96661091 PTK Bahasa Indonesia. doc

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua anak didik
mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya
serap

anak

didik

terhadap

bahan

yang

diberikan

juga


bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang sedang, dan ada
yang lambat. Faktor intelegensi mempengaruhi daya serap anak
didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Cepat
lambatnya penerimaan anak didik terhadap bahan pelajaran
yang diberikan menghendaki pemberian waktu yang bervariasi,
sehingga penguasaan penuh dapat tercapai.
Terhadap perbedaan daya serap anak didik sebagaimana
tersebut di atas, memerlukan strategi pengajaran yang tepat.
Metodelah salah satu jawabannya. Untuk sekelompok anak didik
boleh jadi mereka mudah menyerap bahan pelajaran bila guru
menggunakan metode tanya jawab, tetapi untuk sekelompok
anak didik yang lain mereka lebih mudah menyerap bahan
pelajaran bila guru menggunakan metode demonstrasi atau
eksperimen.

1

Karena itu dalam kegiatan belajar mengajar, menurut
Roestiyah, N.K. (1989: 1), guru harus memiliki strategi agar

anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena
pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk
memiliki strategi itu adalah harus menguasai teknik-teknik
penyajian atau biasanya disebut metode mengajar. Dengan
demikian, metode mengajar adalah stategi pengajaran sebagai
alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini
untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan
lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang
dipelajarinya,

bukan

‘mengetahui’-nya.

Pembelajaran

yang


berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam
membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan
jangkan panjang. Dan, itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah
kita!

Pendekatan

kontekkstual

(contextual

teaching

learning/CTL) adalah suatu pendekatan pengajaran yang dari
karakteristiknya memenuhi harapan itu. Sekrang ini pengajaran
kontekstual menjadi tumpuan harapan para ahli pendidikan dan

2


pengajaran dalam upaya ‘menghidupkan’kelas secara maksimal.
Kelas yang ‘hidup’ diharapkan dapat mengimbangi perubahan
yang terjadi di luar sekolah yang sedemikian cepat.
Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar
bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke
dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental
dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata
tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa
membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan
belajar aktif.
Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar menjadi
aktif siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka
harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan
masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar
aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh
gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk
mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan
thinking aloud)
Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu
mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan

membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu

3

“mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara
mereka

sendiri,

menunjukkan

contohnya,

mencoba

mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang
menuntut pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.
Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan
mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari rencana
bulanan dan rencana tahunan. Dalam persiapan itu sudah

terkandung

tentang,

tujuan

mengajar,

pokok

yang

akan

diajarkan, metode mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan
teknik evaluasi yang digunakan. Karena itu setiap guru harus
memahami benar tentang tujuan mengajar, secara khusus
memilih dan menentukan metode mengajar sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai, cara memilih, menentukan dan
menggunakan


alat

peraga,

cara

membuat

tes

dan

menggunakannya, dan pengetahuan tentang alat-alat evalasi.
Sementara itu teknologi pembelajaran adalah salah satu
dari aspek tersebut yang cenderung diabaikan oleh beberapa
pelaku pendidikan, terutama bagi mereka yang menganggap
bahwa sumber daya manusia pendidikan, sarana dan prasarana
pendidikanlah yang terpenting. Padahal kalau dikaji lebih lanjut,
setiap pembelajaran pada semua tingkat pendidikan baik formal


4

maupun non formal apalagi tingkat Sekolah Dasar, haruslah
berpusat pada kebutuhan perkembangan anak sebagai calon
ind....idu yang unik, sebagai makhluk sosial, dan sebagai calon
manusia Indonesia.
Hal tersebut dapat dicapai apabila dalam akt....itas
belajar mengajar, guru senantiasa memanfaatkan teknologi
pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran struktural
dalam penyampaian materi dan mudah diserap peserta didik
atau siswa berbeda.
Khususnya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, agar
siswa dapat memahami materi yang disampaikan guru dengan
baik, maka proses pembelajaran kontektual, guru akan memulai
membuka pelajaran dengan menyampaikan kata kunci, tujuan
yang ingin dicapai, baru memaparkan isi dan diakhiri dengan
memberikan soal-soal kepada siswa.
Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut
diatas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul

“Pengaruh Metode Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah
Dalam Meningkatkan Mutu Dan Pemahaman Pelajaran BAHASA
INDONESIA

Pada

Siswa

Kelas

……………………………………..Tahun Pelajaran .....”

5

B.

Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis
merumuskan permasalahnnya sebagi berikut:
1. Bagaimanakah


peningkatan

Mutu

belajar

BAHASA

INDONESIA dengan diterapkannya metode belajar aktif
model

pengajaran

terarah

pada

siswa


Kelas

…………………………..Tahun Pelajaran ....?
2. Bagaimanakah

pengaruh

metode

belajar

aktif

model

pengajaran terarah terhadap mot....asi belajar BAHASA
INDONESIA

pada

siswa

Kelas

………………………………………… Tahun Pelajaran ....?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Mengetahui peningkatan Mutu belajar BAHASA INDONESIA
setelah diterapkannya metode belajar aktif model pengajaran
terarah pada siswa Kelas …………………………………………..
Tahun Pelajaran .....

6

2. Mengetahui

pengaruh

mot....asi

belajar

BAHASA

INDONESIA setelah diterapkan metode belajar aktif model
pengajaran

terarah

pada

siswa

Kelas

………………………………………Tahun Pelajaran .....

