96661091 PTK Bahasa Indonesia. doc
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua anak didik
mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya
serap
anak
didik
terhadap
bahan
yang
diberikan
juga
bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang sedang, dan ada
yang lambat. Faktor intelegensi mempengaruhi daya serap anak
didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Cepat
lambatnya penerimaan anak didik terhadap bahan pelajaran
yang diberikan menghendaki pemberian waktu yang bervariasi,
sehingga penguasaan penuh dapat tercapai.
Terhadap perbedaan daya serap anak didik sebagaimana
tersebut di atas, memerlukan strategi pengajaran yang tepat.
Metodelah salah satu jawabannya. Untuk sekelompok anak didik
boleh jadi mereka mudah menyerap bahan pelajaran bila guru
menggunakan metode tanya jawab, tetapi untuk sekelompok
anak didik yang lain mereka lebih mudah menyerap bahan
pelajaran bila guru menggunakan metode demonstrasi atau
eksperimen.
1
Karena itu dalam kegiatan belajar mengajar, menurut
Roestiyah, N.K. (1989: 1), guru harus memiliki strategi agar
anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena
pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk
memiliki strategi itu adalah harus menguasai teknik-teknik
penyajian atau biasanya disebut metode mengajar. Dengan
demikian, metode mengajar adalah stategi pengajaran sebagai
alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini
untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan
lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang
dipelajarinya,
bukan
‘mengetahui’-nya.
Pembelajaran
yang
berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam
membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan
jangkan panjang. Dan, itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah
kita!
Pendekatan
kontekkstual
(contextual
teaching
learning/CTL) adalah suatu pendekatan pengajaran yang dari
karakteristiknya memenuhi harapan itu. Sekrang ini pengajaran
kontekstual menjadi tumpuan harapan para ahli pendidikan dan
2
pengajaran dalam upaya ‘menghidupkan’kelas secara maksimal.
Kelas yang ‘hidup’ diharapkan dapat mengimbangi perubahan
yang terjadi di luar sekolah yang sedemikian cepat.
Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar
bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke
dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental
dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata
tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa
membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan
belajar aktif.
Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar menjadi
aktif siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka
harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan
masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar
aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh
gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk
mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan
thinking aloud)
Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu
mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan
membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu
3
“mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara
mereka
sendiri,
menunjukkan
contohnya,
mencoba
mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang
menuntut pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.
Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan
mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari rencana
bulanan dan rencana tahunan. Dalam persiapan itu sudah
terkandung
tentang,
tujuan
mengajar,
pokok
yang
akan
diajarkan, metode mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan
teknik evaluasi yang digunakan. Karena itu setiap guru harus
memahami benar tentang tujuan mengajar, secara khusus
memilih dan menentukan metode mengajar sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai, cara memilih, menentukan dan
menggunakan
alat
peraga,
cara
membuat
tes
dan
menggunakannya, dan pengetahuan tentang alat-alat evalasi.
Sementara itu teknologi pembelajaran adalah salah satu
dari aspek tersebut yang cenderung diabaikan oleh beberapa
pelaku pendidikan, terutama bagi mereka yang menganggap
bahwa sumber daya manusia pendidikan, sarana dan prasarana
pendidikanlah yang terpenting. Padahal kalau dikaji lebih lanjut,
setiap pembelajaran pada semua tingkat pendidikan baik formal
4
maupun non formal apalagi tingkat Sekolah Dasar, haruslah
berpusat pada kebutuhan perkembangan anak sebagai calon
ind....idu yang unik, sebagai makhluk sosial, dan sebagai calon
manusia Indonesia.
Hal tersebut dapat dicapai apabila dalam akt....itas
belajar mengajar, guru senantiasa memanfaatkan teknologi
pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran struktural
dalam penyampaian materi dan mudah diserap peserta didik
atau siswa berbeda.
Khususnya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, agar
siswa dapat memahami materi yang disampaikan guru dengan
baik, maka proses pembelajaran kontektual, guru akan memulai
membuka pelajaran dengan menyampaikan kata kunci, tujuan
yang ingin dicapai, baru memaparkan isi dan diakhiri dengan
memberikan soal-soal kepada siswa.
Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut
diatas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul
“Pengaruh Metode Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah
Dalam Meningkatkan Mutu Dan Pemahaman Pelajaran BAHASA
INDONESIA
Pada
Siswa
Kelas
……………………………………..Tahun Pelajaran .....”
5
B.
Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis
merumuskan permasalahnnya sebagi berikut:
1. Bagaimanakah
peningkatan
Mutu
belajar
BAHASA
INDONESIA dengan diterapkannya metode belajar aktif
model
pengajaran
terarah
pada
siswa
Kelas
…………………………..Tahun Pelajaran ....?
2. Bagaimanakah
pengaruh
metode
belajar
aktif
model
pengajaran terarah terhadap mot....asi belajar BAHASA
INDONESIA
pada
siswa
Kelas
………………………………………… Tahun Pelajaran ....?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Mengetahui peningkatan Mutu belajar BAHASA INDONESIA
setelah diterapkannya metode belajar aktif model pengajaran
terarah pada siswa Kelas …………………………………………..
Tahun Pelajaran .....
6
2. Mengetahui
pengaruh
mot....asi
belajar
BAHASA
INDONESIA setelah diterapkan metode belajar aktif model
pengajaran
terarah
pada
siswa
Kelas
………………………………………Tahun Pelajaran .....
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian tindakan yang
berjudul ……………………………. yang dilakukan oleh peneliti, dapat
dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
"Jika Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas ……………….
menggunakan
metode……………….
dalam
menyampaikan
materi
pembelajaran, maka dimungkinkan minat belajar dan hasil belajar siswa kelas
…………………… akan lebih baik dibandingkan dengan proses belajar
mengajar yang dilakukan oleh guru sebelumnya".
D.
Manfaat Penelitan
7
Adapun
maksud
penulis
mengadakan
penelitian
ini
diharapkan dapat berguna sebagai:
1. Menambah
pengetahuan
dan
wawasan
penulis
tentang
peranan guru BAHASA INDONESIA dalam meningkatkan
pemahaman siswa belajar BAHASA INDONESIA.
2. Sumbangan pemikiran bagi guru BAHASA INDONESIA
dalam
mengajar
dan
meningkatkan
pemahaman
siswa
belajar BAHASA INDONESIA.
E. Definisi Operasional Variabel
Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian
ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
1. Metode belajar aktif model pengajaran terarah adalah:
Suatu
bentuk
pembelajaran
yang
mengharuskan
guru
mengajukan satu atau beberapa pertanyaan untuk melacak
pengetahuan siwa atau mengapatkan hipotesis atau simpulan
mereka.
2. Mot....asi belajar adalah:
Merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang
untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah
keterampilan,
pengalaman.
Mot....asi
mendorong
dan
mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan.
8
3. Mutu belajar adalah:
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam
bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran.
F. Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan
masalah yang meliputi:
1. Penelitian
ini
hanya
dikenakan
pada
siswa
kelas
………………………………… Tahun Pelajaran .....
2. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil bulan
September tahun pelajaran .....
3. Materi
yang
disampaikan
adalah
pokok
bahasan………………………
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Memperkenalkan Belajar Aktif
Lebih dari 2400 tahun silam, Konfusius menyatakan:
Yang saya dengar, saya lupa.
Yang saya lihat, saya ingat.
Yang saya kerjakan, saya pahami.
Tiga
pertanyaan
sederhana
ini
berbicara
banya
tentang
perlunya metode belajar aktif.
Yang saya dengar, saya lupa.
Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat.
Yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan
dengan orang lain, saya mulai pahami. Dari yang saya dengar,
10
lihat, bahas dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan
keterampilan. Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.
(Melvin L. Siberman, 2004: 15).
Ada sejumlah alasan mengapa sebagian besar orang
cenderung lupa tentang apa yang mereka dengar. Salah satu
alasan yang paling menarik ada kaitannya dengan tingkat
kecepatan bicara guru dan tingkat kecepatan pendengaran
siswa.
Pada umumnya guru berbicara dengan kecepatan 100
hingga 200 kata permenit. Tetapi beberapa kata-kata yang
dapat ditangkap siswa dalam per menitnya? Ini tentunya juga
bergantung pada cara mereka mendengarkannya. Jika siswa
benar-benar berkonsentrasi, mereka akan dapat mendengarkan
dengan penuh perhatian terhadap 50 sampai 100 kata per
menit, atau setengah dari apa yang dikatakan guru. Itu karena
siswa juga berpikir banyak selama mereka mendengarkan. Akan
sulit
menyimak
guru
yang
bicaranya
nyerocos.
Besar
kemungkinan, siswa tidak bisa konsentrasi karena, sekalipun
materinya menarik, berskonsentrasi dalam waktu yang lama
memang bukan perkara mudah. Penelitian menunjukkan bahwa
siswa
mampu
mendengarkan
(tanpa
memikirkan)
denga
11
kecepatan
400
hingga
500
kata
per
menit.
Ketika
mendengarkan dalam waktu berkepanjangan terhadap seorang
guru yang berbicara lambat, siswa cenderung menjadi jenuh,
dan pikiran mereka mengembara entah ke mana.
Bahkan, sebuah penelitian menunjukkan bahwa dalam
suatu
perkualiahan
bergaya-ceramah,
mahasiswa
kurang
menaruh perhatian selama 40% dari seluruh waktu kuliah
(Pollio, 1984). Mahasiswa dapat mengingat 70 persen dalam
sepuluh menit pertama kuliah, sedangkan dalam sepuluh menit
terakhir, mereka hanya dapat mengingat 20% materi kuliah
mereka (McKeachie, 1986). Tidak heran bila masisiswa dalam
kualiah psikologi yang disampaikan dengan gaya ceramah
hanya mengetahui 8% lebih banyak dasri kelompok pembanding
yang sama sekali belum pernah mengikuti kuliah itu (Richard,
dkk.,
1989).
Bayangkan
apa
yang
bisa
didapatkan
dari
pemberian kuliah dengan cara seperti itu di perguruan tinggi.
Dua figur terkenal dalam gerakan kooperatif, David dan
Roger Jonson, bersama Karl Smith, mengemukakan beberapa
persoalan berkenaan dengan perkuliahan yang berkepanjangan
(Johnson, Johnson & Smith, 1991).
-
Perhatian masasiswa menurun seiring berlalunya waktu.
12
-
Cara kuliah macam ini hanya menarik bagi peserta didik
auditori.
-
Cara ini cenderung mengakibatkan kurangnya proses belajar
mengajar tentang informasi faktual.
-
Cara ini mengasumsikan bahwa mahasiswa memerlukan
informasi yang sama dengan langkah penyampaian yang
sama pula.
-
Mahasiswa cenderung tidak menyukainya.
Dengan menambahkan media visual pada pemberian
pelajaran, ingatan akan meningkat dari 14 hingga 38 persen
(Pike, 1989). Penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan
hingga 200 persen ketika digunakan media visual dalam
mengajarkan kosa kata. Tidak hanya itu, waktu yang diperlukan
untuk menyajikan sebuah konsep dapat berkurang hingga 40
persen ketika media
visual digunakan untuk
mendukung
presentasi lisan. Sebuah gambar barangkali tidak memiliki
ribuan kata, namun ia tiga kali lebih efektif ketimbang kata-kata
saja.
