SERI TATA KELOLA PERUSAHAAN CORPORATE GO (1)

SERI TATA KELOLA PERUSAHAAN (CORPORATE GOVERNANCE)

Jilid II

Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance

( Tata Kelola Perusahaan )

The Roles of the Board of Commissioners and the Audit Committee

in Corporate Governance

Citra Graha, 7th Floor, Suite 703 , Jl. Jend. Gatot Subroto 35 – 36 , Jakarta 12950, Indonesia Phone: 021 – 5200702 Fax.: 021 – 5200969 E-mail: fcgi@fcgi.or.id http://www.fcgi.or.id

SERI TATA KELOLA PERUSAHAAN (CORPORATE GOVERNANCE)

Jilid II

Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance ( Tata Kelola Perusahaan )

The Roles of the Board of Commissioners and the Audit Committee

in Corporate Governance

Citra Graha, 7th Floor, Suite 703 , Jl. Jend. Gatot Subroto 35 – 36 , Jakarta 12950, Indonesia

Phone: 021 – 5200702 Fax.: 021 – 5200969 E-mail: fcgi@fcgi.or.id http://www.fcgi.or.id

FORUM FOR CORPORATE GOVERNANCE IN INDONESIA

( FCGI )

Semenjak didirikan pada tanggal 8 Februari 2000 oleh 5 (lima) asosiasi bisnis dan profesi, yaitu AEI, IAI-KAM, IFEA, INA, dan MTI, Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) telah memainkan peranan dan usahanya yang signifikan dalam mensosialisasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Saat ini FCGI beranggotakan 10 (sepuluh) asosiasi bisnis dan profesi setelah 5 (lima) asosiasi lainnya bergabung kemudian dalam keanggotaan FCGI. Berikut ini adalah asosiasi-asosiasi bisnis dan profesi, dalam urutan alfabetis, yang tergabung dalam keanggotaan FCGI yaitu:

1. AEI (Asosiasi Emiten Indonesia);

2. APEI (Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia);

3. FKSPI BUMN/BUMD (Forum Komunikasi Satuan Pengawas Intern BUMN/BUMD);

4. IAI-KAM (Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Manajemen);

5. IFEA (the Indonesian Financial Executives Association / Ikatan Eksekutif Keuangan Indonesia);

6. IIA Indonesia Chapter (the Institute of Internal Auditors Indonesia Chapter);

7. INA (the Indonesian Netherlands Association / Perkumpulan Indonesia Belanda);

8. MAPPI (Masyarakat Profesi Penilai Indonesia);

9. MTI (Masyarakat Transparansi Indonesia); dan

10. YPIA (Yayasan Pendidikan Internal Auditor). Selain dari itu, meskipun tidak termasuk dalam keanggotaan FCGI, JITF

(Jakarta Initiative Task Force) turut pula berperan aktif dalam kegiatan FCGI.

Maksud dan Tujuan FCGI

FCGI bekerjasama dan berpartisipasi dalam menciptakan dan mengembangkan Corporate Governance di Indonesia. Tujuan FCGI adalah untuk meningkatkan kesadaran dan mensosialisasikan prinsip dan aturan mengenai Corporate Governance kepada dunia bisnis di Indonesia dengan mengacu kepada international best practices sehingga mereka dapat memperoleh manfaat dalam melaksanakan prinsip dan aturan yang sesuai FCGI bekerjasama dan berpartisipasi dalam menciptakan dan mengembangkan Corporate Governance di Indonesia. Tujuan FCGI adalah untuk meningkatkan kesadaran dan mensosialisasikan prinsip dan aturan mengenai Corporate Governance kepada dunia bisnis di Indonesia dengan mengacu kepada international best practices sehingga mereka dapat memperoleh manfaat dalam melaksanakan prinsip dan aturan yang sesuai

Kepengurusan FCGI

Acting Chairman: Eddie M. Gunadi (IAI-KAM) Members of the Board: Abdurachim Husein (APEI), Cees-Jan Bevers (INA),

Chris Cooper (IIA-Indonesian Chapter), Dewi Sri Umi (MAPPI), Dudi M. Kurniawan (IAI-KAM), Edward Gustely (JITF), Elmar Bouma (INA), Erry Riyana Hardjapamekas (MTI), F. Antonius Alijoyo (IFEA), Felia Salim (MTI), Hari Setianto (YPIA), Helmy Yahya (IAI-KAM), Herman Darmawan (AEI), Irwan M. Habsjah (IFEA), Ito Warsito (IAI-KAM), Krisnaraga Syarfuan (IFEA), Phil Leifermann (IIA-Indonesia Chapter), Rudyan Kopot (IFEA), Sudarwan (YPIA), Tjandra Irawan (IFEA), Wierman Pamuntjak (FKSPI BUMN/BUMD).