D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian tindakan yang
berjudul ……………………………. yang dilakukan oleh peneliti, dapat
dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
"Jika Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas ……………….
menggunakan

metode……………….

dalam

menyampaikan

materi

pembelajaran, maka dimungkinkan minat belajar dan hasil belajar siswa kelas
…………………… akan lebih baik dibandingkan dengan proses belajar
mengajar yang dilakukan oleh guru sebelumnya".

D.

Manfaat Penelitan

7

Adapun

maksud

penulis

mengadakan

penelitian

ini

diharapkan dapat berguna sebagai:
1. Menambah

pengetahuan

dan

wawasan

penulis

tentang

peranan guru BAHASA INDONESIA dalam meningkatkan
pemahaman siswa belajar BAHASA INDONESIA.
2. Sumbangan pemikiran bagi guru BAHASA INDONESIA
dalam

mengajar

dan

meningkatkan

pemahaman

siswa

belajar BAHASA INDONESIA.
E. Definisi Operasional Variabel
Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian
ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
1. Metode belajar aktif model pengajaran terarah adalah:
Suatu

bentuk

pembelajaran

yang

mengharuskan

guru

mengajukan satu atau beberapa pertanyaan untuk melacak
pengetahuan siwa atau mengapatkan hipotesis atau simpulan
mereka.
2. Mot....asi belajar adalah:
Merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang
untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah
keterampilan,

pengalaman.

Mot....asi

mendorong

dan

mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan.

8

3. Mutu belajar adalah:
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam
bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran.
F. Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan
masalah yang meliputi:
1. Penelitian

ini

hanya

dikenakan

pada

siswa

kelas

………………………………… Tahun Pelajaran .....
2. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil bulan
September tahun pelajaran .....
3. Materi

yang

disampaikan

adalah

pokok

bahasan………………………

9

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Memperkenalkan Belajar Aktif
Lebih dari 2400 tahun silam, Konfusius menyatakan:
Yang saya dengar, saya lupa.
Yang saya lihat, saya ingat.
Yang saya kerjakan, saya pahami.
Tiga

pertanyaan

sederhana

ini

berbicara

banya

tentang

perlunya metode belajar aktif.
Yang saya dengar, saya lupa.
Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat.
Yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan
dengan orang lain, saya mulai pahami. Dari yang saya dengar,

10

lihat, bahas dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan
keterampilan. Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.
(Melvin L. Siberman, 2004: 15).
Ada sejumlah alasan mengapa sebagian besar orang
cenderung lupa tentang apa yang mereka dengar. Salah satu
alasan yang paling menarik ada kaitannya dengan tingkat
kecepatan bicara guru dan tingkat kecepatan pendengaran
siswa.
Pada umumnya guru berbicara dengan kecepatan 100
hingga 200 kata permenit. Tetapi beberapa kata-kata yang
dapat ditangkap siswa dalam per menitnya? Ini tentunya juga
bergantung pada cara mereka mendengarkannya. Jika siswa
benar-benar berkonsentrasi, mereka akan dapat mendengarkan
dengan penuh perhatian terhadap 50 sampai 100 kata per
menit, atau setengah dari apa yang dikatakan guru. Itu karena
siswa juga berpikir banyak selama mereka mendengarkan. Akan
sulit

menyimak

guru

yang

bicaranya

nyerocos.

Besar

kemungkinan, siswa tidak bisa konsentrasi karena, sekalipun
materinya menarik, berskonsentrasi dalam waktu yang lama
memang bukan perkara mudah. Penelitian menunjukkan bahwa
siswa

mampu

mendengarkan

(tanpa

memikirkan)

denga

11

kecepatan

400

hingga

500

kata

per

menit.

Ketika

mendengarkan dalam waktu berkepanjangan terhadap seorang
guru yang berbicara lambat, siswa cenderung menjadi jenuh,
dan pikiran mereka mengembara entah ke mana.
Bahkan, sebuah penelitian menunjukkan bahwa dalam
suatu

perkualiahan

bergaya-ceramah,

mahasiswa

kurang

menaruh perhatian selama 40% dari seluruh waktu kuliah
(Pollio, 1984). Mahasiswa dapat mengingat 70 persen dalam
sepuluh menit pertama kuliah, sedangkan dalam sepuluh menit
terakhir, mereka hanya dapat mengingat 20% materi kuliah
mereka (McKeachie, 1986). Tidak heran bila masisiswa dalam
kualiah psikologi yang disampaikan dengan gaya ceramah
hanya mengetahui 8% lebih banyak dasri kelompok pembanding
yang sama sekali belum pernah mengikuti kuliah itu (Richard,
dkk.,

1989).

Bayangkan

apa

yang

bisa

didapatkan

dari

pemberian kuliah dengan cara seperti itu di perguruan tinggi.
Dua figur terkenal dalam gerakan kooperatif, David dan
Roger Jonson, bersama Karl Smith, mengemukakan beberapa
persoalan berkenaan dengan perkuliahan yang berkepanjangan
(Johnson, Johnson & Smith, 1991).
-

Perhatian masasiswa menurun seiring berlalunya waktu.

12

-

Cara kuliah macam ini hanya menarik bagi peserta didik
auditori.

-

Cara ini cenderung mengakibatkan kurangnya proses belajar
mengajar tentang informasi faktual.

-

Cara ini mengasumsikan bahwa mahasiswa memerlukan
informasi yang sama dengan langkah penyampaian yang
sama pula.

