TUGAS KAJIAN SENI RUPA II Disusun oleh I
TUGAS KAJIAN SENI RUPA II
Disusun oleh :
Muhammad rokhim
1412517021
PROGRAM STUDI SENI MURNI
JURUSAN SENI RUPA MURNI
FAKULTAS SENI RUPA
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
Tahun akademik 2016/ 2017
Kata Pengantar
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmatnya
penulis dapat menyelesaikan Kajian Seni Rupa II.
Tulisan ini jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu penulis membutuhkan kritik dan saran yang
membangun guna menyempurnakan tugas ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang telah
membantu, harap saya tulisan ini dapat sebagai acuan. Semoga bermanfaat bagi
semua pihak.
Penulis,
“ART|JOG| 10”
Pameran ART|JOG yang dibuka pada tanggal 19 mei 2017 di Jogja National
Museum (JNM) dengan tema “Changing Perspective” tahun ini semakin ramai
pengunjung, ibaratkan sebuah ivent yang ditunggu- tunggu kejutan karya yang
dihadirkan seniman dan yang dikemas oleh penyelenggara. “Perubahan
Paradigma”........ begitu katanya. Bahwa pengemasan dan peserta yang
mengikuti pameran pun tidak sama dengan tahun sebelumnya, disini peserta
berkompetisi presentasi untuk seleksi masuk pameran ART|JOG. Karya yang
dipamerkan di atur dengan sedemikian rupa dengan pemanfaatan labirin- labirin
yang beberapa memang mengikuti struktur bangunan, namun ada pula respon
terhadap ruang pamer untuk menambah keunikan yang ingin dicapai dalam
penyelenggaraannya.
Tak luput hiburan yang memang ditujukan untuk merespon suasana pameran
guna menambah rasa ketertarikan terhadap karya yang dipamerkan, serta untuk
mengundang penikmat musik ataupun pertunjukan yang disajikan. Tak kalah
menarik pangggung pertunjukan dibuat dan direspon agar tidak terlihat biasa.
Dihadirkan Merchandise project dipintu keluar pameran untuk dibeli dan dibawa
pulang pengunjung yang tertarik.
Gambar 1. Merchandise mouna venusa
(Sumber: Dokumentasi nani nurhayati)
Gambar 2. Floating Eyes
Wedhar Riyadi
(Sumber: Dokumentasi ARTJOG)
Pada halaman depan ruang pamer terdapat karya comission work oleh
Wedhar Riyadi dengan judul Floating Eyes, sebuah gambaran tentang kemajuan
teknologi dan jejaring sosial yang memiliki pengaruh dalam setiap perubahan,
termasuk memunculkan masyarakat yang terbuka dan memiliki kebebasan dalam
berpartisipasi di ruang publik. karya ini seperti taman atau playground yang bisa
diakses oleh pengunjung. Area dibuat memungkinkan orang untuk bertemu dan
menikmati ruang landscape, bermain, berimajinasi, bersantai, melakukan
performance atau sekadar duduk-duduk ngobrol dan yang lebih penting untuk
interaksi sosial. ruang berupa taman/kolam lengkap dengan beberapa karya patung
di sekitarnya. Air di permukaan kolam dibuat bergelombang dan berpercik,
digerakkan dengan efek suara Air refleksi kolam. Gerakan permukaan air tersebut
memungkinkan pengunjung untuk melihat pantulan lingkungan sekitar serta
melihat dirinya sendiri. Gambaran bentuk patung berupa banyak mata yang
bertumpuk dan terbang yang seakan-akan tengah mengawasi.
Adanya ART|JOG menjadi sarana untuk “memuaskan” rasa penasaran dan
keingintahuan pengunjung tentang seni dan budaya. ART|JOG memberi
pelayanan bagi pengunjung untuk mengelilingi ruang pamer seraya diberikan
penjelasan mengenai konsep karya-karya yang ditampilkan. Program ini dapat
menjadi sarana edukasi publik untuk memperkaya pengetahuan tentang wilayah
seni rupa. Ada yang beda dari ArtJog kali ini, dengan menghadirkan kembali situs
patung RJ. Katamsi, seorang pendiri Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI). Hal
tersebut sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa RJ. Katamsi di bidang seni dan
pendidikan.
