan dan paling kuat sekitar 4 knots
3. Dasar perairan tidak berkarang
d.) Penurunan Alat
Bila kapal telah sampai di daerah penangkapan, maka persiapan alat dimulai,
yaitu :
1. Posisi kapal ditempatkan sedemikian rupa agar arah angin datangnya dari
tempat penurunan alat
2. Setelah kedudukan/ posisi kapal sesuai dengan yang dikehendaki, jaring
dapat diturunkan. Penurunan jaring dimulai dari penurunan jangkar,
pelampung tanda ujung jaring atau lampu, kemudian tali slambar depan, lalu
jaring, tali slambar pada ujung akhir jaring atau tali slambar belakang, dan
terakhir pelampung tanda.
3. Pada saat penurunan jaring, yang harus diperhatikan adalah arah arus. Karena
kedudukan jaring yang paling baik adalah memotong arus antara 450-900.
e.) Pengoperasian Alat Tangkap

16

Pengoperasian alat tangkap yang terdiri atas pemasangan jaring (setting),
perendaman jaring (soaking) dan pengangkatan jaring (hauling), sebagai berikut
(Krisnandar, 2001) :
a. Pemasangan jaring (setting)
Pada saat melakukan setting, kapal diarahkan ke tengah kemudian
dilakukan pemasangan jaring gillnet oleh nelayan. Jaring gillnet dipasang
tegak lurus terhadap arus sehingga nantinya akan dapat menghadang
gerombolan ikan dan gerombolan ikan tertarik lalu mengumpul di sekitar
jaring gillnet dan akhirnya tertangkap karena terjerat pada bagian operculum
(penutup insang) atau dengan cara terpuntal.
Penyusunan gillnet dan pemasangan umpan dilakukan di atas kapal
agar lebih memudahkan nelayan pada saat setting. Penurunan jaring
dilakukan pada sisi kiri lambung kapal. Selama proses setting berlangsung,
mesin kapal dalam keadaan berjalan dengan kecepatan rendah dan dilakukan
dari arah tengah menuju arah pantai. Urutan proses penurunan jaring adalah
penurunan batu pemberat lalu diikuti oleh mata jaring menyusul kemudian
tali selambar, jangkar dan pelampung tanda. Nelayan akan kembali ke fishing
base setelah proses setting selesai.
b. Perendaman jaring (soaking)
Perendaman jaring dilakukan selama sehari semalam.
c. Pengangkatan jaring (hauling)
Proses pengangkatan jaring (hauling) dilakukan pada sisi kiri
lambung kapal. Pada saat hauling, jaring diangkat sekaligus ditata
susunannya sambil memeriksa dan mengambil hasil tangkapan. Mesin kapal
harus dalam keadaan mati ketika proses hauling dilakukan.
f.) Penaikan Alat dan Pengambilan Ikan
Setelah jaring dibiarkan di dalam perairan sekitar 3-5 jam, jaring dapat
diangkat (dinaikkan) ke atas kapal untuk diambil ikannya. Urutan pengangkatan alat
ini adalah merupakan kebalikan dari urutan penurunan alat yaitu dimulai dari
pelampung tanda, tali selambar belakang, jaring, tali selambar muka dan terakhir
pelampung tanda. Apabila ada ikan yang tertangkap, lepaskan ikan tersebut dari
jaring dengan hati-hati agar ikan tidak sampai terluka.
Teknik pengoperasian gillnet yang dilakukan di Waduk Sermo yaitu dimulai
dari penentuan titik keberangkatan dari dermaga menggunakan GPS kemudian titik
17

