Contoh Makalah Pengantar Pendidikan Tentang Perkembangan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

(1)

MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS

DOSEN PEMBIMBING :

DR. H. Maman Rusmana, M.Pd

DI SUSUN OLEH :

Aip Syaripudin 1-B

PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

SKTIP GARUT


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS”

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Garut,13 Januari 2014

Penyusun


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………….…….……….………..i

DAFTAR ISI…..……….………..………..ii

BAB I PENDAHULUAN………….……….1

A. latar Belakang………..………1

B. Rumusan………..…………2

C. Tujuan………...2

BAB II PEMBAHASAN……….………..3

I. Perkembangan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus…..…………..……...3

II. Layanan Pendidikan Anak Usia Dini Berkebutuhan Khusus………..…....6

III. Macam-macam Pendidikan Anak Luarbiasa...………….………..15

IV. Landasan Hukum...19

V. Pengembangan Kurikulum...22

BAB III PENUTUP………...….. 25

A. Kesimpulan………25

B. Saran……….…….26

BAB IV...27


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1). Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para siswa untuk dapat belajar menghormati realitas keberagaman dalam masyarakat.

Selama itu anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya


(5)

2. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari anak berkebutuhan khusus?

2. Bagaimana jenis dan karakteristik anak berkebutuhan khusus? 3. Bagaimana strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus?

3. Tujuan

1. Menjelaskan definisi dari anak berkebutuhan khusus.

2. Mengidentifikasi jenis dan karakteristik anak berkebutuhan khusus. 3. Menjelaskan strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus


(6)

2

BAB II

PEMBAHASAN

I.

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK

BERKEBUTUHAN DI INDONESIA

Dewasa ini peran lembaga pendidikan sangat menunjang tumbuh kembang dalam berolah system maupun cara bergaul dengan orang lain. Selain itu lembaga pendidikan tidak hanya sebagai wahana untuk system bekal ilmu pengetahuan, namun juga sebagai lembaga yang dapat memberi skill atau bekal untuk hidup yang nanti diharapkan dapat bermanfaat didalam masyarakat.

Sementara itu lembaga pendidikan tidak hanya di tunjukkan kepada anak yang memiliki kelengkapan fisik, tetapi juga kepada anak yang memiliki keterbelakangan mental. Mereka dianggap sosok yang tidak berdaya, sehingga perlu di bantu dan di kasihani untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu di sediakan berbagai bentuk layanan pendidikan atau sekolah bagi mereka. Pada dasarnya pendidikan untuk berkebutuhan khusus sama dengan pendidikan anak- anak pada umumnya. Disamping itu pendidikan luar biasa, tidak hanya


(7)

bagi anak – anak yang berkebutuhan khusus, tetapi juga di tujukan kepada anak-anak normal yang lainnya.

Beberapa sekolah telah dibuka bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus ini. System pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan siswa menjadi salah satu keunggulan yang ditawarkan sekolah – sekolah ini. Jadi anda tidak perlu khawatir dengan masa depan anak anda karena sekolah ini membekali anak untuk bisa hidup mandiri dalam hidupnya dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

3

1.

Pengertian Pendidikan Luar Biasa

Pendidikan luar biasa adalah merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,emosional, mental sosial, tetapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Selain itu pendidikan luar biasa juga berarti pembelajaran yang dirancang khususnya untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari anak kelainan fisik. Pendidikan luar biasa akan sesuai apabila kebutuhan siswa tidak dapat diakomodasikan dalam program pendidikan umum. Secara singkat pendidikan luar biasa adalah program penbelajaran yang disiapakan untuk memenuhi kebutuhan unik dari individu siswa.

2.

Sejarah Perkembangan Pendidikan Anak Luar Biasa

Para ahli sejarah pendidikan biasanya menggambarkan mulainya pendidikan luar biasa pada akhir abad ke 18 atau awal abad ke 19. Di indonesia sejarah perkembangan luar biasa dimulai ketika belanda masuk ke indonesia,( 1596 – 1942 ) meraka memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi barat. untuk pendidikan bagi anak–anak penyandang cacat di buka lembaga-lembaga


(8)

khusus.lembaga pertama untuk pendidikan anak tuna netra,tuna grahita tahun 1927 dan untuk tuna rungu tahn 1930. Ketiganya terletak di kota Bandung.Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah RI mengundang-undangkan yang pertama mengenai pendidikan. Mengenai anak- anak yang mempunyai kelainan fisik atau mental , undang – undang itu menyebutkan pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus untuk mereka yang membutuhkan ( pasal 6 ayat 2 ) dan untuk itu anak –anak tersebut ( pasal 8) yang

4 mengatakan semua anak – anak yang sudah berumur 6 tahun dan 8 tahun berhak dan diwajibkan belajar disekolah sedikitnya 6 tahun dengan ini berlakunya undang – undang tersebut maka sekolah – sekolah baru yang khusus bagi anak – anak penyandang cacat. Termasuk untuk anak tuna daksa dan tuna laras, sekolah ini disebut sekolah luar biasa.