Executive Secretary: TB. M. Nazmudin Sutawinangun (INA)

FORUM FOR CORPORATE GOVERNANCE IN INDONESIA ( FCGI )

Established on 8 February 2000 by 5 professional and business associations, namely AEI, IAI-KAM, IFEA, INA, and MTI, the Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) has played a significant role in disseminating Good Corporate Governance principles in Indonesia. Currently, the FCGI has 10 members since 5 others associations have now joined the FCGI. The members of the FCGI are:

1. AEI (the Association of Indonesian Public Listed Company);

2. APEI (the Association of Indonesian Securities Company);

3. FKSPI BUMN/BUMD (the Association of Internal Auditor of

State-Owned Companies/Local State-Owned Companies);

4. IAI-KAM (the Indonesian Accountant Association - Management Accountant Compartment);

5. IFEA (the Indonesian Financial Executives Association);

6. IIA (the Institute of Internal Auditors) Indonesia Chapter;

7. INA (the Indonesian Netherlands Association);

8. MAPPI (the Indonesian Society of Appraisers);

9. MTI (the Indonesian Society for Transparency); and

10. YPIA (the Internal Auditor Education Foundation). Although not a member, the JITF (Jakarta Initiative Task Force) is also

active in the FCGI.

Purpose and Objectives of FCGI

The FCGI works towards improving Corporate Governance in Indonesia. The FCGI 's aim is to enhance awareness and to socialize Good Corporate Governance principles to the Indonesian business community based on international best practices, so that they can gain the benefits associated with Good Corporate Governance. The activity of the FCGI complement the activities of the National Committee on Good Corporate Governance (NCCG), who are responsible for drafting the Code of Conduct of Good Corporate Governance and formulating the strategies required to implement this code. As part of the FCGI’s efforts to socialize Good Corporate Governance principles, the FCGI has already published Good Corporate Governance booklets and developed a self assessment questionnaire for The FCGI works towards improving Corporate Governance in Indonesia. The FCGI 's aim is to enhance awareness and to socialize Good Corporate Governance principles to the Indonesian business community based on international best practices, so that they can gain the benefits associated with Good Corporate Governance. The activity of the FCGI complement the activities of the National Committee on Good Corporate Governance (NCCG), who are responsible for drafting the Code of Conduct of Good Corporate Governance and formulating the strategies required to implement this code. As part of the FCGI’s efforts to socialize Good Corporate Governance principles, the FCGI has already published Good Corporate Governance booklets and developed a self assessment questionnaire for

Board of Management FCGI

Acting Chairman: Eddie M. Gunadi (IAI-KAM) Member of the Board: Abdurachim Husein (APEI), Cees-Jan Bevers (INA),

Chris Cooper (IIA-Indonesian Chapter), Dewi Sri Umi (MAPPI), Dudi M. Kurniawan (IAI-KAM), Edward Gustely (JITF), Elmar Bouma (INA), Erry Riyana Hardjapamekas (MTI), F. Antonius Alijoyo (IFEA), Felia Salim (MTI), Hari Setianto (YPIA), Helmy Yahya (IAI-KAM), Herman Darmawan (AEI), Irwan M. Habsjah (IFEA), Ito Warsito (IAI-KAM), Krisnaraga Syarfuan (IFEA), Phil Leifermann (IIA-Indonesia Chapter), Rudyan Kopot (IFEA), Sudarwan (YPIA), Tjandra Irawan (IFEA), Wierman Pamuntjak (FKSPI BUMN/BUMD).

Executive Secretary: TB. M. Nazmudin Sutawinangun (INA)

Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance ( Tata Kelola Perusahaan )

1. Pengertian Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)

Hingga saat ini masih ditemui definisi yang bermacam-macam tentang Corporate Governance. Namun demikian umumnya mempunyai maksud dan pengertian yang sama. FCGI dalam publikasi yang pertamanya mempergunakan definisi Cadbury Committee, yaitu: "seperangkat

peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan

perusahaan." Disamping itu FCGI juga menjelaskan, bahwa tujuan dari Corporate Governance adalah "untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)." Secara lebih rinci, terminologi Corporate Governance dapat dipergunakan untuk menjelaskan

peranan dan perilaku dari Dewan Direksi, Dewan Komisaris, pengurus (pengelola) perusahaan, dan para pemegang saham.

Sebagaimana yang diuraikan oleh OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), ada empat unsur penting dalam Corporate Covernance, yaitu:

1. Fairness (Keadilan). Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.

2. Transparency (Transparansi). Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.

3. Accountability (Akuntabilitas). Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris (dalam Two Tiers System).

4. Responsibility (Pertanggungjawaban). Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial.(OECD Business Sector Advisory Group on Corporate Governance, 1998)

Prinsip-prinsip Corporate Governance dari OECD menyangkut hal-hal sebagai berikut:

1. Hak-hak para Pemegang Saham;

2. Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham;

3. Peranan semua pihak yang berkepentingan (stekeholders) dalam Corporate Governance;

4. Transparansi dan Penjelasan;

5. Peranan Dewan Komisaris. Walaupun banyak pendapat tentang definisi dan tujuan Corporate

Governance, namun demikian ada prinsip dasar yang berlaku universal. Sebagai gambaran, untuk berhasil di pasar yang bersaing, suatu perusahaan harus mempunyai pengelola perusahaan yang inovatif, yang bersedia untuk mengambil risiko yang wajar, dan yang senantiasa mengembangkan strategi baru untuk mengantisipasi situasi yang berubah-ubah.