penangkapan juga ditentukan menggunakan GPS. Titik koordinat dermaga adalah S
070 49’ 13,6’ dan E 1100 07’’ 16,6’’ sedangkan titik ordinat penangkapannya adalah
S 070 49’ 17,1’’ E 1100 07’ 17,9’’. Nelayan gillnet di perairan Waduk Sermo
umumnya menggunakan perahu dayung untuk mencapai titik penangkapan. Ketika
sudah sampai di titik penangkapan maka nelayan akan menurunkan gillnet.
Penurunan gillnet dilakukan pada waktu sore hari yaitu pukul 17.00 WIB. Kemudian
nelayan akan kembali ke daratan. Keesokan paginya, yaitu pukul 06.00 WIB nelayan
akan kembali ke titik penurunan gillnet, untuk mengangkat gillnet. Adapun cara
pengangkatan gillnet adalah dengan cara menarik gillnet ke atas perahu dayung.
Kemudian nelayan akan membawa hasil tangkapan ke dermaga dan mengambil ikan
yang tersangkung pada gillnet.

2. Hasil Tangkapan
1. Ikan Red Devil
Klasifikasi ikan Red Devil :
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Subfilum

: Vertebrata

Kelas

: Osteichthyes

Ordo

: Perciformes

Famili

: Cichlidae

Genus

: Amphilophus

Spesies

: Amphilophus sp.

Gambar 6. Ikan Red Devil
Sumber : dokumentasi

18

Ikan Red Devil (Amphilophus Labiatus) adalah Ikan yang mudah berkembang
biak, Red Devil juga jenis ikan yang gampang beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
Akan tetapi ikan Red Devil termasuk ikan yang agresif dan terkadang bersifat ganas.
Ikan red devil ini memiliki ciri-ciri Tubuh memanjang dan lateral terkompresi cichlid
setan Merah bisa tumbuh sampai 30 cm (12 inci) panjangnya dan berakhir di sirip
ekor berbentuk kipas. Sirip punggung yang runcing. Sama seperti banyak jenis cichlid
lain, Iblis Merah cichlid memiliki dahi cekung dan laki-laki mengembangkan
benjolan kranial yang berbeda. Mulut sedikit melemahkan dan bibir yang besar. Mata
yang relatif kecil (Umar, 2015).

2. Ikan Nila

Gambar 7. Ikan Nila
(sumber : google gambar)

Klasifikasi ikan nila menurut Suyanto (2003) sebagai berikut:
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Chordata

Class

: Osteichthyes

Sub-class

: Actinopterygii

Order

: Percomorphi

Sub-order

: Percoidea

Family

: Cichlidae

Genus

: Oreochromis

Species

: Oreochromis niloticus

19

Ikan nila merah mempunyai bentuk badan yang relatif pipih. Gurat sisi atau
Linea lateralis pada ikan lengkap atau tidak terputus. Sirip berwarna kemerahmerahan. Permukaan tubuh ikan tertutup sisik tipe ctenoid. Berdasarkan jenis
siripnya, ikan nila merah memiliki sirip dada (pectoral fin), sirip perut (ventral fin),
sirip punggung (dorsal fin), sirip ekor (caudal fin), dan sirip anal (anal fin). Selain itu
ada gurat sisi (Linea lateralis) pada ikan nila tidak terputus (Affandi et al., 2004).

3. Ikan Lele
Menurut Saanin (1984) Klasifikasi Ikan Lele (Clarias sp.) adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Animalia

Phyllum

: Chordata

Sub-phyllum : Vertebrata
Kelas

: Pisces

Ordo

: Ostariophysi

Sub-ordo

: Siluroidea

Familia

: Clariidae

Genus

: Clarias

Spesies

: Clarias sp.

Bentuk tubuh ikan lele memanjang, agak silindris (membulat) dibagian depan
dan mengecil ke bagian ekornya. Kulitnya tidak memiliki sisik, berlendir, dan licin.
Jika terkena sinar matahari, warna tubuh ikan lele berubah menjadi pucat dan jika
terkejut warna tubuhnya otomatis menjadi loreng seperti mozaik hitam-putih. Mulut
ikan lele relatif lebar, yaitu sekitar ¼ dari panjang total tubuhnya (Khairuman dan
Khairul, 2002).