Berdasarkan urutan sejarah berdirinya SLB pertama untuk masing – masing katagori kecacatan SLB itu dikelompokan menjadi :

a.

a SLB bagian A untuk anak tuna netra

b.

SLB bagian B untuk anak tuna rungu

c.

SLB bagian C untuk anak tuna Grahta

d.

SLB bagian D untuk anak tuna daksa

e.

SLB bagian E untuk anak tuna laras

f.

SLB bagian F untuk anak tuna ganda

Konsep pendidikan terpadu diperkenalkan di indonesia pada tahun 1978 yang bertujuan khusus untuk anak tuna netra.


(9)

3.

Pasal – Pasal Yang Melandasi Pendidikan Luar Biasa

Seluruh warga negara tanpa terkecuali apakah dia mempunyai kelainan atau tidak mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini dijamin oeh UUD 1945 pasal 31 ayat1 yang mengumumkan. Bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

Pada tahun 2003 pemerintah mengeluarkan undang- undang no 20 tentang system pendidikan nasional ( UUSPN ).

5 Dalam undang – undang tersebut dikemukakan hal- hal yang erat hubungan dengan pendidikan bagi anak-anak dengan kebutuhan pendidikan khusus sebagai berikut ;

Bab 1( pasal 1 ayat 18 ) Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus di ikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah

Bab II ( pasal 4 ayat 1 ) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis berdasarkan HAM,agama,kultural, dan kemajemukan bangsa.

Bab IV ( pasal 5 ayat 1 ) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu baik yang memiliki kelainan fisik,emosionl,mental,intelektual atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

Bab V bagian 11 Pendidikan khusus (pasal 32 ayat 1 ) Pendidikan khusus bagi peserta yang memiliki tingkat kesulitan dalam


(10)

mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,emosional,mental,sosial atau memiliki potensi kecerdasan.

II.

LAYANAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

BERKEBUTUHAN KHUSUS

Pada mulanya yang dimaksud dengan anak kebutuhan pendidikan khusus hanyalah anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan saja. Namun, dewasa ini anak dengan kebutuhan pendidikan khusus termasuk pula anak lantib dan berbakat.

6

A.

Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus

Anakberkebutuhankhususdapatdimaknaidengananak-anak yang

tergolongcacatatau yang menyandangketunaan,

danjugaanaklantibdanberbakat (Mulyono, 2006:26). Dalamperkembangannya,

saatinikonsepketunaanberubahmenjadiberkelainan (exception) atauluarbiasa. Ketunaanberbedadengankonsepberkelainan. Konsepketunaanhanyaberkenaandengandengankecacatansedangkanko

nsepberkelainanatauluarbisamencakupanak yang

menyandangketunaanmaupun yang dikaruniaikeunggulan.

Banyakistilahdigunakanuntukmencobamengkategorikananak-anakdengankebutuhankhusus, beberapaistilah yang dapatmembantu guru mengumpulkaninformasi yang merencanakanuntukmasing-masinganakmencakup: dungu, gangguanfisik, lumpuhotak, gangguanemosional, ketidakmampuan mental, gangguanpendengaran,


(11)

gangguanpengllihatan, ketidakmampuanbelajar, autistuk, danketerlambatanperkembangan.

Kata-kata yang seringdigunakanseiringberasaldarikonsep lama danmengabaikansikapdanpengharapannegatifpetunjukberikutbergunam emikirkandanmerencanakandenganketidakmampuan:

Tekankankeunikandannilaidarisemuaanakdaripadaperbedaanmerek a.

Jagapandanganmasing-masing:

hindaripenekananketidakmampuandenganmengenyampingkanpenc apaianmasing-masing.

Pikirkancaraanak yang

tidakberkemampuandapatmelakukansesuatusendiriayauuntukanak yang lain.

Berikanlingkungan di manaanak yang

bermasalahikutsertadalamkegiatandengananak yang tidakbermasalahdancara-cara yang bermanfaatsatusamalainnnya.

7

B.

Anak Usia Dini yang membutuhkan perhatian khusus

Pada kenyataannya, di berbagai Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (LPAUD), baik di TK, Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak dan satuan PAUD sejenislainnya selalu saja terdapat anak-anak yang membutuhkan perhatian khusus. Hal ini dijelaskan oleh Jamaris (2006:80-92) dan Mulyono (2006:6-9), bahwa terdapat masalah-masalah perilaku psikososial, berkesulitan belajar, ataupun anak dengan gangguan pemusatan perhatian/hiperaktif. Disisi lain, Jamaris (2006:94-100) juga menjelaskan bahwa terdapat anak dengan tingkat intelegensi yang luar biasa, seperti anak tuna grahita atau anak gifted dan berbakat.


(12)

Masalah-masalah perilaku psikososial yang seringkali muncul adalah:

1)

Penakut, sepertitakutpadabinatang, takutpadagelap, kilatanpetirdansuaragemuruhyangmenyertainya,takutpada orang

asingdanatau rasa takut yang

munculdalambenakanakberdasarkanfantasi yang dibuatnyasendiri;

2)

Perilakuagresif, yang tampakpadatindakan-tindakananak yang cenderungmelukaianaklain, sepertimenggigit, mencakarataumemukul.

