PENERAPAN TEORI ADAPTASI ROY PADA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KISTA OVARIUM

  1

  2

  3 Yuanita Ani Susilowati Setyowati Yati Afiyanti

  1. Fakultas Ilmu Keperawatan Program Ners Spesialis Kekhususan Keperawatan Maternitas Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia Depok 16424, Indonesia

  2. Staf Pengajar Fakultas Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia Depok 16424, Indonesia

  3. Staf Pengajar Fakultas Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia Depok 16424, Indonesia

   : yuanitaani@yahoo.co.id

ABSTRAK

  Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan dan masalah kesehatan reproduksi perempuan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistim pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Residen keperawatan maternitas dalam melaksanakan perannya dituntut mampu memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dalam upaya memberikan asuhan keperawatan, residen mengelola tujuh pasien dengan kista ovarium di dua rumah sakit yang berbeda dengan menggunakan pendekatan teori Adaptasi Roy. Dari ketujuh kasus tersebut, lima kasus jenis kista coklat dengan karakteristik munculnya keluhan dipengaruhi oleh siklus menstruasi dan dua kasus lain berjenis kista denoma. Dengan adanya berbagai perubahan dalam diri penderita kista ovarium, maka teori keperawatan Adaptasi Roy dianggap tepat diterapkan pada pasien dengan kista ovarium. Laporan akhir residensi juga memaparkan capaian 100% untuk target kompetensi pada tiga lahan praktek dan berusaha memodifikasi setiap hambatan yang ada selama pelaksanaan praktik residensi Kata kunci, Residen keperawatan maternitas, Kista ovarium, Adaptasi Roy

  

ABSTRACT

Nursing service is an integral part of healthcare services and women's reproductive health problems become an

integral part of the overall healthcare system. Maternity nursing resident in performing its role is demanded to

provide nursing care in accordance with the needs of the community in a variety of healthcare structures. In

providing nursing care, resident managed seven patients with ovarian cysts at two different hospitals using Roy

Adaptation Theory approach. Of the seven cases, five cases were chocolate cyst type characterized by the

emergence of complaints influenced by menstrual cycle and two other cases were denoma cyst. Since ovarian

cysts patients experienced various changes, Roy Adaptation Nursing Theory was considered appropriate to be

applied on patients with ovarian cysts. The final report also described the achievement of 100% of the target

competencies in the three fields of practice and try to modify any existing obstacles during the residency

practice.

  Keywords, Maternity Nursing Resident, ovarian cysts, Roy Adaptation Theory Pendahuluan