Ketika pengajaran memiliki dimensi auditori dan visual,
pesan yang diberikan akan menjadi lebih kuat berkat kedua
sistem penyampaian itu. Juga, sebagian siswa, seperti akan kita
13
bahas nanti. Lebih menyukai satu cara penyampaian ketimbang
cara yang lain. Dengan menggunakan keduanya, kita memiliki
peluang yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan dari
beberapa tipe siswa. Namum demikian belajar tidaklah cukup
hanya dengan mendengarkan atau melihat sesuatu.
B. Bagaimanakah Otak Bekerja
Otak kita tidak bekerja seperti piranti audio atau video
tape recorder. Informasi yang masuk akan secara kontinyu
dipertanyakan. Otak kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan
seperti ini.
Pernahkan
saya
mendengar
atau
melihat
informasi
ini
sebelumnya?
Di bagian manakah informasi itu cocok? Apa yang bisa saya
lakukan terhadapnya?
Dapatkah saya asumsikan bahwa ini merupakan gagasan yang
sama yang saya dapatkan kemarin atau bulan lalu atau tahun
lalu?
Otak tidak sekedar menerima informasi, ia mengolah.
Untuk mengolah informsi secara efektif, ia akan terbantu
dengan melakukan perenungan semacam itu secara eksternal
juga internal. Otak kita akan melakukan tugas proses belajar
14
yang lebih baik jika kita membahas informasi dengan orang lain
dan jika kita diminta mengajukan pertanyaan tentang itu.
Sebagai contoh, Ruhl, Hughes, dan Schloss (1987) meminta
siswa untuk berdiskusi dengan teman sebangkunya tentang apa
yang dijelaskan oleh guru pada beberapa jeda waktu yang
disediakan
selama
pelajaran
berlangsung.
Dibandingkan
dengan siswa dalam kelas pembanding yang tidak diselingi
diskusi, siswa-siswi ini mendapatkan nilai dengan selisih dua
angka lebih tinggi.
Akan lebih baik lagi jika kita dapat melakukan sesuatu
terhadap
informasi
itu,
dan
dengan
demikian
kita
bisa
mendapat umpan balik tentang seberapa bagus pemahaman
kita. Menurut John Holt (1967), proses belajar akan meningkat
jika siswa dinima untuk melakukan berikut ini.
1. Mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka
sindiri.
2. Memberikan contohnya.
3. Mengenalinya dalam bermacam-macam bentuk dan situasi.
4. Melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau
gagasan lain.
5. Menggunakannya dengan beragam cara.
15
6. Memprekdisikan sejumlah konsekuensinya.
7. Menyebutkan lawan atau kebalikannya.
Dalam banyak hal, otak tidak begitu berbeda dengan
sebuah
computer,
dan
kita
adalah
pemakainya.
Sebuah
computer terntunya perlu di-“on“-kan untuk bisa digunakan.
Otak kita juga demikian. Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif,
otak kita tidak “on”. Sebuah computer membutuhkan software
yang tepat untuk menginterpretasikan data yang diasumsikan.
Otak kita perlu mengaitkan antara apa yang dimasukkan. Otak
kita perlu mengaitkan antara apa yang diajarkan kepada kita
dengan apa yang telah kita ketahui dan dengan cara kita
berpikir.
Ketika
proses
belajar
sifatnya
pasif,
otak
tidak
melakukan pengkaitan ini dengan software pikiran kita. Ujungujungnya, computer tidak dapat mengakses kembali informasi
yang dia olah bila tidak terlebih dahulu “disimpan”. Otak kita
perlu menguji informasi, mengikhtisarkannya, atau menjelaskan
kepada orang lain untuk dapat menyimpannya dalam bank
ingatannya. Ketika proses belajar bersifat pasif, otak tidak
menyimpan apa yang telah disajikan kepadanya.
Apa yang terjadi ketika guru menjejali siswa dengan
pemikiran
mereka
sendiri
(betapapun
meyakinkan
dan
16
tertatanya pemikitan mereka) atau ketika guru terlalu sering
menggunakan penjelasan dan pemeragaan (demonstrasi) yang
disertai ungkapan, “begini lho caranya”? menuangkan fakta dan
konsep ke dalam benak siswa dan menunjukan keterampilan
dan prosedur dengan cara yang kelewat menguasai justru akan
mengganggu proses belajar. Cara menyajikan informasi akan
menimbulkan kesan langsung di otak, namun tanpa memori
fotografis, siswa tidak akan mendapatkan banyak hal baik
dalam waktu lama maupun sebentar.
Tentu saja, proses belajar sesungguhnya bukanlah semata
kegiatan menghafal. Banyak hal yang kita ingat akan hilang
dalam beberapa jam. Mempelajari bukanlah menelan semuanya.
Untuk mengingat apa yang telah diajarkan, siswa harus
mengolahnya atau memahaminya. Seorang guru tidak dapat
dengan serta merta menuangkan sesuatu ke dalam benak para
siswanya, mereka dengar dan lihat menjadi satu kesatuan yang
bermana. Tanpa peluang untuk mendiskusikan, mengajukan
pertanyaan,
mempraktekan,
dan
barangkali
bahkan
mengajarkannya kepada siwa yang lain, proses belajar yang
sesungguhnya tidak akan terjadi.
17
Lebih lanjut, belajar bukanlah kegiatan sekali tembak.
Proses
belajar
berlangsung
secara
bergelombang.
Belajar
memerlukan kedekatan dengan materi yang hendak dipelajari,
jauh sebelum bisa memahaminya. Belajar juga memerlukan
kedekatan
dengan
berbagai
macam
hal,
bukan
sekedar
pengulangan atau hafalan. Sebagi contoh, pelajaran BAHASA
INDONESIA bisa diajarkan dengan media yang konkret, melalui
buku-buku latihan, dan dengan mempraktekan dalam kegiatan
sehari-hari. Masing-masing cara dalam menyajikan konsep akan
menentukan pemahaman siswa. Yang lebih penting lagi adalah
bagaimana kedekatan itu berlangsung. Jika ini terjadi pada
peserta didik, dia akan merasakan sedikit keterlibatan mental.
Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif, siswa mengikuti pelajaran
tanpa rasa keingintahuan, tanpa mengajukan pertanyaan, dan
tanpa minat terhadap hasilnya (kecuali, barangkali, nilai yang
akan dia peroleh). Ketika kegiatan belajar sifat aktif, siswa akan
mengupayakan sesuatu. Dia menginginkan jawaban atas sebuah
pertanyaan,
membutuhkan
informasi
untuk
memecahkan
masalah, atau mencari cara untuk mengerjakan tugas.
C. Gaya Belajar
18
Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik
memiliki bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar
dengan
sangat
melakukannya.
baik
hanya
Biasanya,
dengan
mereka
melihat
ini
orang
menyukai
lain
penyajian
informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang
dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan
jarang terganggu oleh kebisingan. Perserta didik visual ini
berbeda dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak
sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan
oleh
guru,
kemampuan
pelajaran,
dan
membuat
untuk
mereka
catatan.
mendengar
mungkin
dan
banyak
Mereka
menggunakan
mengingat.
Selama
bicara
mudah
dan
teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta
didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung
dalam kegiatan. Mereka cenderung impuls....e, semau gue, dan
kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja
gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan
sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan
dan tidak karuan.
Tentu saja, hanya ada sedikit siswa yang mutlak memiliki
satu jenis cara belajar. Grinder (1991) menyatakan bahwa dari
19
setiap 30 siswa, 22 diantaranya rata-rata dapat belajar dengan
efektif selama gurunya mengahadirkan kegiatan belajar yang
berkombinasi antara visual, auditori dan kinestik. Namun, 8
siswa
siswanya
sedemikan
menyukai
salah
satu
bentuk
pengajaran dibanding dua lainnya. Sehingga mereka mesti
berupaya keras untuk memahami pelajaran bila tidak ada
kecermatan dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan ara
yang mereka sukai. Guna memenuhi kebutuhan ini, pengajaran
harus bersifat mulitsensori dan penuh dengan variasi.
Kalangan pendidikan juga mencermati adanya perubahan
cara belajar siswa. Selama lima belas tahun terakhir, Schroeder
dan koleganya (1993) telah menerapkan indikator tipe MyerBriggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI merupakan salah
satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam dunia
pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan ind....idu
dalam proses belajar. Hasilnya menunjukkan sekitar 60 persen
dari
mahasiswa
yang
masuk
memiliki
orientasi
praktis
ketimbang teoritis terhadap pembelajaran, dan persentase itu
bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat
dalam pengalaman langsung dan konkret daripada mempelajari
konsep-konsep dasar terlebih dahulu dan baru kemudian
20
menerapkannya. Penelitain MBTI lainnya, jelas Schroeder,
menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka
kegiatan belajar yang benar-benar aktif dari pada kegiatan yang
reflektif abstrak, dengan rasio lima banding satu. Dari semua
ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar aktif
sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru
harus menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek
kelompok kecil, presentasi dan debat, dalam kelas, latihan
melalui pengalaman, pengalaman lapangan, simulasi, dan studi
kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa
masa kini “bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan
kelompok dan belajar bersama.”
Temuan-temuan ini dapat dianggap tidak mengejutkan
bila
kita
mempertimbangkan
secepatnya
laju
kehidupan
modern. Dimasa kini siswa dibesarkan dalam dunia yang segala
sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak pilihan yang
tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak merdu, dan
warna-warna terlihat begitu semarak dan menarik. Obyek, baik
yang nyata maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk
mengubah segala sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lain
terbuka sangat luas.
21
D. Sisi Sosial Proses Belajar
Karena siswa masa kini menghadapi dunia di mana
terdapat
pengetahuan
ketidakpastian,
yang
mereka
bisa
luas,
perubahan
mengalami
pesat,
dan
kegelisahan
dan
bersikap defensif. Abraham Maslow mengajarkan kepada kita
bahwa
manusia
memiliki
dua
kumpulan
kekuatan
atau
kebutuhan yang satu berupaya untuk tumbuh dan yang lain
condong kepada keamanan. Orang yang dihadapkan pada kedua
kebutuhan
ini
akan
memiliki
keamanan
ketimbang
pertumbuhan. Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi
sebelum bisa sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu
mengambil resiko, dan menggali hal-hal baru. Pertumbuhan
berjalan dengan langkah-langkah kecil, menurut Maslow, dan
“tiap langkah maju hanya dimungkin akan bila ada rasa aman,
yang mana ini merupakan langkah ke depan dari suasana
rumah yang aman menuju wilayah yang belum diketahui”
(Maslow, 1968).
Salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa aman
adalah menjalin hubungan dengan orang lain dan menjadi
bagian
dari
kelompok.
Perasaan
saling
memiliki
ini
memungkinkan siswa untuk menghadapi tantangan. Ketika
22
mereka belajar bersama teman, bukannya sendirian, mereka
mendapatkan
dukungan
emosional
dan
intelektual
yang
memungkinkan mereka melampaui ambang pengetahuan dan
keterampilan mereka yang sekarang.
Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar dalam
buku
klasiknya,
Toward
a
Theory
of
Instruction.
Dia
menjelaskan tentang “kebutuhan mendalam manusia untuk
merespon orang lain dan untuk bekerjasama dengan mereka
guna mencapai tujuan,” yang mana hal ini dia sebut resiprositas
(hubungan
resiprositas
timbal
balik).
merupakan
Bruner
sumber
berpendapat
mot....asi
bahwa
yang
bisa
dimanfaatkan oleh guru sebagai berikut, “Di mana dibutuhkan
tindakan bersama, dan di mana resiprositas diperlukan bagi
kelompok untuk mencapai suatu tujuan, disitulah terdapat
proses
yang
membawa
membimbingnya
untuk
ind....idu
ke
mendapatkan
dalam
pembelajaran
kemampuan
yang
diperlukan dalam pembentukan kelompok” (Bruner, 1966).
Konsep-konsepnya
Maslow
dan
Bruner
melandasi
perkembangan metode belajar kolaboratif yng sedemikian
popular dalam lingkup pendidikan masa kini. Menempatkan
siswa dalam kelompok dan memberi mereka tugas yang
23
menuntut
untuk
mengerjakannya
memanfaatkan
bergantung
merupakan
kebutuhan
satu
cara
sosial
sama
yang
siswa.
lain
dalam
bagus
untuk
Mereka
menjadi
cenderung lebih telibat dalam kegiatan belajar karena mereka
mengerjakannya bersama teman-teman. Begitu terlibat, mereka
juga langsung memiliki kebutuhan untuk membicarakan apa
yang mereka alami bersama teman, yang mengarah kepada
hubungan-hubungan lebih lanjut.
Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu
belajar aktif. Kegiatan belajar dan mengajar di kelas memang
dapat menstimulasi belajar aktif dengan cara khusus. Apa yang
didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang
diajarkan
siswa
kepada
teman-temannya
memungkinkan
mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi
pelajaran. Metode belajar bersama yang terbaik, semisal
pelajaran menyusun gambar (jigsaw), memenuhi persyaratan
ini.
Pemberian
tugas
yang
berbeda
kepada
siswa
akan
mendorong mereka untuk tidak hanya belajar bersama, namun
juga mengajarkan satu sama lain.
E.
Sepuluh Strategi untuk Membentuk Kelompok
Kecil
24
Kerja kelompok kecil merupakan kegiatan penting dari
kegiatan belajar aktif. Ini penting untuk membentuk kelompok
secara
cepat
dan
efisien
dan,
pada
saat
bersamaan,
memvariasikan komposisi serta besaran kelompok di dalam
kelas. Pilihan-pilihan berikut ini merupakan alternatif menarik
untuk membebaskan siwa dalam memilih kelompok mereka
sendiri atau menentukan jumlah anggota sesuai yang guru
perintahkan.
1. Kartu pengelompokan: Tentukan berapa banyak siswa
yang ada di kelas dan berapa banyak pengelompokan yang
guru
inginkan
selama
pelajaran
berlangsung.
Sebagai
contoh, dalam kelas yang berisi dua puluh siswa, satu
kegiatan
dapat
memerlukan
empat
kelompok
yang
beranggotakan lima siswa; kegiatan lain bisa memerlukan
lima kelompok beranggotakan empat siswa; kegiatan lainnya
lagi memerlukan enam kelompok beranggotakan tiga siswa
dengan dua siswa sebagai pengamat. Tandai kelompokkelompok ini menggukan titik-titik berwarna (merah, biru,
hijau, dan kungin untuk empat kelompok), stiker hias (lima
stiker berbeda dengan tema yang sama untuk lima kelompok,
misalnya gambar singa, monyet, macan, jerapah, gajah), dan
25
nomor (1 hingga 6 untuk enam kelompok). Tempatkan secara
acak angka, titik berwarna, dan striker pada sebuah kartu
untuk
masing-masing siswa
masing-masing
siswa.
Bila
dan sertakan
guru
sudah
kartu
untuk
siap
untuk
membentuk kelompok, kenalilah kode yang guru gunakan
dan arahkan siswa untuk bergabung ke dalam kelompok
mereka dalam tempat yang telah ditentukan. Siswa akan
dapat bergerak cepat menuju kelompok mereka, menghemat
waktu, dan tidak lagi bingung dengan apa yang harus
dikerjakan. agar prosesnya lebih efisien lagi, guru mungkin
perlu menempelkan tanda yang menunjukan area pertemuan
kelompok.
2. Puzzle: Belilah Puzzle Jigsaw (teka-teki menyusun potongan
gambar) atau buatlah sendiri dengan memotong-motong
gambar dari majalah; tempelkan potongan-potongan itu pada
kertas karton tebal; dan potonglah menjadi bentuk, ukuran
dan jumlah yang dikehendaki. Pilih jumlah puzzle sesuai
dengan jumlah kelompok yang hendak guru buat. Pisahkan
puzzle kepada tiap satu orang siswa. Bila guru sudah siap
membentuk
kelompok,
perintahkan
siswa
untuk
26
menempatkan potongan-potongan gambar yang diperlukan
agar terbentuk gambar utuh.
3. Menemuan
sahabat
dan
keluarga
fiktif
terkenal:
Susunlah sebuah daftar berisi anggota keluarga atau sahabat
fiktif terkenal dalam kelompok yang beranggotakan tiga atau
empat siswa (misalnya, Peter, Pan, Tinker, Kanten Hook,
Wendy; Alice, Chesire, Cat, Queen of Heart, Mad Hatter;
Superman, Lois Lane, Jimmy Olsen, Clark Kent). Pilihlah
jumlah yang sama dari karakter fiksional sesuai jumlah
siswa. Tulislah nama-nama fiksional pada kartu indeks, satu
nama satu kartu, untuk membuat kelompok keluarga kartu.
Acaklah kartu-kartu itu dan tiap siswa diberi satu kartu
dengan sebuah nama fiksional. Bila guru sudah siap cari
anggota keluarga yang lain dari “keluarga” mereka. Bila
kelompok orang terkenal sudah terbentuk, mereka dapat
mencari tempat untuk berkumpul.
4. Label nama: Gunakan label nama dengan bentuk atau
warna yang berbeda untuk menandai pengelompokkan yang
berbeda.
5. Hari kelahiran: Perintahkan siswa untuk berbaris sesuai
urutan
kelahiran,
kemudian
pecah
menjadi
sejumlah
27
kelompok-kelompok yang guru perlukan untuk kegiatan
tertentu. Dalam kelas yang besar, bentuklah kelompok
berdasarkan bulan kelahiran. Sebagai contoh, 60 siswa bisa
dibagi menjadi tiga kelompok dengan anggota yang kira-kira
sama dengan menyusun kelompok yang dianggotai oleh
siswa yang lahir pada (1) Januari, Februari, Maret dan April,
(2) Agustus, Juni, Juli, Agustus, dan (3) Agustus, Oktober,
November, dan Desember.
6. Kartu remi: Gunakan satu dus kartu remi untuk menandai
kelompok. Sebagi contoh, gunakan yoker, ratu, raja, dan as
untuk membuat kelompok beranggotakan empat siswa, dan
tambahkan jumlah kartu sesuai dengan jumlah kartu sesuai
dengan jumlah siswa. Kocoklah kartu itu dan bagikan satu
kartu
satu
siswa,
selanjutnya
arahkan
siswa
untuk
menemukan siswa yang memegang kartu yang sama guna
membentuk kelompok.
7. Sebut angka: tentukan jumlah dan kuran kelompok yang
ingin guru buat, tempatkan angka pada masing-masing
selipan kertas, dan tempatkan di dalam sebuah kotak. Siswa
mengambil
satu
kelompoknya.
angka
Sebagai
dari
contoh,
kotak
jika
untuk
guru
menandai
menginginkan
28
empat kelompok beranggotakan empat siswa. Guru mesti
memiliki enam belas selipan kertas dengan empat kumpulan
yang masing-masing terdiri dari angka 1 hingga 4.
8. Rasa permen: Beri siswa masing-masing satu permen bebas
gula
dengan
berbagai
rasa
untuk
menunjukan
pengelompokan. Sebagi contoh, keempat kelompok guru bisa
terdiri dari lemon, anggur, cerry, dan strawberry.
9. Pilih benda-benda yang mirip: Pilihlah mainan dengan
tema yang sama dan gunakan untuk menunjukan atau
melambangkan
kelompok.
Sebagi
contoh,
guru
dapat
memilih tema transportasi dan menggunakan mobil, pesawat
terbang, perahu, dan kereta api. Tiap siswa akan mengambil
mainan yang sama untuk membentuk kelompok.
10.
Materi siswa: Guru dapat menandai materi belajar
siswa dengan mengunaan klip kertas berwarna, handout
berwarna, atau stiker pada map untuk menandai kelompok.
F. Pengajaran Terarah
1. Uraian Singkat
Dalam teknik ini, guru mengajukan satu atau beberapa
pertanyaan
untuk
melacak
pengetahuan
siswa
atau
29
mendapatkan hipotesis atau simpulan mereka dan kemudian
memilah-milahnya
menjadi
sejumlah
kategori.metode
pengajaran terarah merupakan selingan yang mengasyikan
di sela-sela cara pengajaran biasa. Cara ini memungkinkan
guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan
dipahami oleh siswa sebelu memaparkan apa yang guru
ajarkan. Metode ini sangat berguna dalam mengajarkan
konsep-konsep abstrak.
2. Prosedur
a. Ajukan pertanyaan atau serangkaian pertanyaan yang
menjajaki pemikiran siswa dan pengetahuan yang mereka
miliki. Gunakan pertanyaan yang memiliki beberapa
kemungkinan
jawaban,
semisal
“Bagaimana
kamu
menjelaskan seberapa cerdanya seseorang?”
b. Berikan waktu yang cukup kepada bagi siswa dalam
pasangan
atau
kelompok
untuk
membahas
jawaban
mereka.
c. Perintahkan siswa untuk kembali ke tempat masingmasing
dan
memungkinkan,
catatlah
seleksi
pendapat
jawaban
mereka.
mereka
Jika
menjadi
beberapa kategori terpisah yang terkait dengan kategori
30
atau konsep yang berbeda semisal “kemampuan membuat
mesin” pada kategori kecerdasan kinestetika-tubuh.
d. Sajikan poin-poin pembelajaran utama yang ingin anda
ajarkan. Perintahkan siswa untuk menjelaskan kesesuaian
jawaban mereka dengan poin-poin ini. Catatlah gagasan
yang
memberi
informasi
tambahan
bagi
poin
pembelajaran.
3. Variasi
a. Jangan memilah-milah jawaban siswa menjadi daftar yang
terpisah. Sebagai gantinya, buatlah satu daftar panjang
dan perintahkan mereka untuk mengkategorikan gagasan
mereka
terlebih
dahulu
sebelum
guru
membandingkannya dengan konsep yang ada di pikiran
anda.
b. Mulailah pelajaran dengan tanpa kategori yang sudah ada
di benak guru. Cermati bagaimana siswa dan guru secara
bersama-sama
bisa
memilah-milah
gagasan
mereka
menjadi kategori yang berguna.
