TINJAUAN HUKUM SURAT KETERANGAN WARIS YANG MENGHAPUS HAK WARIS ANAK KARENA PLAATSVERVULLING YANG IBUNYA MENINGGAL MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT.

TINJAUAN HUKUM SURAT KETERANGAN WARIS YANG
MENGHAPUS HAK WARIS ANAK KARENA PLAATSVERVULLING
YANG IBUNYA MENINGGAL MENURUT HUKUM ISLAM DAN
HUKUM ADAT
abstrak
Surat Keterangan Hak Waris pada masyarakat biasanya dimulai
dari keterangan RT/RW dan Desa atau Kelurahan yang berisikan
keterangan mengenai pewaris, para ahli waris. Surat Keterangan Hak
Waris tersebut sebagai awal bagi kelanjutan dibuatnya Akta pembagian
Harta Peninggalan pada suatu keluarga atau somah. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis dan menentukan pelaksanaan pembuatan
Surat Keterangan W aris (SKW) menurut Hukum Positif serta
untuk mengkaji dan merumuskan perlindungan ahli waris yang
terhapus hak warisnya karena plaatsvervulling akibat ibunya meninggal
lebih dulu menurut Hukum Islam dan Hukum Adat.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
yuridis normatif dan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis dengan
mengkaji bahan-bahan kepustakaan dan penelitian lapangan. Selanjutnya
dianalisis dengan metode yuridis kualitatif, artinya dalam penulisan ini
mengkualifikasikan dengan menganalisis sesuai aturan dan norma yang
berlaku tanpa mempergunakan rumus matematis.

Berdasarkan hasil penelitian ternyata pelaksanaan pembuatan
Surat Keterangan Waris yang dilakukan oleh sebagian aparat Desa atau
Kelurahan sering menyalahgunakan Hukum Islam sebagai pembagian
waris yang menurutnya ahli waris yang meninggal ibunya telah meninggal
terlebih dahulu dari pewaris maka kedudukannya akan dihapus atau
dihijab sebagai ahli waris jika yang meninggal tersebut memiliki saudara
laki-laki. Sedangkan menurut Hukum Adat penggantian tempat atau
plaatsvervulling tetap dilaksanakan berdasarkan Yurisprudensi Hukum
Waris Adat yang telah tetap sesuai pasal 5 Undang-Undang No. 48 Tahun
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Menurut Hukum Islam
perlindungan ahli waris diatur dalam Pasal 185 ayat (1) dan ayat (2)
Kompilasi Hukum Islam, bahwa ahli waris yang meninggal lebih dulu
daripada pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya
tetapi bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli
waris yang sederajat (utama). Dan Hukum Adat pun mengatur tentang
penggantian tempat yaitu penggantian dalam garis lurus ke bawah yang
sah dan berlangsung terus tanpa batas, sehingga ahli waris pengganti
berhak atas hak warisnya, hal tersebut berdasarkan Yurisprudensi
Mahkamah Agung tanggal 18 Maret 1959 Reg No. 391 K/Sip/1958.