Analisis Dampak Industrialisasi Perikana 1

OLEH :
THAHIRA KEMALA DEWI

Analisis Dampak Industrialisasi Perikanan Terhadap
Perkembangan Ekonomi Nelayan Tradisional (Studi Kasus
Industrialisasi Perikanan Tangkap di Pelabuhan Perikanan
Samudera Bungus Padang)
1. Pendahuluan
Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2012 mengusung
kebijakan pembangunan industrialisasi perikanan dan ekonomi biru sebagai
respon terhadap peran ekonomi sektor kelautan dan perikanan yang belum
maksimal. Industrialisasi perikanan merupakan proses perubahan sistem
produksi hulu dan hilir untuk meningkatkan nilai tambah, produktivitas, dan
skala produksi sumber daya kelautan dan perikanan. Lalu, apa hubunganya
dengan ekonomi biru? Menurut Pauli (2010), ekonomi biru merupakan
pendekatan baru bahwa aktivitas ekonomi harus inovatif, nirlimbah (tanpa
limbah), membuka banyak lapangan kerja untuk orang miskin, dan efisiensi
dalam menggunakan sumber daya.
Industrialisasi selama ini terkesan serba modern, sementara nelayan
terkesan serba tradisional. Bukankah kedua hal ini saling bertentangan?
Dalam pelaksaanaanya, kebijakan ini memang belum mampu untuk

menyentuh nelayan.
2. Strategi Industrialisasi Perikanan
Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. Per.27/Men/2012
tentang Pedoman Umum Industrialisasi Kelautan dan Perikanan, disebutkan
bahwa prinsip pelaksanaannya adalah melalui modernisasi yang didukung
dengan arah kebijakan terintegrasi antara kebijakan makro, pengembangan
infrastruktur, sistem usaha dan investasi, ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta sumber daya manusia untuk kesejahteraan rakyat. Jadi, nilai tambah,
produktivitas, dan modernisasi menjadi kata kuncinya. Industrialisasi
perikanan berarti mengindustrikan perikanan melalui trasnformasi sosialekonomi dan budaya perikanan dengan nilai – nilai industrialisasi.
Secara sederhana paling tidak ada tiga tipe kelembagaan usaha nelayan.
Pertama, nelayan tradisional, yaitu nelayan yang melakukan kegiatan
perikanan secara subsisten. Artinya hasil produksi digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Teknologinya pun sederhana dan
beroperasi di wilayah pesisir. Menjadi nelayan adalah sebagai jalan hidup.
Pemilik perahu biasanya merangkap sebagai nakhoda atau anak buah kapal
(ABK). Kedua, nelayan komersial, yaitu nelayan yang sudah berorientasi pada
keuntungan dan diinvestasikan kembali untuk kemajuan usahanya.
Teknologinya relatif sedang, beroperasi di laut lepas,dan masih menggunakan
pola bagi hasil. Organisasi produksi sudah mulai hierarkis dan membutuhkan

tenaga-tenaga spesialis seperti juru mudi, juru mesin, dan juru arus. Pemilik
kapal umumnya sudah tidak ikut melaut. Ketiga, nelayan industrial, yaitu
nelayan yang orientasi produksinya pada keuntungan dan nilai tambah.

Teknologinya tergolong tinggi sehingga beroperasi di laut lepas dan laut
internasional. Organisasi produksinya sudah sangat hierarkis dengan tenaga
spesialis yang lebih banyak. Namun, umumnya pola bagi hasil sudah
ditinggalkan dan menggunakan pola upah. Nelayan industrial seperti ini tentu
lebih tepat sebagai pengusaha perikanan.
Menurut data KKP RI, Nelayan di Indonesia pada tahun 2013 berjumlah
sekitar 2,86 juta jiwa, namun belum ada angka pasti tentang jumlah nelayan
yang tergolong tradisional, komersial, maupun industrial. Yang paling
memungkinkan adalah dengan melihat data armada perikanan. Pada 2013
armada tradisional (perahu tanpa motor, perahu dengan motor tempel, dan
perahu motor kurang dari 5 GTT) berjumlah 556.200 unit (89,95%), sisanya
nelayan komersial dan industrial.
Industrialisasi lebih menitikberatkan kepada pertumbuhan ekonomi, yang
dominannya hanya memikirkan bagaimana produktivitas meningkat tanpa
memikirkan apakah dampak positifnya diminati oleh semua masyarakat
perikanan. Dalam industrialisiasi ini tentu lebih banyak mengambil