Gambar 8. Ikan Lele
(sumber : google gambar)

20

4. Ikan Mujair

Gambar 9. Ikan Mujair
(Sumber : google gambar)

Klasifikasi ikan Mujair adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Actinopterygii

Ordo

: Perciformes

Famili

: Cichlidae

Genus

: Oreochromis

Spesies

: Oreochromis mossambicus (Webb et al., 2007)

Ikan mujair memiliki bentuk yang memanjang dan pipih. Memiliki sisik yang
memiliki warna kecoklatan, abu-abu dan juga kehitaman. Namun bagian kepala ikan
mujair ini memiliki bentuk seperti ikan nila yaitu berbentuk kerucut dan oval pada
bagian depan. Ikan mujair ini memiliki sirip memiliki bentuk seperti sisir dan berduri
di bagian atasnya. Ekor pada ikan mujair in terbentuk tumbul di bagian ujungnya dan
persegi, ekor ikan mujair memiliki warna yang sama dengan siripnya (Setianto, 2012).

21

Komposisi Hasil Tangkapan
red devil merah

red devil hitam

nila

mujair

3% 3%

35%
59%

Gambar 10. Diagram Komposisi Hasil Tangkapan
Diagram diatas menunjukan komposisi hasil tangkapan ikan di Waduk Sermo
Kelompok 1. Hasil tangkapan menggunkan jaring insang diperoleh ikan Black Devil (35%),
ikan Red Devil (59%), ikan Nila (3%) dan ikan Mujair (3%). Berdasarkan hasil yang
diperoleh ikan Red Devil adalah ikan yang paling banyak tertangkap di perairan Waduk
Sermo dan ikan nila yang paling sedikit tertangkap. Ikan Red Devil telah diketahui sejak
lama dan banyak penelitian menyebutkan bahwa mereka menginvasi Waduk Sermo.
Terlepasnya ikan red devil (Amphilophus labiatus) menjadi kompetitor ganas dan makin
melimpah jumlahnya (Rustadi, 2009).
Ikan red devil dalam perkembangbiakannya dan pertumbuhanya lebih cepat bila
dibandingkan dengan jenis ikan asli lainnya (Setyobudi & Subagja, 2004). Hubungan
panjang-berat dapat digunakan dalam kajian biologi ikan untuk beberapa tujuan yaitu untuk
estimasi rerata berat ikan berdasarkan panjang ikan, perbandingan intrapopulasi dan
kegemukan ikan.
Tabel 1. Hasil Tangkapan Menggunakan Gillnet kelompok 1
Jenis

Jumlah

Persentase (%)

Nila

3

10

Red Devil

13

43,3

Black Devil

14

46,67

Total

30

100

Tabel 2. Panjang Berat Ikan Red Devil
22

Red Devil

Berat (gr)

Panjang (cm)

1

25

13

2

20

10,5

3

40

13

4

45

13

5

25

11,5

6

35

11,5

7

15

10,5

8

25

10,5

9

35

12

10

25

12

11

45

13

12

25

11,5

13

25

10

14

45

13,5

Rata-rata

30,71

11,82

Tabel 3. Panjang Berat Ikan Black Devil

Black devil

Berat (gr)

Panjang (cm)

1

35

11,5

2

50

15

3

45

13,5

4

30

12

5

45

13,5

6

25

12

7

30

13,5

8

25

11,5

9

30

12

10

30

10

Rata-rata

34,5

12,45

Tabel 4. Panjang Berat Ikan Mujair

23

Mujair

Berat (gr)

Panjang (cm)

1

30

12

2

30

10,5

3

30

10

4

25

10,5

Rata-rata

28,75

10,75

Tabel 5. Panjang Berat Ikan Nila

Nila

Berat (gr)

Panjang (cm)