Hal ini menuntut manajemen sebagai pengurus perusahaan mempunyai ruang gerak untuk bertindak bebas dan didorong untuk bertindak untuk kepentingan investor atau penanam modal. Contoh, baru-baru ini Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) memberikan sanksi kepada tiga perusahaan yang terdaftar di Bursa. Salah satu diantaranya terbukti melaksanakan transaksi pinjaman senilai Rp. 10 milyar kepada 64% pemegang sahamnya tanpa persetujuan dari pemegang saham lainnya. Hal ini dianggap melanggar ketentuan BAPEPAM mengenai benturan kepentingan.(Bisnis Indonesia, "Bapepam kenakan sanksi kepada 3 emiten dan 4 sekuritas". www.bisnis.com)

Karenanya ketentuan-ketentuan dan prosedur diperlukan untuk menjaga kepentingan penanam modal di mana termasuk di dalamnya: "pengelolaan

pengawasan yang independen, transparansi atas kinerja perusahaan, kepemilikan, dan pengendalian; dan partisipasi dalam keputusan yang fundamental oleh para pemegang saham - dengan perkataan lain harus

dipatuhinya 'Corporate Governance'." (Egon Zehnder International, 2000: p. 12-13)

2. Dewan Komisaris di Indonesia: Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT 1995), Code of Conduct, dan peraturan-peraturan khusus tertentu lainnya.

Dewan Komisaris dalam One Tier System (Anglo Saxon) dan dalam Two Tiers System (Kontinental Eropa).

Berkenaan dengan bentuk Dewan dalam sebuah perusahaan, terdapat dua sistem yang berbeda yang berasal dari dua sistem hukum yang berbeda, yaitu Anglo Saxon dan dari Kontinental Eropa.

Sistem Hukum Anglo Saxon mempunyai Sistem Satu Tingkat atau One Tier System. Di sini perusahaan hanya mempunyai satu Dewan Direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (Direktur Eksekutif) dan Direktur Independen yang bekerja dangan prinsip paruh waktu (Non Direktur Eksekutif). Pada dasarnya yang disebut belakangan ini diangkat karena kebijakannya, pengalamannya dan relasinya. Negara-negara dengan One Tier System misalnya Amerika Serikat dan Inggris.

General Meeting of the Shareholders (GMoS)

Board of Directors Executive

Non Executive

Director

Director

(part time

(senior management)

independent members)

Tabel 1. Struktur Board of Directors dalam One Tier System

Sistem Hukum Kontinental Eropa mempunyai Sistem Dua Tingkat atau Two Tiers System. Di sini perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu Dewan Pengawas (Dewan Komisaris) dan Dewan Manajemen (Dewan

Direksi). Yang disebutkan terakhir, yaitu Dewan Direksi, mengelola dan mewakili perusahaan di bawah pengarahan dan pengawasan Dewan Komisaris. Dalam sistem ini, anggota Dewan Direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh badan pengawas (Dewan Komisaris). Dewan Direksi juga harus memberikan informasi kepada Dewan Komisaris dan menjawab hal-hal yang diajukan oleh Dewan Komisaris. Sehingga Dewan Komisaris terutama bertanggungjawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen.

Dalam hal ini Dewan Komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaksi-transaksi dengan pihak ketiga. Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diganti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Negara-negara dengan Two Tiers System adalah Denmark, Jerman, Belanda, dan Jepang. Karena sistem hukum Indonesia berasal dari sistem hukum Belanda, maka hukum perusahaan Indonesia menganut Two Tiers System untuk struktur dewan dalam perusahaan.

Meskipun demikian dalam sistem hukum dewasa ini terdapat pula perbedaan-perbedaan yang cukup penting termasuk di dalamnya adalah hak dan kewajiban Dewan Komisaris dimana dalam keadaan yang umum tidak termasuk kewenangan Dewan Komisaris untuk menunjuk dan memberhentikan direksi.

Tabel 2. Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Belanda

Tabel 3. Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Indonesia

Peranan Dewan Komisaris dalam Suatu Perusahaan.

Dewan Komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan Good Corporate Governance. Menurut Egon Zehnder, Dewan Komisaris - merupakan inti dari Corporate Governance - yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Pada intinya, Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Mengingat manajemen yang bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan - sedangkan Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen - maka Dewan Komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan. (Egon Zehnder International, 2000 hal.12-13)

Lebih lanjut tugas-tugas utama Dewan Komisaris meliputi:

1. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja, kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha; menetapkan sasaran kerja; mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan; serta memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan aset;

2. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan 2. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan

3. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota Dewan Direksi dan anggota Dewan Komisaris, termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan;

4. Memonitor pelaksanaan Governance, dan mengadakan perubahan di mana perlu;

5. Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam perusahaan.(OECD Principles of Corporate Governance)

Persyaratan untuk Dewan Komisaris Menurut Undang-Undang yang Berlaku di Indonesia

Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), yaitu Pasal 97 UUPT, Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perusahaan serta memberikan nasihat kepada Direksi. Lebih lanjut Pasal 98 UUPT menegaskan, bahwa Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan. Disamping itu UUPT juga menetapkan, bahwa orang yang dapat diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya sebagai anggota Dewan Komisaris.

Mengenai kepemilikan saham anggota Dewan Komisaris, UUPT menetapkan, bahwa anggota Dewan Komisaris wajib melaporkan kepada perusahaan tentang kepemilikan sahamnya dan atau anggota keluarganya pada perusahaan tersebut atau perusahaan lain.