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Bentuk Penelitian Tindakan
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action
research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan
masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk
32
penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu
teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang
diinginkan dapat dicapai.
Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997: 8)
mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam
yaitu,
(a)
guru
sebagai
peneliti;
(b)
penelitian
tindakan
kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d) administrasi sosial
eksperimental.
Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru
sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian ini adalah
guru. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah untuk
meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara
penuh
terlibat
dalam
penelitian
mulai
dari
perencanaan,
tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan
siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai
pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa
tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan
data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang
diperlukan.
33
B. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam
melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan.
Penelitian ini bertempat di ……………….. Tahun Pelajaran .....
2. Waktu Penelitian
Waktu
penelitian
adalah
waktu
berlangsungnya
penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil
tahun pelajaran 2004/.....
3. Subyek Penelitian
Subyek
penelitian
adalah
siswa-siswi
Kelas
…………………………………………….Tahun Pelajaran .... pada
pokok bahasan perkembangan teknologi untuk produksi,
komunikasi dan transportasi.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu
bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang
dilakukan
untuk
meningkatkan
kemantapan
rasional
dari
34
tindakan mereka dalam
melaksanakan tugas, memperdalam
pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu,
serta
memperbaiki
kondisi
dimana
praktek
pembelajaran
tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2000: 3).
Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu
bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku
tindakan
untuk
memperbaiki
kondisi
pembelajaran
yang
dilakukan.
Adapun
tujuan
utama
memperbaiki/meningkatkan
dari
pratek
PTK
adalah
pembelajaran
untuk
secara
berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah
menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis,
2000: 5).
Sesuai
dengan
jenis
penelitian
yang
dipilih,
yaitu
penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model
penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti,
1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus
yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana),
action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection
(refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan
yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
35
Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan
yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap
penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.
Putar
an 1
Refleksi
Rencana
Rencana
awal/rancangan
awal/rancangan
Putar
an 2
Tindakan/
Observasi
Refleksi
Rencanayang
yang
Rencana
direvisi
direvisi
Tindakan/
Observasi
Refleksi
Putar
an 3
Rencanayang
yang
Rencana
direvisi
direvisi
Tindakan/
Observasi
Gambar 3.1 Alur PTK
36
Penjelasan alur di atas adalah:
1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun
rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di
dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti
sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil
atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran
model pengajaran
terarah.
3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau
dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang
diisi oleh pengamat.
4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat
membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana
masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan
membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir
masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki
sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari:
37
1. Silabus
Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang
kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian
hasil belajar.
2. Rencana Pelajaran (RP)
Yaitu
merupakan
perangkat
pembelajaran
yang
digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan
disusun
untuk
tiap
putaran.
Masing-masing
RP
berisi
kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan
pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
3. Lembar Kegiatan Siswa
Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk
membantu proses pengumpulan data hasil proses belajar
mengajar.
4. Tes formatif
-
Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan
pemahaman konsep BAHASA INDONESIA pada pokok
bahasan
perkembangan
teknologi
untuk
produksi,
komunikasi dan transportasi. Tes formatif ini diberikan
38
setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan
adalah pilihan guru (objektif).
E. Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh
melalui observasi pengolahan belajar aktif, observasi akt....itas
siswa dan guru, dan tes formatif.
F. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefekt....an suatu metode dalam
kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada
penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif,
yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan
kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan
tujuan untuk mengetahui Mutu belajar yang dicapai siswa juga
untuk
memperoleh
pembelajaran
serta
respon
siswa
akt....itas
terhadap
siswa
selama
kegiatan
proses
pembelajaran.
Untuk mengalinasis tingkat keberhasilan atau persentase
keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap
39
putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa
soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana
yaitu:
1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh
siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada
di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif
dapat dirumuskan:
X
X
N
Dengan
: X
ΣX
= Nilai rata-rata
= Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa=
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara
perorangan
dan
secara
klasikal.
Berdasarkan
petunjuk
pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud,
1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah
mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas
belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah
40
mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%.
Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan
rumus sebagai berikut:
P
Siswa. yang.tuntas.belajar x100%
Siswa
BAB ....
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
41
Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan Mutu
belajar siswa setelah diterapkan belajar aktif.
A. Analisis Data Penelitian Persiklus
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS
1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.
b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus
I dilaksanakan pada tanggal 1 September .... di Kelas
……….. dengan jumlah siswa 18 siswa. Dalam hal ini
peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar
mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah
dipersiapkan.
Pengamatan
(observasi)
dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes
formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang
42
telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I
adalah sebagai berikut:
Table 4.2. Nilai Tes Formatif Pada Siklus I
Keterangan
No.
No.
Skor
Urut
Urut
T
TT
1
100
√
10
2
60
√
11
3
80
√
12
4
60
√
13
5
70
√
14
6
80
√
15
7
70
√
16
8
50
√
17
9
70
√
18
Jumlah
640
6
3
Jumlah
Jumlah Skor Maksimal Ideal 1800
Jumlah Skor Tercapai 1270
Rata-Rata Skor Tercapai 70,56
Keterangan:
Keterangan
T
TT
√
√
√
√
√
√
√
√
√
6
3
Skor
80
50
70
70
80
70
50
60
100
630
T
: Tuntas
TT
: Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas
: 12
Jumlah siswa yang belum tuntas
:6
Klasikal
: Belum tuntas
Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I
No
1
2
3
Uraian
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus I
70,56
12
66,67
43
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan
menerapkan
metode belajar aktif
model pengajaran
terarah diperoleh nilai rata-rata Mutu belajar siswa
adalah 70,56 dan ketuntasan belajar mencapai 66,67%
atau ada 12 siswa
dari 18 siswa sudah tuntas belajar.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama
secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa
yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 66,67% lebih
kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu
sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih
merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan
dan digunakan guru dengan menerapkan metode belajar
aktif model pengajaran terarah.
c. Refleksi
Dalam
diperoleh
pelaksanaan
informasi
dari
kegiatan
hasil
belajar
pengamatan
mengajar
sebagai
berikut:
1) Guru kurang baik dalam memot....asi siswa dan dalam
menyampaikan tujuan pembelajaran
2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu
44
3) Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran
berlangsung.
d. Refisi
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I
ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya
refisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya.
1) Guru perlu lebih terampil dalam memot....asi siswa dan
lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran.
Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam
setiap kegiatan yang akan dilakukan.
2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan
menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu
dan memberi catatan
3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam
memot....asi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.
2. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS,
2, soal tes formatif 2 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.
45
b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus
II dilaksanakan pada tanggal 8 September .... di Kelas ....
dengan jumlah siswa 18 siswa. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar
mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan
revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan
pada
siklus
I
tidak
terulang
lagi
pada
siklus
II.
Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes
formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang
telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes
formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II
adalah sebagai berikut:
Table 4.4. Nilai Tes Formatif Pada Siklus II
No.
Urut
1
2
3
Skor
100
60
90
Keterangan
T
TT
√
√
√
No.
Urut
10
11
12
Skor
90
60
80
Keterangan
T
TT
√
√
√
46
4
70
√
13
5
70
√
14
6
90
√
15
7
70
√
16
8
50
√
17
9
80
√
18
Jumlah
680
7
2
Jumlah
Jumlah Skor Maksimal Ideal 1800
Jumlah Skor Tercapai 1390
Rata-Rata Skor Tercapai 77,22
Keterangan:
80
90
80
60
70
100
710
√
√
√
√
√
√
7
2
T
: Tuntas
TT
: Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas
: 14
Jumlah siswa yang belum tuntas
:4
Klasikal
: Belum tuntas
Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II
N
o
1
2
3
Uraian
Hasil Siklus II
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
77,22
14
77,78
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata Mutu
belajar
siswa
adalah
77,22
dan
ketuntasan
belajar
mencapai 77,78% atau ada 14 siswa dari 18 siswa sudah
tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II
ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami
peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya
47
peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru
menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan
selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya
siswa lebih termot....asi untuk belajar. Selain itu siswa
juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan
dinginkan guru dengan menerapkan metode belajar aktif
model pengajaran terarah.
c. Refleksi
Dalam
pelaksanaan
kegiatan
belajar
diperoleh
informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:
1) Memot....asi siswa
2) Membimbing
siswa
merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep
3) Pengelolaan waktu
d. Revisi Rancangan
Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini
masih
terdapat
kekurangan-kekurangan.
Maka
perlu
adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus II antara
lain:
48
1) Guru
dalam
membuat
memot....asi
siswa
lebih
siswa
hendaknya
termot....asi
selama
dapat
proses
belajar mengajar berlangsung.
2) Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak
ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk
mengemukakan pendapat atau bertanya.
3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa
merumuskan kesimpulan/menemukan konsep.
4) Guru
harus
mendistribusikan
waktu
secara
baik
sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.
5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal
dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk
dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar.
3. Siklus III
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, LKS
3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pengamatan
49
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus
III dilaksanakan pada tanggal 15 September .... di Kelas
…………… dengan jumlah siswa 18 siswa. Dalam hal ini
peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar
mengajar
mengacu
pada
rencana
pelajaran
dengan
memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan
atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada
siklus
III.
Pengamatan
(observasi)
dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes
formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang
telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes
formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III
adalah sebagai berikut:
Table 4.6. Nilai Tes Formatif Pada Siklus III
No.
Urut
1
2
3
4
5
6
7
Skor
100
70
90
80
80
90
90
Keterangan
T
TT
√
√
√
√
√
√
√
No.
Urut
10
11
12
13
14
15
16
Skor
90
70
90
90
90
80
60
Keterangan
T
TT
√
√
√
√
√
√
√
50
8
60
√
17
9
90
√
18
Jumlah
750
8
1
Jumlah
Jumlah Skor Maksimal Ideal 1800
Jumlah Skor Tercapai 1500
Rata-Rata Skor Tercapai 83,33
Keterangan:
80
100
750
√
√
8
1
T
: Tuntas
TT
: Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas
: 16
Jumlah siswa yang belum tuntas
:2
Klasikal
: Tuntas
Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus III
N
o
1
2
3
Uraian
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus III
83,33
16
88,89
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata
tes formatif sebesar 83,33 dan dari 18 siswa yang telah
tuntas sebanyak 16 siswa dan 2 siswa belum mencapai
ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan
belajar yang telah tercapai sebesar 88,89% (termasuk
kategori tuntas).
Hasil pada siklus III ini mengalami
peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan
51
hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya
peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan belajar
aktif sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan
pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah
dalam memahami materi yang telah diberikan.
c. Refleksi
Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana
dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam
proses belajar mengajar dengan penerapan belajar aktif.
Dari data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan
sebagai berikut:
1) Selama
proses
melaksanakan
belajar
semua
mengajar
pembelajaran
guru
telah
dengan
baik.
Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna,
tetapi
persentase
pelaksanaannya
untuk
masing-
masing aspek cukup besar.
