makalah K3 pertanian K3 pertanian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Petani merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia. Meski ada
kecenderungan semakin menurun, angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian
masih berjumlah 42 juta orang atau sekitar 40% dari angkatan kerja. Banyak wilayah
kabupaten Indonesia yang mengandalkan pertanian, termasuk perkebunan sebagai
sumber penghasilan daerah.
Dalam perspektif kesehatan dan keselamatan kerja penerapan teknologi
pertanian adalah health risk. Oleh karena itu ketika terjadi sebuah pemilihan sebuah
teknologi, secara implicit akan terjadi perubahan factor resiko kesehatan. Teknologi
mencangkul kini digantikan dengan traktor, hal ini jelas mengubah factor resiko
kesehatan dan keselamatan kerja yang dihadapi oleh petani.
Penerapan teknologi baru di pertanian memerlukan adaptasi sekaligus
keterampilan. Demikian pula dengan penggunaan pestisida , seperti indikasi hama,
takaran, teknik penyemprotan, dan lain-lain. Ironisnya teknologi baru ini memiliki
potensi bahaya khususnya pada saat kritis pencampuran. Akibatnya, korban
berjatuhan tanpa intervensi program pencegahan dampak kesehatan yang seyogianya
dilakukan Dinas Kesehatan tingkat local maupun tingkat pusat.
Perkebunan dapat dianggap sebagai satu masyarakat tertutup, sehingga usahausaha kesehatanpun harus disesuaikan dengan sifat-sifat masyarakat demikian, dalam
arti menyelenggarakan sendiri dan untuk kebutuhan sendiri. Dalam hal ini sesuai pula
dengan luas lahan pertanian atau perkebunan yang sudah sepatutnya ada usaha-usaha
meliputi bidang preventif dan kuratif, baik mengenai peyakit umum, kecelakaan
kerja, dan penyakit akibat kerja.
1
Sudah dapat diduga bahwa pekerja-pekerja pertanian dan perkebunan
penyakit-penyakit oleh sanitasi buruk adalah hal yang terpenting. Dari itu kesehatan
dan kebersihan lingkungan serta sangatlah perlu.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kualitas Kesehatan Kerja Petani
Kualitas petani, langsung maupun tidak, berhubungan dengan indeks
perkembangan manusia (IPM) . dalam IPM kesehatan petani harus dilihat dalam dua
aspek. Yakni, kesehatan sebagai modal kerja dan aspek penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan, khususnya factor risiko akibat penggunaan teknologi baru dan
agrokimia.
Bekerja sebagai petani memerlukan modal awal. Selain stamina, kondisi fisik
harus mendukung pekerjaan tersebut. Seorang petani jangan sampai sakit-sakitan.
Kemudian tingkat pendidikan dan kesehatan awal. Kesehatan petani diperlukan utnuk
mendukung produktivitas
Secara teoretis apabila seseorang bekerja, ada tiga variable pokok yang saling
berinteraksi. Yakni, kualitas tenaga kerja, jenis atau beban pekerjaan dan lingkungan
pekerjaannya. Akibat hubungan interaktif berbagai factor risiko kesehatan tersebut,
apabila tidak memenuhi persyaratan dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang
berhubungan dengan pekerjaan. Gangguan kesehatan akibat atau berhubungan
dengan pekerjaan dapat bersifat akut dan mendadak, kita kenal sebagai kecelakaan,
dapat pula bersifat menahun.berbagai gangguan kesehatan yang berhubungan dengan
pekerjaan misalnya para petani mengalami keracunan pestisida dari dari tingkat
sedang hingga tingkat tinggi.
Penyakit yang berhubingan dengan pekerjaan petani yang diderita oleh petani
seperti sakit pinggang (karena alat cangkul yang tidak ergonomis), gangguan kulit
akibat sinar ultraviolet dan gangguan agrokimia. Penggunaan agrokimia khususnya
pestisida merupaka factor risiko penyakit yang paling sering dibicarakan. Kondisi
kesehatan awal petani berpengaruh terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan
3
dengan pekerjaan. Seperti, penderita anemia karena kekurangan gizi disebabkan
kecacingan di sawah atau perkebunan maupun kurang pasokan makanan, kemudian
dapat diperburuk dengan keracunan organofospat.
