ANALISIS PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU ANAK TINDAK PIDANA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN KESUSILAAN ( Studi Putusan: No.202Pid.Sus2012PN.KTA ) Yogi Arsandi, Erna Dewi, Diah Gustiniati M. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Univer

  

ANALISIS PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU ANAK TINDAK

PIDANA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK UNTUK

MELAKUKAN PERBUATAN KESUSILAAN

  ( Studi Putusan: No.202/Pid.Sus/2012/PN.KTA )

Yogi Arsandi, Erna Dewi, Diah Gustiniati M.

  

Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Lampung

Email

ABSTRAK

  Tindak pidana kesusilaan merupakan salah satu masalah yang dihadapi remaja dan menjadi masalah bagi lingkungannya adalah aktifitas seksual yang akhir-akhir ini nampak menjurus pada hal-hal negatif. Terjadinya berbagai kasus persetubuhan antar anak yang dilakukan oleh anak tentunya dapat disebabkan oleh berbagai pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab, pengaruh lingkungan, gambar dan film porno, kebebasan pergaulan, serta tidak dapat perhatian dari orang tua. Tindak pidana tersebut diatur pada Pasal 81 Ayat (2) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimanakah pemidanaan terhadap pelaku anak tindak pidana dengan sengaja membujuk anak untuk melakukan perbuatan kesusilaan? dan apakah dasar pertimbangan hakim dalam memberikan pemidanaan terhadap pelaku anak tindak pidana yang telah ada perdamaian dengan korban? Metode penelitian adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data dengan Studi Lapangan (field research) dan Studi Kepustakaan (library research). Sedangkan analisis data dengan cara analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa perbuatan tindak pidana kesusilaan (persetubuhan) yang dilakukan antar anak mengacu pada Pasal 81 (2) dan 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang unsur-unsurnya telah disebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya. Maka ancaman pidana minimum bagi anak yaitu penjara 1 tahun 6 bulan dan denda Rp. 30.00.000,-. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana terhadap pelaku karena sebelumnya sudah melakukan perdamaian dan pelaku bertanggung jawab atas segala perbuatannya mereka pun melangsungkan pernikahan, tuntutan tetap berlangsung. Maka itu menjadi dasar pertimbangan hakim untuk meringankan tuntutan hukuman yang akan dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana tersebut supaya perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh anak tidak terulang kembali. Kata Kunci : Pemidanaan, Tindak Pidana Kesusilaan, Anak

  

ANALYSIS PUNISHMENT OF THE CRIME OF CHILD ACTORS TO

DELIBERATELY TAKING ACTION PERSUADE YOUNG PEOPLE TO

DECENCY

  (Study Verdict: 202 / Pid.Sus / 2012 / PN.KTA)

Yogi Arsandi, Erna Dewi, Diah Gustiniati M.

  

Legal Studies Program, Faculty of Law, University of Lampung

Email: Yogiarsandi@gmail.com

  The criminal act of decency is one of the problems facing youth and the environment is a problem for sexual activity lately seems lead to negative things. The occurrence of cases of promiscuity among children by children can certainly be caused by a variety of certain parties who are not responsible, environmental influences, images and porn movies, freedom of association, and can not be the attention of the parents. The offenses are set out in Article 81 Paragraph (2) of Law No. 23 of 2002 on Child Protection. The problem in this thesis is How the criminal prosecution against perpetrators of the crime of child deliberately persuade a child to commit an act of decency? and whether the consideration to the sentencing judge in giving perpetrators of the crime of child who has no peace with the victim? The research method is a normative juridical and judicial approach empirically. Study data was collected with the Fields (field research) and Library Studies (library research). While the analysis of the data by means of qualitative analysis. Based on the results of research and discussion in mind that the act of the crime of morality (sexual intercourse) were conducted among children referred to in Article 81 (2) and 82 of Law No. 23 of 2002 on Child Protection which elements already mentioned that any person intentionally practice deceit deception, a series of lies, to persuade a child to perform sexual intercourse with her. So the minimum criminal sanctions for the child that is 1 year 6 months imprisonment and a fine of Rp. 30.00.000, -. Basic considerations of judges in imposing criminal penalties against perpetrators having previously been doing peace and actors responsible for any actions they were married, the demand persists. Then it became the basis of consideration of the judge to ease the penalty to be imposed for the criminal acts that criminal offenses committed by children does not happen again.