2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa
siswa aktif selama proses belajar berlangs
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua anak didik
mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya
serap
anak
didik
terhadap
bahan
yang
diberikan
juga
bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang sedang, dan ada
yang lambat. Faktor intelegensi mempengaruhi daya serap anak
didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Cepat
lambatnya penerimaan anak didik terhadap bahan pelajaran
yang diberikan menghendaki pemberian waktu yang bervariasi,
sehingga penguasaan penuh dapat tercapai.
Terhadap perbedaan daya serap anak didik sebagaimana
tersebut di atas, memerlukan strategi pengajaran yang tepat.
Metodelah salah satu jawabannya. Untuk sekelompok anak didik
boleh jadi mereka mudah menyerap bahan pelajaran bila guru
menggunakan metode tanya jawab, tetapi untuk sekelompok
anak didik yang lain mereka lebih mudah menyerap bahan
pelajaran bila guru menggunakan metode demonstrasi atau
eksperimen.
1
Karena itu dalam kegiatan belajar mengajar, menurut
Roestiyah, N.K. (1989: 1), guru harus memiliki strategi agar
anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena
pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk
memiliki strategi itu adalah harus menguasai teknik-teknik
penyajian atau biasanya disebut metode mengajar. Dengan
demikian, metode mengajar adalah stategi pengajaran sebagai
alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini
untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan
lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang
dipelajarinya,
bukan
‘mengetahui’-nya.
Pembelajaran
yang
berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam
membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan
jangkan panjang. Dan, itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah
kita!
Pendekatan
kontekkstual
(contextual
teaching
learning/CTL) adalah suatu pendekatan pengajaran yang dari
karakteristiknya memenuhi harapan itu. Sekrang ini pengajaran
kontekstual menjadi tumpuan harapan para ahli pendidikan dan
2
pengajaran dalam upaya ‘menghidupkan’kelas secara maksimal.
Kelas yang ‘hidup’ diharapkan dapat mengimbangi perubahan
yang terjadi di luar sekolah yang sedemikian cepat.
Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar
bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke
dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental
dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata
tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa
membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan
belajar aktif.
Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar menjadi
aktif siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka
harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan
masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar
aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh
gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk
mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan
thinking aloud)
Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu
mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan
membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu
3
“mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara
mereka
sendiri,
menunjukkan
contohnya,
mencoba
mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang
menuntut pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.
Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan
mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari rencana
bulanan dan rencana tahunan. Dalam persiapan itu sudah
terkandung
tentang,
tujuan
mengajar,
pokok
yang
akan
diajarkan, metode mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan
teknik evaluasi yang digunakan. Karena itu setiap guru harus
memahami benar tentang tujuan mengajar, secara khusus
memilih dan menentukan metode mengajar sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai, cara memilih, menentukan dan
menggunakan
alat
peraga,
cara
membuat
tes
dan
menggunakannya, dan pengetahuan tentang alat-alat evalasi.
Sementara itu teknologi pembelajaran adalah salah satu
dari aspek tersebut yang cenderung diabaikan oleh beberapa
pelaku pendidikan, terutama bagi mereka yang menganggap
bahwa sumber daya manusia pendidikan, sarana dan prasarana
pendidikanlah yang terpenting. Padahal kalau dikaji lebih lanjut,
setiap pembelajaran pada semua tingkat pendidikan baik formal
4
maupun non formal apalagi tingkat Sekolah Dasar, haruslah
berpusat pada kebutuhan perkembangan anak sebagai calon
ind....idu yang unik, sebagai makhluk sosial, dan sebagai calon
manusia Indonesia.
Hal tersebut dapat dicapai apabila dalam akt....itas
belajar mengajar, guru senantiasa memanfaatkan teknologi
pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran struktural
dalam penyampaian materi dan mudah diserap peserta didik
atau siswa berbeda.
Khususnya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, agar
siswa dapat memahami materi yang disampaikan guru dengan
baik, maka proses pembelajaran kontektual, guru akan memulai
membuka pelajaran dengan menyampaikan kata kunci, tujuan
yang ingin dicapai, baru memaparkan isi dan diakhiri dengan
memberikan soal-soal kepada siswa.
Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut
diatas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul
“Pengaruh Metode Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah
Dalam Meningkatkan Mutu Dan Pemahaman Pelajaran BAHASA
INDONESIA
Pada
Siswa
Kelas
……………………………………..Tahun Pelajaran .....”
5
B.
Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis
merumuskan permasalahnnya sebagi berikut:
1. Bagaimanakah
peningkatan
Mutu
belajar
BAHASA
INDONESIA dengan diterapkannya metode belajar aktif
model
pengajaran
terarah
pada
siswa
Kelas
…………………………..Tahun Pelajaran ....?
2. Bagaimanakah
pengaruh
metode
belajar
aktif
model
pengajaran terarah terhadap mot....asi belajar BAHASA
INDONESIA
pada
siswa
Kelas
………………………………………… Tahun Pelajaran ....?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Mengetahui peningkatan Mutu belajar BAHASA INDONESIA
setelah diterapkannya metode belajar aktif model pengajaran
terarah pada siswa Kelas …………………………………………..
Tahun Pelajaran .....
6
2. Mengetahui
pengaruh
mot....asi
belajar
BAHASA
INDONESIA setelah diterapkan metode belajar aktif model
pengajaran
terarah
pada
siswa
Kelas
………………………………………Tahun Pelajaran .....
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian tindakan yang
berjudul ……………………………. yang dilakukan oleh peneliti, dapat
dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
"Jika Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas ……………….
menggunakan
metode……………….
dalam
menyampaikan
materi
pembelajaran, maka dimungkinkan minat belajar dan hasil belajar siswa kelas
…………………… akan lebih baik dibandingkan dengan proses belajar
mengajar yang dilakukan oleh guru sebelumnya".
D.
Manfaat Penelitan
7
Adapun
maksud
penulis
mengadakan
penelitian
ini
diharapkan dapat berguna sebagai:
1. Menambah
pengetahuan
dan
wawasan
penulis
tentang
peranan guru BAHASA INDONESIA dalam meningkatkan
pemahaman siswa belajar BAHASA INDONESIA.
2. Sumbangan pemikiran bagi guru BAHASA INDONESIA
dalam
mengajar
dan
meningkatkan
pemahaman
siswa
belajar BAHASA INDONESIA.
E. Definisi Operasional Variabel
Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian
ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
1. Metode belajar aktif model pengajaran terarah adalah:
Suatu
bentuk
pembelajaran
yang
mengharuskan
guru
mengajukan satu atau beberapa pertanyaan untuk melacak
pengetahuan siwa atau mengapatkan hipotesis atau simpulan
mereka.
2. Mot....asi belajar adalah:
Merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang
untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah
keterampilan,
pengalaman.
Mot....asi
mendorong
dan
mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan.
8
3. Mutu belajar adalah:
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam
bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran.
F. Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan
masalah yang meliputi:
1. Penelitian
ini
hanya
dikenakan
pada
siswa
kelas
………………………………… Tahun Pelajaran .....
2. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil bulan
September tahun pelajaran .....
3. Materi
yang
disampaikan
adalah
pokok
bahasan………………………
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Memperkenalkan Belajar Aktif
Lebih dari 2400 tahun silam, Konfusius menyatakan:
Yang saya dengar, saya lupa.
Yang saya lihat, saya ingat.
Yang saya kerjakan, saya pahami.
Tiga
pertanyaan
sederhana
ini
berbicara
banya
tentang
perlunya metode belajar aktif.
Yang saya dengar, saya lupa.
Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat.
Yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan
dengan orang lain, saya mulai pahami. Dari yang saya dengar,
10
lihat, bahas dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan
keterampilan. Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.
(Melvin L. Siberman, 2004: 15).
Ada sejumlah alasan mengapa sebagian besar orang
cenderung lupa tentang apa yang mereka dengar. Salah satu
alasan yang paling menarik ada kaitannya dengan tingkat
kecepatan bicara guru dan tingkat kecepatan pendengaran
siswa.
Pada umumnya guru berbicara dengan kecepatan 100
hingga 200 kata permenit. Tetapi beberapa kata-kata yang
dapat ditangkap siswa dalam per menitnya? Ini tentunya juga
bergantung pada cara mereka mendengarkannya. Jika siswa
benar-benar berkonsentrasi, mereka akan dapat mendengarkan
dengan penuh perhatian terhadap 50 sampai 100 kata per
menit, atau setengah dari apa yang dikatakan guru. Itu karena
siswa juga berpikir banyak selama mereka mendengarkan. Akan
sulit
menyimak
guru
yang
bicaranya
nyerocos.
Besar
kemungkinan, siswa tidak bisa konsentrasi karena, sekalipun
materinya menarik, berskonsentrasi dalam waktu yang lama
memang bukan perkara mudah. Penelitian menunjukkan bahwa
siswa
mampu
mendengarkan
(tanpa
memikirkan)
denga
11
kecepatan
400
hingga
500
kata
per
menit.
Ketika
mendengarkan dalam waktu berkepanjangan terhadap seorang
guru yang berbicara lambat, siswa cenderung menjadi jenuh,
dan pikiran mereka mengembara entah ke mana.
Bahkan, sebuah penelitian menunjukkan bahwa dalam
suatu
perkualiahan
bergaya-ceramah,
mahasiswa
kurang
menaruh perhatian selama 40% dari seluruh waktu kuliah
(Pollio, 1984). Mahasiswa dapat mengingat 70 persen dalam
sepuluh menit pertama kuliah, sedangkan dalam sepuluh menit
terakhir, mereka hanya dapat mengingat 20% materi kuliah
mereka (McKeachie, 1986). Tidak heran bila masisiswa dalam
kualiah psikologi yang disampaikan dengan gaya ceramah
hanya mengetahui 8% lebih banyak dasri kelompok pembanding
yang sama sekali belum pernah mengikuti kuliah itu (Richard,
dkk.,
1989).
Bayangkan
apa
yang
bisa
didapatkan
dari
pemberian kuliah dengan cara seperti itu di perguruan tinggi.
Dua figur terkenal dalam gerakan kooperatif, David dan
Roger Jonson, bersama Karl Smith, mengemukakan beberapa
persoalan berkenaan dengan perkuliahan yang berkepanjangan
(Johnson, Johnson & Smith, 1991).
-
Perhatian masasiswa menurun seiring berlalunya waktu.
12
-
Cara kuliah macam ini hanya menarik bagi peserta didik
auditori.
-
Cara ini cenderung mengakibatkan kurangnya proses belajar
mengajar tentang informasi faktual.
-
Cara ini mengasumsikan bahwa mahasiswa memerlukan
informasi yang sama dengan langkah penyampaian yang
sama pula.
-
Mahasiswa cenderung tidak menyukainya.
Dengan menambahkan media visual pada pemberian
pelajaran, ingatan akan meningkat dari 14 hingga 38 persen
(Pike, 1989). Penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan
hingga 200 persen ketika digunakan media visual dalam
mengajarkan kosa kata. Tidak hanya itu, waktu yang diperlukan
untuk menyajikan sebuah konsep dapat berkurang hingga 40
persen ketika media
visual digunakan untuk
mendukung
presentasi lisan. Sebuah gambar barangkali tidak memiliki
ribuan kata, namun ia tiga kali lebih efektif ketimbang kata-kata
saja.
