Ethics And The Audit Professions (1)
Bab 5
Ethics And The Audit Professions
1. Perilaku Etis dan Perilaku Tidak Etis Bagi
Perorangan, Profesional dan Konteks Bisnis
Etika (ethics) secara garis besar didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai
moral. Setiap orang memiliki rangkaian nilai seperti itu, meskipun kita memperhatikan
atau tidak memperhatikannya secara eksplisit.
Enam nilai etis mengenai perilaku etis menurut Josephson Institute:
1. Dapat dipercaya mencakup kejujuran, integritas, reliabilitas, dan loyalitas.
2. Penghargaan mencakup gagasan seperti kepantasan, kesopansantunan,
kehormatan, toleransi, dan penerimaan.
3. Pertanggungjawaban berarti bertanggung jawab atas tindakan seseorang serta
dapat menahan diri.
4. Kelayakan dan keadilan mencakup isu-isu tentang kesamaan penilaian, sikap
tidak memihak, proporsionalitas, keterbukaan, dan keseksamaan.
5. Perhatian berarti sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan pihak lain
dan mencakup tindakan yang memperhatikan kepentingan sesame.
6. Kewarganegaraan termasuk kepatuhan pada undang-undang serta
melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara agar proses dalam
masyarakat berjalan dengan baik.
Mengapa orang-orang bertindak tidak etis ?
Sebagian orang mendefinisikan perilaku tidak etis sebagai tindakan yang berbeda
dengan apa yang mereka anggap tepat dilakukan dalam situasi tertentu.
Ada dua alasan utama mengapa seseorang bertindak tidak etis, yaitu :
1. Standar etika seseorang berbeda dengan masyarakat umum;
2. Orang memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri.
2. Dilema Etika
Dilema etika (ethical dilemma) adalah situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia
harus mengambil keputusan tentang perilaku yang tepat.
Merasionalkan perilaku tidak etis :
1. Setiap orang melakukannya.
Argument bahwa perilaku yang tidak etis merupakan perilaku yang
dapat diterima umumya didasarkan pada rasionalisasi bahwa setiap orang
juga melakukan hal yang sama dan dapat diterima.
2. Jika sah menurut hukum, hal itu etis..
3. Kemungkinan penemuan dan konsekuensinya.
Filosofi ini bergantung pada evaluasi atas kemungkinan bahwa orang
lain akan menemukan perilaku tersebut dan menilai besarnya kerugian
(konsekuensi) yang akan diterima.
Menyelesaikan dilema etika dengan menggunakan pendekatan enam langkah:
1. Memperoleh fakta yang relevan
2. Mengidentifikasi isu-isu etis berdasarkan fakta tersebut
3. Menentukan siapa yang akan terpengaruh oleh akibat dari dilema tersebut
dan bagaimana setiap orang atau kelompok itu terpengaruhi.
4. Mengidentifikasi berbagai alternatif yang tersedia bagi orang yang harus
menyelesaikan dilema tersebut.
5. Mengidentifikasi konsekuensi yang mungkin terjadi dari setiap alternatif.
Memutuskan tindakan yang tepat
Dilema etika (ethical dilemma) adalah situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus
mengambil keputusan tentang perilaku yang tepat.
Merasionalkan perilaku tidak etis :
4. Setiap orang melakukannya.
Argument bahwa perilaku yang tidak etis merupakan perilaku yang dapat diterima
umumya didasarkan pada rasionalisasi bahwa setiap orang juga melakukan hal yang
sama dan dapat diterima.
5. Jika sah menurut hukum, hal itu etis..
6. Kemungkinan penemuan dan konsekuensinya. Filosofi ini bergantung pada evaluasi
atas kemungkinan bahwa orang lain akan menemukan perilaku tersebut dan menilai
besarnya kerugian (konsekuensi) yang akan diterima.