Komisaris sebuah perusahaan diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Mereka diangkat untuk suatu periode tertentu, dan apabila dimungkinkan, mereka bisa diangkat kembali. Dalam Anggaran Dasar diatur tata cara pencalonan, pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan tersebut. Akhirnya, UUPT menetapkan, bahwa anggota Dewan Komisaris dapat diberhentikan atau diberhentikan sementara oleh RUPS.

Bagaimana dalam prakteknya?

Aktifnya peranan Dewan Komisaris dalam praktek sangat tergantung pada lingkungan yang diciptakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Dalam beberapa kasus memang ada baiknya Dewan Komisaris memainkan peranan yang relatif pasif, namun di Indonesia sering terjadi anggota Dewan Komisaris bahkan sama sekali tidak menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar terhadap Dewan Direksi. Dewan Komisaris seringkali dianggap tidak memiliki manfaat. Hal ini dapat dilihat dalam fakta, bahwa banyak anggota Dewan Komisaris tidak memiliki kemampuan, dan tidak dapat menunjukkan independensinya (sehingga, dalam banyak kasus, Dewan Komisaris juga gagal untuk mewakili kepentingan stakeholders lainnya selain daripada kepentingan pemegang saham mayoritas).

Persoalan independensi juga muncul dalam hal penggajian Dewan Komisaris didasarkan pada persentase gaji Dewan Direksi. Kepemilikan saham yang terpusat dalam satu kelompok atau satu keluarga, dapat menjadi salah satu penyebab lemahnya posisi Dewan Komisaris, karena pengangkatan posisi anggota Dewan Komisaris diberikan sebagai rasa penghargaan semata maupun berdasarkan hubungan keluarga atau kenalan dekat. Di Indonesia, mantan pejabat pemerintahan ataupun yang masih aktif, biasanya diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris suatu perusahaan dengan tujuan agar mempunyai akses ke instansi pemerintah yang bersangkutan. Dalam hal ini integritas dan kemampuan Dewan Komisaris seringkali menjadi kurang penting. Pada gilirannya independensi Dewan Komisaris menjadi sangat diragukan karena hubungan khususnya dengan pemegang saham mayoritas ataupun hubungannya dengan Dewan Direksi ditambah kurangnya integritas serta kemampuan Dewan Komisaris. (Herwidayatmo, 2000: hal. 6-7)

3. Apa itu Komisaris Independen? Proposal FCGI tentang Komisaris Independen

Seharusnya ada definisi yang jelas tentang komisaris "ekstern" atau komisaris "independen". Dalam hubungan ini, FCGI mengusulkan agar dipergunakan definisi yang diterima dalam lingkup internasional yaitu Komisaris "ekstern"atau "independen". Kriteria Komisaris Independen diambil oleh FCGI dari kriteria otoritas bursa efek Australia tentang Outside Directors. Kriteria untuk Outside Directors dalam One Tier System tersebut telah diterjemahkan menjadi kriteria untuk Komisaris Independen dalam position paper FCGI kepada NCCG. Kriteria tentang Komisaris Independen tersebut adalah sebagai berikut:

1. Komisaris Independen bukan merupakan anggota manajemen;

2. Komisaris Independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas, atau seorang pejabat dari atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari perusahaan;

3. Komisaris Independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi seperti itu;

4. Komisaris Independen bukan merupakan penasehat profesional perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut;

5. Komisaris Independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut;

6. Komisaris independen tidak memiliki kontraktual dengan perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan tersebut;

7. Komisaris Independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun atau hubungan lainnya yang dapat, atau secara wajar dapat dianggap sebagai campur

tangan secara material dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan. (Forum for Corporate Governance in Indonesia: 2000; p. 6)

Terminologi mendasar mengenai Independensi

Independensi Profesional adalah suatu bentuk sikap mental yang sulit untuk dapat dikendalikan karena berhubungan dengan integritas seseorang. Melaksanakan "fit and proper test" terhadap kandidat yang akan menduduki jabatan tertentu di perusahaan merupakan salah satu usaha mengetahui independensi profesional. Akan tetapi, integritas independensi seseorang lebih ditentukan oleh apa yang sebenarnya diyakininya dan dilaksanakannya dalam kenyataan (in fact) dan bukan oleh apa yang terlihat (in appearance). (The Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG): 2000, p. 6)

Tabel 4. Hubungan yang dapat memperlemah Independensi

Lebih lanjut, dalam menyelenggarakan suatu "fit and proper test", pemberian kesempatan yang sama (equal opportunity) terhadap setiap orang untuk menempati suatu jabatan akan menuju kepada seleksi calon-calon yang lebih memenuhi syarat dan adil.