Ketika pengajaran memiliki dimensi auditori dan visual,
pesan yang diberikan akan menjadi lebih kuat berkat kedua
sistem penyampaian itu. Juga, sebagian siswa, seperti akan kita
13
bahas nanti. Lebih menyukai satu cara penyampaian ketimbang
cara yang lain. Dengan menggunakan keduanya, kita memiliki
peluang yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan dari
beberapa tipe siswa. Namum demikian belajar tidaklah cukup
hanya dengan mendengarkan atau melihat sesuatu.
B. Bagaimanakah Otak Bekerja
Otak kita tidak bekerja seperti piranti audio atau video
tape recorder. Informasi yang masuk akan secara kontinyu
dipertanyakan. Otak kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan
seperti ini.
Pernahkan
saya
mendengar
atau
melihat
informasi
ini
sebelumnya?
Di bagian manakah informasi itu cocok? Apa yang bisa saya
lakukan terhadapnya?
Dapatkah saya asumsikan bahwa ini merupakan gagasan yang
sama yang saya dapatkan kemarin atau bulan lalu atau tahun
lalu?
Otak tidak sekedar menerima informasi, ia mengolah.
Untuk mengolah informsi secara efektif, ia akan terbantu
dengan melakukan perenungan semacam itu secara eksternal
juga internal. Otak kita akan melakukan tugas proses belajar
14
yang lebih baik jika kita membahas informasi dengan orang lain
dan jika kita diminta mengajukan pertanyaan tentang itu.
Sebagai contoh, Ruhl, Hughes, dan Schloss (1987) meminta
siswa untuk berdiskusi dengan teman sebangkunya tentang apa
yang dijelaskan oleh guru pada beberapa jeda waktu yang
disediakan
selama
pelajaran
berlangsung.
Dibandingkan
dengan siswa dalam kelas pembanding yang tidak diselingi
diskusi, siswa-siswi ini mendapatkan nilai dengan selisih dua
angka lebih tinggi.
Akan lebih baik lagi jika kita dapat melakukan sesuatu
terhadap
informasi
itu,
dan
dengan
demikian
kita
bisa
mendapat umpan balik tentang seberapa bagus pemahaman
kita. Menurut John Holt (1967), proses belajar akan meningkat
jika siswa dinima untuk melakukan berikut ini.
1. Mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka
sindiri.
2. Memberikan contohnya.
3. Mengenalinya dalam bermacam-macam bentuk dan situasi.
4. Melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau
gagasan lain.
5. Menggunakannya dengan beragam cara.
15
6. Memprekdisikan sejumlah konsekuensinya.
7. Menyebutkan lawan atau kebalikannya.
Dalam banyak hal, otak tidak begitu berbeda dengan
sebuah
computer,
dan
kita
adalah
pemakainya.
Sebuah
computer terntunya perlu di-“on“-kan untuk bisa digunakan.
Otak kita juga demikian. Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif,
otak kita tidak “on”. Sebuah computer membutuhkan software
yang tepat untuk menginterpretasikan data yang diasumsikan.
Otak kita perlu mengaitkan antara apa yang dimasukkan. Otak
kita perlu mengaitkan antara apa yang diajarkan kepada kita
dengan apa yang telah kita ketahui dan dengan cara kita
berpikir.
Ketika
proses
belajar
sifatnya
pasif,
otak
tidak
melakukan pengkaitan ini dengan software pikiran kita. Ujungujungnya, computer tidak dapat mengakses kembali informasi
yang dia olah bila tidak terlebih dahulu “disimpan”. Otak kita
perlu menguji informasi, mengikhtisarkannya, atau menjelaskan
kepada orang lain untuk dapat menyimpannya dalam bank
ingatannya. Ketika proses belajar bersifat pasif, otak tidak
menyimpan apa yang telah disajikan kepadanya.
Apa yang terjadi ketika guru menjejali siswa dengan
pemikiran
mereka
sendiri
(betapapun
meyakinkan
dan
16
tertatanya pemikitan mereka) atau ketika guru terlalu sering
menggunakan penjelasan dan pemeragaan (demonstrasi) yang
disertai ungkapan, “begini lho caranya”? menuangkan fakta dan
konsep ke dalam benak siswa dan menunjukan keterampilan
dan prosedur dengan cara yang kelewat menguasai justru akan
mengganggu proses belajar. Cara menyajikan informasi akan
menimbulkan kesan langsung di otak, namun tanpa memori
fotografis, siswa tidak akan mendapatkan banyak hal baik
dalam waktu lama maupun sebentar.
Tentu saja, proses belajar sesungguhnya bukanlah semata
kegiatan menghafal. Banyak hal yang kita ingat akan hilang
dalam beberapa jam. Mempelajari bukanlah menelan semuanya.
Untuk mengingat apa yang telah diajarkan, siswa harus
mengolahnya atau memahaminya. Seorang guru tidak dapat
dengan serta merta menuangkan sesuatu ke dalam benak para
siswanya, mereka dengar dan lihat menjadi satu kesatuan yang
bermana. Tanpa peluang untuk mendiskusikan, mengajukan
pertanyaan,
mempraktekan,
dan
barangkali
bahkan
mengajarkannya kepada siwa yang lain, proses belajar yang
sesungguhnya tidak akan terjadi.
17
Lebih lanjut, belajar bukanlah kegiatan sekali tembak.
Proses
belajar
berlangsung
secara
bergelombang.
Belajar
memerlukan kedekatan dengan materi yang hendak dipelajari,
jauh sebelum bisa memahaminya. Belajar juga memerlukan
kedekatan
dengan
berbagai
macam
hal,
bukan
sekedar
pengulangan atau hafalan. Sebagi contoh, pelajaran BAHASA
INDONESIA bisa diajarkan dengan media yang konkret, melalui
buku-buku latihan, dan dengan mempraktekan dalam kegiatan
sehari-hari. Masing-masing cara dalam menyajikan konsep akan
menentukan pemahaman siswa. Yang lebih penting lagi adalah
bagaimana kedekatan itu berlangsung. Jika ini terjadi pada
peserta didik, dia akan merasakan sedikit keterlibatan mental.
Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif, siswa mengikuti pelajaran
tanpa rasa keingintahuan, tanpa mengajukan pertanyaan, dan
tanpa minat terhadap hasilnya (kecuali, barangkali, nilai yang
akan dia peroleh). Ketika kegiatan belajar sifat aktif, siswa akan
mengupayakan sesuatu. Dia menginginkan jawaban atas sebuah
pertanyaan,
membutuhkan
informasi
untuk
memecahkan
masalah, atau mencari cara untuk mengerjakan tugas.
C. Gaya Belajar
18
Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik
memiliki bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar
dengan
sangat
melakukannya.
baik
hanya
Biasanya,
dengan
mereka
melihat
ini
orang
menyukai
lain
penyajian
informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang
dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan
jarang terganggu oleh kebisingan. Perserta didik visual ini
berbeda dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak
sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan
oleh
guru,
kemampuan
pelajaran,
dan
membuat
untuk
mereka
catatan.
mendengar
mungkin
dan
banyak
Mereka
menggunakan
mengingat.
Selama
bicara
mudah
dan
teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta
didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung
dalam kegiatan. Mereka cenderung impuls....e, semau gue, dan
kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja
gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan
sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan
dan tidak karuan.
Tentu saja, hanya ada sedikit siswa yang mutlak memiliki
satu jenis cara belajar. Grinder (1991) menyatakan bahwa dari
19
setiap 30 siswa, 22 diantaranya rata-rata dapat belajar dengan
efektif selama gurunya mengahadirkan kegiatan belajar yang
berkombinasi antara visual, auditori dan kinestik. Namun, 8
siswa
siswanya
sedemikan
menyukai
salah
satu
bentuk
pengajaran dibanding dua lainnya. Sehingga mereka mesti
berupaya keras untuk memahami pelajaran bila tidak ada
kecermatan dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan ara
yang mereka sukai. Guna memenuhi kebutuhan ini, pengajaran
harus bersifat mulitsensori dan penuh dengan variasi.
Kalangan pendidikan juga mencermati adanya perubahan
cara belajar siswa. Selama lima belas tahun terakhir, Schroeder
dan koleganya (1993) telah menerapkan indikator tipe MyerBriggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI merupakan salah
satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam dunia
pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan ind....idu
dalam proses belajar. Hasilnya menunjukkan sekitar 60 persen
dari
mahasiswa
yang
masuk
memiliki
orientasi
praktis
ketimbang teoritis terhadap pembelajaran, dan persentase itu
bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat
dalam pengalaman langsung dan konkret daripada mempelajari
konsep-konsep dasar terlebih dahulu dan baru kemudian
20
menerapkannya. Penelitain MBTI lainnya, jelas Schroeder,
menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka
kegiatan belajar yang benar-benar aktif dari pada kegiatan yang
reflektif abstrak, dengan rasio lima banding satu. Dari semua
ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar aktif
sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru
harus menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek
kelompok kecil, presentasi dan debat, dalam kelas, latihan
melalui pengalaman, pengalaman lapangan, simulasi, dan studi
kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa
masa kini “bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan
kelompok dan belajar bersama.”
Temuan-temuan ini dapat dianggap tidak mengejutkan
bila
kita
mempertimbangkan
secepatnya
laju
kehidupan
modern. Dimasa kini siswa dibesarkan dalam dunia yang segala
sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak pilihan yang
tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak merdu, dan
warna-warna terlihat begitu semarak dan menarik. Obyek, baik
yang nyata maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk
mengubah segala sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lain
terbuka sangat luas.
21
D. Sisi Sosial Proses Belajar
Karena siswa masa kini menghadapi dunia di mana
terdapat
pengetahuan
ketidakpastian,
yang
mereka
bisa
luas,
perubahan
mengalami
pesat,
dan
kegelisahan
dan
bersikap defensif. Abraham Maslow mengajarkan kepada kita
bahwa
manusia
memiliki
dua
kumpulan
kekuatan
atau
kebutuhan yang satu berupaya untuk tumbuh dan yang lain
condong kepada keamanan. Orang yang dihadapkan pada kedua
kebutuhan
ini
akan
memiliki
keamanan
ketimbang
pertumbuhan. Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi
sebelum bisa sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu
mengambil resiko, dan menggali hal-hal baru. Pertumbuhan
berjalan dengan langkah-langkah kecil, menurut Maslow, dan
“tiap langkah maju hanya dimungkin akan bila ada rasa aman,
yang mana ini merupakan langkah ke depan dari suasana
rumah yang aman menuju wilayah yang belum diketahui”
(Maslow, 1968).
Salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa aman
adalah menjalin hubungan dengan orang lain dan menjadi
bagian
dari
kelompok.
Perasaan
saling
memiliki
ini
memungkinkan siswa untuk menghadapi tantangan. Ketika
22
mereka belajar bersama teman, bukannya sendirian, mereka
mendapatkan
dukungan
emosional
dan
intelektual
yang
memungkinkan mereka melampaui ambang pengetahuan dan
keterampilan mereka yang sekarang.
Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar dalam
buku
klasiknya,
Toward
a
Theory
of
Instruction.
Dia
menjelaskan tentang “kebutuhan mendalam manusia untuk
merespon orang lain dan untuk bekerjasama dengan mereka
guna mencapai tujuan,” yang mana hal ini dia sebut resiprositas
(hubungan
resiprositas
timbal
balik).
merupakan
Bruner
sumber
berpendapat
mot....asi
bahwa
yang
bisa
dimanfaatkan oleh guru sebagai berikut, “Di mana dibutuhkan
tindakan bersama, dan di mana resiprositas diperlukan bagi
kelompok untuk mencapai suatu tujuan, disitulah terdapat
proses
yang
membawa
membimbingnya
untuk
ind....idu
ke
mendapatkan
dalam
pembelajaran
kemampuan
yang
diperlukan dalam pembentukan kelompok” (Bruner, 1966).
Konsep-konsepnya
Maslow
dan
Bruner
melandasi
perkembangan metode belajar kolaboratif yng sedemikian
popular dalam lingkup pendidikan masa kini. Menempatkan
siswa dalam kelompok dan memberi mereka tugas yang
23
menuntut
untuk
mengerjakannya
memanfaatkan
bergantung
merupakan
kebutuhan
satu
cara
sosial
sama
yang
siswa.
lain
dalam
bagus
untuk
Mereka
menjadi
cenderung lebih telibat dalam kegiatan belajar karena mereka
mengerjakannya bersama teman-teman. Begitu terlibat, mereka
juga langsung memiliki kebutuhan untuk membicarakan apa
yang mereka alami bersama teman, yang mengarah kepada
hubungan-hubungan lebih lanjut.
Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu
belajar aktif. Kegiatan belajar dan mengajar di kelas memang
dapat menstimulasi belajar aktif dengan cara khusus. Apa yang
didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang
diajarkan
siswa
kepada
teman-temannya
memungkinkan
mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi
pelajaran. Metode belajar bersama yang terbaik, semisal
pelajaran menyusun gambar (jigsaw), memenuhi persyaratan
ini.
Pemberian
tugas
yang
berbeda
kepada
siswa
akan
mendorong mereka untuk tidak hanya belajar bersama, namun
juga mengajarkan satu sama lain.
E.
Sepuluh Strategi untuk Membentuk Kelompok
Kecil
24
Kerja kelompok kecil merupakan kegiatan penting dari
kegiatan belajar aktif. Ini penting untuk membentuk kelompok
secara
cepat
dan
efisien
dan,
pada
saat
bersamaan,
memvariasikan komposisi serta besaran kelompok di dalam
kelas. Pilihan-pilihan berikut ini merupakan alternatif menarik
untuk membebaskan siwa dalam memilih kelompok mereka
sendiri atau menentukan jumlah anggota sesuai yang guru
perintahkan.
1. Kartu pengelompokan: Tentukan berapa banyak siswa
yang ada di kelas dan berapa banyak pengelompokan yang
guru
inginkan
selama
pelajaran
berlangsung.
Sebagai
contoh, dalam kelas yang berisi dua puluh siswa, satu
kegiatan
dapat
memerlukan
empat
kelompok
yang
beranggotakan lima siswa; kegiatan lain bisa memerlukan
lima kelompok beranggotakan empat siswa; kegiatan lainnya
lagi memerlukan enam kelompok beranggotakan tiga siswa
dengan dua siswa sebagai pengamat. Tandai kelompokkelompok ini menggukan titik-titik berwarna (merah, biru,
hijau, dan kungin untuk empat kelompok), stiker hias (lima
stiker berbeda dengan tema yang sama untuk lima kelompok,
misalnya gambar singa, monyet, macan, jerapah, gajah), dan
25
nomor (1 hingga 6 untuk enam kelompok). Tempatkan secara
acak angka, titik berwarna, dan striker pada sebuah kartu
untuk
masing-masing siswa
masing-masing
siswa.
Bila
dan sertakan
guru
sudah
kartu
untuk
siap
untuk
membentuk kelompok, kenalilah kode yang guru gunakan
dan arahkan siswa untuk bergabung ke dalam kelompok
mereka dalam tempat yang telah ditentukan. Siswa akan
dapat bergerak cepat menuju kelompok mereka, menghemat
waktu, dan tidak lagi bingung dengan apa yang harus
dikerjakan. agar prosesnya lebih efisien lagi, guru mungkin
perlu menempelkan tanda yang menunjukan area pertemuan
kelompok.
2. Puzzle: Belilah Puzzle Jigsaw (teka-teki menyusun potongan
gambar) atau buatlah sendiri dengan memotong-motong
gambar dari majalah; tempelkan potongan-potongan itu pada
kertas karton tebal; dan potonglah menjadi bentuk, ukuran
dan jumlah yang dikehendaki. Pilih jumlah puzzle sesuai
dengan jumlah kelompok yang hendak guru buat. Pisahkan
puzzle kepada tiap satu orang siswa. Bila guru sudah siap
membentuk
kelompok,
perintahkan
siswa
untuk
26
menempatkan potongan-potongan gambar yang diperlukan
agar terbentuk gambar utuh.
3. Menemuan
sahabat
dan
keluarga
fiktif
terkenal:
Susunlah sebuah daftar berisi anggota keluarga atau sahabat
fiktif terkenal dalam kelompok yang beranggotakan tiga atau
empat siswa (misalnya, Peter, Pan, Tinker, Kanten Hook,
Wendy; Alice, Chesire, Cat, Queen of Heart, Mad Hatter;
Superman, Lois Lane, Jimmy Olsen, Clark Kent). Pilihlah
jumlah yang sama dari karakter fiksional sesuai jumlah
siswa. Tulislah nama-nama fiksional pada kartu indeks, satu
nama satu kartu, untuk membuat kelompok keluarga kartu.
Acaklah kartu-kartu itu dan tiap siswa diberi satu kartu
dengan sebuah nama fiksional. Bila guru sudah siap cari
anggota keluarga yang lain dari “keluarga” mereka. Bila
kelompok orang terkenal sudah terbentuk, mereka dapat
mencari tempat untuk berkumpul.
4. Label nama: Gunakan label nama dengan bentuk atau
warna yang berbeda untuk menandai pengelompokkan yang
berbeda.
5. Hari kelahiran: Perintahkan siswa untuk berbaris sesuai
urutan
kelahiran,
kemudian
pecah
menjadi
sejumlah
27
kelompok-kelompok yang guru perlukan untuk kegiatan
tertentu. Dalam kelas yang besar, bentuklah kelompok
berdasarkan bulan kelahiran. Sebagai contoh, 60 siswa bisa
dibagi menjadi tiga kelompok dengan anggota yang kira-kira
sama dengan menyusun kelompok yang dianggotai oleh
siswa yang lahir pada (1) Januari, Februari, Maret dan April,
(2) Agustus, Juni, Juli, Agustus, dan (3) Agustus, Oktober,
November, dan Desember.
6. Kartu remi: Gunakan satu dus kartu remi untuk menandai
kelompok. Sebagi contoh, gunakan yoker, ratu, raja, dan as
untuk membuat kelompok beranggotakan empat siswa, dan
tambahkan jumlah kartu sesuai dengan jumlah kartu sesuai
dengan jumlah siswa. Kocoklah kartu itu dan bagikan satu
kartu
satu
siswa,
selanjutnya
arahkan
siswa
untuk
menemukan siswa yang memegang kartu yang sama guna
membentuk kelompok.
7. Sebut angka: tentukan jumlah dan kuran kelompok yang
ingin guru buat, tempatkan angka pada masing-masing
selipan kertas, dan tempatkan di dalam sebuah kotak. Siswa
mengambil
satu
kelompoknya.
angka
Sebagai
dari
contoh,
kotak
jika
untuk
guru
menandai
menginginkan
28
empat kelompok beranggotakan empat siswa. Guru mesti
memiliki enam belas selipan kertas dengan empat kumpulan
yang masing-masing terdiri dari angka 1 hingga 4.
8. Rasa permen: Beri siswa masing-masing satu permen bebas
gula
dengan
berbagai
rasa
untuk
menunjukan
pengelompokan. Sebagi contoh, keempat kelompok guru bisa
terdiri dari lemon, anggur, cerry, dan strawberry.
9. Pilih benda-benda yang mirip: Pilihlah mainan dengan
tema yang sama dan gunakan untuk menunjukan atau
melambangkan
kelompok.
Sebagi
contoh,
guru
dapat
memilih tema transportasi dan menggunakan mobil, pesawat
terbang, perahu, dan kereta api. Tiap siswa akan mengambil
mainan yang sama untuk membentuk kelompok.
10.
Materi siswa: Guru dapat menandai materi belajar
siswa dengan mengunaan klip kertas berwarna, handout
berwarna, atau stiker pada map untuk menandai kelompok.
F. Pengajaran Terarah
1. Uraian Singkat
Dalam teknik ini, guru mengajukan satu atau beberapa
pertanyaan
untuk
melacak
pengetahuan
siswa
atau
29
mendapatkan hipotesis atau simpulan mereka dan kemudian
memilah-milahnya
menjadi
sejumlah
kategori.metode
pengajaran terarah merupakan selingan yang mengasyikan
di sela-sela cara pengajaran biasa. Cara ini memungkinkan
guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan
dipahami oleh siswa sebelu memaparkan apa yang guru
ajarkan. Metode ini sangat berguna dalam mengajarkan
konsep-konsep abstrak.
2. Prosedur
a. Ajukan pertanyaan atau serangkaian pertanyaan yang
menjajaki pemikiran siswa dan pengetahuan yang mereka
miliki. Gunakan pertanyaan yang memiliki beberapa
kemungkinan
jawaban,
semisal
“Bagaimana
kamu
menjelaskan seberapa cerdanya seseorang?”
b. Berikan waktu yang cukup kepada bagi siswa dalam
pasangan
atau
kelompok
untuk
membahas
jawaban
mereka.
c. Perintahkan siswa untuk kembali ke tempat masingmasing
dan
memungkinkan,
catatlah
seleksi
pendapat
jawaban
mereka.
mereka
Jika
menjadi
beberapa kategori terpisah yang terkait dengan kategori
30
atau konsep yang berbeda semisal “kemampuan membuat
mesin” pada kategori kecerdasan kinestetika-tubuh.
d. Sajikan poin-poin pembelajaran utama yang ingin anda
ajarkan. Perintahkan siswa untuk menjelaskan kesesuaian
jawaban mereka dengan poin-poin ini. Catatlah gagasan
yang
memberi
informasi
tambahan
bagi
poin
pembelajaran.
3. Variasi
a. Jangan memilah-milah jawaban siswa menjadi daftar yang
terpisah. Sebagai gantinya, buatlah satu daftar panjang
dan perintahkan mereka untuk mengkategorikan gagasan
mereka
terlebih
dahulu
sebelum
guru
membandingkannya dengan konsep yang ada di pikiran
anda.
b. Mulailah pelajaran dengan tanpa kategori yang sudah ada
di benak guru. Cermati bagaimana siswa dan guru secara
bersama-sama
bisa
memilah-milah
gagasan
mereka
menjadi kategori yang berguna.
