ANALISIS TATANIAGA JERUK SIAM DI NAGARI ALAM PAUH DUO KECAMATAN PAUH DUO KABUPATEN SOLOK SELATAN.

(1)

ANALISIS TATANIAGA JERUK SIAM DI NAGARI ALAM

PAUH DUO KECAMATAN PAUH DUO

KABUPATEN SOLOK SELATAN

SKRIPSI

Oleh

DWI OKTAVIA YOLANDA 0910222040

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG 2014


(2)

ANALISIS TATANIAGA JERUK SIAM DI NAGARI ALAM

PAUH DUO KECAMATAN PAUH DUO

KABUPATEN SOLOK SELATAN

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sistem tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo yang meliputi saluran tataniaga, dan fungsi – fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masing – masing lembaga serta menganalisis margin tataniaga, bagian yang diterima oleh petani dan efisiensi saluran tataniaga jeruk siam. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan analisis data deskriptif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 3 saluran tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo. Lembaga tataniaga yang terlibat pada tataniaga jeruk siam meliputi petani, pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer. Masing – masing lembaga tataniaga melaksanakan fungsi – fungsi tataniaga yaitu fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, dan penyimpanan) dan fungsi fasilitas (sortasi/grading, penanggungan risiko, informasi pasar, dan modal). Margin terbesar pada tataniaga jeruk siam terdapat pada pola saluran III yaitu sebesar Rp5.584,53/kg sedangkan pada pola saluran I tidak terdapatnya margin tataniaga karena tidak adanya perbedaan harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen akhir. Bagian yang diterima petani pada pola saluran I sebesar 100% dari harga yang dibayarkan konsumen akhir karena petani menjual langsung jeruk siam ke konsumen akhir tanpa adanya pedagang perantara, bagian petani pada pola saluran II sebesar 65,40% dan bagian petani pada saluran III sebesar 51,79%. Nilai Efisiensi Pemasaran (EP) yang paling kecil adalah pada pola saluran I sebesar 4,08% karena pada pola saluran I ini petani menjual jeruk siam langsung ke konsumen akhir yang ada di sekitar Nagari Alam Pauh Duo. Berdasarkan hasil penelitian, adapun saran yang dapat diberikan yaitu: diperlukan upaya untuk memfasilitasi petani dengan cara membentuk lembaga penampung hasil produksi jeruk siam sebelum disalurkan ke lokasi pemasaran agar dapat mempermudah petani untuk menyalurkan jeruk siam dan dapat pula memperluas pasar jeruk siam. Dengan adanya lembaga tersebut diharapkan dapat merangsang petani untuk lebih meningkatkan produkstifitas jeruk siam.


(3)

THE MARKETING ANALYSIS OF ORANGE SIAM IN

NAGARI ALAM PAUH DUO, SUB DISTRICT OF PAUH DUO,

SOUTH SOLOK

ABSTRACT

The aim of this research was to describe the marketing system of orange siam in Nagari Alam Pauh Duo including the marketing channels and the marketing functions of each channel, and to analyze the marketing margin, the share obtained by the farmers, and to analyze the efficiency of the marketing channel. This research was conducted from September to October 2013. The method used in this research was survey method with descriptive and quantitative analysis. The result of this research showed that there are 3 marketing channel of orange siam in the research site. The involved marketing institutions in this research site are farmers, local assembler, and retailer. Each marketing institution undergo the marketing functions namely exchange function (purchasing and selling), physical function (carriage and storage), and facility function (grading, risk responsibility, market information and asset). The largest margin at marketing of orange siam are in the third channel, wich was Rp. 5.584,53/kg. While in the first channel, there was no marketing margin because there was no price difference between farmers and final consumers. The price share obtained by the farmer in the first channel was 100% of the price paid by the final consumers because the farmers sell directly orange siam to final consumers without agent. The farmers in the second channel obtained 65,40% of share and in the third channel obtained 51,79% of share. Based on marketing efficiency analysis, the firstchannel is the most efficiency channel with the EP value of 4,08% because the farmers sell orange siam directly to final consumers within the village. Based on the findings, it is suggested to government to provide the marketing facilitation such as STA (Sub Terminal Agribisnis) for farmers in order to they can easily distribute their product.