-

Mahasiswa cenderung tidak menyukainya.
Dengan menambahkan media visual pada pemberian

pelajaran, ingatan akan meningkat dari 14 hingga 38 persen
(Pike, 1989). Penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan
hingga 200 persen ketika digunakan media visual dalam
mengajarkan kosa kata. Tidak hanya itu, waktu yang diperlukan
untuk menyajikan sebuah konsep dapat berkurang hingga 40
persen ketika media

visual digunakan untuk

mendukung

presentasi lisan. Sebuah gambar barangkali tidak memiliki
ribuan kata, namun ia tiga kali lebih efektif ketimbang kata-kata
saja.
Ketika pengajaran memiliki dimensi auditori dan visual,
pesan yang diberikan akan menjadi lebih kuat berkat kedua
sistem penyampaian itu. Juga, sebagian siswa, seperti akan kita

13

bahas nanti. Lebih menyukai satu cara penyampaian ketimbang
cara yang lain. Dengan menggunakan keduanya, kita memiliki
peluang yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan dari
beberapa tipe siswa. Namum demikian belajar tidaklah cukup
hanya dengan mendengarkan atau melihat sesuatu.
B. Bagaimanakah Otak Bekerja
Otak kita tidak bekerja seperti piranti audio atau video
tape recorder. Informasi yang masuk akan secara kontinyu
dipertanyakan. Otak kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan
seperti ini.
Pernahkan

saya

mendengar

atau

melihat

informasi

ini

sebelumnya?
Di bagian manakah informasi itu cocok? Apa yang bisa saya
lakukan terhadapnya?
Dapatkah saya asumsikan bahwa ini merupakan gagasan yang
sama yang saya dapatkan kemarin atau bulan lalu atau tahun
lalu?
Otak tidak sekedar menerima informasi, ia mengolah.
Untuk mengolah informsi secara efektif, ia akan terbantu
dengan melakukan perenungan semacam itu secara eksternal
juga internal. Otak kita akan melakukan tugas proses belajar

14

yang lebih baik jika kita membahas informasi dengan orang lain
dan jika kita diminta mengajukan pertanyaan tentang itu.
Sebagai contoh, Ruhl, Hughes, dan Schloss (1987) meminta
siswa untuk berdiskusi dengan teman sebangkunya tentang apa
yang dijelaskan oleh guru pada beberapa jeda waktu yang
disediakan

selama

pelajaran

berlangsung.

Dibandingkan

dengan siswa dalam kelas pembanding yang tidak diselingi
diskusi, siswa-siswi ini mendapatkan nilai dengan selisih dua
angka lebih tinggi.
Akan lebih baik lagi jika kita dapat melakukan sesuatu
terhadap

informasi

itu,

dan

dengan

demikian

kita

bisa

mendapat umpan balik tentang seberapa bagus pemahaman
kita. Menurut John Holt (1967), proses belajar akan meningkat
jika siswa dinima untuk melakukan berikut ini.
1. Mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka
sindiri.
2. Memberikan contohnya.
3. Mengenalinya dalam bermacam-macam bentuk dan situasi.
4. Melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau
gagasan lain.
5. Menggunakannya dengan beragam cara.

15

6. Memprekdisikan sejumlah konsekuensinya.
7. Menyebutkan lawan atau kebalikannya.
Dalam banyak hal, otak tidak begitu berbeda dengan
sebuah

computer,

dan

kita

adalah

pemakainya.

Sebuah

computer terntunya perlu di-“on“-kan untuk bisa digunakan.
Otak kita juga demikian. Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif,
otak kita tidak “on”. Sebuah computer membutuhkan software
yang tepat untuk menginterpretasikan data yang diasumsikan.
Otak kita perlu mengaitkan antara apa yang dimasukkan. Otak
kita perlu mengaitkan antara apa yang diajarkan kepada kita
dengan apa yang telah kita ketahui dan dengan cara kita
berpikir.

Ketika

proses

belajar

sifatnya

pasif,

otak

tidak

melakukan pengkaitan ini dengan software pikiran kita. Ujungujungnya, computer tidak dapat mengakses kembali informasi
yang dia olah bila tidak terlebih dahulu “disimpan”. Otak kita
perlu menguji informasi, mengikhtisarkannya, atau menjelaskan
kepada orang lain untuk dapat menyimpannya dalam bank
ingatannya. Ketika proses belajar bersifat pasif, otak tidak
menyimpan apa yang telah disajikan kepadanya.
Apa yang terjadi ketika guru menjejali siswa dengan
pemikiran

mereka

sendiri

(betapapun

meyakinkan

dan

16

tertatanya pemikitan mereka) atau ketika guru terlalu sering
menggunakan penjelasan dan pemeragaan (demonstrasi) yang
disertai ungkapan, “begini lho caranya”? menuangkan fakta dan
konsep ke dalam benak siswa dan menunjukan keterampilan
dan prosedur dengan cara yang kelewat menguasai justru akan
mengganggu proses belajar. Cara menyajikan informasi akan
menimbulkan kesan langsung di otak, namun tanpa memori
fotografis, siswa tidak akan mendapatkan banyak hal baik
dalam waktu lama maupun sebentar.
Tentu saja, proses belajar sesungguhnya bukanlah semata
kegiatan menghafal. Banyak hal yang kita ingat akan hilang
dalam beberapa jam. Mempelajari bukanlah menelan semuanya.
Untuk mengingat apa yang telah diajarkan, siswa harus
mengolahnya atau memahaminya. Seorang guru tidak dapat
dengan serta merta menuangkan sesuatu ke dalam benak para
siswanya, mereka dengar dan lihat menjadi satu kesatuan yang
bermana. Tanpa peluang untuk mendiskusikan, mengajukan
pertanyaan,

mempraktekan,

dan

barangkali

bahkan

mengajarkannya kepada siwa yang lain, proses belajar yang
sesungguhnya tidak akan terjadi.

17

Lebih lanjut, belajar bukanlah kegiatan sekali tembak.
Proses

belajar

berlangsung

secara

bergelombang.