Beberapa penyakit yang dihubungkan dengan pekerjaan, termasuk penyakit
infeksi yang diakibatkan bakteri, virus, maupun parasit. Misalnya penyakit malaria,
selain dianggap sebagai penyakit yang merupakan bagian dari kapasitas kerja atau
modal awal untuk bekerja, juga dapat dianggap sebagai penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan.
2.2 Penyakit Endemik sebagai Faktor Resiko
1. Malaria
Petani Indonesia umumnya bekerja di daerah endemic malaria , habitat utama
di persawahan dan perkebunan. Parasit malaria akan menyerang dan berkembang
biak dalam butir darah merah sehingga seseorang yang terkena malaria akan
menderita demam dan anemia sedang hingga berat. Anemia dan kekurangan
hemoglobin dapat mengganggu kesehatan tubuh serta stamina petani. Seseorang yang
menderita anemia akan memiliki stamina yang rendah, loyo, cepat lelah, dan tentu
saja tidak produktif.
2. Tubekulosis
Penyakit yang sering diderita oleh angkatan kerja Indonesia termasuk petani
adalah tuberculosis (TBC). Kelompok yang terkena resiko penyakit TBC adalah
golongan ekonomi lemah khususnya petani dengan kondisi ekonomi lemah tersebut.
TBC diperburuk dengan kondisi perumahan yang buruk, rumah tanpa ventilasi
dengan lantai tanah akan menyebabkan kondisi lembab, pengap, yang akan
memperpanjang masa viabilitas atau daya tahan kuman TBC dalam lingkungan.
4
Penderita TBC akan mengalami penurunan penghasilan 20-30%, kinerja dan
produktivitas rendah, dan akan membebani keluarga.
3. Kecacingan dan Gizi Kerja
Untuk melakukan aktivitas kerja membutuhkan tenaga yang diperoleh dari
pasokan makanan. Namun makanan yang diperoleh dengan susah payah dan
seringkali tidak mencukupi masih digerogoti oleh berbagai penyakit menular dan
kecacingan. Masalah lain yang dihadapi ankgatan kerja petani adalah kekurangan
gizi. Kekurangan gizi dapat berupa kekurangan kalori untuk tenaga maupun zat
mikronutrien lainnya, akibat dari tingkat pengetahuan yang rendah dan kemiskinan.
4. Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar merupakan salah satu factor risiko utama timbulnya penyakitpenyakit infeksi baik yang akut seperti kolera, hepatitis A, disentri, Infeksi Bakteri
Coli maupun penyakit kronik lainnya.
Tidak mungkin petani bekerja dengan baik kalau sedang menderita malaria
kronik atau diare kronik. apalagi TBC. Untuk meningkatkan produktivitas, seorang
petani harus senantiasa mengikuti pengembangan diri. Lalu tidak mungkin mengikuti
pelatihan dengan baik kalau tidak sehat. Untuk itu diperlukan khusus kesehatan dan
keselamatan kerja petani sebagai modal awal seseorang atau kelompok tani agar bisa
bekerja dengan baik dan lebih produktif.
2.3 Faktor Risiko Kesehatan Kerja Petani
Gabungan konsep kualitas kesehatan tenaga kerja sebagai modal awal untuk
bekerja dengan resiko bahaya lingkungan pekerjaannya.
5
Petani Indonesia pada umumnya tidak memerlukan transportasi menuju
tempat pekerjaannya, namun bagi petani perkebunan apalagi yang tinggal diperkotaan
yang memerlukan waktu lama menuju tempat kerjanya maka kualitas dan kapasitas
kerjanya akan berkurang. Terlebih lagi bagi petani yang menggunakan sepeda motor
yang harus exposed terhadap pencemaran udara dan kebisingan jalan raya. Tentu akan
menimbulkan beban yang lebih berat.