Gambar 3. Suasana penjelasan tentang karya
(Sumber: Dokumentasi ART|JOG)
Pameran ART|JOG|10 dilaksanakan di Jogja National Museum (JNM) pada
19 Mei- 19 Juni 2017 dikuratori oleh Bambang 'Toko' Witjaksono dan Ignatia
Nilu. Pameran menggunakan space white cube dengan merespon gedung/
bangunan Jogja National Museum (JNM). Tema kali ini adalah "Changing
Perspective", tentunya biasa dimaknai lebih dalam yaitu "perubahan paradigma".
Paradigma adalah kesepakatan pandangan yang kemudian dianut secara bersamasama oleh lingkungan atau kalangan tertentu dengan membuat lompatan cara
berpikir.
Seleksi penyaringan karya yang akan ditampilkan di ART|JOG dilakukan
sejak Desember 2016. Pameran berfungsi pula sebagai wadah menjalin hubungan
baik dengan negara lain. Seniman yang mengikuti pameran menginginkan setiap
penikmat terangsang dengan karya yang dipamerkan. Visual karya setiap seniman
dibuat seunik mungkin untuk menampilkan nilai estetis guna menjadi sebuah
objek utama ketika dilihat. Display dibuat rapih, walaupun ada larangan untuk
mengolah gedung peninggalan sejarah lebih unik.
Pameran diadakan setiap 1 tahun sekali, tempat menggunakan ruang dalam
dan luar (patung Floating Eyes). Ruang pamer dibuat dekor dengan berbagai
media dan ruangan dimaksimalkan sebagai laboratorium penelitian higenis.
Peletakan caption/ label karya ditata dengan teknis sesuai standar tata kelola seni,
data yang disampaikan kepada penikmat seni lengkap dengan detailnya.
Pengelolan display tidak mengacu pada politic of display, pencahayaan pada
karya standar dan hanya sebagian yang dibuat dramatisasi.
ART|JOG| 10 pada tahun ini sangat menarik simpatisan untuk hadir ikut
menikmati megahnya perayaan yang dihadirkan. Menurut saya ART|JOG
merupakan tempat edukasi yang sangat bermanfaat untuk penikmatnya, dengan
adanya volunter dapat membantu pengujung yang hadir menikmati pameran yang
berlangsung. Penyelanggaraan ART|JOG merupakan sebuah keharusan yang
mana penikmat diajak berwisata seni, mengelilingi ruang pamer dan ikut meresapi
karya yang diekspresikan senimannya.
Pengunjung pameran yang tertarik untuk datang menikmati pameran
terkadang hanya menganggap karya seni sebagai pelengkap selfie, itulah yang
mungkin dapat membuat karya yang dipamerkan menangis. Kelalaian petugas
pangamanan karya bisa juga mengakibatkan dengan sengaja pengunjung
memegang ataupun meraba- raba karya untuk mengetahui material yang
digunakan untuk membuat karya, walaupun sudah ada tulisan dilarang memegang
karya. Penggunaan ruang pamer yang memanfaatkan gedung peninggalan sejarah
ini juga dapat merusak.
Setelah mengelilingi ruang pamer saya tertarik dengan karya Samsul Arifin
yang berjudul “Restiessnes Of Staring At The Future” 2D dan karya Joko Dwi
Astanto yang berjudul “Pressed” 3D. Betapa keinginan siseniman melakukan
pembelaan dan pengkritisan terhadap manusia. Samsul dengan keinginan
pembelaan terhadap masyarakan kecil dan Dwi dengan pengkritisan pola
kehidupan manusia. Restiessnes Of Staring At The Future menggambarkan
masyarakat kecil yang kekurangan lapangan pekerjaan dan melakukan pola hidup
miskin oleh tekanan. Sudah diceritakan oleh senimannya pada pelengkap label
bahwa “Seiring bergulirnya roda kehidupan, manusia diliputi keresahan
menghadapi masa depan. Kesulitan memeroleh lapangan pekerjaan dan besarnya
kebutuhan hidup menjadi masalah yang jamak ditemui. Kecanggihan teknologi
yang berdampak pada pola hidup praktis justru menimbulkan keresahan baru
dalam hiruk pikuk keduniawian yang semakin memenjarakan. Dunia menjadi
satu- satunya keutamaan, tanpa menyadari esensi kehidupan sang pencipta”.