Komisaris Independen menurut Peraturan Bursa Efek Jakarta

Keberadaan Komisaris Independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000. Dikemukakan bahwa perusahaan yang listed di Bursa harus mempunyai Komisaris Independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang minoritas (bukan controlling shareholders). Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah minimal Komisaris Independen adalah 30% dari seluruh anggota Dewan Komisaris. Beberapa kriteria lainnya tentang Komisaris Independen adalah sebagai berikut:

1. Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling shareholders) Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;

2. Komisaris Independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau komisaris lainnya Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;

3. Komisaris Independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;

4. Komisaris Independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;

5. Komisaris Independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan controlling shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

4. Dewan Komisaris dan Komite-komite

Telah diketahui secara umum bahwa untuk dapat bekerja secara tepat

guna dalam suatu lingkungan usaha yang kompleks Dewan

Komisaris harus mendelegasikan beberapa tugas mereka kepada komite-komite. Adanya

komite-komite ini merupakan suatu sistem yang bermanfaat

untuk dapat melaksanakan pekerjaan Dewan Komisaris secara lebih rinci dengan memusatkan perhatian Dewan Komisaris kepada bidang khusus perusahaan atau cara pengelolaan yang baik (Governance) oleh manajemen. Komite-komite yang pada umumnya dibentuk adalah Komite Kompensasi/Remunerasi untuk badan eksekutif dalam perusahaan, Komite Nominasi, dan Komite Audit. Berdasarkan praktek yang umum berlaku di dunia internasional disarankan bahwa anggota komite-komite tersebut diisi oleh anggota Komisaris Independen.

Walaupun komite-komite tersebut belum merupakan hal yang umum terdapat di berbagai bagian dunia, namun kecendurangan akan menyebar sejalan dengan perkembangan perusahaan, serta masalah yang lebih kompleks dan yang lebih luas. Dewan Komisaris harus mempertimbangkan untuk mengangkat seorang komisaris dan menetapkan suatu kebijakan tentang pergantian ketua komite-komite tersebut. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap komisaris mendapat kesempatan untuk ikut serta sesuai dengan caranya dan masing-masing untuk memperoleh pandangan-pandangan baru.

Dalam Corporate Governance terdapat tiga komite yang memiliki peranan penting, yaitu:

a. Komite Kompensasi/Remunerasi (Compensation/Remuneration Committee) Membuat rekomendasi terhadap keputusan-keputusan yang menyangkut remunerasi/kompensasi untuk Dewan Direksi dan kebijakan- kebijakan kompensasi lainnya, termasuk hubungan antara prestasi perusahaan dengan kompensasi bagi eksekutif perusahaan dalam hal ini CEO.

b. Komite Nominasi (Nomination/Governance Committee) Mengawasi proses pencalonan komisaris dan direksi, menyeleksi para kandidat yang akan dicalonkan, dan mengusulkan kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur tentang struktur dewan dan proses nominasinya.

c. Komite Audit (Audit Committee) Memberikan suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen.(Egon Zehnder International, 2000: p. 21)

5. Komite Audit

Salah satu dari komite-komite yang telah disebutkan di atas yaitu Komite Audit memiliki tugas terpisah dalam membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh. Sebagai contoh, Komite Audit memiliki wewenang untuk melaksanakan dan mengesahkan penyelidikan terhadap masalah-masalah di dalam cakupan tanggung jawabnya. The Institute of Internal Auditors (IIA) merekomendasikan bahwa setiap perusahaan publik harus memiliki Komite Audit yang diatur sebagai komite tetap. IIA juga menganjurkan dibentuknya Komite Audit di dalam organisasi lainnya, termasuk lembaga-lembaga non-profit dan pemerintahan.

Komite Audit agar beranggotakan Komisaris Independen, dan terlepas dari kegiatan manajemen sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab utama untuk membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan tanggung jawabnya terutama dengan masalah yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan (The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and the Audit Committee: Working Together Towards Common Goals).

Pada umumnya, Komite Audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu;

a. Laporan Keuangan (Financial Reporting);

b. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance); dan

c. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control).

a. Laporan Keuangan (Financial Reporting)

Tanggung jawab Komite Audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang hal-hal sebagai berikut:

1. Kondisi keuangan;

2. Hasil Usahanya;

3. Rencana dan komitmen jangka panjang. Ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah:

1. Merekomendasikan auditor eksternal;

2. Memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan auditor eksternal, yaitu: ● Surat penunjukkan auditor. ● Perkiraan biaya audit. ● Jadwal kunjungan auditor. ● Koordinasi dengan internal audit. ● Pengawasan terhadap hasil audit. ● Menilai pelaksanaan pekerjaan auditor.

3. Menilai kebijakan akuntansi dan keputusan-keputusan yang menyangkut kebijaksanaan;

4. Meneliti Laporan Keuangan (Financial Statement), yang meliputi: ● Laporan Paruh Tahun (Interim Financial Statements). ● Laporan Tahunan (Annual Financial Statements). ● Opini Auditor dan Management Letters.

Khusus tentang penilaian atas kebijakan akuntansi dan keputusan suatu kebijaksanaan, dapat dilakukan secara efektif dengan memperoleh suatu rangkuman yang singkat tentang semua kebijakan akuntansi yang mendasari laporan keuangan yang diperoleh dari pejabat dalam bidang akuntansi.

b. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)

Tanggungjawab Komite Audit dalam bidang Corporate Governance adalah untuk memastikan, bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang- undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.

Ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah:

1. Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan, etika, benturan kepentingan dan penyelidikan terhadap perbuatan yang merugikan perusahaan dan kecurangan;

2. Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi ataupun yang ditunda serta yang menyangkut masalah Corporate Governance dalam hal mana perusahaan menjadi salah satu pihak yang terkait di dalamnya;

3. Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan benturan kepentingan, perbuatan yang merugikan perusahaan, dan kecurangan;

4. Keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaan Corporate Governance dan temuan-temuan penting lainnya.

c. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control )

Tanggungjawab Komite Audit untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal. Ruang lingkup audit internal harus meliputi pemeriksaan dan penilaian tentang kecukupan dan efektifitas sistem pengawasan intern.