(4)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan dan lautan yang sangat luas sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk berada di sektor pertanian. Sektor pertanian meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, serta tanaman hortikultura (Yayuk, dkk, 2004 : 2).

Pertanian mempunyai arti penting dalam pembangunan perekonomian bangsa. Pemerintah telah menetapkan sektor pertanian sebagai prioritas utama pembangunan dimasa mendatang. Pertanian tidak hanya sebagai penyedia kebutuhan pangan bagi penduduknya, tetapi juga sumber kehidupan bagi sebagian penduduk. Pertanian juga merupakan sumber pendapatan ekspor serta pendorong dan penarik bagi tumbuhnya sektor-sektor lainnya (Nainggolan, 2005).

Sektor pertanian terdiri atas sub-sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan (Rahim dan Hastuti, 2007). Hortikultura sebagai salah satu produk sub-sektor pertanian dipandang sebagai sumber pertumbuhan baru yang potensial untuk dikembangkan dalam sistem agribisnis karena mempunyai keterkaitan yang kuat baik ke hulu maupun ke hilir. Kegiatan tersebut mencakup keseluruhan aktifitas sektor pertanian, mulai dari penyediaan input produksi sampai dengan pengolahan dan pemasaran (Jayaputra, 2008).

Menurut Antara (2004), salah satu upaya untuk terus meningkatkan kontribusi sektor pertanian adalah dengan pengembangan produksi tanaman hortikultura. Pengembangan hortikultura haruslah dilakukan secara profesional yaitu dengan adanya pembangunan seimbang antara aspek pertanian, bisnis dan jasa penunjang. Pembangunan pertanian yang tidak disertai dengan sarana pendukung yang memadai serta kurang sinkronnya antara industri hulu dan hilir sehingga kurang memberikan kontribusi yang menggembirakan.

Jeruk (Citrus sp) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang mempunyai peranan penting di pasar dunia maupun dalam negeri, baik dalam bentuk segar maupun olahannya. Karena mempunyai nilai ekonomis tinggi, maka


(5)

pemerintah tidak hanya mengarahkan pengelolaan jeruk bagi petani kecil, tetapi juga mengorientasikan kepada pola pengembangan industri jeruk yang komprehensif (Dirjen Hortikultura, 2006). Jeruk juga memiliki rasa buah yang manis dan merupakan bahan pelengkap utama dalam menunjang gizi masyarakat. Kandungan gizi yang terdapat dalam buah jeruk berupa vitamin C dan A, antioksidan, kalium dan kandungan gizi lainnya.

Jeruk merupakan salah satu tanaman hortikultura yang sedang dikembangkan di Indonesia. Dimana dalam enam tahun terakhir (1998-2005), luas panen, produksi dan produktivitas tanaman jeruk nasional mengalami peningkatan yang cukup pesat yaitu masing-masing sebesar 15,7 persen, 23,94 persen, dan 8,5 persen (lampiran 2). Beberapa jenis jeruk lokal yang banyak diusahakan di Indonesia diantaranya adalah jeruk keprok, jeruk siam, jeruk besar, jeruk nipis, jeruk manis dan jeruk lemon. Diantara beberapa jenis jeruk tersebut, tanaman hortikultura yang mempunyai prospek baik dan termasuk tanaman unggulan nasional adalah jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var. microcorpa Hassk). Jeruk siam ini paling banyak dikembangkan karena perawatannya relatif mudah, hasilnya banyak dan laku dijual dipasaran sebagai buah segar.

Daerah sentra produksi jeruk di Sumatera Barat ada di Kabupaten 50 Kota, Kabupaten Agam, Kabupaten Solok, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan (BPTP Sumbar, 2012). Perkembangan total produksi untuk komoditas jeruk di Provinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Dimana pada tahun 2008 total produksi jeruk Sumbar adalah 20.449 ton, tahun 2009 (24.555 ha), tahun 2010 (24.780 ha), tahun 2011 (31.615 ha) dan tahun 2012 (35.461 ha), (lampiran 3).

Pengembangan suatu komoditas pertanian dari aspek ekonomi sangat tergantung pada tingkat pendapatan dan kelayakan usaha. Dukungan sistem pemasaran yang lancar dan dengan margin tataniaga yang bagus, akan sangat memacu petani untuk berusaha lebih baik. Usaha perbaikan dibidang tataniaga memegang peranan penting karena usaha peningkatan produksi saja tidak mampu untuk meningkatkan pendapatan petani bila tidak didukung dan dihubungkan


(6)

dengan situasi pasar. Tingginya biaya tataniaga akan berpengaruh terhadap harga eceran/harga konsumen dan harga ditingkat petani (Eysa, 2011).