Mengacu pada teori kesehatan kerja maka resiko kesehatan petani yang
ditemui di tempat kerjanya adalah sebagai berikut :
Mikroba : factor resiko yang memberikan konstribusi terhadap kejadian penyakit
infeksi, parasit, kecacingan, maupun malaria. Penyakit kecacingan dan malaria selain
merupakan ancaman kesehatan juga merupakan factor risiko pekerjaan petani karet,
perkebunan lada, dan lain-lain. Berbagai factor risiko yang menyertai leptospirosis,
gigitan serangga, dan binatang berbisa.
Faktor lingkungan kerja fisik : sinar ultraviolet, suhu panas, suhu dingin, cuaca,
hujan, angin, dan lain-lain.
Ergonomi : kesesuaian alat dengan kondisi fisik petani seperti cangkul, traktor, dan
alat-alat pertanian lainnya.
Bahan kimia toksik : agrokimia seperti pupuk, herbisida, akarisida, dan pestisida.
2.4 Aspek Kesehatan Kerja Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Agrokimia
Agrokimia merupakan salah satu masalah utama kesehatan petani berkenaan
dengan pekerjaannya. Agrokimia meliputi semua bahan kimia sintetik yang
digunakan untuk kepentingan dan keperluan luas produksi pertanian. Bahan tersebut
meliputi hormone pemacu pertumbuhan, pupuk, pestisida, antibiotika, dan lain-lain.
Pengaruh atau dampak penggunaan agrokimia terhadap kesehatan kerja
adalah sebagai berikut :
6
Tergantung bahan kimia
Tergantung besar kecilnya dosis
Cara aplikasi, bagaimana agrokimia tersebut digunakan di lapangan.
Pestisida digunakan karena daya racunnya (toksisitas) untik membunuh hama.
Oleh sebab itu penggunaan pestisida dilapangan memeiliki potensi bahaya
kesehatan kerja.
Dalam melakukan penilaian terhadap aspek kesehatan kerja dengan pestisida,
ada dua hal yang harus diperhatikan :
a. Toksisitas, sifat dan karakteristik pestisida
Tiap jenis pestisida memiliki sifat, karakteristik, dan toksisitas yang berbeda.
Oleh sebab iti harus dipelajari. Disamping itu, pestisida yang ada di pasaran dalam
bentuk kemasan ada tiga komponen bahan kimia yaitu :
Active Ingredient (a.i)
Stabilizer
Pewarna, pembau, pelarut, dan lain-lain.
Masing-masing bahan kimia tersebut memiliki potensi bahaya kesehatan.
Namun, toksisitasnya diperhitungkan terhadap active ingredient. Sedangkan ketiga
bahan kimia tersebut saling berpotensi membentuk toksisitas baru.
Dampak patofisiologi keracunan pestisida tergantung jenis dan sifat pestisida
tersebut. Misalnya golongan organochlorine dapa mengganggu fungsi susunan syaraf
pusat. Golongan karbamat dan organofospat menimbulkan gangguan susunan syaraf
pusat dan perifer melalui ikatan cholinesterase.
b. Aspek Penggunaan
7
Semua aspek yang berhubungan dengan penggunaan serta aspek manusia
pekerja itu sendiri seperti, pendidikan, keterampilan, perilaku, umur, tinggi tanaman,
pakaian pelindung, dan lain-lain.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
Alat Pelindung Diri
Satu hal yang sering dilupakan oleh petani pada penggunaan pestisida adalah
contact poison. Oleh karena itu route of entry melalui kulit sangat efektif. Apalagi
kalau ada defect kelainan kulit atau bersama keringat, penyerapan oleh efektif akan
lebih efektif. Petani umumnya kurang mengetahui hal ini, mereka umumnya suka
menggunakan masker dan telanjang dada, ketimbang menutupi dirinya dengan
pakaian pelindung.