  Keywords: Punishment, Crime Decency, Child

I. PENDAHULUAN

  Tindak pidana merupakan perbuatan yang merugikan tata kehidupan sosial karena mengganggu ketenangan individu atau kelompok ataupun dalam tingkatan tertentu dapat menciptakan suasana kehidupan nasional atau suatu Negara tidak stabil. Setiap manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, hal ini seiring dengan semakin majunya perkembangan yang beraneka ragam dalam kebutuhan hidup manusia serta perkembangan diri manusia Indonesia. Seperti ungkapan “bahwa kejahatan erat hubungannya dan bahkan menjadi sebahagian hasil dari budaya sendiri, ini berarti semakin tinggi tingkat budayanya semakin modern suatu bangsa, maka semakin modern pula kejahatan itu dalam bentuk, sifat dan cara pelaksanaannya”.

1 Perkembangan itu

  di ikuti dengan semakin meningkatnya angka kriminalitas terhadap jenis-jenis kejahatan yang menimbulkan korban tidak hanya sedikit. Korban-korban dari kejahatan tersebut dapat berasal dari berbagai tingkat usia, status sosial ekonomi, jenis kelamin dan sebagainya.

  Pada era globalisasi yang ditandai dengan semakin tingginya kemampuan manusia dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka bukan hanya menimbulkan dampak positif tetapi juga menimbulkan dampak negatif yang antara lain berupa semakin canggih dan berkembangnya kejahatan baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas dan semakin mengglobal. Peristiwa kejahatan tersebut diindonesia 1 S.T.R.Sianturi, 1992, Penanggulangan korbanya bukan hanya ditujukan kepada orang dewasa tetapi anak, tidak hanya laki-laki tapi perempuan juga rawan menjadi korban kejahatan. Karena Manusia merupakan makhluk sosial (homo socius ). Manusia membutuhkan manusia lainnya untuk hidup. Dalam menjalani hidup tersebut, manusia memiliki berbagai kepentingan dan kebutuhan masing- masing. Kepentingan dan kebutuhan setiap manusia tidak mutlak sama satu sama kepentingan dan kebutuhannya tersebut, kadang terjadi benturan atau pertentangan kepentingan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Benturan kepentingan inilah yang kadang pula memaksa seseorang untuk melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran yang merugikan pihak lain. Hukum pidana memberi batasan- batasan tertentu terhadap manusia dalam bertingkah laku. Batasan- batasan ini menyangkut perwujudan ketertiban antar kepentingan individu yang satu dengan individu yang lainnya. Hal ini untuk mencegah dan meminimalisir terjadinya benturan kepentingan dalam rangka pemenuhan kebutuhan yang merugikan bukan hanya diri sendiri, tetapi juga pihak lain. Pada dasarnya, kehadiran hukum pidana di tengah masyarakat dimaksudkan untuk memberikan rasa aman kepada individu maupun kelompok dalam masyarakat dalam melaksanakan aktifitas kesehariannya. Rasa aman yang dimaksudkan dalam hal ini adalah perasaan tenang, tanpa ada kekhawatiran akan ancaman ataupun perbuatan yang dapat merugikan antar individu dalam masyarakat. Kerugian sebagaimana dimaksud tidak hanya terkait kerugian sebagaimana yang kita pahami dalam istilah keperdataan, namun juga mencakup kerugian terhadap jiwa dan raga. Raga dalam hal ini mencakup tubuh yang juga terkait dengan nyawa seseorang, sedangkan jiwa mencakup perasaan atau keadaan psikis.