Tataniaga adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa kepada kelompok pembeli. Semua unsur, baik ia perorangan, perusahaan, atau lembaga yang secara langsung terlibat dalam proses pengaliran barang dari produsen ke konsumen disebut lembaga tataniaga (Hamid, 1994 : 12, 127).

Kegiatan pemasaran disalurkan melalui lembaga-lembaga perantara atau lembaga distribusi. Semakin panjang saluran distribusi yang dilalui suatu produk maka semakin tinggi harga yang harus dibayarkan konsumen akhir. Kondisi ini terkadang mendatangkan dampak dimana, petani biasanya mendapatkan keuntungan yang kecil dibandingkan pedagang. Perbedaan harga yang dibayar konsumen akhir untuk satu produk dan harga yang diterima oleh petani untuk produk yang sama disebut dengan margin tataniaga (Hamid, 1994 : 139).

Sistem tataniaga dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat: (1) mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen kepada konsumen dengan harga yang murah dan (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut didalam kegiatan produksi dan tataniaga barang tersebut. Sistem tataniaga yang tidak efisien akan mengakibatkan kecilnya keuntungan yang diterima oleh produsen, jadi harga yang diterima produsen dapat juga dijadikan ukuran efisiensi sistem tataniaga (Mubyarto, 1989 : 166).

Tataniaga adalah salah satu syarat mutlak pembangunan pertanian. Tanpa adanya pemasaran hasil pertanian maka pertanian tidak akan berkembang, sama halnya dengan jeruk siam yang merupakan salah satu komoditi unggulan di Kabupaten Solok Selatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis tataniaga jeruk siam untuk mengetahui saluran tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo, serta efisien atau tidaknya saluran tataniaga tersebut.


(7)

B. Perumusan Masalah

Kawasan pertanian hortikultura tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Solok Selatan dengan komoditi sayuran dan buah-buahan. Komoditi pertanian pada subsektor hortikultura mengalami peningkatan produksi pada dua tahun terakhir (2010-2011) yaitu masing-masing sebesar 4.927 ton dan 7.125 ton. Dengan jeruk sebagai komoditi hortikultura unggulan yang ada di Kabupaten Solok Selatan (lampiran 4).

Dalam pengembangan usahatani jeruk, Kabupaten Solok Selatan merupakan salah satu daerah pengembangan jeruk selain daerah Kabupaten 50 Kota dan Kabupaten Agam. Dimana pada Kabupaten Solok Selatan, Kecamatan Pauh Duo, Nagari Alam Pauh Duo merupakan salah satu daerah pengembangan jeruk dan daerah produksi jeruk yang paling banyak dibandingkan kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Solok Selatan (lampiran 5).

Produksi pertanian bersifat musiman, maka hasil akan diperoleh pada waktu-waktu tertentu, sesuai dengan umur tanaman yang dibudidayakan. Untuk jeruk siam mulai berproduksi setelah umur 2,5 tahun dan mengalami puncak produksi pada saat tanaman berumur 9 tahun. Tanaman jeruk siam dapat bertahan lebih dari 20 tahun jika berasal dari biji, sedangkan jika berasal dari perbanyakan vegetatif hanya mampu bertahan paling lama 15 tahun (Aini, 2012).

Penelitian oleh Putra (2013) memperlihatkan bahwa sistem tataniaga jeruk siam di Nagari Koto Tinggi, Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki 3 saluran tataniaga, yaitu pola saluran I: petani  pedagang pengumpul  pedagang pengecer  konsumen. Pola saluran II: petani  pedagang pengumpul  konsumen. Pola saluran III: petani  pedagang pengecer  konsumen. Saluran tataniaga yang paling efisien adalah pola saluran III dengan nilai EP yang terkecil sebesar 3,88% hal ini dikarenakan pada saluran III, petani langsung menjual jeruk siam ke pedagang pengecer yang menjual di pasar-pasar kecamatan ataupun yang menjual dipinggir jalan. Sedangkan pola saluran tataniaga yang tidak efisien terdapat pada pola saluran II, karena petani menjual jeruk ke pedagang pengumpul dan kemudian dijual ke konsumen akhir di Pekanbaru yang memiliki biaya tataniaga lebih besar dari pola saluran lainnya.