Menyelesaikan dilema etika dengan menggunakan pendekatan enam langkah
6. Memperoleh fakta yang relevan
7. Mengidentifikasi isu-isu etis berdasarkan fakta tersebut
8. Menentukan siapa yang akan terpengaruh oleh akibat dari dilema tersebut dan
bagaimana setiap orang atau kelompok itu terpengaruhi.
9. Mengidentifikasi berbagai alternatif yang tersedia bagi orang yang harus
menyelesaikan dilema tersebut.
10. Mengidentifikasi konsekuensi yang mungkin terjadi dari setiap alternatif.
Memutuskan tindakan yang tepat
3. Tujuan dan Isi Kode Perilaku Profesional dari
AICPA
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan
standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi
kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi:
1. Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem
informasi.
2.
Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat
diidentifikasikan oleh pemakai jasa.
3. Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
4. Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh
dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
5. Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa
terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh
akuntan.
Kode Perilaku Profesional (Code of Professional Conduct) AICPA yang telah
direvisi dan diterima oleh sidang keanggotaan tahun 1988 terdiri dari dua seksi
sebagai berikut:
a. Prinsip-prinsip (Principles) yang menyatakan ajaran dasar perilaku etika
dan memberikan kerangka kerja bagi peraturan-peraturan.
b. Peraturan Perilaku (Rule of Conduct) yang menetakapkan standar
minimum perilaku yang dapat diterima dalam pelaksanaan layanan
profesional.
Sebagai suatu pertanyaan ideal perilaku profesional, maka prinsip-prinsip ini
tidak digolongkan sebagai standar yang dapat ditegakkan. Sebaliknya, Peraturan
Perilaku menetapkan standar minimum perilaku yang dapat diterima serta dapat
ditegakkan atau dengan perkataan lain sebagai suatu keharusan untuk dicapai.
Sebagai tambahan diatas dari kode tersebut, maka komite eksekutif divisi etika
profesional mengeluarkan pengumuman pengumuman sebagai berikut:
a. Interprestasi Peraturan Perilaku (Interpretations of The Rules of Conduct)
yang menyediakan pedoman tentang lingkup dan penerapan peraturanperaturan spesifik.
b. Ketetapan Etika (Ethics Rulings) yang menunjukkan penerapan peraturan
perilaku dan interprestasi pada kondisi nyata tertentu.
Para anggota yang menyimpang dari interprestasi atau ketetapan Etika harus
memberikan penjelasan dan alasan penyimpangan tersebut pada rapat dengar
pendapat tentang disiplin.
4. Indenpenden, Intergritas dan Objektifitas Dalam
Hubungan nya Dengan Kode Etik
Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak
biasa.Independensi dalam fakta (independen in fact) ada bila auditor benar-benar
mampu mempertahankan sikap yang tidak bias sepanjang audit. Independensi dalam
penampilan(independence in appearance) adalah hasil dari interpretasi lain atas
independensi ini.
Ketentuan sarbanes-oxley act dan SEC yang membahas independesi auditor
1.
2.
3.
4.
5.
Jasa Nonaudit à Sarbanes-Oxley Act dan peraturan SEC yang direvisi
lebih lanjut membatasi, tetapi tidak benar-benar menghilangkan, jenis jasa
nonaudit yang dapat diberikan kepada klien audit yang merupakan
perusahaan terbuka.
Komite audit à adalah sejumlah anggota dewan direksi perusahaan yang
tanggung jawabnya termasuk membantu auditor agar tetap independen dari
manajemen. Sarbanes-Oxley Act mewajibkan semua anggota komite audit
bersikap independen, dan perusahaan harus mengungkapkan apakah dalam
komite audit paling sedikit ada satu pakar keuangan. Selanjutnya
mensyaratkan komite audit perusahaan publik bertanggung jawab atas
penunjukkan, kompensasi, dan pengawasan atas pekerjaan auditor.
Konflik yang timbul dari hubungan personalia à KAP dianggap tidak
independen berkenaan dengan klien audit jika mantan partner, prinsipal,
pemegang saham, atau karyawan profesional dari kantor tersebut diterima
bekerja pada klien dan mempunyai kepentingan keuangan yang
brekelanjutan dalam kantor akuntan bersangkutan atau dalam posisis yang
mempengaruhi kebijakan operasi atau keuangan kantor akuntan tersebut.