keuntungan adalah nelayan komersial dan industri, sementara nelayan
tradisional yang lebih dominan (89,95%) di Indonesia hanya menikmati
sedikit saja keuntungan. Nelayan – nelayan tradisional ini bertindak sebagai
buruh kepada para pengusaha perikanan yang menguasai industri perikanan.
Tentu saja kebijakan ini belum menyentuh nelayan atau mungkin tidak akan
dapat menyentuh nelayan karena kebijakan ini tidak pro kepada nelayan
kecil.
Sebagai contoh, industrialisasi ikan tuna di Bungus, Sumatera Barat,
yang merupakan salah satu dari lima kawasan percontohan industrialisasi
perikanan tangkap di Indonesia. Produksi ikan tuna yang menjanjikan di
Sumatera Barat menarik para investor / pengusaha perikanan dari luar
daerah untuk menanamkan modalnya dalam usaha ini. Penangkapan ikan
tuna yang memerlukan kapal besar > 30 GT yang tentu saja tidak dimiliki
oleh nelayan tradisional. Usaha ikan tuna ini dikuasai para pengusaha
perikanan kaya saja yang memiliki armada yang memadai. Nelayan kecil
hanya bertindak sebagai buruh penangkap ikan dan pengusaha kaya sebagai
juragan / tengkulak. Hal ini menyebabkan terdapat jurang pemisah antara
nelayan miskin dan si kaya. Tentu saja tidak mengherankan nelayan kita
tetap miskin walaupun di daerah mereka memiliki sumber daya perikanan
yang melimpah.

3. Kesimpulan
Industrialisasi perikanan bukan berarti terjadi transformasi nelayan
tradisional menjadi nelayan industrial dengan semua atributnya.
Industrialisasi perikanan mestinya dimaknai sebagai upaya transformasi
budaya yang membawa perubahan dari sekadar produksi menjadi produksi
dengan mutu produk yang baik: memiliki nilai ekonomi,memperhatikan
keamanan pangan, serta keberlanjutan sumber daya. Karena itu, nelayan
tetap didorong untuk meningkatkan produksi sesuai daya dukung sumber
daya sehingga mampu bersaing dalam persaingan pasar.
Industrialisasi seharusnya tidak saja berorientasi kepada peran ekonomi
sektor kelautan dan perikanan terhadap pertumbuhan ekonomi tetapi juga
memikirkan kesejahteraan nelayan yang merata, tidak ada kesenjangan
ekonomi dan sosial, dimana di Indonesia ini yang namanya nelayan identik
dengan warga miskin. Kebijakan ini sudah jelas bersifat urban bias.

Seharusnya pemerintah lebih memikirkan hal tersebut, bagaimana para
nelayan kita ini dapat sejahtera dari sumber daya perikanan yang sangat
melimpah di negara maritim kita ini.
Daftar Pustaka
Pusat Data, Statistik dan Informasi. 2013. Kelautan dan Perikanan dalam

Angka 2013. Jakarta. Sekretariat Jenderal, Kementerian Kelautan dan Perikanan
RI.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. Per.27/Men/2012
tentang Pedoman Umum Industrialisasi Kelautan dan Perikanan.
https://www.facebook.com/balipost/posts/583347941731851?fref=nf
http://www.kiara.or.id/refleksi-2013-dan-proyeksi-2014-kelautan-danperikanan-mencari-pemimpin-bervisi-kelautan/

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3