2 Suatu kenyataan bahwa anak

  merupakan cikal bakal bagi tegaknya suatu bangsa. Anak merupakan generasi muda yang akan generasi muda itu merupakan sesuatau kekuatan sosial yang berperan sangat besar bagi pelaksanaan pembangunan tiap negara. Tetapi kenyataan yang sangat memilukan jika ternyata banyak anak yang melakukan kenakalan. Penyebab anak melakukan kenakalan, baik berupa tindak pidana maupun melanggar norma-norma sosial (agama, susila, dan sopan santun) dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang antara lain adalah mencari identitas diri, masa puber (perubahan hormon-hormon seksual), tekanan ekonomi, tidak ada disiplin diri, peniruan, dan lingkungan pergaulan yang buruk. Berdasarkan fenomena yang terjadi akhir-akhir ini ternyata memperlihatkan perilaku yang terdapat dalam berita-berita di media massa dan televisi di indonesia, perilaku anak banyak yang menjurus kepada tindak pidana kejahatan, seperti pemerkosaan, pencabulan, pencurian, perkelahian antar pelajar dan lain-lain. Terjadinya berbagai kasus persetubuhan antar anak yang dilakukan oleh anak tentunya disebabkan oleh pihak-pihak tertentu 2 Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidan, yang tidak bertanggung jawab, pengaruh lingkungan, kebebasan pergaulan, adanya film dan video yang lepas sensor,dan bacaan-bacaan yang dapat merusak jiwa anak tersebut. Seperti contoh kasus seorang anak yang masih berumur 17 tahun terpaksa dipidana penjara karena telah melakukan persetubuhan dengan seorang wanita yang masih berumur 17 tahun. Perbuatan mereka terjadi atas dasar suka sama suka (pacaran) pada bulan januari 2012 dipekon suka kabupaten tanggamus yang berawal terjadi setelah pulang sekolah saksi datang kerumah terdakwa, kemudian terdakwa merayu saksi untuk melakukan hubungan persetubuhan dengan bujuk rayu dan akan bertanggung jawab maka saksi merasa yakin dan percaya untuk kemudian saksi mengikuti apa saja yang dilakukan terdakwa kepada saksi. pihak terdakwa dan pihak saksi sudah ada perdamaian dan terdakwa siap menikahi saksi, surat perdamaian dibuat dan ditandatangani di sukarame tertanggal 11 september 2012. Terdakwa dan saksi korban melangsungkan pernikahan di musholla pengadilan negri kota agung pada hari senin tanggal 8 oktober 2012 sebagaimana surat keterangan menikah.

  Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia indonesia yang berkualitas dan mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam wadah negara kesatuan republik indonesai yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial serta perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa dimasa depan. Dalam menghadapi dan menanggulangi berbagai perbuatan dan tingkah laku anak nakal, perlu dipertimbangkan kedudukan anak dengan segala ciri dan sifatnya yang khas. Walaupun anak telah dapat menentukan sendiri langkah perbuatanya berdasar pikiran, perasaan, dan kehendaknya, tetapi keadaan sekitarnya dapat mempengaruhi prilakunya, oleh masalah anak nakal, orang tua dan masyarakat termasuk juga hakim seharusnya lebih bertanggung jawab terhadap pembinaan, pendidikan, dan pengembangan priaku anak tersebut, maka untuk memberikan efek jera bagi pelaku yang lain maka hakim memandang penjatuhan pidana penjara dirasakan lebih tepat dalam kasus perkara ini. Sesuai Putusan: No.202/Pid.Sus/2012/PN.KTA dan ketentuan Pasal 81 Ayat (2) UU No.

  23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Undang-Undang RI No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, maka hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah melakukan tindak pidana dengan sengaja membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya dan menjatuhkan pidana penjara 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan serta denda sebesar Rp.

  30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). Selain itu, diatur lebih khusus lagi untuk memberikan jaminan yang lebih dalam perlindungan anak, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, hal ini berdasarkan asas Lex Spesialis

  Derogat Lex Generalis yang

  menyatakan bahwa peraturan yang khusus mengesampingkan peraturan yang umum. Kejahatan persetubuhan di atur lebih khusus dalam Undang- Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu:

  Pasal 81 dan Pasal 82 Kasus persetubuhan antar anak yang sering terjadi disebabkan karena pengaruh lingkungan yang tidak baik, kebebasan dalam pergaulan dan tidak ada kontrol dari orang tua.

  Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas dan untuk ini, maka Penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan yaitu (a) Bagaimanakah pemidanaan terhadap pelaku anak tindak pidana dengan sengaja membujuk anak untuk melakukan perbuatan kesusilaan? (b) Apakah dasar pertimbangan hakim dalam memberikan pemidanaan terhadap pelaku anak tindak pidana yang telah ada perdamaian dengan korban? Pendekatan masalah dalam penelitian ini mengunakan metode pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan untuk memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan atau kajian ilmu hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan penelitian berdasarkan realitas yang ada atau studi kasus.