Penelitian oleh Putri (2012) memperlihatkan bahwa sistem tataniaga buah alpokat di Nagari Koto Gadang Guguk, Kabupaten Solok memiliki tiga saluran


(8)

yaitu pola saluran I: petani langsung ke konsumen akhir, pola saluran II: petani ke pedagang pengumpul kemudian ke pedagang pengecer, pola saluran III: petani ke pedagang pengumpul kemudian ke pedagang besar. Margin tataniaga pada saluran II adalah sebesar Rp 6.200,25/kg. Bagian yang diterima petani yang paling besar terdapat pada saluran tataniaga I yaitu 100% dari harga yang dibayarkan konsumen akhir karena petani menjual langsung buah alpokat ke konsumen akhir tanpa adanya pedagang perantara. Sedangkan untuk saluran tataniaga yang paling efisien terdapat pada pola saluran I karena nilai efisiensi tataniaga saluran I lebih kecil dibanding pola saluran lainnya. Hal ini disebabkan tidak adanya pedagang perantara yang terlibat dalam pola saluran I.

Dalam tataniaga pertanian, masalah-masalah yang sering dihadapi oleh lembaga-lembaga tataniaga adalah komoditas yang dihasilkan mudah rusak karena belum adanya tempat penyimpanan yang baik untuk komoditas yang telah dipanen. Dari sisi kelembagaan, petani masih sangat lemah sehingga dalam memasarkan komoditasnya petani tidak memiliki posisi tawar yang kuat dan cenderung sering dirugikan karena bentuk struktur pasar cenderung mengarah kepasar oligopsoni dimana jumlah pedagang lebih sedikit dari petani. Adanya margin tataniaga yang lebar dalam proses tataniaga pertanian sehingga dapat berdampak kepada produsen ataupun konsumen akhir. Dicurigai bahwa tataniaga jeruk siam yang ada di Nagari Alam Pauh Duo, Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan juga memiliki masalah tataniaga yang sama. Penelitian ini dilakukan untuk dapat menyumbang ilmu pengetahuan mengenai gambaran tataniaga jeruk di Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas, maka timbul beberapa pertanyaan:

1. Bagaimana sistem tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo, Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan?

2. Berapakah besar margin tataniaga, bagian yang diterima petani dan efisiensi saluran tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo, Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Tataniaga Jeruk Siam Di Nagari Alam Pauh Duo, Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan”.


(9)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan sistem tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo, Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan yang meliputi saluran tataniaga, dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing lembaga.

2. Menganalisis margin tataniaga, bagian yang diterima oleh petani, dan efisiensi saluran tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo, Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi petani dan lembaga tataniaga untuk dapat meningkatkan kerjasama dan pendapatan petani dalam proses tataniaga jeruk siam ini.

2. Untuk membangun ilmu pengetahuan tentang tataniaga sehingga ilmu pengetahuan ini dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah tataniaga pada umumnya dan tataniaga jeruk siam di daerah Solok Selatan khususnya.


(1)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan dan lautan yang sangat luas sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk berada di sektor pertanian. Sektor pertanian meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, serta tanaman hortikultura (Yayuk, dkk, 2004 : 2).

Pertanian mempunyai arti penting dalam pembangunan perekonomian bangsa. Pemerintah telah menetapkan sektor pertanian sebagai prioritas utama pembangunan dimasa mendatang. Pertanian tidak hanya sebagai penyedia kebutuhan pangan bagi penduduknya, tetapi juga sumber kehidupan bagi sebagian penduduk. Pertanian juga merupakan sumber pendapatan ekspor serta pendorong dan penarik bagi tumbuhnya sektor-sektor lainnya (Nainggolan, 2005).

Sektor pertanian terdiri atas sub-sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan (Rahim dan Hastuti, 2007). Hortikultura sebagai salah satu produk sub-sektor pertanian dipandang sebagai sumber pertumbuhan baru yang potensial untuk dikembangkan dalam sistem agribisnis karena mempunyai keterkaitan yang kuat baik ke hulu maupun ke hilir. Kegiatan tersebut mencakup keseluruhan aktifitas sektor pertanian, mulai dari penyediaan input produksi sampai dengan pengolahan dan pemasaran (Jayaputra, 2008).