Belajar

memerlukan kedekatan dengan materi yang hendak dipelajari,
jauh sebelum bisa memahaminya. Belajar juga memerlukan
kedekatan

dengan

berbagai

macam

hal,

bukan

sekedar

pengulangan atau hafalan. Sebagi contoh, pelajaran BAHASA
INDONESIA bisa diajarkan dengan media yang konkret, melalui
buku-buku latihan, dan dengan mempraktekan dalam kegiatan
sehari-hari. Masing-masing cara dalam menyajikan konsep akan
menentukan pemahaman siswa. Yang lebih penting lagi adalah
bagaimana kedekatan itu berlangsung. Jika ini terjadi pada
peserta didik, dia akan merasakan sedikit keterlibatan mental.
Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif, siswa mengikuti pelajaran
tanpa rasa keingintahuan, tanpa mengajukan pertanyaan, dan
tanpa minat terhadap hasilnya (kecuali, barangkali, nilai yang
akan dia peroleh). Ketika kegiatan belajar sifat aktif, siswa akan
mengupayakan sesuatu. Dia menginginkan jawaban atas sebuah
pertanyaan,

membutuhkan

informasi

untuk

memecahkan

masalah, atau mencari cara untuk mengerjakan tugas.
C. Gaya Belajar

18

Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik
memiliki bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar
dengan

sangat

melakukannya.

baik

hanya

Biasanya,

dengan

mereka

melihat

ini

orang

menyukai

lain

penyajian

informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang
dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan
jarang terganggu oleh kebisingan. Perserta didik visual ini
berbeda dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak
sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan
oleh

guru,

kemampuan
pelajaran,

dan

membuat

untuk
mereka

catatan.

mendengar
mungkin

dan

banyak

Mereka

menggunakan

mengingat.

Selama

bicara

mudah

dan

teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta
didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung
dalam kegiatan. Mereka cenderung impuls....e, semau gue, dan
kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja
gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan
sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan
dan tidak karuan.
Tentu saja, hanya ada sedikit siswa yang mutlak memiliki
satu jenis cara belajar. Grinder (1991) menyatakan bahwa dari

19

setiap 30 siswa, 22 diantaranya rata-rata dapat belajar dengan
efektif selama gurunya mengahadirkan kegiatan belajar yang
berkombinasi antara visual, auditori dan kinestik. Namun, 8
siswa

siswanya

sedemikan

menyukai

salah

satu

bentuk

pengajaran dibanding dua lainnya. Sehingga mereka mesti
berupaya keras untuk memahami pelajaran bila tidak ada
kecermatan dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan ara
yang mereka sukai. Guna memenuhi kebutuhan ini, pengajaran
harus bersifat mulitsensori dan penuh dengan variasi.
Kalangan pendidikan juga mencermati adanya perubahan
cara belajar siswa. Selama lima belas tahun terakhir, Schroeder
dan koleganya (1993) telah menerapkan indikator tipe MyerBriggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI merupakan salah
satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam dunia
pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan ind....idu
dalam proses belajar. Hasilnya menunjukkan sekitar 60 persen
dari

mahasiswa

yang

masuk

memiliki

orientasi

praktis

ketimbang teoritis terhadap pembelajaran, dan persentase itu
bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat
dalam pengalaman langsung dan konkret daripada mempelajari
konsep-konsep dasar terlebih dahulu dan baru kemudian

20

menerapkannya. Penelitain MBTI lainnya, jelas Schroeder,
menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka
kegiatan belajar yang benar-benar aktif dari pada kegiatan yang
reflektif abstrak, dengan rasio lima banding satu. Dari semua
ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar aktif
sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru
harus menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek
kelompok kecil, presentasi dan debat, dalam kelas, latihan
melalui pengalaman, pengalaman lapangan, simulasi, dan studi
kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa
masa kini “bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan
kelompok dan belajar bersama.”
Temuan-temuan ini dapat dianggap tidak mengejutkan
bila

kita

mempertimbangkan

secepatnya

laju

kehidupan

modern. Dimasa kini siswa dibesarkan dalam dunia yang segala
sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak pilihan yang
tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak merdu, dan
warna-warna terlihat begitu semarak dan menarik. Obyek, baik
yang nyata maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk
mengubah segala sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lain
terbuka sangat luas.

21

D. Sisi Sosial Proses Belajar
Karena siswa masa kini menghadapi dunia di mana
terdapat

pengetahuan

ketidakpastian,

yang

mereka

bisa

luas,

perubahan

mengalami

pesat,

dan

kegelisahan

dan

bersikap defensif. Abraham Maslow mengajarkan kepada kita
bahwa

manusia

memiliki

dua

kumpulan

kekuatan

atau

kebutuhan yang satu berupaya untuk tumbuh dan yang lain
condong kepada keamanan. Orang yang dihadapkan pada kedua
kebutuhan

ini

akan

memiliki

keamanan

ketimbang

pertumbuhan. Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi
sebelum bisa sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu
mengambil resiko, dan menggali hal-hal baru. Pertumbuhan
berjalan dengan langkah-langkah kecil, menurut Maslow, dan
“tiap langkah maju hanya dimungkin akan bila ada rasa aman,
yang mana ini merupakan langkah ke depan dari suasana
rumah yang aman menuju wilayah yang belum diketahui”
(Maslow, 1968).
Salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa aman
adalah menjalin hubungan dengan orang lain dan menjadi
bagian

dari

kelompok.