  dilakukan melalui pengembangan cabang-cabang ilmu keperawatan. Keperawatan maternitas Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral merupakan salah satu cabang ilmu keperawatan dari pelayanan kesehatan menuju kearah yang memiliki ranah garapan spesifik pada perkembangan profesional yang berkualitas perempuan dengan berbagai permasalahannya sejak (Sharma et al, 2013). Pengembangan keperawatan menarche sampai premenopause. Salah satu permasalahan perempuan adalah adanya kista pada ovarium. Kista ovarium merupakan keadaan dimana terdapat benjolan yang berisi cairan, nanah atau jaringan padat pada ovarium atau indung telur, sedangkan ovarium sendiri merupakan dua buah kelenjar berukuran kecil berada pada kedua sisi kanan dan kiri uterus, memproduksi hormon untuk fungsi tubuh dan berisi sel telur yang akan dikeluarkan saat ovulasi (Ricci, 2009). Angka kejadian kista ovarium di Indonesia mencapai 37,2% kecenderungan terjadi pada perempuan usia 20-50 tahun (Winkjosastro, 2005). Data dari rumah sakit swasta di Surabaya pada semester pertama 2011 sebanyak 43 kasus (Taufiqoh, 2012), sedangkan angka kejadian kista ovarium di salah satu rumah sakit umum daerah di jawa barat pada tahun 2014 ada 31 kasus dan di rumah sakit umum pusat didapatkan data pada tahun 2014 sebanyak 143 kasus, kedua tempat tersebut merupakan lahan praktik residen. Penyakit kista ovarium sebagian merupakan kista fungsional, bersifat jinak dan dapat menghilang dengan sendirinya, sebagian memerlukan tindakan khusus antara lain pengangkatan dengan cara operasi (BCCOG, 2011). Penyakit kista ovarium dapat menyebabkan komplikasi antara lain indung telur membesar dan menjadi lebih berat dan memicu terjadinya robekan (rupture), terpelintir (torsion) yang menyebabkan nyeri hebat, dysplasia dan sepsis (Salehpour et-al, 2013). Kista ovarium dapat mengganggu pembentukan sel telur karena peningkatan hormon androgen sehingga mengganggu pematangan folikel, dengan demikian saat terjadi ovulasi tidak berisi sel telur (Ricci, 2009). Karena ovulasi tidak mengandung sel telur, maka perempuan cenderung menjadi infertil (Ricci, 2009). Penanganan infertil pada perempuan salah satunya dengan menggunakan obat penyubur (fertility drugs ) sementara obat-obat penyubur telah diidentifikasi menjadi faktor risiko terjadinya neoplasma ovarium (Denschlag, 2010). Neoplasma ovarium termasuk dalam kelompok tumor epithelial, kebanyakan bersifat jinak dan hanya sebagian kecil yang bersifat ganas, neoplasma ovarium ganas lebih mematikan dibandingkan dengan jenis kanker ginekologi lainnya (Sallinen et-al, 2014). Neoplasma ovarium selain mempengaruhi kesuburan seorang perempuan,

  juga

  dapat menyebabkan terjadinya gangguan menstruasi, tumbuh bulu-bulu halus pada wajah (hirsutism), kulit menipis, terdapat echymosis, central