Rotasi partner à mengharuskan pimpinan dan partner audit merotasi
penugasan audit sesudah 5 tahun. Partner audit lainnya yang memiliki
keterlibatan yang cukup besar pada audit harus dirotasi sesudah 7 tahun
dan terkena periode time-out selama 2 tahun.
Kepentingan kepemilikan melarang setiap kepemilikan oleh orang-orang
yang terlibat dalam audit dan keluarga dekat mereka, termasuk
anggota tim penugasan audit, mereka yang dapat mempengaruhi
penugasan audit dalam rantai komando perusahaan,
partner dan para manajer yang memberikan lebih dari 10 jam jasa
nonaudit kepada klien,
partner dalam kantor partner yang terutama bertanggungjawab atas
penugasan audit.
Integritas dan Objektivitas.
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan
integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of
interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material
misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan)
pertimbangannya kepada pihak lain.
Dengan mempertahankan integritas ia akan bertindak jujur, tegas,
tanpa pretensi. Dengan mempertahankan objektivitas ia akan bertindak adil,
tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan
pribadi.
5. Aturan-Aturan Kode Etik Perilaku
Kantor akuntan publik harus independen ketika memeberikan jasa tertentu, tetapi tidak untuk jasa
lainnya. Independensi juga diwajibkan dalam jenis jasa atestasi lainnya, seperti jasa review dan audit
atas laporan keuangan prospektif. Akan tetapi, sebuah kantor akuntan publik dapat memeberikan
jasa SPT pajak dan jasa manajemen tanpa harus berlaku independen.
Peraturan perilaku lainnya :
1. Integritas dan objektivitas
2. Standar teknis
3. Kerahasiaan
4. Fee kontinjen
5. Tindakan yang dapat didiskreditkan
6. Iklan dan permohonan
7. Komisi dan fee referal
8. Bentuk dan nama organisasi
Ethics And The Audit Professions
1. Perilaku Etis dan Perilaku Tidak Etis Bagi
Perorangan, Profesional dan Konteks Bisnis
Etika (ethics) secara garis besar didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai
moral. Setiap orang memiliki rangkaian nilai seperti itu, meskipun kita memperhatikan
atau tidak memperhatikannya secara eksplisit.
Enam nilai etis mengenai perilaku etis menurut Josephson Institute:
1. Dapat dipercaya mencakup kejujuran, integritas, reliabilitas, dan loyalitas.
2. Penghargaan mencakup gagasan seperti kepantasan, kesopansantunan,
kehormatan, toleransi, dan penerimaan.
3. Pertanggungjawaban berarti bertanggung jawab atas tindakan seseorang serta
dapat menahan diri.
4. Kelayakan dan keadilan mencakup isu-isu tentang kesamaan penilaian, sikap
tidak memihak, proporsionalitas, keterbukaan, dan keseksamaan.
5. Perhatian berarti sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan pihak lain
dan mencakup tindakan yang memperhatikan kepentingan sesame.
6. Kewarganegaraan termasuk kepatuhan pada undang-undang serta
melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara agar proses dalam
masyarakat berjalan dengan baik.
Mengapa orang-orang bertindak tidak etis ?
Sebagian orang mendefinisikan perilaku tidak etis sebagai tindakan yang berbeda
dengan apa yang mereka anggap tepat dilakukan dalam situasi tertentu.
Ada dua alasan utama mengapa seseorang bertindak tidak etis, yaitu :
1. Standar etika seseorang berbeda dengan masyarakat umum;
2. Orang memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri.
2. Dilema Etika
Dilema etika (ethical dilemma) adalah situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia
harus mengambil keputusan tentang perilaku yang tepat.
Merasionalkan perilaku tidak etis :
1. Setiap orang melakukannya.
Argument bahwa perilaku yang tidak etis merupakan perilaku yang
dapat diterima umumya didasarkan pada rasionalisasi bahwa setiap orang
juga melakukan hal yang sama dan dapat diterima.