Perasaan

saling

memiliki

ini

memungkinkan siswa untuk menghadapi tantangan. Ketika

22

mereka belajar bersama teman, bukannya sendirian, mereka
mendapatkan

dukungan

emosional

dan

intelektual

yang

memungkinkan mereka melampaui ambang pengetahuan dan
keterampilan mereka yang sekarang.
Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar dalam
buku

klasiknya,

Toward

a

Theory

of

Instruction.

Dia

menjelaskan tentang “kebutuhan mendalam manusia untuk
merespon orang lain dan untuk bekerjasama dengan mereka
guna mencapai tujuan,” yang mana hal ini dia sebut resiprositas
(hubungan
resiprositas

timbal

balik).

merupakan

Bruner
sumber

berpendapat
mot....asi

bahwa

yang

bisa

dimanfaatkan oleh guru sebagai berikut, “Di mana dibutuhkan
tindakan bersama, dan di mana resiprositas diperlukan bagi
kelompok untuk mencapai suatu tujuan, disitulah terdapat
proses

yang

membawa

membimbingnya

untuk

ind....idu

ke

mendapatkan

dalam

pembelajaran

kemampuan

yang

diperlukan dalam pembentukan kelompok” (Bruner, 1966).
Konsep-konsepnya

Maslow

dan

Bruner

melandasi

perkembangan metode belajar kolaboratif yng sedemikian
popular dalam lingkup pendidikan masa kini. Menempatkan
siswa dalam kelompok dan memberi mereka tugas yang

23

menuntut

untuk

mengerjakannya
memanfaatkan

bergantung
merupakan

kebutuhan

satu
cara

sosial

sama
yang

siswa.

lain

dalam

bagus

untuk

Mereka

menjadi

cenderung lebih telibat dalam kegiatan belajar karena mereka
mengerjakannya bersama teman-teman. Begitu terlibat, mereka
juga langsung memiliki kebutuhan untuk membicarakan apa
yang mereka alami bersama teman, yang mengarah kepada
hubungan-hubungan lebih lanjut.
Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu
belajar aktif. Kegiatan belajar dan mengajar di kelas memang
dapat menstimulasi belajar aktif dengan cara khusus. Apa yang
didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang
diajarkan

siswa

kepada

teman-temannya

memungkinkan

mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi
pelajaran. Metode belajar bersama yang terbaik, semisal
pelajaran menyusun gambar (jigsaw), memenuhi persyaratan
ini.

Pemberian

tugas

yang

berbeda

kepada

siswa

akan

mendorong mereka untuk tidak hanya belajar bersama, namun
juga mengajarkan satu sama lain.
E.

Sepuluh Strategi untuk Membentuk Kelompok

Kecil

24

Kerja kelompok kecil merupakan kegiatan penting dari
kegiatan belajar aktif. Ini penting untuk membentuk kelompok
secara

cepat

dan

efisien

dan,

pada

saat

bersamaan,

memvariasikan komposisi serta besaran kelompok di dalam
kelas. Pilihan-pilihan berikut ini merupakan alternatif menarik
untuk membebaskan siwa dalam memilih kelompok mereka
sendiri atau menentukan jumlah anggota sesuai yang guru
perintahkan.
1. Kartu pengelompokan: Tentukan berapa banyak siswa
yang ada di kelas dan berapa banyak pengelompokan yang
guru

inginkan

selama

pelajaran

berlangsung.

Sebagai

contoh, dalam kelas yang berisi dua puluh siswa, satu
kegiatan

dapat

memerlukan

empat

kelompok

yang

beranggotakan lima siswa; kegiatan lain bisa memerlukan
lima kelompok beranggotakan empat siswa; kegiatan lainnya
lagi memerlukan enam kelompok beranggotakan tiga siswa
dengan dua siswa sebagai pengamat. Tandai kelompokkelompok ini menggukan titik-titik berwarna (merah, biru,
hijau, dan kungin untuk empat kelompok), stiker hias (lima
stiker berbeda dengan tema yang sama untuk lima kelompok,
misalnya gambar singa, monyet, macan, jerapah, gajah), dan

25

nomor (1 hingga 6 untuk enam kelompok). Tempatkan secara
acak angka, titik berwarna, dan striker pada sebuah kartu
untuk

masing-masing siswa

masing-masing

siswa.

Bila

dan sertakan
guru

sudah

kartu

untuk

siap

untuk

membentuk kelompok, kenalilah kode yang guru gunakan
dan arahkan siswa untuk bergabung ke dalam kelompok
mereka dalam tempat yang telah ditentukan. Siswa akan
dapat bergerak cepat menuju kelompok mereka, menghemat
waktu, dan tidak lagi bingung dengan apa yang harus
dikerjakan. agar prosesnya lebih efisien lagi, guru mungkin
perlu menempelkan tanda yang menunjukan area pertemuan
kelompok.
2. Puzzle: Belilah Puzzle Jigsaw (teka-teki menyusun potongan
gambar) atau buatlah sendiri dengan memotong-motong
gambar dari majalah; tempelkan potongan-potongan itu pada
kertas karton tebal; dan potonglah menjadi bentuk, ukuran
dan jumlah yang dikehendaki. Pilih jumlah puzzle sesuai
dengan jumlah kelompok yang hendak guru buat. Pisahkan
puzzle kepada tiap satu orang siswa. Bila guru sudah siap
membentuk

kelompok,

perintahkan

siswa

untuk

26

menempatkan potongan-potongan gambar yang diperlukan
agar terbentuk gambar utuh.
3. Menemuan

sahabat

dan

keluarga

fiktif

terkenal:

Susunlah sebuah daftar berisi anggota keluarga atau sahabat
fiktif terkenal dalam kelompok yang beranggotakan tiga atau
empat siswa (misalnya, Peter, Pan, Tinker, Kanten Hook,
Wendy; Alice, Chesire, Cat, Queen of Heart, Mad Hatter;
Superman, Lois Lane, Jimmy Olsen, Clark Kent). Pilihlah
jumlah yang sama dari karakter fiksional sesuai jumlah
siswa. Tulislah nama-nama fiksional pada kartu indeks, satu
nama satu kartu, untuk membuat kelompok keluarga kartu.
Acaklah kartu-kartu itu dan tiap siswa diberi satu kartu
dengan sebuah nama fiksional. Bila guru sudah siap cari
anggota keluarga yang lain dari “keluarga” mereka. Bila
kelompok orang terkenal sudah terbentuk, mereka dapat
mencari tempat untuk berkumpul.
4. Label nama: Gunakan label nama dengan bentuk atau
warna yang berbeda untuk menandai pengelompokkan yang
berbeda.
5. Hari kelahiran: Perintahkan siswa untuk berbaris sesuai
urutan

kelahiran,

kemudian

pecah

menjadi

sejumlah

27

kelompok-kelompok yang guru perlukan untuk kegiatan
tertentu. Dalam kelas yang besar, bentuklah kelompok
berdasarkan bulan kelahiran. Sebagai contoh, 60 siswa bisa
dibagi menjadi tiga kelompok dengan anggota yang kira-kira
sama dengan menyusun kelompok yang dianggotai oleh
siswa yang lahir pada (1) Januari, Februari, Maret dan April,
(2) Agustus, Juni, Juli, Agustus, dan (3) Agustus, Oktober,
November, dan Desember.
6. Kartu remi: Gunakan satu dus kartu remi untuk menandai
kelompok. Sebagi contoh, gunakan yoker, ratu, raja, dan as
untuk membuat kelompok beranggotakan empat siswa, dan
tambahkan jumlah kartu sesuai dengan jumlah kartu sesuai
dengan jumlah siswa. Kocoklah kartu itu dan bagikan satu
kartu

satu

siswa,

selanjutnya

arahkan

siswa

untuk

menemukan siswa yang memegang kartu yang sama guna
membentuk kelompok.
7. Sebut angka: tentukan jumlah dan kuran kelompok yang
ingin guru buat, tempatkan angka pada masing-masing
selipan kertas, dan tempatkan di dalam sebuah kotak. Siswa
mengambil

satu

kelompoknya.

angka

Sebagai

dari

contoh,

kotak
jika

untuk

guru

menandai

menginginkan

28

empat kelompok beranggotakan empat siswa. Guru mesti
memiliki enam belas selipan kertas dengan empat kumpulan
yang masing-masing terdiri dari angka 1 hingga 4.
8. Rasa permen: Beri siswa masing-masing satu permen bebas
gula

dengan

berbagai

rasa

untuk

menunjukan

pengelompokan. Sebagi contoh, keempat kelompok guru bisa
terdiri dari lemon, anggur, cerry, dan strawberry.
9. Pilih benda-benda yang mirip: Pilihlah mainan dengan
tema yang sama dan gunakan untuk menunjukan atau
melambangkan

kelompok.

Sebagi

contoh,

guru

dapat

memilih tema transportasi dan menggunakan mobil, pesawat
terbang, perahu, dan kereta api. Tiap siswa akan mengambil
mainan yang sama untuk membentuk kelompok.
10.

Materi siswa: Guru dapat menandai materi belajar

siswa dengan mengunaan klip kertas berwarna, handout
berwarna, atau stiker pada map untuk menandai kelompok.

F. Pengajaran Terarah
1. Uraian Singkat
Dalam teknik ini, guru mengajukan satu atau beberapa
pertanyaan

untuk

melacak

pengetahuan

siswa

atau

29

mendapatkan hipotesis atau simpulan mereka dan kemudian
memilah-milahnya

menjadi

sejumlah

kategori.metode

pengajaran terarah merupakan selingan yang mengasyikan
di sela-sela cara pengajaran biasa. Cara ini memungkinkan
guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan
dipahami oleh siswa sebelu memaparkan apa yang guru
ajarkan. Metode ini sangat berguna dalam mengajarkan
konsep-konsep abstrak.
2. Prosedur
a. Ajukan pertanyaan atau serangkaian pertanyaan yang
menjajaki pemikiran siswa dan pengetahuan yang mereka
miliki. Gunakan pertanyaan yang memiliki beberapa
kemungkinan

jawaban,

semisal

“Bagaimana

kamu

menjelaskan seberapa cerdanya seseorang?”
b. Berikan waktu yang cukup kepada bagi siswa dalam
pasangan

atau

kelompok

untuk

membahas

jawaban

mereka.
c. Perintahkan siswa untuk kembali ke tempat masingmasing

dan

memungkinkan,

catatlah
seleksi

pendapat
jawaban

mereka.
mereka

Jika

menjadi

beberapa kategori terpisah yang terkait dengan kategori

30

atau konsep yang berbeda semisal “kemampuan membuat
mesin” pada kategori kecerdasan kinestetika-tubuh.
d. Sajikan poin-poin pembelajaran utama yang ingin anda
ajarkan. Perintahkan siswa untuk menjelaskan kesesuaian
jawaban mereka dengan poin-poin ini. Catatlah gagasan
yang

memberi

informasi

tambahan

bagi

poin

pembelajaran.
3. Variasi
a. Jangan memilah-milah jawaban siswa menjadi daftar yang
terpisah. Sebagai gantinya, buatlah satu daftar panjang
dan perintahkan mereka untuk mengkategorikan gagasan
mereka

terlebih

dahulu

sebelum

guru

membandingkannya dengan konsep yang ada di pikiran
anda.
b. Mulailah pelajaran dengan tanpa kategori yang sudah ada
di benak guru. Cermati bagaimana siswa dan guru secara
bersama-sama

bisa

memilah-milah

gagasan

mereka

menjadi kategori yang berguna.