  adiposity, buffalo hump , penumpukan lemak pada

  supraclavicula dan hipertensi berat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan oophorectomy atau pengangkatan ovarium (Sallinen et-al, 2014, Yuan et-al, 2014). Pengangkatan ovarium yang dilakukan dapat berpengaruh terhadap pembentukan hormon estrogen dan progesteron dan bila pengangkatan dilakukan sebelum pubertas maka organ-organ yang pematangannya dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron akan mengalami gangguan. Estrogen juga berfungsi menjaga kekuatan tulang, berkurangnya estrogen akan menyebabkan penarikan kalsium dari tulang yang berakibat pada osteoporosis (Ricci, 2009). Kista yang sudah diangkat dapat tumbuh kembali ditempat yang sama dan menyebar ketempat lainnya. Seseorang yang mengalami hirsutism, gangguan menstruasi, hipertensi, peningkatan cortisol dan androgen merupakan tanda awal terjadinya kekambuhan (recurrence) setelah dilakukan pengangkatan kista (Yuan et-al, 2014). Permasalahan yang terjadi pada fisik seseorang akan berpengaruh pada kondisi psikologi, demikian keluhan yang dirasakan oleh penderita neoplasma meliputi gejala fisik seperti nyeri dan pembesaran massa tumor, psikologi seperti kecemasan, gangguan body . mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Dodd et-al, 2011, Kim et-al, 2005). Mengingat permasalahan yang dialami penderita tumor meliputi fisik dan psikologi maka dalam penangananpun harus merupakan satu kesatuan. Hakekat asuhan keperawatan adalah memberikan asuhan kepada pasien secara holistik dan komprehensif meliputi bio, psiko, sosial dan spiritual (Perry & Potter, 2009). Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan agar sesuai dengan permasalahan yang ada, maka perlu dipilih suatu teori pendekatan asuhan keperawatan. Teori adaptasi Roy menitikberatkan pendekatan pada tiga hal meliputi stimulus fokal yaitu stimulus atau rangsangan yang berasal dari dalam individu maupun dari luar individu dan harus dihadapi secara kangsung pada saat itu juga. Stimulus kontekstual adalah semua stimulus yang berpengaruh terhadap stimulus fokal berasal dari lingkungan sekitar, sedangkan stimulus residual merupakan faktor yang berasal dari lingkungan sekitar yang dapat berpengaruh secara tidak langsung pada individu (Tomey & Alligood, 2010). Tujuan penulisan Karya Ilmiah Akhir ini yaitu menggambarkan pelaksanaan praktik residensi keperawatan maternitas yang difokuskan pada penerapan teori keperawatan Adaptasi Roy dalam pelaksanaan asuhan keperawatan maternitas. Adapun tujuan khusus dari karya ilmiah ini yaitu memberi gambaran pelaksanaan praktik residensi ners spesialis keperawatan maternitas. Memberi gambaran tentang pencapaian kompetensi spesialis keperawatan maternitas, dukungan dan hambatan dalam menerapkan teori selama praktik residensi, memberi gambaran aplikasi teori keperawatan teori Adaptasi Roy pada asuhan keperawatan pasien dengan operasi kista ovarium, disamping itu juga memberi gambaran tentang implementasi model keperawatan teori adaptasi Roy pada asuhan keperawatan pasien dengan operasi kista ovarium. Pasien dengan kista ovarium yang akan menjalani operasi mengeluhkan gejala yang beragam baik sebelum operasi maupun sesudah operasi. Gejala yang