1

30

11

2

30

11,5

3

15

11

Rata-rata

25

11,17

Pengukuran panjang dan berat ikan hasil tangkapan digunakan metode sampling.
Metode sampling 20% ini bertujuan menghemat waktu dan tenaga saat pengukuran dilakukan
karena jumlah sample yang terlalu banyak. Sampling dilakukan dengan asumsi bahwa 20%
dapat mewakili dari kesuluruhan tangkapan yang ada. Ikan Red Devil memiliki rata-rata
ukuran panjang tangkap 11,82 cm sedangkan ukuran berat tangkap memiliki rata-rata
berkisar 30,71 gram. Ikan Black Devil memiliki rata-rata ukuran panjang tangkap 12,45 cm
sedangkan ukuran berat tangkap memiliki rata-rata berkisar 34,5 gram. Ikan Mujair memiliki
rata-rata ukuran panjang tangkap 10,75 cm sedangkan ukuran berat tangkap memiliki ratarata berkisar 28,75 gram. Ikan Nila memiliki rata-rata ukuran panjang tangkap 11,17 cm
sedangkan ukuran berat tangkap memiliki rata-rata berkisar 25 gram.

3. Hubungan Konstruksi Alat Tangkap dengan Hasil Tangkapan
Ayodhyoa (1974) menyatakan bahwa pada konstruksi umum gillnet ialah jaring yang
berbentuk persegi panjang yang mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh
jaring, lebar jaring lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan kata lain,
jumlah mesh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mesh size pada arah
panjang jaring. Pada lembaran-lembaran jaring, pada bagian atas dilekatkan pelampung
24

(float) dan pada bagian bawah diletakkan pemberat (sinker). Dengan menggunakan gaya
yang berlawanan arah, yaitu bouyancy dari float yang bergerak menuju ke atas dan sinking
force dari sinker ditambah dengan berat jaring di dalam air yang bergerak menuju ke bawah,
maka jaring akan terlentang. Detail konstruksi, kedua ujung jaring diikatkan pemberat. Posisi
jaring dapat diperkirakan pada float berbendera atau bertanda yang dilekatkan pada kedua
belah pihak ujung jaring. Karakteristik, gillnet berbentuk empat persegi panjang yang
dilengkapi dengan pelampung yang terbuat dari plastik, pemberat pemberat yang terbuat dari
timah, tali ris atas dan tali ris bawah yang bahannya terbuat dari plastik. Besarnya mata jaring
bervariasi tergantung sasaran yang akan ditangkap baik udang maupun ikan.
Jaring

pada gillnet harus

disesuaikan

dengan

warna

perairan

tempat gillnet

dioperasikan, kadang dipergunakan bahan yang transparan seperti monofilament agar jaring
tersebut tidak dapat dilihat oleh ikan bila dipasang diperairan. Oleh karena itu, konstruksi dari
alat tangkap harus sesuai dengan ikan target yang akan ditangkap. Hal ini juga dapat
mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan oleh jaring yang tidak sesuai ukuran. Di
lapangan, konstruksi dari alat tangkap sudah sesuai dengan teori, dimana alat tangkap yang
digunakan memiliki mesh size sesuai dengan ikan target yang akan ditangkap.

4. Hubungan Fishing ground dengan jumlah hasil tangkapan
Daerah penangkapan atau lazim disebut “ fishing ground” adalah suatu daerah dimana
ikan dapat ditangkap dengan hasil tangkapan ikan yang mengguntungkan. Pada siang hari
penentuan fishing ground biasanya dengan melihat buih dipermukaan, adanya burung
disekitar tempat itu, dan warna air laut yang agak gelap. Sedangkan kegiatan penangkapan
pada malam hari menggunakan alat bantu berupa lampu untuk mengumpulkan ikan, teknik
ini disebut dengan teknik “ngoncor”. Teknik “ngoncor” merupakan kegiatan penangkapan
yang lebih pasif daripada penangkapan pada siang hari karena kapal hanya menunggu ikan
berkumpul disekitar lampu dan tidak mengejar gerombolan ikan. Pada praktikum ini daerah
penangkapan ikan dibagi menjadi 3 kelompok. Pada fishing ground 1 ikan yang tertangkap
118, pada fishing ground 2 tertangkap sebanyak 111 ekor dan pada fishing ground 3
sebanyak 30 ekor. Perbedaan jumlah tangkapan ikan salah satunya disebabkan oleh distribusi
dan penyebaran ikan.