Disamping itu, definisi baru tentang audit intern memperkuat tanggung jawab Komite Audit dalam hal Corporate Control karena dalam definisi tersebut dinyatakan, bahwa audit intern merupakan kegiatan yang mandiri dalam memberikan kepastian (assurance), serta konsultasi untuk memberikan nilai tambah untuk memperbaiki kegiatan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya melalui suatu pendekatan secara sistematik dan disiplin dalam menilai dan memperbaiki efektifitas manajemen risiko, pengawasan dan proses Governance. (The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and The Audit Committee) Disamping itu, definisi baru tentang audit intern memperkuat tanggung jawab Komite Audit dalam hal Corporate Control karena dalam definisi tersebut dinyatakan, bahwa audit intern merupakan kegiatan yang mandiri dalam memberikan kepastian (assurance), serta konsultasi untuk memberikan nilai tambah untuk memperbaiki kegiatan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya melalui suatu pendekatan secara sistematik dan disiplin dalam menilai dan memperbaiki efektifitas manajemen risiko, pengawasan dan proses Governance. (The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and The Audit Committee)

Lebih lanjut, kriteria dan catatan lainnya tentang Komite Audit adalah: ● Paling sedikit satu anggota Komite Audit harus mempunyai pengetahuan

yang memadai tentang keuangan dan akuntansi; ● Ketua Komite Audit harus hadir pada RUPS untuk menjawab pertanyaan

para Pemegang Saham; ● Komite Audit harus mengundang eksekutif yang menurut mereka tepat (terutama pejabat di bidang keuangan) untuk hadir pada rapat-rapat

komite, akan tetapi apabila dipandang perlu dapat mengadakan rapat tanpa kehadiran seorangpun eksekutif perusahaan. Di luar itu Direktur Keuangan dan Kepala Satuan Kerja Audit Intern dan, seorang wakil dari auditor eksternal harus hadir sebagai peserta pada rapat-rapat Komite Audit;

● Sekretaris Perusahaan harus bertindak sebagai sekretaris Komite Audit; ● Wewenang Komite Audit harus meliputi:

❍ Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya. ❍ Mencari informasi yang relevan dari setiap karyawan. ❍ Mengusahakan saran hukum dan saran profesional lainnya yang

independen apabila dipandang perlu. ❍ Mengundang kehadiran pihak luar dengan pengalaman yang sesuai, apabila dianggap perlu.(Pratip Kar, 2000)

6. Audit Committee Charter

Suatu dokumen yang mengatur tentang tugas, tanggung jawab, dan wewenang serta struktur Komite Audit yang dituangkan secara tertulis dan disahkan oleh Dewan Komisaris akan merupakan suatu dokumen (charter) yang menjamin terciptanya dengan baik kondisi pengawasan suatu perusahaan, disamping perlu adanya suatu wacana dari pimpinan perusahaan akan pentingnya pengawasan (tone at the top). Peran Komite Audit adalah untuk mengawasi dan memberi masukan kepada Dewan Komisaris dalam hal terciptanya mekanisme pengawasan.

Tetapi dalam kenyataannya banyak anggota Komite Audit yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dalam masalah pengawasan intern, dan bahkan tidak sedikit yang kurang mempunyai latar belakang akuntansi Tetapi dalam kenyataannya banyak anggota Komite Audit yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dalam masalah pengawasan intern, dan bahkan tidak sedikit yang kurang mempunyai latar belakang akuntansi

Tanggungjawab Komite Audit minimal yang menyangkut proses penyusunan laporan keuangan dan pelaporan lainnya, pengawasan intern, serta dipatuhinya ketentuan tentang undang-undang dan peraturan serta etika bisnis. Dokumen itu juga harus menyatakan, bahwa Komite Audit akan mengadakan rapat secara periodik dan dapat mengadakan rapat tambahan atau rapat-rapat khusus bila diperlukan. Selanjutnya wewenang, tanggung- jawab dan struktur Komite Audit harus ditetapkan dalam peraturan perusahaan.

Berpedoman pada ketentuan the Institute of Internal Auditor mengenai Audit Committee Charter yang harus dinyatakan dengan jelas adalah yang menyangkut hal-hal sebagai berikut:

● Tanggungjawab utama untuk laporan keuangan dan lainnya, pengawasan intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, peraturan dan etika bisnis dalam perusahaan tetap berada di tangan manajemen eksekutif;

● Pimpinan puncak badan eksekutif, mempunyai tanggungjawab menyeluruh dalam bidang-bidang tersebut di atas, dan Komite Audit membantu Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugas dan tanggung- jawabnya. Komite Audit harus mempunyai akses pada sumber informasi, termasuk dokumen dan personalia, dan mempunyai fasilitas yang

memadai untuk melaksanakan seluruh tanggungjawabnya tersebut; ● Diperlukan adanya penilaian yang tidak berpihak dan objektif tentang

manajemen perusahaan; ● Pimpinan puncak badan eksekutif dan Dewan Direksi harus mendukung Komite Audit, yang bekerja secara mandiri dan bebas dari pengaruh

manajemen maupun pengaruh lainnya yang merupakan kelemahan perusahaan;