dirasakan oleh pasien dipengaruhi oleh kondisi fisiologi, konsep diri, peran dan hubungan interdependensi, hal tersebut akan menjadi stimulus bagi seseorang baik stimulus fokal, stimulus kontekstual maupun stimulus residual. Dengan adanya stimulus maka individu akan melakukan mekanisme koping dengan mengaktifkan subsistem regulator dan subsistem kognator untuk menilai efektor yang meliputi keadaan fisiologi, konsep diri, peran dan interdependensi yang pada akhirnya menghasilkan output berupa koping adaptif atau koping tidak efektif.. Adaptasi menurut Roy merupakan kondisi yang tetap akan berubah-ubah dipengaruhi oleh stimulus fokal, kontekstual dan residual (ALLigood, 2014). Teori tersebut menekankan pada kemampuan penderita kista ovarium untuk beradaptasi dengan perubahan status kesehatan melalui pemberian asuhan keperawatan yang terstruktur (Frederickson, 2011). Komponen asuhan keperawatan meliputi pengkajian tahap pertama dan pengkajian tahap kedua, diagnosa keperawatan, penentuan tujuan, intervensi dan evaluasi. Pengkajian tahap pertama bertujuan mengumpulkan data yang mencakup kondisi fisiologi meliputi oksigenasi, status nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kemampuan eliminasi, kebutuhan aktifitas dan istirahat. Pada pasien dengan pre operasi kista ovarium, terdapat kista pada ovarium, sedangkan kondisi post operasi terdapat perlukaan, pengangkatan ovarium, tirah baring, risiko perdarahan dan risiko infeksi.

  Aspek psikologi terdiri dari konsep diri, penderita yang akan dilakukan operasi mengalami kecemasan karena organ reproduksi kewanitaannya akan diangkat, sebagian pasien merasa malu dengan kondisi infertilnya. Setelah dioperasi merasa tubuhnya tidak sempurna lagi karena salah satu organ kewanitaannya diangkat, yang berisiko gangguan body image tidak dapat melaksanakan peran sebagai ibu, dan setelah dioperasi merasa sangat tergantung dengan suami juga anggota keluarga yang lain. Setelah dilakukan pengkajian tahap pertama maka dilanjutkan dengan pengkajian tahap kedua yaitu, pada pasien dengan kista ovarium dilakukan pengkajian terhadap stimulus fokal, stimulus kontekstual dan stimulus residual. Stimulus fokal merupakan stimulus internal dan eksternal dan harus segera dihadapi oleh seseorang yang melibatkan seluruh sistem tubuh (Alligood, 2014). Pengkajian stimulus fokal pada pasien dengan kista ovarium yang akan menjalani operasi pengangkatan ovarium yaitu, kecemasan, terdapat kista pada ovarium, sedangkan pada saat post operasai, yang menjadi stimulus fokal adalah adanya rasa nyeri, ada luka operasi, pengangkatan ovarium, tirah baring. Stimulus kontekstual adalah semua stimulus yang muncul dan mempengaruhi stimulus fokal, dapat diobservasi dan diukur secara objektif (Alligood, 2014). Pada pasien yang akan menjalani operasi kista ovarium, didapatkan stimulus kontekstual berupa adanya kista coklat pada ovarium kanan dengan ukuran lima koma tiga senti meter, kiri tujuh koma sembilan senti meter, dan mioma uteri dengan ukuran tujuh koma tujuh senti meter. Pada pasien post operasi kista ovarium didapatkan stimulus kontekstual berupa tirah baring, perlukaan pada abdomen, pengangkatan ovarium dan uterus, keinginan punya anak dan sebagian konsidi infertilitas.