Faktor yang mempengaruhi perilaku pemajanan (behavioral exposure)
Apabila seseorang bekerja menyemprot pestisida dilapangan maka jumlah
pestisida yang kontak dengan badan akan dipengaruhi oleh :
Tinggi tanaman
Umur
Pengalaman
Pendidika dan Keterampilan
Arah dan kecepatan angin
Sedangkan fase kritis yang harus diperhatikan adalah :
Pencampuran
Penyemprotan/penggunaan
Pasca penyemprotan
2.5 Pelaksanaan K3 di pertanian dan perkebunan
8
Berikut terdapat beberapa cara strategis yang menyangkut pembangunan
kesehatan dan keselamatan kerja petani yang merupakan tugas pemerintah, apalagi
yang mengandalkan pertanian dan perkebunan sebagai sumber pendapatan asli
daerahnya.
Komitmen terhadap kualitas kesehatan petani
Pemerintah harus meiliki komitmen yang cukup terhadap permasalahan
kesehatan dan keselamatan kerja petani serta penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan petani.
Komitmen terhadap masalah kesehatan petani sangat penting untuk
mendukung perekonomian wilayah maupun regional. Keberpihakan terhadap
permasalahan petani perlu ditumbuhkan untuk membangun komitmen ini.sebagai
contohnya adalah program sanitasi dasar untuk rumah tangga penduduk miskin,
petani sebagai sektor informal harus dianggap sebagai investasi daerah untuk
mendukung investasi perekonomian.
Perencanaan
Perencanaan K3 meliputi antara lain :
Sasaran penerapan K3 harus jelas
Pengendalian terhadap resiko
Peraturan, undang-undang dan standar harus sesuai
Penerapan K3
Pelayanan Kesehatan & keselamatan kerja
Penyuluhan tentang kesehatan dan penyakit akibat kerja yang terkait dengan
pekerjaan petani
9
Upaya kesehatan kerja (UKK) memberika penyuluhan seperti bagaimana
menggunakan pestisida secara aman, bagaimana menggunakan bahan kimia
berbahaya secara benar agar tidak membahayakan diri petani dan lingkungannya.
Serta upaya pencegahan dan pengobatan penyakit yang berkaitan dengan
pekerjaannya.
Masalah kesehatan dan keselamatan kerja petani bukan hanya memperhatikan
factor risiko yang ada dalam pekerjaannya, namun juga harus menjangkau tingkat
kesehatan sebagai modal awal untuk bekerja. Untuk itu program penyediaan air
bersih, perumahan sehat juga mendukung tingkat kesehatan dan kesejahteraan petani.
Pengukuran dan evaluasi
Pengukuran dan evaluasi meliputi pemeriksaan kesehatan petani, utamanya
yang terpapar dengan agrikimia atau pestisida dan memeriksa apakah terjadi
perubahan anatomi tubuh akibat dari factor ergonomic kerja yang tidak diperhatikan.
BAB III
10
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Untuk membangun kualitas kesehatan dan produktivitas petani diperlukan
kemampuan atau kapasitas pengelolaan program. Kemampuan pemerintah dalam
mengelolah
tenaga
kerja
khususnya
petani
perlu
melibatkan
kemampuan
profesionalisme tenaga ahli seperi dokter, perawat, dan petugas kesehatan
masyarakat.
Untuk itu, pelatihan dan pemahaman terhadap masalah kesehatan sebagai
modal awal maupun kesehatan yang berkenaan dengan pekerjaan harus dikelola
secara tepat.
11
DAFTAR PUSTAKA
Mondy, R.W., 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kesepuluh
(terjemahan), Jakarta: Penerbit Erlangga
Undang - Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(http://prokum.esdm.go.id/uu/2003/uu-13-2003.pdf)
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3): Definisi, Indikator Penyebab dan
Tujuan Penerapan Keselatan dan Kesehatan Kerja (http://jurnalsdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html)
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(http://anandasekarbumi.files.wordpress.com/2010/11/sap-9-msdm-10-11.ppt)
12
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Petani merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia. Meski ada
kecenderungan semakin menurun, angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian
masih berjumlah 42 juta orang atau sekitar 40% dari angkatan kerja. Banyak wilayah
kabupaten Indonesia yang mengandalkan pertanian, termasuk perkebunan sebagai
sumber penghasilan daerah.