● Komite Audit dan auditor internal harus memelihara suatu tingkat kemandirian profesional dalam menilai pelaksanaan tanggungjawab manajemennya. Akan tetapi, ini tidak berarti, bahwa suatu peran yang

harus berlawanan dengan manajemen, karena pada dasarnya auditor internal dan manajemen harus mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk peningkatan efisiensi;

● Untuk memastikan kemandirian fungsi audit intern dan yang memastikan bahwa temuan audit telah ditindaklanjuti secara wajar, Komite Audit harus

meningkatkan dan memperbaiki kerja sama yang saling menguntungkan dengan auditor internal, dan manajemen eksekutif. (The Institute of Internal Auditors, The Audit Committee in the Public Sector)

7. Struktur Komite Audit

Komite Audit harus terdiri dari individu-indidvidu yang mandiri dan tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan, dan yang memiliki pengalaman untuk melasanakan fungsi pengawasan secara efektif. Salah satu dari beberapa alasan utama kemandirian ini adalah untuk memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang diajukan oleh Komite Audit, karena individu yang mandiri cenderung lebih adil dan tidak memihak serta obyektif dalam menangani suatu permasalahan.

Jumlah anggota Komite Audit disesuaikan besar-kecilnya dengan organisasi dan tanggung jawab. Namun biasanya tiga sampai lima anggota merupakan jumlah yang cukup ideal. Komite Audit biasanya perlu untuk mengadakan rapat tiga sampai empat kali setahun untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya yang menyangkut soal sistem pelaporan keuangan. (The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and The Audit Committee)

8. Kesimpulan

Good Corporate Governance atau Tata Kelola Perusahaan yang Baik membantu terciptanya hubungan yang kondusif dan dapat dipertanggung- jawabkan diantara elemen dalam perusahaan (Dewan Komisaris, Dewan Direksi, dan para pemegang saham) dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan. Hal tersebut menuntut adanya pertanggungjawaban manajemen kepada Dewan Komisaris dan adanya pertanggungjawaban Dewan Komisaris kepada para Pemegang Saham. Dalam paradigma ini, Dewan Komisaris berada pada posisi untuk memastikan bahwa manajemen telah benar-benar bekerja demi kepentingan perusahaan sesuai strategi yang telah ditetapkan serta menjaga kepentingan para pemegang saham - yaitu untuk meningkatkan nilai ekonomis perusahaan. Terlebih lagi, Dewan Komisaris memegang peranan penting dalam mengarahkan strategi dan mengawasi jalannya perusahaan serta memastikan bahwa para manajer benar-benar meningkatkan kinerja perusahaan sebagai bagian daripada Good Corporate Governance atau Tata Kelola Perusahaan yang Baik membantu terciptanya hubungan yang kondusif dan dapat dipertanggung- jawabkan diantara elemen dalam perusahaan (Dewan Komisaris, Dewan Direksi, dan para pemegang saham) dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan. Hal tersebut menuntut adanya pertanggungjawaban manajemen kepada Dewan Komisaris dan adanya pertanggungjawaban Dewan Komisaris kepada para Pemegang Saham. Dalam paradigma ini, Dewan Komisaris berada pada posisi untuk memastikan bahwa manajemen telah benar-benar bekerja demi kepentingan perusahaan sesuai strategi yang telah ditetapkan serta menjaga kepentingan para pemegang saham - yaitu untuk meningkatkan nilai ekonomis perusahaan. Terlebih lagi, Dewan Komisaris memegang peranan penting dalam mengarahkan strategi dan mengawasi jalannya perusahaan serta memastikan bahwa para manajer benar-benar meningkatkan kinerja perusahaan sebagai bagian daripada

● Memiliki kemampuan untuk membahas permasalahan tanpa campur tangan manajemen; ● Dilengkapi dengan informasi yang memadai untuk mengambil keputusan; dan ● Berpartisipasi secara aktif dalam penetapan agenda dan strategi.

Hal ini menuntut adanya individu-individu dengan kualitas yang luar biasa baik, memiliki latar belakang yang beragam, berbekal keahlian utama dan pemahaman yang serius tentang perusahaan dan bisnis.

Mengingat bahwa akhir-akhir ini Corporate Governance merupakan salah satu topik pembahasan sehubungan dengan semakin gencarnya publikasi tentang kecurangan (fraud) maupun keterpurukan bisnis yang terjadi sebagai akibat kesalahan yang dilakukan oleh para eksekutif manajemen, maka hal ini menimbulkan suatu tanda tanya tentang kecukupan (adequacy) Corporate Governance. Demikian pula halnya tentang kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan perusahaan dipertanyakan. Oleh karena itu adalah suatu hal yang wajar dan penting bagi semua pihak yang terkait dengan proses penyusunan laporan keuangan untuk mengupayakan mengurangi bahkan menghilangkan krisis kepercayaan (credibility gap) dengan mengkaji kembali peranan masing-masing dalam proses penyusunan tersebut. Dalam hal ini Komite Audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya Good Corporate Governance. (Improving Audit Committee Performance: What Works Best - A Research Report prepared by PricewaterhouseCoopers, the Institute of Internal Auditors Research Foundation)

Akhirnya, suatu Dewan Komisaris yang aktif, canggih, ahli, beragam, dan yang terpenting - independen yang mengikuti proses-proses efektif yang ditempuh oleh Dewan Komisaris dan komite-komite yang berkaitan adalah yang paling baik untuk ditempatkan dalam memastikan bahwa aset-aset perusahaan telah dialokasikan untuk pemanfaatannya secara produktif.