Lain dengan Pressed karya dwi yang menyibolkan manusia sebagai makhluk
serakah yang hidup dibumi dangan kepandaiannya, namun disalah gunakan untuk
pemanfaatan yang berlebihan terhadap alam ini hingga manusia itu sendiri yang
menerima akibatnya. Hal tersebut diperkuat dengan konsep yang disertakan pada
label, yang tertulis bahwa “ karya berkisah antara mesin, alam dan manusia. Alam
memiliki fitrah dan kehendaknya sendiri. Oleh campur tangan manusia selama ini,
alam dibentuk paksa berdasarkan ilmu- ilmu yang diciptakan alih- alih menjaga
kerhamonisan. Dalam bentuk- bentuk tertentu bahasa ilmu pengetahuan, religi
termasuk estetika manusia merumuskan aturan dan kriteria pemenangan atas
dirinya. Penakhlukan dan penjelajahan dilakukan, manusia semakin haus akan
eksistensi. Alam merespon ganas, manusia menghadapi penderitaan yang
diciptakannya sendiri.
Sifat kritis seorang seniman perlulah untuk mengubah pola pikir manusia
yang lain, dengan edukasi serta pembimbingan melalui karya visual. Kehidupan
yang layak ataupun benar semua kembali kepada manusianya sendiri, ingin
merubah pemikiran dan tingkah laku sesuai fitrahnya atau akan melakukan
perubahan dengan paksa terhadap alam yang dikaruniai ini. Semua bentuk yang
divisualkan si seniman mengandung penjelasan yang dalam pada pemaknaannya,
hanya penikmat mau atau tidak untuk berpikir mendalam.
Disusun oleh :
Muhammad rokhim
1412517021
PROGRAM STUDI SENI MURNI
JURUSAN SENI RUPA MURNI
FAKULTAS SENI RUPA
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
Tahun akademik 2016/ 2017
Kata Pengantar
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmatnya
penulis dapat menyelesaikan Kajian Seni Rupa II.
Tulisan ini jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu penulis membutuhkan kritik dan saran yang
membangun guna menyempurnakan tugas ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang telah
membantu, harap saya tulisan ini dapat sebagai acuan. Semoga bermanfaat bagi
semua pihak.
Penulis,
“ART|JOG| 10”
Pameran ART|JOG yang dibuka pada tanggal 19 mei 2017 di Jogja National
Museum (JNM) dengan tema “Changing Perspective” tahun ini semakin ramai
pengunjung, ibaratkan sebuah ivent yang ditunggu- tunggu kejutan karya yang
dihadirkan seniman dan yang dikemas oleh penyelenggara. “Perubahan
Paradigma”........ begitu katanya. Bahwa pengemasan dan peserta yang
mengikuti pameran pun tidak sama dengan tahun sebelumnya, disini peserta
berkompetisi presentasi untuk seleksi masuk pameran ART|JOG. Karya yang
dipamerkan di atur dengan sedemikian rupa dengan pemanfaatan labirin- labirin
yang beberapa memang mengikuti struktur bangunan, namun ada pula respon
terhadap ruang pamer untuk menambah keunikan yang ingin dicapai dalam
penyelenggaraannya.
Tak luput hiburan yang memang ditujukan untuk merespon suasana pameran
guna menambah rasa ketertarikan terhadap karya yang dipamerkan, serta untuk
mengundang penikmat musik ataupun pertunjukan yang disajikan. Tak kalah
menarik pangggung pertunjukan dibuat dan direspon agar tidak terlihat biasa.
Dihadirkan Merchandise project dipintu keluar pameran untuk dibeli dan dibawa
pulang pengunjung yang tertarik.