Menurut Antara (2004), salah satu upaya untuk terus meningkatkan kontribusi sektor pertanian adalah dengan pengembangan produksi tanaman hortikultura. Pengembangan hortikultura haruslah dilakukan secara profesional yaitu dengan adanya pembangunan seimbang antara aspek pertanian, bisnis dan jasa penunjang. Pembangunan pertanian yang tidak disertai dengan sarana pendukung yang memadai serta kurang sinkronnya antara industri hulu dan hilir sehingga kurang memberikan kontribusi yang menggembirakan.

Jeruk (Citrus sp) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang mempunyai peranan penting di pasar dunia maupun dalam negeri, baik dalam bentuk segar maupun olahannya. Karena mempunyai nilai ekonomis tinggi, maka


(2)

pemerintah tidak hanya mengarahkan pengelolaan jeruk bagi petani kecil, tetapi juga mengorientasikan kepada pola pengembangan industri jeruk yang komprehensif (Dirjen Hortikultura, 2006). Jeruk juga memiliki rasa buah yang manis dan merupakan bahan pelengkap utama dalam menunjang gizi masyarakat. Kandungan gizi yang terdapat dalam buah jeruk berupa vitamin C dan A, antioksidan, kalium dan kandungan gizi lainnya.

Jeruk merupakan salah satu tanaman hortikultura yang sedang dikembangkan di Indonesia. Dimana dalam enam tahun terakhir (1998-2005), luas panen, produksi dan produktivitas tanaman jeruk nasional mengalami peningkatan yang cukup pesat yaitu masing-masing sebesar 15,7 persen, 23,94 persen, dan 8,5 persen (lampiran 2). Beberapa jenis jeruk lokal yang banyak diusahakan di Indonesia diantaranya adalah jeruk keprok, jeruk siam, jeruk besar, jeruk nipis, jeruk manis dan jeruk lemon. Diantara beberapa jenis jeruk tersebut, tanaman hortikultura yang mempunyai prospek baik dan termasuk tanaman unggulan nasional adalah jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var. microcorpa Hassk). Jeruk siam ini paling banyak dikembangkan karena perawatannya relatif mudah, hasilnya banyak dan laku dijual dipasaran sebagai buah segar.

Daerah sentra produksi jeruk di Sumatera Barat ada di Kabupaten 50 Kota, Kabupaten Agam, Kabupaten Solok, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan (BPTP Sumbar, 2012). Perkembangan total produksi untuk komoditas jeruk di Provinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Dimana pada tahun 2008 total produksi jeruk Sumbar adalah 20.449 ton, tahun 2009 (24.555 ha), tahun 2010 (24.780 ha), tahun 2011 (31.615 ha) dan tahun 2012 (35.461 ha), (lampiran 3).

Pengembangan suatu komoditas pertanian dari aspek ekonomi sangat tergantung pada tingkat pendapatan dan kelayakan usaha. Dukungan sistem pemasaran yang lancar dan dengan margin tataniaga yang bagus, akan sangat memacu petani untuk berusaha lebih baik. Usaha perbaikan dibidang tataniaga memegang peranan penting karena usaha peningkatan produksi saja tidak mampu untuk meningkatkan pendapatan petani bila tidak didukung dan dihubungkan


(3)

dengan situasi pasar. Tingginya biaya tataniaga akan berpengaruh terhadap harga eceran/harga konsumen dan harga ditingkat petani (Eysa, 2011).

Tataniaga adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa kepada kelompok pembeli. Semua unsur, baik ia perorangan, perusahaan, atau lembaga yang secara langsung terlibat dalam proses pengaliran barang dari produsen ke konsumen disebut lembaga tataniaga (Hamid, 1994 : 12, 127).

Kegiatan pemasaran disalurkan melalui lembaga-lembaga perantara atau lembaga distribusi. Semakin panjang saluran distribusi yang dilalui suatu produk maka semakin tinggi harga yang harus dibayarkan konsumen akhir. Kondisi ini terkadang mendatangkan dampak dimana, petani biasanya mendapatkan keuntungan yang kecil dibandingkan pedagang. Perbedaan harga yang dibayar konsumen akhir untuk satu produk dan harga yang diterima oleh petani untuk produk yang sama disebut dengan margin tataniaga (Hamid, 1994 : 139).