2. Jika sah menurut hukum, hal itu etis..
3. Kemungkinan penemuan dan konsekuensinya.
Filosofi ini bergantung pada evaluasi atas kemungkinan bahwa orang
lain akan menemukan perilaku tersebut dan menilai besarnya kerugian
(konsekuensi) yang akan diterima.
Menyelesaikan dilema etika dengan menggunakan pendekatan enam langkah:
1. Memperoleh fakta yang relevan
2. Mengidentifikasi isu-isu etis berdasarkan fakta tersebut
3. Menentukan siapa yang akan terpengaruh oleh akibat dari dilema tersebut
dan bagaimana setiap orang atau kelompok itu terpengaruhi.
4. Mengidentifikasi berbagai alternatif yang tersedia bagi orang yang harus
menyelesaikan dilema tersebut.
5. Mengidentifikasi konsekuensi yang mungkin terjadi dari setiap alternatif.
Memutuskan tindakan yang tepat
Dilema etika (ethical dilemma) adalah situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus
mengambil keputusan tentang perilaku yang tepat.
Merasionalkan perilaku tidak etis :
4. Setiap orang melakukannya.
Argument bahwa perilaku yang tidak etis merupakan perilaku yang dapat diterima
umumya didasarkan pada rasionalisasi bahwa setiap orang juga melakukan hal yang
sama dan dapat diterima.
5. Jika sah menurut hukum, hal itu etis..
6. Kemungkinan penemuan dan konsekuensinya. Filosofi ini bergantung pada evaluasi
atas kemungkinan bahwa orang lain akan menemukan perilaku tersebut dan menilai
besarnya kerugian (konsekuensi) yang akan diterima.
Menyelesaikan dilema etika dengan menggunakan pendekatan enam langkah
6. Memperoleh fakta yang relevan
7. Mengidentifikasi isu-isu etis berdasarkan fakta tersebut
8. Menentukan siapa yang akan terpengaruh oleh akibat dari dilema tersebut dan
bagaimana setiap orang atau kelompok itu terpengaruhi.
9. Mengidentifikasi berbagai alternatif yang tersedia bagi orang yang harus
menyelesaikan dilema tersebut.
10. Mengidentifikasi konsekuensi yang mungkin terjadi dari setiap alternatif.
Memutuskan tindakan yang tepat
3. Tujuan dan Isi Kode Perilaku Profesional dari
AICPA
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan
standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi
kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi:
1. Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem
informasi.
2.
Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat
diidentifikasikan oleh pemakai jasa.
3. Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
4. Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh
dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
5. Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa
terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh
akuntan.
Kode Perilaku Profesional (Code of Professional Conduct) AICPA yang telah
direvisi dan diterima oleh sidang keanggotaan tahun 1988 terdiri dari dua seksi
sebagai berikut:
a. Prinsip-prinsip (Principles) yang menyatakan ajaran dasar perilaku etika
dan memberikan kerangka kerja bagi peraturan-peraturan.
b. Peraturan Perilaku (Rule of Conduct) yang menetakapkan standar
minimum perilaku yang dapat diterima dalam pelaksanaan layanan
profesional.
Sebagai suatu pertanyaan ideal perilaku profesional, maka prinsip-prinsip ini
tidak digolongkan sebagai standar yang dapat ditegakkan. Sebaliknya, Peraturan
Perilaku menetapkan standar minimum perilaku yang dapat diterima serta dapat
ditegakkan atau dengan perkataan lain sebagai suatu keharusan untuk dicapai.
Sebagai tambahan diatas dari kode tersebut, maka komite eksekutif divisi etika
profesional mengeluarkan pengumuman pengumuman sebagai berikut:
a. Interprestasi Peraturan Perilaku (Interpretations of The Rules of Conduct)
yang menyediakan pedoman tentang lingkup dan penerapan peraturanperaturan spesifik.
b. Ketetapan Etika (Ethics Rulings) yang menunjukkan penerapan peraturan
perilaku dan interprestasi pada kondisi nyata tertentu.