Dalam perspektif kesehatan dan keselamatan kerja penerapan teknologi
pertanian adalah health risk. Oleh karena itu ketika terjadi sebuah pemilihan sebuah
teknologi, secara implicit akan terjadi perubahan factor resiko kesehatan. Teknologi
mencangkul kini digantikan dengan traktor, hal ini jelas mengubah factor resiko
kesehatan dan keselamatan kerja yang dihadapi oleh petani.
Penerapan teknologi baru di pertanian memerlukan adaptasi sekaligus
keterampilan. Demikian pula dengan penggunaan pestisida , seperti indikasi hama,
takaran, teknik penyemprotan, dan lain-lain. Ironisnya teknologi baru ini memiliki
potensi bahaya khususnya pada saat kritis pencampuran. Akibatnya, korban
berjatuhan tanpa intervensi program pencegahan dampak kesehatan yang seyogianya
dilakukan Dinas Kesehatan tingkat local maupun tingkat pusat.
Perkebunan dapat dianggap sebagai satu masyarakat tertutup, sehingga usahausaha kesehatanpun harus disesuaikan dengan sifat-sifat masyarakat demikian, dalam
arti menyelenggarakan sendiri dan untuk kebutuhan sendiri. Dalam hal ini sesuai pula
dengan luas lahan pertanian atau perkebunan yang sudah sepatutnya ada usaha-usaha
meliputi bidang preventif dan kuratif, baik mengenai peyakit umum, kecelakaan
kerja, dan penyakit akibat kerja.
1
Sudah dapat diduga bahwa pekerja-pekerja pertanian dan perkebunan
penyakit-penyakit oleh sanitasi buruk adalah hal yang terpenting. Dari itu kesehatan
dan kebersihan lingkungan serta sangatlah perlu.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kualitas Kesehatan Kerja Petani
Kualitas petani, langsung maupun tidak, berhubungan dengan indeks
perkembangan manusia (IPM) . dalam IPM kesehatan petani harus dilihat dalam dua
aspek. Yakni, kesehatan sebagai modal kerja dan aspek penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan, khususnya factor risiko akibat penggunaan teknologi baru dan
agrokimia.
Bekerja sebagai petani memerlukan modal awal. Selain stamina, kondisi fisik
harus mendukung pekerjaan tersebut. Seorang petani jangan sampai sakit-sakitan.
Kemudian tingkat pendidikan dan kesehatan awal. Kesehatan petani diperlukan utnuk
mendukung produktivitas
Secara teoretis apabila seseorang bekerja, ada tiga variable pokok yang saling
berinteraksi. Yakni, kualitas tenaga kerja, jenis atau beban pekerjaan dan lingkungan
pekerjaannya. Akibat hubungan interaktif berbagai factor risiko kesehatan tersebut,
apabila tidak memenuhi persyaratan dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang
berhubungan dengan pekerjaan. Gangguan kesehatan akibat atau berhubungan
dengan pekerjaan dapat bersifat akut dan mendadak, kita kenal sebagai kecelakaan,
dapat pula bersifat menahun.berbagai gangguan kesehatan yang berhubungan dengan
pekerjaan misalnya para petani mengalami keracunan pestisida dari dari tingkat
sedang hingga tingkat tinggi.
Penyakit yang berhubingan dengan pekerjaan petani yang diderita oleh petani
seperti sakit pinggang (karena alat cangkul yang tidak ergonomis), gangguan kulit
akibat sinar ultraviolet dan gangguan agrokimia. Penggunaan agrokimia khususnya
pestisida merupaka factor risiko penyakit yang paling sering dibicarakan. Kondisi
kesehatan awal petani berpengaruh terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan
3
dengan pekerjaan. Seperti, penderita anemia karena kekurangan gizi disebabkan
kecacingan di sawah atau perkebunan maupun kurang pasokan makanan, kemudian
dapat diperburuk dengan keracunan organofospat.