  Stimulus residual adalah stimulus yang berasal dari lingkungan, mempengaruhi individu secara tidak langsung (Alligood, 2014). Pengkajian stimulus residual diperlukan untuk menggali keyakinan, nilai-nilai yang dianut pasien, pengalaman masa lalu, stigma dimasyarakat. Stimulus residual pada pasien preoperasi kista ovarium adalah stigma dimasyarakat bahwa perempuan yang tidak bisa hamil dianggap tidak sempurna. Stimulus residual post operasi yaitu, pengangkatan organ kewanitaan, menopause dini. Diagnosa keperawatan menurut teori Adaptasi Roy, pasien pre operasi kista ovarium adalah kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan pengangkatan indung telur, kecemasan berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur operasi, kesiapan meningkatkan pengetahuan tentang mobilisasi bertahap setelah operasi, sedangkan diagnosa post operasi akan muncul nyeri berhubungan dengan adanya perlukaan, gangguan mobilisasi fisik, risiko perdarahan berhubungan dengan luka yang luas, gangguan konsep diri berhubungan dengan pengangkatan organ kewanitaan, risiko terjadi ketidak seimbangan hormonal berhubungan dengan diangkatnya ovarium, menopause dini berhubungan dengan dingkatnya ovarium.

  Tujuan dalam asuhan keperawatan merupakan gambaran perikalu yang akan dicapai dalam pemberian asuhan keperawatan (Roy, 2009). Tujuan tindakan keperawatan yang ditetapkan pada tujuh kasus pasien dengan kista ovarium adalah tercapainya adaptasi yang adaptif terhadap perubahan status kesehatan. Intervensi yang dilakukan dalam asuhan keperawatan menurut teori adaptasi Roy adalah mengoptimalkan kemampuan adaptasi pasien dalam menghadapi peubahan status kesehatannya (ROY, 2009). Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah meningkatkan kemampuan pasien dalam beradaptasi terhadap stimulus fokal, kontekstual dan residual. Intervensi yang dilakukan pada pasien dengan kista ovarium sebelum dilakukan tindakan operasi yaitu memberikan pendampingan untuk mengurangi kecemasannya, memberikan informasi tentang prosedur operasi, memberikan informasi tentang mobilisasi yang boleh dilakukan setelah operasi. Intervensi yang dilakukan pada pasien post operasi kista ovarium yaitu memonitor tingkat kesadaran pasien, memonitor tanda-tanda vital, mengkaji tingkat nyeri pasien, melakukan manajemen nyeri, melakukan tindakan kolaborasi untuk mengurangi nyeri, memonitor adanya perdarahan, memonitor balance cairan, membantu memenuhi kebutuhan ADL pasien, mengajarkan teknik mobilisasi bertahap bila sudah diijinkan, memberikan terapi sesuai program medis. Gangguan konsep diri yang dialami oleh pasien diatasi dengan cara menciptakan hubungan saling percaya, melakukan pendampingan pada pasien, memberi kesempatan pada pasien untuk berkonsultasi, mengajak pasien berdiskusi dan menggali potensi positif yang ada dalam dirinya, dijelaskan adanya kemungkinan terjadi menopause dini dan perubahan yang dapat terjadi antara lain, tidak menstruasi, terjadi rasa panas pada wajah, kulit cenderung kering, osteo porosis, kerontokan rambut pubis, dan rasa kering pada vagina. Tahapan terakhir dari asuhan keperawatan adalah evaluasi. Evaluasi adalah penilaian terhadap tindakan yang telah dilakukan pada pasien mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi yang dilakukan pada pasien dengan pre operasi kista ovarium adalah, pasien mengalami penurunan pada tingkat kecemasannya, memahami prosedur operasi yang akan dijalaninya, memahami mobilisasi yang dapat dilakukan setelah operasi, sedangkan evaluasi pada pasien post operasi kista ovarium akan didapatkan hasil keluhan nyeri pada pasien berkurang, tidak terdapat perdarahan pada luka operasi, intake dan out put cairan seimbang, tanda vital dalam batas normal, pasien mampu melakukan mobilisasi secara bertahap, tidak terjadi infeksi pada luka operasi, pasien mampu beradaptasi dengan kondisi post operasi. Pengkajian dilakukan pada tujuh penderita kista ovarium, Dari ketujuh kasus, ada lima kasus dengan jenis kista coklat, dua kasus dengan jenis kista denomas (cystadenomas) , yang menjadi kasus kelolaan secara fisik mempunyai kesamaan dalam hal keluhan yang muncul dan dirasa sangat menganggu. Keluhan tersebut yaitu, nyeri daerah abdomen saat menjelang menstruasi, rasa nyeri dari tingkat sedang sampai nyeri yang tak tertahankan. Rasa nyeri yang muncul pada saat menstruasi tersebut dikarenakan kista coklat merupakan kista dometriomas yang berasal dari endometriosis sehingga kista berespon terhadap perubahan hormonal setiap bulan. Untuk menghilangkan rasa nyeri dapat dilakukan dengan pengangkatan kista. Sedangkan jenis yang kedua pada kasus kelolaan yaitu cystadenomas , kista jenis ini tidak terpengaruh oleh siklus menstruasi namun kista tersebut dapat sangat membesar sehingga penderitanya akan mengalami pempesaran lingkar perut, menyebabkan rasa begah, sesak napas, penurunan nafsu makan. Pada kasus kelolaan, kedua pasien tersebut memiliki lingkar perut sebesar 97 cm dan 104 cm (Prakash, 2004, Jacoeb, 2009, Ricci, 2009, Yuan, 2014). Dari ketujuh pasien lima orang mempunyai riwayat nyeri saat menstruasi, nyeri dari tingkat sedang sampai tingkat berat, rasa nyeri terjadi setiap siklus menstruasi. Satu orang mengalami kekambuhan setelah lima belas tahun yang lalu dilakukan operasi pengangkatan kista (kistektomi), kista tersebut tumbuh lagi ditempat yang sama dan