Para anggota yang menyimpang dari interprestasi atau ketetapan Etika harus
memberikan penjelasan dan alasan penyimpangan tersebut pada rapat dengar
pendapat tentang disiplin.
4. Indenpenden, Intergritas dan Objektifitas Dalam
Hubungan nya Dengan Kode Etik
Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak
biasa.Independensi dalam fakta (independen in fact) ada bila auditor benar-benar
mampu mempertahankan sikap yang tidak bias sepanjang audit. Independensi dalam
penampilan(independence in appearance) adalah hasil dari interpretasi lain atas
independensi ini.
Ketentuan sarbanes-oxley act dan SEC yang membahas independesi auditor
1.
2.
3.
4.
5.
Jasa Nonaudit à Sarbanes-Oxley Act dan peraturan SEC yang direvisi
lebih lanjut membatasi, tetapi tidak benar-benar menghilangkan, jenis jasa
nonaudit yang dapat diberikan kepada klien audit yang merupakan
perusahaan terbuka.
Komite audit à adalah sejumlah anggota dewan direksi perusahaan yang
tanggung jawabnya termasuk membantu auditor agar tetap independen dari
manajemen. Sarbanes-Oxley Act mewajibkan semua anggota komite audit
bersikap independen, dan perusahaan harus mengungkapkan apakah dalam
komite audit paling sedikit ada satu pakar keuangan. Selanjutnya
mensyaratkan komite audit perusahaan publik bertanggung jawab atas
penunjukkan, kompensasi, dan pengawasan atas pekerjaan auditor.
Konflik yang timbul dari hubungan personalia à KAP dianggap tidak
independen berkenaan dengan klien audit jika mantan partner, prinsipal,
pemegang saham, atau karyawan profesional dari kantor tersebut diterima
bekerja pada klien dan mempunyai kepentingan keuangan yang
brekelanjutan dalam kantor akuntan bersangkutan atau dalam posisis yang
mempengaruhi kebijakan operasi atau keuangan kantor akuntan tersebut.
Rotasi partner à mengharuskan pimpinan dan partner audit merotasi
penugasan audit sesudah 5 tahun. Partner audit lainnya yang memiliki
keterlibatan yang cukup besar pada audit harus dirotasi sesudah 7 tahun
dan terkena periode time-out selama 2 tahun.
Kepentingan kepemilikan melarang setiap kepemilikan oleh orang-orang
yang terlibat dalam audit dan keluarga dekat mereka, termasuk
anggota tim penugasan audit, mereka yang dapat mempengaruhi
penugasan audit dalam rantai komando perusahaan,
partner dan para manajer yang memberikan lebih dari 10 jam jasa
nonaudit kepada klien,
partner dalam kantor partner yang terutama bertanggungjawab atas
penugasan audit.
Integritas dan Objektivitas.
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan
integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of
interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material
misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan)
pertimbangannya kepada pihak lain.
Dengan mempertahankan integritas ia akan bertindak jujur, tegas,
tanpa pretensi. Dengan mempertahankan objektivitas ia akan bertindak adil,
tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan
pribadi.
5. Aturan-Aturan Kode Etik Perilaku
Kantor akuntan publik harus independen ketika memeberikan jasa tertentu, tetapi tidak untuk jasa
lainnya. Independensi juga diwajibkan dalam jenis jasa atestasi lainnya, seperti jasa review dan audit
atas laporan keuangan prospektif. Akan tetapi, sebuah kantor akuntan publik dapat memeberikan
jasa SPT pajak dan jasa manajemen tanpa harus berlaku independen.
Peraturan perilaku lainnya :
1. Integritas dan objektivitas
2. Standar teknis
3. Kerahasiaan
4. Fee kontinjen
5. Tindakan yang dapat didiskreditkan
6. Iklan dan permohonan
7. Komisi dan fee referal
8. Bentuk dan nama organisasi