Sistem tataniaga dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat: (1) mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen kepada konsumen dengan harga yang murah dan (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut didalam kegiatan produksi dan tataniaga barang tersebut. Sistem tataniaga yang tidak efisien akan mengakibatkan kecilnya keuntungan yang diterima oleh produsen, jadi harga yang diterima produsen dapat juga dijadikan ukuran efisiensi sistem tataniaga (Mubyarto, 1989 : 166).

Tataniaga adalah salah satu syarat mutlak pembangunan pertanian. Tanpa adanya pemasaran hasil pertanian maka pertanian tidak akan berkembang, sama halnya dengan jeruk siam yang merupakan salah satu komoditi unggulan di Kabupaten Solok Selatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis tataniaga jeruk siam untuk mengetahui saluran tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo, serta efisien atau tidaknya saluran tataniaga tersebut.


(4)

B. Perumusan Masalah

Kawasan pertanian hortikultura tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Solok Selatan dengan komoditi sayuran dan buah-buahan. Komoditi pertanian pada subsektor hortikultura mengalami peningkatan produksi pada dua tahun terakhir (2010-2011) yaitu masing-masing sebesar 4.927 ton dan 7.125 ton. Dengan jeruk sebagai komoditi hortikultura unggulan yang ada di Kabupaten Solok Selatan (lampiran 4).

Dalam pengembangan usahatani jeruk, Kabupaten Solok Selatan merupakan salah satu daerah pengembangan jeruk selain daerah Kabupaten 50 Kota dan Kabupaten Agam. Dimana pada Kabupaten Solok Selatan, Kecamatan Pauh Duo, Nagari Alam Pauh Duo merupakan salah satu daerah pengembangan jeruk dan daerah produksi jeruk yang paling banyak dibandingkan kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Solok Selatan (lampiran 5).

Produksi pertanian bersifat musiman, maka hasil akan diperoleh pada waktu-waktu tertentu, sesuai dengan umur tanaman yang dibudidayakan. Untuk jeruk siam mulai berproduksi setelah umur 2,5 tahun dan mengalami puncak produksi pada saat tanaman berumur 9 tahun. Tanaman jeruk siam dapat bertahan lebih dari 20 tahun jika berasal dari biji, sedangkan jika berasal dari perbanyakan vegetatif hanya mampu bertahan paling lama 15 tahun (Aini, 2012).

Penelitian oleh Putra (2013) memperlihatkan bahwa sistem tataniaga jeruk siam di Nagari Koto Tinggi, Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki 3 saluran tataniaga, yaitu pola saluran I: petani  pedagang pengumpul  pedagang pengecer  konsumen. Pola saluran II: petani  pedagang pengumpul  konsumen. Pola saluran III: petani  pedagang pengecer  konsumen. Saluran tataniaga yang paling efisien adalah pola saluran III dengan nilai EP yang terkecil sebesar 3,88% hal ini dikarenakan pada saluran III, petani langsung menjual jeruk siam ke pedagang pengecer yang menjual di pasar-pasar kecamatan ataupun yang menjual dipinggir jalan. Sedangkan pola saluran tataniaga yang tidak efisien terdapat pada pola saluran II, karena petani menjual jeruk ke pedagang pengumpul dan kemudian dijual ke konsumen akhir di Pekanbaru yang memiliki biaya tataniaga lebih besar dari pola saluran lainnya.

Penelitian oleh Putri (2012) memperlihatkan bahwa sistem tataniaga buah alpokat di Nagari Koto Gadang Guguk, Kabupaten Solok memiliki tiga saluran


(5)

yaitu pola saluran I: petani langsung ke konsumen akhir, pola saluran II: petani ke pedagang pengumpul kemudian ke pedagang pengecer, pola saluran III: petani ke pedagang pengumpul kemudian ke pedagang besar. Margin tataniaga pada saluran II adalah sebesar Rp 6.200,25/kg. Bagian yang diterima petani yang paling besar terdapat pada saluran tataniaga I yaitu 100% dari harga yang dibayarkan konsumen akhir karena petani menjual langsung buah alpokat ke konsumen akhir tanpa adanya pedagang perantara. Sedangkan untuk saluran tataniaga yang paling efisien terdapat pada pola saluran I karena nilai efisiensi tataniaga saluran I lebih kecil dibanding pola saluran lainnya. Hal ini disebabkan tidak adanya pedagang perantara yang terlibat dalam pola saluran I.