Gambar 1. Merchandise mouna venusa
(Sumber: Dokumentasi nani nurhayati)
Gambar 2. Floating Eyes
Wedhar Riyadi
(Sumber: Dokumentasi ARTJOG)
Pada halaman depan ruang pamer terdapat karya comission work oleh
Wedhar Riyadi dengan judul Floating Eyes, sebuah gambaran tentang kemajuan
teknologi dan jejaring sosial yang memiliki pengaruh dalam setiap perubahan,
termasuk memunculkan masyarakat yang terbuka dan memiliki kebebasan dalam
berpartisipasi di ruang publik. karya ini seperti taman atau playground yang bisa
diakses oleh pengunjung. Area dibuat memungkinkan orang untuk bertemu dan
menikmati ruang landscape, bermain, berimajinasi, bersantai, melakukan
performance atau sekadar duduk-duduk ngobrol dan yang lebih penting untuk
interaksi sosial. ruang berupa taman/kolam lengkap dengan beberapa karya patung
di sekitarnya. Air di permukaan kolam dibuat bergelombang dan berpercik,
digerakkan dengan efek suara Air refleksi kolam. Gerakan permukaan air tersebut
memungkinkan pengunjung untuk melihat pantulan lingkungan sekitar serta
melihat dirinya sendiri. Gambaran bentuk patung berupa banyak mata yang
bertumpuk dan terbang yang seakan-akan tengah mengawasi.
Adanya ART|JOG menjadi sarana untuk “memuaskan” rasa penasaran dan
keingintahuan pengunjung tentang seni dan budaya. ART|JOG memberi
pelayanan bagi pengunjung untuk mengelilingi ruang pamer seraya diberikan
penjelasan mengenai konsep karya-karya yang ditampilkan. Program ini dapat
menjadi sarana edukasi publik untuk memperkaya pengetahuan tentang wilayah
seni rupa. Ada yang beda dari ArtJog kali ini, dengan menghadirkan kembali situs
patung RJ. Katamsi, seorang pendiri Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI). Hal
tersebut sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa RJ. Katamsi di bidang seni dan
pendidikan.
Gambar 3. Suasana penjelasan tentang karya
(Sumber: Dokumentasi ART|JOG)
Pameran ART|JOG|10 dilaksanakan di Jogja National Museum (JNM) pada
19 Mei- 19 Juni 2017 dikuratori oleh Bambang 'Toko' Witjaksono dan Ignatia
Nilu. Pameran menggunakan space white cube dengan merespon gedung/
bangunan Jogja National Museum (JNM). Tema kali ini adalah "Changing
Perspective", tentunya biasa dimaknai lebih dalam yaitu "perubahan paradigma".
Paradigma adalah kesepakatan pandangan yang kemudian dianut secara bersamasama oleh lingkungan atau kalangan tertentu dengan membuat lompatan cara
berpikir.
Seleksi penyaringan karya yang akan ditampilkan di ART|JOG dilakukan
sejak Desember 2016. Pameran berfungsi pula sebagai wadah menjalin hubungan
baik dengan negara lain. Seniman yang mengikuti pameran menginginkan setiap
penikmat terangsang dengan karya yang dipamerkan. Visual karya setiap seniman
dibuat seunik mungkin untuk menampilkan nilai estetis guna menjadi sebuah
objek utama ketika dilihat. Display dibuat rapih, walaupun ada larangan untuk
mengolah gedung peninggalan sejarah lebih unik.
Pameran diadakan setiap 1 tahun sekali, tempat menggunakan ruang dalam
dan luar (patung Floating Eyes). Ruang pamer dibuat dekor dengan berbagai
media dan ruangan dimaksimalkan sebagai laboratorium penelitian higenis.
Peletakan caption/ label karya ditata dengan teknis sesuai standar tata kelola seni,
data yang disampaikan kepada penikmat seni lengkap dengan detailnya.
Pengelolan display tidak mengacu pada politic of display, pencahayaan pada
karya standar dan hanya sebagian yang dibuat dramatisasi.