The Roles of the Board of Commissioners and the Audit Committee

in Corporate Governance

1. Corporate Governance principles

The term of "Corporate Governance" is subject to many varying definitions. Broadly viewed, the FCGI defines Corporate Governance as "a set of rules

that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the government employees and other internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities, or the

system by which companies are directed and controlled." (taken from Cadbury Committee of United Kingdom) In addition, the FCGI also points out that objective of Corporate Governance is "to create added value to the stakeholders." More narrowly, the terms of Corporate Governance can be used to describe just the role and practices of the board of executives/the

board of directors, the board of commissioners, managers, and shareholders.

There are four essential elements of Corporate Governance elaborated by the OECD (Organization for Economic Co-operation and Development). The elements are:

1. Fairness. Ensuring the protection of shareholder rights, including the rights of minority and foreign shareholders, and ensuring the enforceability of contracts with resource providers.

2. Transparency. Requiring timely disclosure of adequate, clear and comparable information concerning corporate financial performance, corporate governance, and corporate ownership.

3. Accountability. Clarifying governance roles and responsibilities, and supporting voluntary efforts to ensure the alignment of managerial and shareholder interests, as monitored by the boards of directors (or board of commissioners in Two Tiers System, FCGI)

4. Responsibility. Ensuring corporate compliance with other laws and regulations that reflect the respective society's value.

(OECD Business Sector Advisory Group on Corporate Governance, 1998)

These elements are reflected in OECD’s Corporate Governance Principles; which cover:

1. Rights of Shareholders

2. Equitable Treatment of Shareholders

3. Role of Stakeholders in Corporate Governance

4. Disclosure and Transparency

5. Role of the Board of Directors Although there are many views concerning the definition and the objective of

Corporate Governance, particular fundamental standpoints apply. For instance, to succeed in competitive markets, a corporation should have innovative corporate managers who are willing to take appropriate risks, and constantly evolve new strategies to meet changing circumstances. This requires that managers have latitude for discretionary action. However managers may have incentives to deviate from acting in the interest of capital providers. For example, recently the Indonesian Capital Market Supervisory Agency (BAPEPAM) applied penalties to three publicly listed companies.

One of the companies was proven to carry out loan transactions amounting to 10 billion rupiahs with its 64% shareholder without approval of the other shareholders. This is considered to be a breach of breaking the BAPEPAM rules concerning conflict of interest. (Bisnis Indonesia, "Bapepam kenakan sanksi kepada 3 emiten dan 4 sekuritas". www.bisnis.com) Hence, rules and procedures to protect capital providers are necessary. These include:"independent

monitoring of management; transparency of corporate performance, ownership, and control; and participation in certain fundamental decisions by shareholders - in other words, 'Corporate Governance'."

(Egon Zehnder International, 2000: p. 12-13)

2. The Board of Commissioners in Indonesian Company Law (UUPT 1995), the Code of Conduct, and other respective regulation.

The Board of Commissioners in the One Tier System (Anglo Saxon) and Two Tiers System (European Continental)

With regard to the board structure in a company, there are two systems, derived from different legal systems, namely Anglo Saxon and European Continental.

The Anglo Saxon legal system has a One Tier System. The company has a single Board of Directors where there is usually a combination of senior managers (Executive directors) and independent directors who work on a part time basis (Non-executive directors). In principle, the latter are appointed because of their wisdom, experience and contacts. The countries with a One Tier System are, for example, United States and United Kingdom.

General Meeting of the Shareholders (GMoS)

Board of Directors Executive

Non Executive

Director

Director

(part time

(senior management) independent members)

Table 1. The Board Structure in the One Tier System

The European Continental legal system has a Two Tiers System. The company will have two separated boards, a supervisory board (the Board of Commissioners) and management board (the Board of Directors). The latter manages and represents the company under the direction and supervision of the former. The members of the management board are appointed and may

be removed by the supervisory board at any time. It must also provide the supervisory board with information and respond to inquiries. The Board of Commissioners is primarily responsible for supervising the duties of the management. It should not engage in management functions and may not represent the company in dealings with third parties. The members of the Board of Commissioners are appointed and removed at the General Meeting of the Shareholders. Countries with a Two Tiers System are Denmark, Germany, the Netherlands and Japan. Since the Indonesian legal system is based on the Netherlands legal system, the Indonesian company law has taken up the Two Tier Systems for its company board structure. However in be removed by the supervisory board at any time. It must also provide the supervisory board with information and respond to inquiries. The Board of Commissioners is primarily responsible for supervising the duties of the management. It should not engage in management functions and may not represent the company in dealings with third parties. The members of the Board of Commissioners are appointed and removed at the General Meeting of the Shareholders. Countries with a Two Tiers System are Denmark, Germany, the Netherlands and Japan. Since the Indonesian legal system is based on the Netherlands legal system, the Indonesian company law has taken up the Two Tier Systems for its company board structure. However in

Table 2. The Board Structure in Two Tiers System adopted in the Netherlands

Table 3. The Board Structure in Two Tiers System (as adopted in Indonesia)

Important Roles of the BoC in the company