Dalam tataniaga pertanian, masalah-masalah yang sering dihadapi oleh lembaga-lembaga tataniaga adalah komoditas yang dihasilkan mudah rusak karena belum adanya tempat penyimpanan yang baik untuk komoditas yang telah dipanen. Dari sisi kelembagaan, petani masih sangat lemah sehingga dalam memasarkan komoditasnya petani tidak memiliki posisi tawar yang kuat dan cenderung sering dirugikan karena bentuk struktur pasar cenderung mengarah kepasar oligopsoni dimana jumlah pedagang lebih sedikit dari petani. Adanya margin tataniaga yang lebar dalam proses tataniaga pertanian sehingga dapat berdampak kepada produsen ataupun konsumen akhir. Dicurigai bahwa tataniaga jeruk siam yang ada di Nagari Alam Pauh Duo, Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan juga memiliki masalah tataniaga yang sama. Penelitian ini dilakukan untuk dapat menyumbang ilmu pengetahuan mengenai gambaran tataniaga jeruk di Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas, maka timbul beberapa pertanyaan:

1. Bagaimana sistem tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo, Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan?

2. Berapakah besar margin tataniaga, bagian yang diterima petani dan efisiensi saluran tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo, Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Tataniaga Jeruk Siam Di Nagari Alam Pauh Duo, Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan”.


(6)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan sistem tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo, Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan yang meliputi saluran tataniaga, dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing lembaga.

2. Menganalisis margin tataniaga, bagian yang diterima oleh petani, dan efisiensi saluran tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo, Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi petani dan lembaga tataniaga untuk dapat meningkatkan kerjasama dan pendapatan petani dalam proses tataniaga jeruk siam ini.

2. Untuk membangun ilmu pengetahuan tentang tataniaga sehingga ilmu pengetahuan ini dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah tataniaga pada umumnya dan tataniaga jeruk siam di daerah Solok Selatan khususnya.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL DUA KULTIVAR TANAMAN GANDUM (Triticum aestivum L.) DI PEKONINA, KECAMATAN PAUH DUO, KABUPATEN SOLOK SELATAN.

0 0 10

USAHA PEMELIHARAAN DAN PENYULUHAN SENI TRADISI PADA PERTUNJUKAN SALUANG PAUH SEBAGAI ASET PAGA NAGARI DI NAGARI PAUH LIMO, KECAMATAN PAUH PADANG.

0 0 15

STRATEGI PEMASARAN TEH ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) PADA KELOMPOK TANI WANITA BINA KARYA DI KEC. PAUH DUO KAB. SOLOK SELATAN.

0 0 6

Karakterisasi Sifat Magnetik Dan Sifat Listrik Endapan Sinter di Beberapa Sumber Mata Air Panas Sumatera Barat (Studi Kasus: Mata Air Panas Alam Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan, Sumani Kabupaten Solok dan Bonjol Kabupaten Pasaman Sumatera Barat) Afdal Fa

0 0 7

Analisis Konduktivitas Termal dan Porositas Sinter Silika Sumber Mata Air Panas di Sapan Maluluang, Kecamatan Alam Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan

0 0 8

Studi Petrografi Batuan Beku dan Sinter Silika di Kecamatan Alam Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan

0 0 8

Estimasi Karakteristik Reservoir Panas Bumi dari Sumber Mata Air Panas di Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan

1 1 8

Analisis Pengaruh Temperatur Pemanasan Terhadap Sifat Fisis Sinter Silika dan Tipe Fluida (Air) pada Mata Air Panas Sapan Maluluang, Kecamatan Alam Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan

0 0 8

Pelatihan Tari Kreatif untuk Guru-guru SD N 02 Pakan Selasa Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan - Universitas Negeri Padang Repository

0 0 66

Dampak Kerusakan Lingkungan Penambangan Bijih Besi PT. Royalty Mineral Bumi di Kenagarian Pulakek Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan - Universitas Negeri Padang Repository

0 0 18