25

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
a.

Spesifikasi alat tangkap dari jaring gill net yang dilakukan yaitu dengan webbing
ukuran 2,5 inci, menggunakan pelampung pada ujung jaring yang biasanya
pelampung yang digunakan berasal dari botol air mineral dan juga pemberat pada
ujung jaring dengan menggunakan semen yang dicor.

b.

Teknik penangkapan ikan dengan gillnet dimulai dari menebar jaring pada sore hari
pukul 17.00 WIB pada 3 daerah fishing ground yang sudah ditentukan, kemudian
keesokan harinya jaring diangkat pukul 06.00 WIB. Komposisi hasil tangkapan
menggunakan jaring insang diperoleh ikan Black Devil (35%), Red Devil (59%),
Nila (3%) dan Mujair (3%).

2. Saran
Tempat pelaksanaan praktikum diharapkan memiliki keberagaman jenis ikan
tangkapan, sehingga dapat melihat perbedaan ukuran tangkapan dengan menggunakan mesh
size dan shortening yang bervariasi.

26

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H. Z. 2002. Penetuan Posisi Dengan GPS Dan Aplikasinya. Pradnya Pramita. Jakarta
Affandi, R., D. S. Sjafei., M. F. Raharjo, & Sulistiono. 2004. Fisiologi Ikan Pencernaan dan
Penyerapan Makanan. Bogor : Ipb
Ardhalangit, D. 2015. Laju Tangkap Jaring Insang Di Perairan Waduk Sermo Kabupaten
Kulonprogo. Gadjahmada university press. yogykarta
Ayodhyoa, A. U. 1974. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
BPS Kabupaten Kulon Progo. 2010. Kabupaten Kulon Progo dalam Angka 2010.Kabupaten
Kulon Progo. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Kulon Progo, Kulon Progo
Dinas Perikanan. 2010. Laporan Tahunan Dinas Perikanan Provinsi DIY. Yogyakarta.
Hedianto & Purnamaningtyas, 2011. Penerapan kurva ABC (Rasio kelimpahan dan
biomassa) untik mengevaluasi dampak introduksi terhadap komunitas ikan di Waduk Ir.
H. Djuanda. Kartamihardja, E. S., M. F Rahardjo & K. Purnomo: Eds. Forum nasional
pemacuan Sumberdaya Ikan III. Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi
Sumberdaya Ikan: 1-11p
Kamiso, H,N, Rustadi, Djumanto, Sukardi, Supardjo, S,D, Susilo, H, P. 1997. Studi Awal
dan uji coba Karamba Jaring Apung di Waduk Sermo Kulonprogo. Laporan Penelitian.
Kerjasama Diskan DIY dengan Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah
Mada.
8
hal.
Khairuman Dan Khairul, A. 2003. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Krisnandar B. 2001. Penggunaan Umpan pada Alat Tangkap Bottom Gillnet untuk
Menangkap Udang Karang di Perairan Pelabuhan Ratu Sukabumi Jawa Barat. Skripsi
[tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Martasuganda S. 2002. Jaring Insang (Gillnet). Bogor: Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.Medan: Usu Repository. Tesis.
Martasuganda, S. 2008. Jaring Insang (Gill Net). Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan. IPB press. Bogor.
Miranti. 2007. Perikanan Gillnet di Pelabuhan Ratu: Kajian Teknis dan Tingkat
Kesejahteraan Nelayan Pemilik. Skripsi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Nazir, M. 2011. Metodologi Penelitian Cetakan ke 7. Penerbit Ghalia Indonesia. Hal. 40-60.
Bogor.
Nikijuluw, V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Cidesindo. Jakarta.
Nilawati, R. 2012. Komposisi Hasil Tangkapan Jaring Insang Pada Musim Kemarau Dan
Penghujan Di Waduk Sermo Kabupaten Kulon Progo. Fakultas Pertanian. Univesitas
Gadjah Mada. Skripsi.
Partosuwiryo, S.2001.Teknik Penangkapan Ikan. Citra Aji Parama. Yogyakarta
Rustadi. 2009. Eutrofikasi Nitrogen dan Fosfor serta Pengendalian dengan Perikanan di
Waduk Sermo, Manusia dan Lingkungan 16: 176-186.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bina Cipta. Bandung.
Sangadji, E. M. Dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian. Penerbit ANDI. ISBN : 978-97929-1618-8. Hal. 20-40. Yogyakarta.
27