31

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Bentuk Penelitian Tindakan
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action
research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan
masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk

32

penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu
teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang
diinginkan dapat dicapai.
Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997: 8)
mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam
yaitu,

(a)

guru

sebagai

peneliti;

(b)

penelitian

tindakan

kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d) administrasi sosial
eksperimental.
Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru
sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian ini adalah
guru. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah untuk
meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara
penuh

terlibat

dalam

penelitian

mulai

dari

perencanaan,

tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan
siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai
pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa
tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan
data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang
diperlukan.

33

B. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam
melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan.
Penelitian ini bertempat di ……………….. Tahun Pelajaran .....
2. Waktu Penelitian
Waktu

penelitian

adalah

waktu

berlangsungnya

penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil
tahun pelajaran 2004/.....
3. Subyek Penelitian
Subyek

penelitian

adalah

siswa-siswi

Kelas

…………………………………………….Tahun Pelajaran .... pada
pokok bahasan perkembangan teknologi untuk produksi,
komunikasi dan transportasi.

C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu
bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang
dilakukan

untuk

meningkatkan

kemantapan

rasional

dari

34

tindakan mereka dalam

melaksanakan tugas, memperdalam

pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu,
serta

memperbaiki

kondisi

dimana

praktek

pembelajaran

tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2000: 3).
Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu
bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku
tindakan

untuk

memperbaiki

kondisi

pembelajaran

yang

dilakukan.
Adapun

tujuan

utama

memperbaiki/meningkatkan

dari

pratek

PTK

adalah

pembelajaran

untuk
secara

berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah
menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis,
2000: 5).
Sesuai

dengan

jenis

penelitian

yang

dipilih,

yaitu

penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model
penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti,
1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus
yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana),
action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection
(refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan
yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi.

35

Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan
yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap
penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.

Putar
an 1

Refleksi

Rencana
Rencana
awal/rancangan
awal/rancangan

Putar
an 2

Tindakan/
Observasi
Refleksi

Rencanayang
yang
Rencana
direvisi
direvisi

Tindakan/
Observasi
Refleksi

Putar
an 3

Rencanayang
yang
Rencana
direvisi
direvisi

Tindakan/
Observasi

Gambar 3.1 Alur PTK

36

Penjelasan alur di atas adalah:
1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun
rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di
dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti
sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil
atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran

model pengajaran

terarah.
3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau
dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang
diisi oleh pengamat.
4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat
membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana
masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan
membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir
masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki
sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari:

37

1. Silabus
Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang
kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian
hasil belajar.
2. Rencana Pelajaran (RP)
Yaitu

merupakan

perangkat

pembelajaran

yang

digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan
disusun

untuk

tiap

putaran.

Masing-masing

RP

berisi

kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan
pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
3. Lembar Kegiatan Siswa
Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk
membantu proses pengumpulan data hasil proses belajar
mengajar.
4. Tes formatif
-

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan
pemahaman konsep BAHASA INDONESIA pada pokok
bahasan

perkembangan

teknologi

untuk

produksi,

komunikasi dan transportasi. Tes formatif ini diberikan

38

setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan
adalah pilihan guru (objektif).

E. Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh
melalui observasi pengolahan belajar aktif, observasi akt....itas
siswa dan guru, dan tes formatif.

F. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefekt....an suatu metode dalam
kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada
penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif,
yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan
kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan
tujuan untuk mengetahui Mutu belajar yang dicapai siswa juga
untuk

memperoleh

pembelajaran

serta

respon

siswa

akt....itas

terhadap

siswa

selama

kegiatan
proses

pembelajaran.
Untuk mengalinasis tingkat keberhasilan atau persentase
keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap

39

putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa
soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana
yaitu:
1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh
siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada
di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif
dapat dirumuskan:
X 

X
N

Dengan

: X
ΣX

= Nilai rata-rata
= Jumlah semua nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa=
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara
perorangan

dan

secara

klasikal.

Berdasarkan

petunjuk

pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud,
1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah
mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas
belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah

40

mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%.
Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan
rumus sebagai berikut:
P

 Siswa. yang.tuntas.belajar x100%
 Siswa

BAB ....
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

41

Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan Mutu
belajar siswa setelah diterapkan belajar aktif.

A. Analisis Data Penelitian Persiklus
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS
1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.
b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus
I dilaksanakan pada tanggal 1 September .... di Kelas
……….. dengan jumlah siswa 18 siswa. Dalam hal ini
peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar
mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah
dipersiapkan.

Pengamatan

(observasi)

dilaksanakan

bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes
formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang

42

telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I
adalah sebagai berikut:

Table 4.2. Nilai Tes Formatif Pada Siklus I
Keterangan
No.
No.
Skor
Urut
Urut
T
TT
1
100

10
2
60

11
3
80

12
4
60

13
5
70

14
6
80

15
7
70

16
8
50

17
9
70

18
Jumlah
640
6
3
Jumlah
Jumlah Skor Maksimal Ideal 1800
Jumlah Skor Tercapai 1270
Rata-Rata Skor Tercapai 70,56

Keterangan:

Keterangan
T
TT









6
3

Skor
80
50
70
70
80
70
50
60
100
630

T

: Tuntas

TT

: Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas

: 12

Jumlah siswa yang belum tuntas

:6

Klasikal

: Belum tuntas

Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I
No
1
2
3

Uraian
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar

Hasil Siklus I
70,56
12
66,67

43

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan
menerapkan

metode belajar aktif

model pengajaran

terarah diperoleh nilai rata-rata Mutu belajar siswa
adalah 70,56 dan ketuntasan belajar mencapai 66,67%
atau ada 12 siswa

dari 18 siswa sudah tuntas belajar.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama
secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa
yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 66,67% lebih
kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu
sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih
merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan
dan digunakan guru dengan menerapkan metode belajar
aktif model pengajaran terarah.
c. Refleksi
Dalam
diperoleh

pelaksanaan

informasi

dari

kegiatan
hasil

belajar

pengamatan

mengajar
sebagai

berikut:
1) Guru kurang baik dalam memot....asi siswa dan dalam
menyampaikan tujuan pembelajaran
2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu

44

3) Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran
berlangsung.
d. Refisi
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I
ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya
refisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya.
1) Guru perlu lebih terampil dalam memot....asi siswa dan
lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran.
Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam
setiap kegiatan yang akan dilakukan.
2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan
menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu
dan memberi catatan
3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam
memot....asi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.
2. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS,
2, soal tes formatif 2 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.

45

b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus
II dilaksanakan pada tanggal 8 September .... di Kelas ....
dengan jumlah siswa 18 siswa. Dalam hal ini peneliti
bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar
mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan
revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan
pada

siklus

I

tidak

terulang

lagi

pada

siklus

II.

Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes
formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang
telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes
formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II
adalah sebagai berikut:

Table 4.4. Nilai Tes Formatif Pada Siklus II
No.
Urut
1
2
3

Skor
100
60
90

Keterangan
T
TT




No.
Urut
10
11
12

Skor
90
60
80

Keterangan
T
TT




46

4
70

13
5
70

14
6
90

15
7
70

16
8
50

17
9
80

18
Jumlah
680
7
2
Jumlah
Jumlah Skor Maksimal Ideal 1800
Jumlah Skor Tercapai 1390
Rata-Rata Skor Tercapai 77,22

Keterangan:

80
90
80
60
70
100
710







7

2

T

: Tuntas

TT

: Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas

: 14

Jumlah siswa yang belum tuntas

:4

Klasikal

: Belum tuntas

Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II
N
o
1
2
3

Uraian

Hasil Siklus II

Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar

77,22
14
77,78

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata Mutu
belajar

siswa

adalah

77,22

dan

ketuntasan

belajar

mencapai 77,78% atau ada 14 siswa dari 18 siswa sudah
tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II
ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami
peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya

47

peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru
menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan
selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya
siswa lebih termot....asi untuk belajar. Selain itu siswa
juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan
dinginkan guru dengan menerapkan metode belajar aktif
model pengajaran terarah.
c. Refleksi
Dalam

pelaksanaan

kegiatan

belajar

diperoleh

informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:
1) Memot....asi siswa
2) Membimbing

siswa

merumuskan

kesimpulan/menemukan konsep
3) Pengelolaan waktu
d. Revisi Rancangan
Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini
masih

terdapat

kekurangan-kekurangan.

Maka

perlu

adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus II antara
lain:

48

1) Guru

dalam

membuat

memot....asi

siswa

lebih

siswa

hendaknya

termot....asi

selama

dapat
proses

belajar mengajar berlangsung.
2) Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak
ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk
mengemukakan pendapat atau bertanya.
3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa
merumuskan kesimpulan/menemukan konsep.
4) Guru

harus

mendistribusikan

waktu

secara

baik

sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.
5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal
dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk
dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar.
3. Siklus III
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, LKS
3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pengamatan

49

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus
III dilaksanakan pada tanggal 15 September .... di Kelas
…………… dengan jumlah siswa 18 siswa. Dalam hal ini
peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar
mengajar

mengacu

pada

rencana

pelajaran

dengan

memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan
atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada
siklus

III.

Pengamatan

(observasi)

dilaksanakan

bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes
formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang
telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes
formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III
adalah sebagai berikut:

Table 4.6. Nilai Tes Formatif Pada Siklus III
No.
Urut
1
2
3
4
5
6
7

Skor
100
70
90
80
80
90
90

Keterangan
T
TT








No.
Urut
10
11
12
13
14
15
16

Skor
90
70
90
90
90
80
60

Keterangan
T
TT








50

8
60

17
9
90

18
Jumlah
750
8
1
Jumlah
Jumlah Skor Maksimal Ideal 1800
Jumlah Skor Tercapai 1500
Rata-Rata Skor Tercapai 83,33

Keterangan:

80
100
750



8

1

T

: Tuntas

TT

: Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas

: 16

Jumlah siswa yang belum tuntas

:2

Klasikal

: Tuntas

Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus III
N
o
1
2
3

Uraian
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar

Hasil Siklus III
83,33
16
88,89

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata
tes formatif sebesar 83,33 dan dari 18 siswa yang telah
tuntas sebanyak 16 siswa dan 2 siswa belum mencapai
ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan
belajar yang telah tercapai sebesar 88,89% (termasuk
kategori tuntas).

Hasil pada siklus III ini mengalami

peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan

51

hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya
peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan belajar
aktif sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan
pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah
dalam memahami materi yang telah diberikan.
c. Refleksi
Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana
dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam
proses belajar mengajar dengan penerapan belajar aktif.
Dari data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan
sebagai berikut:
1) Selama

proses

melaksanakan

belajar

semua

mengajar

pembelajaran

guru

telah

dengan

baik.

Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna,
tetapi

persentase

pelaksanaannya

untuk

masing-

masing aspek cukup besar.
2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa
siswa aktif selama proses belajar berlangs