Beberapa penyakit yang dihubungkan dengan pekerjaan, termasuk penyakit
infeksi yang diakibatkan bakteri, virus, maupun parasit. Misalnya penyakit malaria,
selain dianggap sebagai penyakit yang merupakan bagian dari kapasitas kerja atau
modal awal untuk bekerja, juga dapat dianggap sebagai penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan.
2.2 Penyakit Endemik sebagai Faktor Resiko
1. Malaria
Petani Indonesia umumnya bekerja di daerah endemic malaria , habitat utama
di persawahan dan perkebunan. Parasit malaria akan menyerang dan berkembang
biak dalam butir darah merah sehingga seseorang yang terkena malaria akan
menderita demam dan anemia sedang hingga berat. Anemia dan kekurangan
hemoglobin dapat mengganggu kesehatan tubuh serta stamina petani. Seseorang yang
menderita anemia akan memiliki stamina yang rendah, loyo, cepat lelah, dan tentu
saja tidak produktif.
2. Tubekulosis
Penyakit yang sering diderita oleh angkatan kerja Indonesia termasuk petani
adalah tuberculosis (TBC). Kelompok yang terkena resiko penyakit TBC adalah
golongan ekonomi lemah khususnya petani dengan kondisi ekonomi lemah tersebut.
TBC diperburuk dengan kondisi perumahan yang buruk, rumah tanpa ventilasi
dengan lantai tanah akan menyebabkan kondisi lembab, pengap, yang akan
memperpanjang masa viabilitas atau daya tahan kuman TBC dalam lingkungan.
4
Penderita TBC akan mengalami penurunan penghasilan 20-30%, kinerja dan
produktivitas rendah, dan akan membebani keluarga.
3. Kecacingan dan Gizi Kerja
Untuk melakukan aktivitas kerja membutuhkan tenaga yang diperoleh dari
pasokan makanan. Namun makanan yang diperoleh dengan susah payah dan
seringkali tidak mencukupi masih digerogoti oleh berbagai penyakit menular dan
kecacingan. Masalah lain yang dihadapi ankgatan kerja petani adalah kekurangan
gizi. Kekurangan gizi dapat berupa kekurangan kalori untuk tenaga maupun zat
mikronutrien lainnya, akibat dari tingkat pengetahuan yang rendah dan kemiskinan.
4. Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar merupakan salah satu factor risiko utama timbulnya penyakitpenyakit infeksi baik yang akut seperti kolera, hepatitis A, disentri, Infeksi Bakteri
Coli maupun penyakit kronik lainnya.
Tidak mungkin petani bekerja dengan baik kalau sedang menderita malaria
kronik atau diare kronik. apalagi TBC. Untuk meningkatkan produktivitas, seorang
petani harus senantiasa mengikuti pengembangan diri. Lalu tidak mungkin mengikuti
pelatihan dengan baik kalau tidak sehat. Untuk itu diperlukan khusus kesehatan dan
keselamatan kerja petani sebagai modal awal seseorang atau kelompok tani agar bisa
bekerja dengan baik dan lebih produktif.
2.3 Faktor Risiko Kesehatan Kerja Petani
Gabungan konsep kualitas kesehatan tenaga kerja sebagai modal awal untuk
bekerja dengan resiko bahaya lingkungan pekerjaannya.
5
Petani Indonesia pada umumnya tidak memerlukan transportasi menuju
tempat pekerjaannya, namun bagi petani perkebunan apalagi yang tinggal diperkotaan
yang memerlukan waktu lama menuju tempat kerjanya maka kualitas dan kapasitas
kerjanya akan berkurang. Terlebih lagi bagi petani yang menggunakan sepeda motor
yang harus exposed terhadap pencemaran udara dan kebisingan jalan raya. Tentu akan
menimbulkan beban yang lebih berat.