Setianto, D. 2012. Budidaya Ikan Mujair Di Berbagai Media Pemeliharaan. Yogyakarta.
Pustaka Baru Press
Setyobudi, E. Dan J. Subagja, 2004. Struktur Populasi Dan Potensi Reproduksi Nila
(Oreochromis Sp.) Di Waduk Sermo Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Seminar
Nasional Tahunan Hasil Penelitian Perikanan Kelautan I. Jurusan Perikanan Dan
Kelautan Fakultas Pertanian Ugm, Yogyakarta
Supardjo, s. D., Djasmani, Djumanto. 2014. Komposisi Ikan Hasil Tangkapan Jaring Insang
Pad Berbagai Shortening Di Waduk Sermo. Journal of Fisheries Sciences Vol.16
No.1
Supardjo, S. D., R. Nilawati, R. W. Sihwardoyo. 2012. Komposisi Jenis Ikan dan
Perkembangan Gonad Hasil Tangkapan Jaring Insang Ukuran Mata Jaring Berbeda di
Waduk Sermo Kulonprogo.
Suyanto, S.R., 2003. Nila. Penebar Swadaya. Jakarta
Triyatmo, B, Djumanto, Susilo, B, Krismono,,Ningrum S, dan Setiadi, E, K,. 1997. Studi
Perikanan di Waduk Sermo, Lembaga Penelt, UGM dan BPP, Yogyakarta. Supardjo, S,
D, Eko S, Soeparno, Riska N, dan Rakhmad. 2012. Hasil Tangkapan Berbagai Ukuran
Mata Jaring Insang di Waduk Sermo Provinsi DIY. Fakultas Pertanian Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Umar, C. 2015. Dampak Invasif Ikan Red Devil (Amphilophus Citrinellus) terhadap
Keanekaragaman Ikan di Perairan Umum Daratan di Indonesia. E Jurnal Balitbang
Perikanan, Volume 7, Nomor 1, 2015.
Van Brandt, A. 1984. Fish Catching Methods of the World Fishing News Books, Ltd. Surrey,
U.K.
Webb A, M. Maughan And M. Knott. 2007. Pest Fish Profiles Oreochromis Mossambicus Mozambique Tilapia. Actfr, James Cook University,Australia. P 12
Widyantara.
2011.
Keindahan
Waduk
Sermo
Kulonprogo.
http://www.widyantara.web.id/2010/07/keindahan-waduk-sermo-kulonprogo/. Akses 4
Desember 2016. Balai Besar Wilayah Sungai Opak.2010. Data Pengukuran Sounding
di Waduk Sermo. Yogykarta.
Wisudo dan Solihin I. 2008. Profil SDM Perikanan Tangkap Indonesia. KKP. Jakarta.

28

LAMPIRAN
Jaring insang

Melepaskan ikan dari jaring

Pemberat Jaring insang

Hasil Tangkapan

Pengoperasian jaring insang

Pelampung Jaring insang



29