ART|JOG| 10 pada tahun ini sangat menarik simpatisan untuk hadir ikut
menikmati megahnya perayaan yang dihadirkan. Menurut saya ART|JOG
merupakan tempat edukasi yang sangat bermanfaat untuk penikmatnya, dengan
adanya volunter dapat membantu pengujung yang hadir menikmati pameran yang
berlangsung. Penyelanggaraan ART|JOG merupakan sebuah keharusan yang
mana penikmat diajak berwisata seni, mengelilingi ruang pamer dan ikut meresapi
karya yang diekspresikan senimannya.
Pengunjung pameran yang tertarik untuk datang menikmati pameran
terkadang hanya menganggap karya seni sebagai pelengkap selfie, itulah yang
mungkin dapat membuat karya yang dipamerkan menangis. Kelalaian petugas
pangamanan karya bisa juga mengakibatkan dengan sengaja pengunjung
memegang ataupun meraba- raba karya untuk mengetahui material yang
digunakan untuk membuat karya, walaupun sudah ada tulisan dilarang memegang
karya. Penggunaan ruang pamer yang memanfaatkan gedung peninggalan sejarah
ini juga dapat merusak.
Setelah mengelilingi ruang pamer saya tertarik dengan karya Samsul Arifin
yang berjudul “Restiessnes Of Staring At The Future” 2D dan karya Joko Dwi
Astanto yang berjudul “Pressed” 3D. Betapa keinginan siseniman melakukan
pembelaan dan pengkritisan terhadap manusia. Samsul dengan keinginan
pembelaan terhadap masyarakan kecil dan Dwi dengan pengkritisan pola
kehidupan manusia. Restiessnes Of Staring At The Future menggambarkan
masyarakat kecil yang kekurangan lapangan pekerjaan dan melakukan pola hidup
miskin oleh tekanan. Sudah diceritakan oleh senimannya pada pelengkap label
bahwa “Seiring bergulirnya roda kehidupan, manusia diliputi keresahan
menghadapi masa depan. Kesulitan memeroleh lapangan pekerjaan dan besarnya
kebutuhan hidup menjadi masalah yang jamak ditemui. Kecanggihan teknologi
yang berdampak pada pola hidup praktis justru menimbulkan keresahan baru
dalam hiruk pikuk keduniawian yang semakin memenjarakan. Dunia menjadi
satu- satunya keutamaan, tanpa menyadari esensi kehidupan sang pencipta”.
Lain dengan Pressed karya dwi yang menyibolkan manusia sebagai makhluk
serakah yang hidup dibumi dangan kepandaiannya, namun disalah gunakan untuk
pemanfaatan yang berlebihan terhadap alam ini hingga manusia itu sendiri yang
menerima akibatnya. Hal tersebut diperkuat dengan konsep yang disertakan pada
label, yang tertulis bahwa “ karya berkisah antara mesin, alam dan manusia. Alam
memiliki fitrah dan kehendaknya sendiri. Oleh campur tangan manusia selama ini,
alam dibentuk paksa berdasarkan ilmu- ilmu yang diciptakan alih- alih menjaga
kerhamonisan. Dalam bentuk- bentuk tertentu bahasa ilmu pengetahuan, religi
termasuk estetika manusia merumuskan aturan dan kriteria pemenangan atas
dirinya. Penakhlukan dan penjelajahan dilakukan, manusia semakin haus akan
eksistensi. Alam merespon ganas, manusia menghadapi penderitaan yang
diciptakannya sendiri.
Sifat kritis seorang seniman perlulah untuk mengubah pola pikir manusia
yang lain, dengan edukasi serta pembimbingan melalui karya visual. Kehidupan
yang layak ataupun benar semua kembali kepada manusianya sendiri, ingin
merubah pemikiran dan tingkah laku sesuai fitrahnya atau akan melakukan
perubahan dengan paksa terhadap alam yang dikaruniai ini. Semua bentuk yang
divisualkan si seniman mengandung penjelasan yang dalam pada pemaknaannya,
hanya penikmat mau atau tidak untuk berpikir mendalam.