  3 Data yang digunakan dalam

  penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari penelitian dan data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. 3 Soerjono Soekanto, 1983, Penghantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia. Upaya pengumpulan data yang dipergunakan dalam penulisan ini, penulis menggunakan prosedur Studi Lapangan (field research) dan Studi Kepustakaan (library research) dalam menganalisis data diperlukan bebrapa narasumber, adapun narasumber dalam penelitian ini adalah Hakim pada Pengadilan Negeri Kota Agung (Hakim yang memutus) 1 (satu) orang, Jaksa Penuntut Umum Negeri Kota Agung 1 (satu) orang, LSM LADA (Lembaga Advokasi Anak) Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila 2 (satu) orang II.

   PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1.

  Nama : Hery Rio Saputra S.H.

   Pemidanaan terhadap Pelaku Anak Tindak Pidana dengan Sengaja Membujuk Anak Untuk Melakukan Perbuatan Kesusilaan

  Hukum Universitas Lampung B.

  Hukum Pidana Instansi : Fakultas

  : Rinaldy Amrullah, S.H., M.H. Jenis Kelamin : Laki-Laki NIP : 19801118 200801 1 008 Jabatan : Dosen Bagian

  Jenis Kelamin : Perempuan NIP : 19550106 198003 2 001 Jabatan : Dosen Bagian Hukum Pidana Instansi : Fakultas Hukum Universitas Lampung 6. Nama

  Nama : Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.H.

  Bandar Lampung 5.

  Jenis Kelamin : Laki-Laki Umur : 26 Tahun Jabatan : Advokat Instansi : LSM LADA

  Bandar Lampung 4.

  Nama : Wini Noviarini S.H., M.H.

  Eksekutif Instansi : LSM LADA

  Jenis Kelamin : Laki-Laki Umur : 36 Tahun Jabatan : Direktur

  Nama : Dede Suhendri S.H.

  Negeri Kota Agung 3.

  Tindak Pidana Umum Instansi : Kejaksaan

  : Rade Satya Parsaoran S.H. Jenis Kelamin : Laki-Laki NIP : 19760910 200112 1 002 Jabatan : Kepala Kasi

  I Instansi : Pengadilan Negeri Kota Agung 2. Nama

  Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 37 Tahun Jabatan : Hakim Ketua

  Membahas permasalahan pemidanaan terhadap pelaku anak tindak pidana dengan sengaja membujuk anak untuk melakukan perbuatan kesusilaan yang dilakukan antar anak Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus- menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakkan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut :

  a. Nondiskriminasi

  b. Kepentingan yang terbaik bagi anak c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan d. Penghargaan terhadap pendapat anak.

  Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, atau lembaga pendidikan. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupum tidak tertulis, karena hukum merupakan jaminan bagi kegiatan perlindungan anak.

  Hak asasi anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi, perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi serta hak Peran hakim dalam memberi keputusan demi menjaga psikologis anak sangat berpengaruh pada perkembangan anak. Usaha perlindungan anak salah satu upaya pengadaan kesejahteraan anak yang harus dikembangkan adalah peran aktif hakim dalam persidangan dan pemberian keputusan mengenai perlindungan terhadap anak yang mengalami tindak pidana persetubuhan.

  C. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Memberikan Pemidanaan terhadap Pelaku Anak Tindak Pidana Yang Telah Ada Perdamaian dengan Korban

  Hakim dalam melaksanakan tugasnya harus bebas dan tidak boleh terpengaruh atau berpihak kepada siapapun. Jaminan kebebasan ini juga diatur dalam berbagai peraturan, yaitu dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi “Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. Hal itu ditegaskan kembali kembali dalam pengertian kekuasaan kehakiman yang disebutkan dalam

  Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang bunyi “Kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”. Apabila sebelumnya antara keluarga saksi dan keluarga terdakwa sudah yang isinya kedua orang tua sepakat untuk menikahi saksi korban dan terdakwa dan terdakwa sangat menyesali perbuatannya dan sudah berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya serta melangsungkan pernikahan dan sudah sah terbukti disurat keterangan menikah itu semua tidak akan menghapus tuntutan pidana ataupun menghapus perkara pidana karena pencabulan/persetubuhan tidak termasuk diversi. Semua itu masuk dalam Hal-hal yang meringankan. Keberhasilan menciptakan keadilan, kebenaran, kepastian dan perlindungan hukum menjadi impian setiap warga negara. Aparat penegak hukum, baik polisi, jaksa, maupun hakim dituntut mempunyai profesionalitas dan integritas kepribadian dalam mengantisipasi dan menangani masalah hukum. Melalui instrumen hukum, diupayakan perilaku melanggar hukum ditanggulangi secara preventif dan represif. Mengajukan ke pengadilan bagi pelaku tindak pidana dan menjatuhkan pidana baginya merupakan tugas dari aparat penegak hukum. Dalam hal ini hakim sangat berpengaruh dalam menjatuhkan vonis atau hukuman bagi pelaku tindak pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 48 Kehakiman. Hukum pidana mengenal asas kesalahan yaitu tidak ada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder

  schuld ). Asas tersebut harus benar-

  benar diperhatikan oleh hakim sebelum memutuskan suatu perkara pidana, karena hal tersebut sangatlah penting demi terciptanya keadilan bagi semua pihak. Pidana hanya dapat dijatuhkan apabila kesalahan terdakwa benar-benar ada. Kesalahan terdakwa tersebut tentunya sebagaimana termaktub dalam dakwaan Penuntut Umum.

  Pasal 193 Ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa : Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana. Menyatakan seseorang terdakwa bersalah dan dijatuhi pidana tidak dapat dilakukan begitu saja, tetapi harus didukung oleh alat bukti minimum yang sah. Hakim akan melihat kesalahan terdakwa, kemudian barulah pidana dapat dijatuhkan kepada terdakwa. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan bahwa :

  “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

  Ketentuan tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang. Adapun alat bukti yang adalah yang terdapat dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP, yaitu : Alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Hakim yang menjatuhkan pidana harus dalam rangka menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang. Jadi, bukan hanya bersifat formalitas. Peran hakim dalam menentukan hukuman yang seharusnya diterapkan terhadap fakta-fakta.

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan penulis maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Pemidanaan terhadap pelaku anak tindak pidana dengan sengaja membujuk anak untuk melakukan perbuatan kesusilaan mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu Pasal

  81 Ayat (2) dan Pasal 82, dimana unsur-unsurnya sudah terpenuhi bahwa setiap orang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya, ketentuan Pasal 82

  Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 ditentukan ancaman pidana penjara kumulatif dengan pidana denda yaitu paling singkat 3 tahun dan denda paling sedikit Rp. 60.000.000,- maka secara analogis dengan Pasal 26 (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tersebut, maka ancaman pidana minimum bagi anak adalah ½ nya dari orang dewasa yaitu penjara 1 tahun 6 bulan dan 2.

  Dasar pertimbangan hakim dalam memberikan pemidanaan terhadap pelaku anak tindak pidana yang telah ada perdamaian dengan korban. Bahwa dalam menjatuhkan putusan hakim juga memperhatikan tujuan pemidanaan, tetapi juga merupakan sarana merehabilitasi, meresosialisasi dan mengintegrasikan kembali pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak tersebut ke dalam kehidupan masyarakat dan sebagai upaya pencegahan masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana serupa. Dengan adanya perdamai maka akan menjadi dasar pertimbangan hakim, karena ini adalah delik umum maka tidak bisa dicabut perkaranya. Apabila sebelumnya antara keluarga saksi dan terdakwa sudah ada kesepakatan perdamaian serta melangsungkan pernikahan, maka semua itu tidak akan menghapus tuntutan pidana ataupun menghapus perkara pidana karena pencabulan/persetubuhan tidak termasuk diversi. Semua itu

III. Simpulan

  masuk dalam hal-hal yang Marpaung, Leden. 2005. Asas Teori meringankan.

  Praktik Hukum Pidana .

  Sinar Grafika. Jakarta.

IV. DAFTAR PUSTAKA Muhammad, Abdulkadir. 2004.

  Abdullah, Marlang, Irwansyah,

  Hukum dan Penelitian Kaisaruddin. 2007. Hukum . PT. Citra Aditya Pengantar Hukum

  Bakti. Bandung.

  Indonesia. Buku Ajar Fakultas Hukum UNHAS.