keluhan nyeri menstruasipun kembali muncul seiring pembesaran kista, kista yang sudah diangkat dapat tumbuh lagi ditempat yang sama dengan keluhan yang sama (Yuan, 2014). Keluhan lain yang dirasakan oleh lima dari tujuh pasien kelolaan adalah perdarahan yang banyak dan dalam waktu yang lama, pada menstruasi normal pengeluaran darah haid antara tiga sampai tujuh hari (Ricci, 2009) namun pada penderita kista ovarium perdarahan dapat terjadi sekitar dua minggu dan perdarahan yang banyak (menometrorhagia), kondisi tersebut menyebabkan kadar hemoglobin penderita cenderung rendah sehingga mengganggu aktivitas harian karena penderita merasa lemas dan pusing (Prakash, 2004). Infertilitas merupakan gejala lain yang dialami oleh penderita kista ovarium, dari tujuh kasus kelolaan empat kasus mengalami infertilitas. Penderita kista ovarium mengalami gengguan pada hormon androgen yang berfungsi untuk pematangan folikel, karena proses pematangan terganggu sehingga saat terjadi ovulasi tidak disertai sel telur yang matang, dengan demikian penderita mengalami infertilitas (Prakash, 2004, Salehpour, 2012, Yuan, 2014). Asites merupakan merupakan gejala lanjutan dari kista ovarium, dari tujuh kasus kelolaan terdapat dua kasus yang mengalami asites. Asites merupakan akumulasi cairan patologis dalam rongga abdomen (Azis, 2010). Asites yang terjadi pada penderita kista ovarium menandakan adanya proses keganasan (Hu, 2000, Azis, 2010, Kuhn, 2011), Penderita yang mengalami komplikasi berupa asites kecenderungan bertubuh kurus dan perut membuncit, hal ini terjadi karena dengan adanya cairan bebas dalam rongga abdomen, pasien merasa begah, diafragma terdesak yang mengakibatkan pasien cenderung sesak napas karena ekspansi paru tidak maksimal, selain itu kondisi asites juga mendesak lambung yang menyebabkan pasien menjadi anoreksia, yang berakibat pada berkurangnya asupan nutrisi (Azis, 2010). Dari faktor predisposisi terjadinya kista ovarium, ada satu pasien yang mempunyai faktor keturunan, disamping itu pada kasus tersebut pasien juga mempunyai riwayat penggunaan alat kontrasepsi hormonal. Dari literatur yang ada faktor keturuan mempengaruhi lima sampai sepuluh persen angka kejadian kista ovarium dan terjadinya secara acak, disamping itu untuk kasus pada pasien tersebut, pasien juga menggunakan alat kontrasepsi hormonal, disatu sisi alat kontrasepsi hormonal dapat melindungi atau menghambat ovulasi tapi disisi yang lain obat kontrasepsi tersebut memicu terbentuknya kista fungsional yang baru (Ricci, 2009, Denschlag, 2010, Sallinen et-al, 2014). Empat dari tujuh kasus mengalami infertil, baik infertil primer maupun infertil sekunder. Penyakit kista ovarium dapat menganggu pembentukan sel telur karena terjadi peningkatan hormon androgen sehingga mengganggu pematangan folikel dari folikel premordial sampai pada folikel de graf dan siap dikeluarkan, dengan demikian sel telur tidak dikeluarkan saat terjadi ovulasi, dan bila kondisi tersebut diatasi dengan pemberian obat penyubur justru akan memicu terjadinya perkembangan kista kearah keganasan (Ricci, 2009, Denschlag, 2010, Sallinen et-al, 2014).

  KESIMPULAN

  Kasus kelolaan residen ambil dari dua rumah sakit, ada tujuh kasus kista ovarium, lima kasus residen ambil post operasinya saja sedangkan dua kasus residen ambil pre operasi dan post operasinya. Tujuh kasus kista ovarium terdiri atas lima kasus jenis kista coklat, dimana kondisinya dipengaruhi oleh siklus menstruasi berupa rasa nyeri yang hebat, perdarahan banyak dan lama, keluhan muncul sejalan dengan siklus menstruasi. Dua tepat. kasus yang lain merupakan jenis kista denoma dimana pada jenis ini keluhan yang muncul adalah perasaan begah karena kista tumbuh sangat besar mengisi rongga abdomen, mendesak diafragma dan lambung sehingga pasien merasa sesak napas dan tidak nafsu makan. Diagnosa keperawatan utama pada pasien preoperasi kista ovarium adalah kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan pengangkatan organ reproduksi perempuan, sedangkan diagnosa post operasi adalah nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi, risiko terjadi perdarahan berhubungan dengan adanya luka operasi, gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri post operasi dan pembatasan aktivitas, gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan status kesehatan, risiko infeksi berhubungan dengan personal hygiene yang rendah dan kesiapan meningkatkan pengetahuan tentang perawatan luka operasi. Teori keperawatan Adaptasi Roy menitik beratkan pada kemampuan seseorang melakukan adaptasi terhadap stimulus fokal, stimulus kontekstual dan stimulus residual yang dipengaruhi oleh subsistem kognator dan subsistem regulator. Peran perawat adalah memberikan intervensi keperawatan yang dapat mengoptimalkan subsistem regulator dan subsistem kognator tersebut sehingga pasein mampu mencapai tingkat adaptasi yang adaptif.