Mengacu pada teori kesehatan kerja maka resiko kesehatan petani yang
ditemui di tempat kerjanya adalah sebagai berikut :
Mikroba : factor resiko yang memberikan konstribusi terhadap kejadian penyakit
infeksi, parasit, kecacingan, maupun malaria. Penyakit kecacingan dan malaria selain
merupakan ancaman kesehatan juga merupakan factor risiko pekerjaan petani karet,
perkebunan lada, dan lain-lain. Berbagai factor risiko yang menyertai leptospirosis,
gigitan serangga, dan binatang berbisa.
Faktor lingkungan kerja fisik : sinar ultraviolet, suhu panas, suhu dingin, cuaca,
hujan, angin, dan lain-lain.
Ergonomi : kesesuaian alat dengan kondisi fisik petani seperti cangkul, traktor, dan
alat-alat pertanian lainnya.
Bahan kimia toksik : agrokimia seperti pupuk, herbisida, akarisida, dan pestisida.
2.4 Aspek Kesehatan Kerja Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Agrokimia
Agrokimia merupakan salah satu masalah utama kesehatan petani berkenaan
dengan pekerjaannya. Agrokimia meliputi semua bahan kimia sintetik yang
digunakan untuk kepentingan dan keperluan luas produksi pertanian. Bahan tersebut
meliputi hormone pemacu pertumbuhan, pupuk, pestisida, antibiotika, dan lain-lain.
Pengaruh atau dampak penggunaan agrokimia terhadap kesehatan kerja
adalah sebagai berikut :
6
Tergantung bahan kimia
Tergantung besar kecilnya dosis
Cara aplikasi, bagaimana agrokimia tersebut digunakan di lapangan.
Pestisida digunakan karena daya racunnya (toksisitas) untik membunuh hama.
Oleh sebab itu penggunaan pestisida dilapangan memeiliki potensi bahaya
kesehatan kerja.
Dalam melakukan penilaian terhadap aspek kesehatan kerja dengan pestisida,
ada dua hal yang harus diperhatikan :
a. Toksisitas, sifat dan karakteristik pestisida
Tiap jenis pestisida memiliki sifat, karakteristik, dan toksisitas yang berbeda.
Oleh sebab iti harus dipelajari. Disamping itu, pestisida yang ada di pasaran dalam
bentuk kemasan ada tiga komponen bahan kimia yaitu :
Active Ingredient (a.i)
Stabilizer
Pewarna, pembau, pelarut, dan lain-lain.
Masing-masing bahan kimia tersebut memiliki potensi bahaya kesehatan.
Namun, toksisitasnya diperhitungkan terhadap active ingredient. Sedangkan ketiga
bahan kimia tersebut saling berpotensi membentuk toksisitas baru.
Dampak patofisiologi keracunan pestisida tergantung jenis dan sifat pestisida
tersebut. Misalnya golongan organochlorine dapa mengganggu fungsi susunan syaraf
pusat. Golongan karbamat dan organofospat menimbulkan gangguan susunan syaraf
pusat dan perifer melalui ikatan cholinesterase.
b. Aspek Penggunaan
7
Semua aspek yang berhubungan dengan penggunaan serta aspek manusia
pekerja itu sendiri seperti, pendidikan, keterampilan, perilaku, umur, tinggi tanaman,
pakaian pelindung, dan lain-lain.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
Alat Pelindung Diri
Satu hal yang sering dilupakan oleh petani pada penggunaan pestisida adalah
contact poison. Oleh karena itu route of entry melalui kulit sangat efektif. Apalagi
kalau ada defect kelainan kulit atau bersama keringat, penyerapan oleh efektif akan
lebih efektif. Petani umumnya kurang mengetahui hal ini, mereka umumnya suka
menggunakan masker dan telanjang dada, ketimbang menutupi dirinya dengan
pakaian pelindung.