  Nawawi Arief, Barda. 2002, Makassar.

  Kebijakan Legislatif Dengan Pidana Penjara ,

  Ali, Achmad. 2008. Menguak

  Realitas Hukum : Rampai Kolom & Artikel Dalam

  Poernomo, Bambang. 1982. Asas Bidang Hukum. Kencana.

  . Ghalia

  Hukum Pidana Jakarta.

  Indonesia. Yogyakarta. Andrisman, Tri. 2009. Hukum

  Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Tindak Pidana . Universitas Lampung.

  Tindak Pidana Tertentu di Bandar Lampung.

  . Refika

  Indonesia Aditama. Jakarta.

  Gosita, Arif. 1989. Masalah

  Perlindungan Anak. Akademi

  Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Presindo. Jakarta.

  Hukum oleh Hakim dalam Persfektif Hukum

  Hakim, Abdul. 1986. Proses Progresif. Sinar Grafika.

  Perlindungan Anak . Garuda Jakarta.

  Nusantara. Surabaya.

  Roeslan, Saleh, 1999, Perbuatan Huda Chairul, 2006. Tiada Pidana

  Pidana dan Tanpa Kesalahan menuju Pertanggungjawaban kepada Tiada Pidana, Aksara Baru, Pertanggungjawaban

  Jakarta.

  Pidana Tanpa Kesalahan: Tinjauan Kritis Terhadap

  Rusli, Muhammad. 2007. Hukum

  Teori Pemisahan Tindak Acara Pidana Pidana dan Kontemporer . Citra Pertanggungjawaban Aditya Bakti. Bandung. Pidana, Pranada Media.

  Jakarta.

  S.T.R.Sianturi. 1992.

  Penanggulangan Kejahatan . Liberti.

  Ilyas, Amir. 2012. Asas-Asas Hukum Bandung.

  Pidana. Rangkang Education.

  Yogyakarta.

  Soekanto,Soerjono. 1986. Penghantar Penelitian Hukum . M. Hamdan, 1997, Politik Hukum Rajawali. Jakarta.

  Pidana,

  Universitas Indonesia. Jakarta.

  Sudarto. 1986. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung. Waluyo, Bambang. 2004, Pidana

  Dan Pemidanaa, Sinar Grafika. Jakarta.

  Perundang-undangan Pidana (KUHP).

  Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  Website

  

  www.hukumonline.com

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENYELENGGARAAN SISTEM PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM MENGHADAPI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG SEBAGAI KEJAHATAN LINTAS BATAS NEGARA (TRANSNASIONAL)

0 0 11

ABSTRACT THE CRIMINOLOGICAL RESEARCH OF THE RAILROADS THEFT CRIME IN LAMPUNG PROVINCE By Alfinicko Charisma Alba, Erna Dewi, Firganefi (Email: alfinickocyahoo.com)

0 0 14

KEBIJAKAN PENGATURAN PAJAK PENGHASILAN DAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERHADAP TRANSAKSI E-COMMERCE

0 0 15

EFEKTIVITAS BIDANG KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM PERKARA PIDANA Oleh Annisa Dian Permata Herista, Nikmah Rosidah, Deni Achmad email: (nissapermatayahoo.co.id) Abstrak - EFEKTIVITAS BIDANG KO

0 1 17

PELAKSANAAN SISTEM REGISTRASI DAN IDENTIFIKASI (REGIDENT) KENDARAAN BERMOTOR KAITANNYA DENGAN PENDAPATAN ASLI DAERAH PROVINSI LAMPUNG

0 0 14

KAJIAN KRIMINOLOGIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN OLEH PELAKU ANAK TERHADAP ANAK

0 0 11

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP MENARA TELEKOMUNIKASI TAK BERIZIN DI KOTA BANDAR LAMPUNG

1 0 16

PERAN KEPOLISIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus di Polda Metro Jaya) Desy Dwi Katrin, Diah Gustiniati, Rini Fathonah email: (desydwikatrinyahoo.co.id)

0 0 11

PERENCANAAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PENERAPAN KOTA LAYAK ANAK

0 1 15

PERANAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (TRAFICKING) Windy Astria, Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Email: windyastria11gmail.com, Erna Dewi, Eko Raharjo, Bagian Hukum Pidana Fa

0 0 13