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Bentuk Penelitian Tindakan
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action
research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan
masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk
32
penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu
teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang
diinginkan dapat dicapai.
Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997: 8)
mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam
yaitu,
(a)
guru
sebagai
peneliti;
(b)
penelitian
tindakan
kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d) administrasi sosial
eksperimental.
Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru
sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian ini adalah
guru. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah untuk
meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara
penuh
terlibat
dalam
penelitian
mulai
dari
perencanaan,
tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan
siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai
pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa
tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan
data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang
diperlukan.
33
B. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam
melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan.
Penelitian ini bertempat di ……………….. Tahun Pelajaran .....
2. Waktu Penelitian
Waktu
penelitian
adalah
waktu
berlangsungnya
penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil
tahun pelajaran 2004/.....
3. Subyek Penelitian
Subyek
penelitian
adalah
siswa-siswi
Kelas
…………………………………………….Tahun Pelajaran .... pada
pokok bahasan perkembangan teknologi untuk produksi,
komunikasi dan transportasi.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu
bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang
dilakukan
untuk
meningkatkan
kemantapan
rasional
dari
34
tindakan mereka dalam
melaksanakan tugas, memperdalam
pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu,
serta
memperbaiki
kondisi
dimana
praktek
pembelajaran
tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2000: 3).
Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu
bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku
tindakan
untuk
memperbaiki
kondisi
pembelajaran
yang
dilakukan.
Adapun
tujuan
utama
memperbaiki/meningkatkan
dari
pratek
PTK
adalah
pembelajaran
untuk
secara
berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah
menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis,
2000: 5).
Sesuai
dengan
jenis
penelitian
yang
dipilih,
yaitu
penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model
penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti,
1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus
yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana),
action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection
(refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan
yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
35
Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan
yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap
penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.
Putar
an 1
Refleksi
Rencana
Rencana
awal/rancangan
awal/rancangan
Putar
an 2
Tindakan/
Observasi
Refleksi
Rencanayang
yang
Rencana
direvisi
direvisi
Tindakan/
Observasi
Refleksi
Putar
an 3
Rencanayang
yang
Rencana
direvisi
direvisi
Tindakan/
Observasi
Gambar 3.1 Alur PTK
36
Penjelasan alur di atas adalah:
1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun
rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di
dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti
sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil
atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran
model pengajaran
terarah.
3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau
dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang
diisi oleh pengamat.
4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat
membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana
masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan
membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir
masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki
sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari:
37
1. Silabus
Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang
kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian
hasil belajar.
2. Rencana Pelajaran (RP)
Yaitu
merupakan
perangkat
pembelajaran
yang
digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan
disusun
untuk
tiap
putaran.
Masing-masing
RP
berisi
kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan
pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
3. Lembar Kegiatan Siswa
Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk
membantu proses pengumpulan data hasil proses belajar
mengajar.
4. Tes formatif
-
Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan
pemahaman konsep BAHASA INDONESIA pada pokok
bahasan
perkembangan
teknologi
untuk
produksi,
komunikasi dan transportasi. Tes formatif ini diberikan
38
setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan
adalah pilihan guru (objektif).
E. Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh
melalui observasi pengolahan belajar aktif, observasi akt....itas
siswa dan guru, dan tes formatif.
F. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefekt....an suatu metode dalam
kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada
penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif,
yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan
kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan
tujuan untuk mengetahui Mutu belajar yang dicapai siswa juga
untuk
memperoleh
pembelajaran
serta
respon
siswa
akt....itas
terhadap
siswa
selama
kegiatan
proses
pembelajaran.
Untuk mengalinasis tingkat keberhasilan atau persentase
keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap
39
putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa
soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana
yaitu:
1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh
siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada
di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif
dapat dirumuskan:
X
X
N
Dengan
: X
ΣX
= Nilai rata-rata
= Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa=
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara
perorangan
dan
secara
klasikal.
Berdasarkan
petunjuk
pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud,
1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah
mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas
belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah
40
mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%.
Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan
rumus sebagai berikut:
P
Siswa. yang.tuntas.belajar x100%
Siswa
BAB ....
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
41
Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan Mutu
belajar siswa setelah diterapkan belajar aktif.
A. Analisis Data Penelitian Persiklus
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS
1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.
b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus
I dilaksanakan pada tanggal 1 September .... di Kelas
……….. dengan jumlah siswa 18 siswa. Dalam hal ini
peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar
mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah
dipersiapkan.
Pengamatan
(observasi)
dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes
formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang
42
telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I
adalah sebagai berikut:
Table 4.2. Nilai Tes Formatif Pada Siklus I
Keterangan
No.
No.
Skor
Urut
Urut
T
TT
1
100
√
10
2
60
√
11
3
80
√
12
4
60
√
13
5
70
√
14
6
80
√
15
7
70
√
16
8
50
√
17
9
70
√
18
Jumlah
640
6
3
Jumlah
Jumlah Skor Maksimal Ideal 1800
Jumlah Skor Tercapai 1270
Rata-Rata Skor Tercapai 70,56
Keterangan:
Keterangan
T
TT
√
√
√
√
√
√
√
√
√
6
3
Skor
80
50
70
70
80
70
50
60
100
630
T
: Tuntas
TT
: Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas
: 12
Jumlah siswa yang belum tuntas
:6
Klasikal
: Belum tuntas
Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I
No
1
2
3
Uraian
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus I
70,56
12
66,67
43
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan
menerapkan
metode belajar aktif
model pengajaran
terarah diperoleh nilai rata-rata Mutu belajar siswa
adalah 70,56 dan ketuntasan belajar mencapai 66,67%
atau ada 12 siswa
dari 18 siswa sudah tuntas belajar.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama
secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa
yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 66,67% lebih
kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu
sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih
merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan
dan digunakan guru dengan menerapkan metode belajar
aktif model pengajaran terarah.
c. Refleksi
Dalam
diperoleh
pelaksanaan
informasi
dari
kegiatan
hasil
belajar
pengamatan
mengajar
sebagai
berikut:
1) Guru kurang baik dalam memot....asi siswa dan dalam
menyampaikan tujuan pembelajaran
2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu
44
3) Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran
berlangsung.
d. Refisi
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I
ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya
refisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya.
1) Guru perlu lebih terampil dalam memot....asi siswa dan
lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran.
Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam
setiap kegiatan yang akan dilakukan.
2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan
menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu
dan memberi catatan
3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam
memot....asi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.
2. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS,
2, soal tes formatif 2 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.
45
b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus
II dilaksanakan pada tanggal 8 September .... di Kelas ....
dengan jumlah siswa 18 siswa. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar
mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan
revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan
pada
siklus
I
tidak
terulang
lagi
pada
siklus
II.
Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes
formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang
telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes
formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II
adalah sebagai berikut:
Table 4.4. Nilai Tes Formatif Pada Siklus II
No.
Urut
1
2
3
Skor
100
60
90
Keterangan
T
TT
√
√
√
No.
Urut
10
11
12
Skor
90
60
80
Keterangan
T
TT
√
√
√
46
4
70
√
13
5
70
√
14
6
90
√
15
7
70
√
16
8
50
√
17
9
80
√
18
Jumlah
680
7
2
Jumlah
Jumlah Skor Maksimal Ideal 1800
Jumlah Skor Tercapai 1390
Rata-Rata Skor Tercapai 77,22
Keterangan:
80
90
80
60
70
100
710
√
√
√
√
√
√
7
2
T
: Tuntas
TT
: Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas
: 14
Jumlah siswa yang belum tuntas
:4
Klasikal
: Belum tuntas
Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II
N
o
1
2
3
Uraian
Hasil Siklus II
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
77,22
14
77,78
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata Mutu
belajar
siswa
adalah
77,22
dan
ketuntasan
belajar
mencapai 77,78% atau ada 14 siswa dari 18 siswa sudah
tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II
ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami
peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya
47
peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru
menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan
selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya
siswa lebih termot....asi untuk belajar. Selain itu siswa
juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan
dinginkan guru dengan menerapkan metode belajar aktif
model pengajaran terarah.
c. Refleksi
Dalam
pelaksanaan
kegiatan
belajar
diperoleh
informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:
1) Memot....asi siswa
2) Membimbing
siswa
merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep
3) Pengelolaan waktu
d. Revisi Rancangan
Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini
masih
terdapat
kekurangan-kekurangan.
Maka
perlu
adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus II antara
lain:
48
1) Guru
dalam
membuat
memot....asi
siswa
lebih
siswa
hendaknya
termot....asi
selama
dapat
proses
belajar mengajar berlangsung.
2) Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak
ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk
mengemukakan pendapat atau bertanya.
3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa
merumuskan kesimpulan/menemukan konsep.
4) Guru
harus
mendistribusikan
waktu
secara
baik
sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.
5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal
dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk
dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar.
3. Siklus III
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, LKS
3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pengamatan
49
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus
III dilaksanakan pada tanggal 15 September .... di Kelas
…………… dengan jumlah siswa 18 siswa. Dalam hal ini
peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar
mengajar
mengacu
pada
rencana
pelajaran
dengan
memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan
atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada
siklus
III.
Pengamatan
(observasi)
dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes
formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang
telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes
formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III
adalah sebagai berikut:
Table 4.6. Nilai Tes Formatif Pada Siklus III
No.
Urut
1
2
3
4
5
6
7
Skor
100
70
90
80
80
90
90
Keterangan
T
TT
√
√
√
√
√
√
√
No.
Urut
10
11
12
13
14
15
16
Skor
90
70
90
90
90
80
60
Keterangan
T
TT
√
√
√
√
√
√
√
50
8
60
√
17
9
90
√
18
Jumlah
750
8
1
Jumlah
Jumlah Skor Maksimal Ideal 1800
Jumlah Skor Tercapai 1500
Rata-Rata Skor Tercapai 83,33
Keterangan:
80
100
750
√
√
8
1
T
: Tuntas
TT
: Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas
: 16
Jumlah siswa yang belum tuntas
:2
Klasikal
: Tuntas
Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus III
N
o
1
2
3
Uraian
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
Hasil Siklus III
83,33
16
88,89
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata
tes formatif sebesar 83,33 dan dari 18 siswa yang telah
tuntas sebanyak 16 siswa dan 2 siswa belum mencapai
ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan
belajar yang telah tercapai sebesar 88,89% (termasuk
kategori tuntas).
Hasil pada siklus III ini mengalami
peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan
51
hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya
peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan belajar
aktif sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan
pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah
dalam memahami materi yang telah diberikan.
c. Refleksi
Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana
dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam
proses belajar mengajar dengan penerapan belajar aktif.
Dari data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan
sebagai berikut:
1) Selama
proses
melaksanakan
belajar
semua
mengajar
pembelajaran
guru
telah
dengan
baik.
Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna,
tetapi
persentase
pelaksanaannya
untuk
masing-
masing aspek cukup besar.
2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa
siswa aktif selama proses belajar berlangs