  Pada kasus kista ovarium, pasien sebelum operasi perlu beradaptasi dengan kondisi kecemasannya, sehingga dapat menjalani operasi dengan baik, sedangkan pasien post operasi perlu beradaptasi dengan rasa nyeri, kondisi tirah baring, dan berbagai stimulus yang muncul termasuk harus mampu beradaptasi dengan kemungkinan terjadi menopause dini mengingat salah satu fungsi ovarium adalah mengeluargan hormon estrogen. Dengan demikian penerapaan teori keperawatan Adaptasi Roy pada kasus kista ovarium dianggap

  46 | P a g e DAFTAR PUSTAKA Azis, M, F., Andrijono., Saifuddin, A, B. (2010). Onkologi Ginekologi. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

  Jakarta. ISBN: 979-8150-23-6 Denschlag D., Wolff V. M., Amant F., Kesic V., Reed N., Schneider A. (2010) Clinical recommendation on fertility preservation in borderline ovarian neoplasm: ovarian stimulation and oocyte retrieval after conservative surgery. Gynecol Obstet Invest 70: 160-165. DOI:10.1159/000316264

  Djuwantono, T., Permadi, W., Ritonga, M, A. (2011). Bandung Controversies and Consensus in Obstetries & Gynecology. Sagung Seto. ISBN: 978-602-8674-42-3

  Dodd, M.J., Miaskowski, C., & Paul, S.M. (2001). Symptom clusters and their effect on the fuctuinal status of patients with cancer. Oncology NursingForum. 24: 465 – 470 Frederickson, K. (2011). Callista Roy’s adaptation model.Nurs.Sci.Q2011 24:301. DOI:

  10.1177/0894318411419215 Grag, P., Misra, S., Thakur DJ., Song. (2011). Single insicion laparoscopicsurgery ovarian cystectomy in large benign ovarian cysts using conventional instruments. Journal of Minimal Access Surgery. Volume 71 issue

  4. DOI: 10.4103/0972-9941.85646 Hu, W., Mc.Crea., Deavers, M.,Kavanagh, J.J., Kudelka ,P.A., Verschraegen, C.F (2000) Increased expression of fascin, motility associated protein, in cellcultures derived from ovarian cancer ang in borderline and carcinomatous ovarian tumors. Jacoeb, T, Z., Hadisaputra, W. (2009). Penanganan Endometriosis. PanduanKlinis dan Algoritme. Sagung Seto.

  ISBN: 978-979-3288-80-2 Kobayashi, H. (2009). Ovarian cancer in endometriosis: epidemiology, naturalhistory, and clinical diagnosis. Int. J Clin Oncol. 14: 378-382. DOI 10.1007/s10147-009-0931-2

  Kusumaastuti, E, H., Rahniayu, A. (2013). Diagnostic role of intra operatiiveovarian cyst fluid cytology in determining malignancy. Folia Madica Indonesia. Vol. 49. No. 2. Ljuca, D., Marosevic, G. (2009). Quality of life in patients with cervical cancerFIGO Iib stage after concomitant chemoradiotherapy. Radiol Oncol. 43(4): 293-298. DOI:10.2478/a10019-009-0025-9 Mc.Kinney.E.S & Murray. S.S (2007). Fondations of maternal newborn nursing. Elsevier Science Health.