Faktor yang mempengaruhi perilaku pemajanan (behavioral exposure)
Apabila seseorang bekerja menyemprot pestisida dilapangan maka jumlah
pestisida yang kontak dengan badan akan dipengaruhi oleh :
Tinggi tanaman
Umur
Pengalaman
Pendidika dan Keterampilan
Arah dan kecepatan angin
Sedangkan fase kritis yang harus diperhatikan adalah :
Pencampuran
Penyemprotan/penggunaan
Pasca penyemprotan
2.5 Pelaksanaan K3 di pertanian dan perkebunan
8
Berikut terdapat beberapa cara strategis yang menyangkut pembangunan
kesehatan dan keselamatan kerja petani yang merupakan tugas pemerintah, apalagi
yang mengandalkan pertanian dan perkebunan sebagai sumber pendapatan asli
daerahnya.
Komitmen terhadap kualitas kesehatan petani
Pemerintah harus meiliki komitmen yang cukup terhadap permasalahan
kesehatan dan keselamatan kerja petani serta penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan petani.
Komitmen terhadap masalah kesehatan petani sangat penting untuk
mendukung perekonomian wilayah maupun regional. Keberpihakan terhadap
permasalahan petani perlu ditumbuhkan untuk membangun komitmen ini.sebagai
contohnya adalah program sanitasi dasar untuk rumah tangga penduduk miskin,
petani sebagai sektor informal harus dianggap sebagai investasi daerah untuk
mendukung investasi perekonomian.
Perencanaan
Perencanaan K3 meliputi antara lain :
Sasaran penerapan K3 harus jelas
Pengendalian terhadap resiko
Peraturan, undang-undang dan standar harus sesuai
Penerapan K3
Pelayanan Kesehatan & keselamatan kerja
Penyuluhan tentang kesehatan dan penyakit akibat kerja yang terkait dengan
pekerjaan petani
9
Upaya kesehatan kerja (UKK) memberika penyuluhan seperti bagaimana
menggunakan pestisida secara aman, bagaimana menggunakan bahan kimia
berbahaya secara benar agar tidak membahayakan diri petani dan lingkungannya.
Serta upaya pencegahan dan pengobatan penyakit yang berkaitan dengan
pekerjaannya.
Masalah kesehatan dan keselamatan kerja petani bukan hanya memperhatikan
factor risiko yang ada dalam pekerjaannya, namun juga harus menjangkau tingkat
kesehatan sebagai modal awal untuk bekerja. Untuk itu program penyediaan air
bersih, perumahan sehat juga mendukung tingkat kesehatan dan kesejahteraan petani.
Pengukuran dan evaluasi
Pengukuran dan evaluasi meliputi pemeriksaan kesehatan petani, utamanya
yang terpapar dengan agrikimia atau pestisida dan memeriksa apakah terjadi
perubahan anatomi tubuh akibat dari factor ergonomic kerja yang tidak diperhatikan.
BAB III
10
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Untuk membangun kualitas kesehatan dan produktivitas petani diperlukan
kemampuan atau kapasitas pengelolaan program. Kemampuan pemerintah dalam
mengelolah
tenaga
kerja
khususnya
petani
perlu
melibatkan
kemampuan
profesionalisme tenaga ahli seperi dokter, perawat, dan petugas kesehatan
masyarakat.
Untuk itu, pelatihan dan pemahaman terhadap masalah kesehatan sebagai
modal awal maupun kesehatan yang berkenaan dengan pekerjaan harus dikelola
secara tepat.
11
DAFTAR PUSTAKA
Mondy, R.W., 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kesepuluh
(terjemahan), Jakarta: Penerbit Erlangga
Undang - Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(http://prokum.esdm.go.id/uu/2003/uu-13-2003.pdf)
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3): Definisi, Indikator Penyebab dan
Tujuan Penerapan Keselatan dan Kesehatan Kerja (http://jurnalsdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html)
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(http://anandasekarbumi.files.wordpress.com/2010/11/sap-9-msdm-10-11.ppt)
12