  Science Divition. Nasir, N., Nair, M., faulkner, R., Ismail, S, M. (2009). Primary retroperitoneal cystic mucinous borderline tumour mimicking an ovarian neoplasm: a case report and literature review. Gynecol Surg. 6: 71-76.DOI:

  10.1007/s10397-000396-8 Nath, S., Bhattacharyya, S., maji, R., Das, H, N., Das, S.et al. (2013). A study ofserum CA-125 and salivary amylase in ovarian neoplasm in tertiary carehospital of kolkata. IJCRR. Vol. 05. (05). 114-120 Nursalam. (2007). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Edisi 2. Salemba

  Medika. Jakarta Petrson, J, S & Bredow, S, T. (2004). Middle Range Theories: Application to Nusing Reseach. Lippincott

  Williams & WilkinPotter. P.A & Perry.A.G (2009). Fundamental Of Nursing 7th Ed. Elseiver. Singapore Prakash, A., Li,C,T., Ledger, L, W. (2004) .The management of ovarian cysts in premenopausal women. Obstetrician & Gynaecologist. Rasjidi, I. (2009). Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker Pada Wanita. Sagung Seto. ISBN: 978-979-3288-95-6 Ricci.S.S (2009).Esentials of Maternity, Newb

  orn and Woman Healt h Nursing 2 Ed. Wolters Kluwer.

  Lippincott. Williams & Wilkins Roy, Sr. C. (2009). The Roy Adaptation Model. Upper Saddle River. NJ: Pearson Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. (2012). Ovarian cysts in postmenopausal women.

  Guideline. No. 34 Salehpour S., Sene A. A.,(2013). Super infection of an ovarian dermoid cyst with actinomyces in an infertile woman. International journalof Fertility and sterility. Vo..7 No 2 : 134 – 137 Sallinen H., Heikura T., Koponen J., Kosma V.M., Heinonen S. et all. (2014). Serum angiopoietin-2 and soluble VEGFR-2 levels predict malignancy of ovarian neoplasm and poor prognosis in epithelial ovarian cancer. BNC cancer 14696. DOI: 10.1186/1471-2407-14-696

  47 | P a g e

  Sharma.B.et all (2013). Midwifery Scope of Practice Among Staff Nurses : A Grounded theory study in Gujarat.India. Midwifery 29. (abstract)

  Stoll, L, M., Parvataneni, R., Johnson, M, W., Gui, D., Dorigo, O. Et al. (20012).Solid pseudopapillary neoplasm, pancreas type, presenting as a primaryovarian neoplasm. Human Pathology. 43. 1339-1343.

  Elsevier Suganuma, N., Wakahara, Y., Ishida, D., Asano, M., Kitagawa, T. Et al. (2002).Pretreatment for ovarian endometrial cyst before in vitro fertilization. Gynecol obstet invest. 54: 36-42. DOI:10.1159/000066293 Taufiqoh. (2012).Hubungan antara umur ibu dengan tingkat keganasan kista ovarium di rumah sakit muhammadiyah surabaya. Jurnal ilmu kesehatan. ISSN.1979-3812 Timoti, S & Bredow P. (2004). Middle Range Thepries. Aplication to Nursing Pracice. Lippincot William and

  Wilkin. Philadelpia Tomey, M, A & Alligood, R, M. (2010). Nursing Theorists and Their Work. 7Ed. Mosby. Elsevier Tyler, R & Pugh, L.C. (2009). Applicationt of the Theory of Unpleasant Symptoms in Bariatric Surgery.

  Bariatric Nursing vol.4;4; 271 – 276 Ulker, K., Huseyinoglu, U., Kilic, N. (2013). Management of benign ovarian cysts by a novel, gasless, single incision laparoscopic technique: keyless abdominal rope-lifting surgery (KARS). Surg Endosc. 27: 189 –

  198.DOI: 10.1007/s00464-012-2419-9. Winkjosastro, H. (2005). Ilmu Kandungan. Sarwono Prawirohardjo. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta Yuan M., Qiu M., Zhu M. 2014. Symptomatic cushing syndrome and hyperandrogenemia revealing steroid cell ovarian neoplasm with late intra-abdominal metastasis. BMC Endocrine Disorders

  14:12.DOI:101186/1472-6823-1