Biasanyaperilakusepertiinimunculsejakusia 2,5-3 tahun, selanjutnyaperilakutersebutseolahhilangdanbergantidenganekspresi mencela, mencaciataumemaki (Jamaris 2006:81);

3)

Pendiam, menarikdiridanataurendahdiri,

perilakuinidisebabkanolehsikap orang tua yang terlaluberlebihandalammengontrolperilakuanak,

yaituadanyaberbagailaranganyanggpadaakhirnyaberujungpadapeng ekanganpadadirianak. Hal initampakpadaorangtua yang selalumengatakan ‘tidakbolehini, tidakbolehitu…ataujanganbegini, janganbegitu…’.

8

Belakangan ini, seringkali juga terdengar istilah anak dengan budaya Autisme. Kanner dalam Jamaris (2006:85) adalah orang yang mengemukakan istilah autisme; Anak autis adalah anak yang mengalami outstanduing fundamental disorder,sehingga tidak mampu melakukan interaksi dengan lingkungannya. Oleh sebab itu, anak autis bersifat menutup diri dan tidak peduli, serta tidak memperhatikan lingkungannya (Greenspan dan Wider dalam Jamaris, (2006:85).


(13)

Anak yang mengalami kesulitan belajar adalah anak yang memiliki intelegensi normal atau diatas normal, akan tetapi mengalami satu atau lebih dalam aspek-aspek yang dibutuhkan untuk belajar. Istilah kesulitan belajar terjemahan dari learning disability, sebenarnya tidak tepat, seharusnya diterjemahkan sebagai ketidakmampuan belajar (Mulyono, 2006:6)

Kesulitan belajar ini disebabkan karena terjadi disfungsi ringan dalam susunan syaraf pusat (minimal brain disfunction). Kesulitan belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu:

1.

Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (development learning disability) dengan disfungsi yang dapat terlihat pada kelainan persepsi, kesulitan dalam menerima informasi, menyusun informasi agar dapat dipahami, bahkan sulit dalam mengkomunikasikan informasi yang diterima atau didengar, yang berdampak pada kesulitan bahasa dan komunikasi, seperti sulit dalam mengucapkan kata-kata, merangkai kata, sulit menyebutkan nama benda akibat keterbatasan kosa kata;

9 kesulitan koordinasi gerakan visual motorik, yang berdampak pada kesulitan dalam melakukan koordinasi gerakan visual (pandangan mata) – motorik (gerakan tangan, jari tangan atau kaki) secara serempak dan terarah pada satu tujuan, seperti sulit memasukkan sedotan


(14)

kedalam botol kosong, menendang bola kaki, selalu meleset; Kesulitan berpikir, yang menyangkut kesulitan dalam melakukan operasi kognitif (berpikir), sulit dalam mengfungsika formasi konsep, asosiasi dan pemecahan masalah, seperti tidak mampu membuat klasifikasabenda-benda yang dapat terbang di angkasa, tidak mampu manghubungkan pengalaman yang telah ada dengan pengalaman baru (Reid dan Lovit dalam Jamaris, 2006:87-91).

2.

Kesulitanbelajarakademik (academic learing disabilities)

yang

ditunjukanpadaadanyakagagalan-kagagalandalampencapaianprestasiakademik yang sesuaidengankapasitas yang diharapkan, mencakupkegagalandalampenguasaanketerampilandalam membaca, manulis, danataumatematika.

Selanjutnya, dijelaskan bahwa penyebab kesulitan belajar adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis, sedangkan penyebab utama problema belajar (learning problems) adalah faktor eksternal yaitu antara lain berapa strategi pembelajaran tang keliru, pengelolaan kagiatan belajar yang tidak memebangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat (Mulyono, 2006:13).

10 Perilaku lainnya adalah anak dengan gangguan pemusatan perhatian/hiperaktif, dikenal dengan sebutan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah anak yang sulit melakukan seleksi terhadapstimulus yang ada disekitarnya, yang berakibat sulit dalam memusatkan perhatiannya dan menjadi hiperaktif,


(15)

tampak dalamperilaku yang selalu bergerak, impulsif/ bertindak tanpa berpikir, tidak dapat menahan marah, kekecewaan dan atau suka mengganggu. Papalia dan Olds ( 1995:298) menuliskan bahwa dari keseluruhan populasi anak terdapat sekitar 3% anak dengan ADHD; Anak laki-laki memiliki kemungkinan 6 sampai 9 kali lipat untuk mengalami ADHD dibandingkan anak perempuan. Selanjutnya dikatakan bahwa tanda-tanda ADHD teiah muncul pada usia 4 tahun atau dibawah 10 tahun, namun biasanya orang tua baru menyadari anaknya cenderung ADHD setelah anak masuk sekolah.

Selain berbagai masalah dan kesulitan yang telah dikemukakan di atas, terdapat juga anak usia dini dengan tingkat intelegensi yang luar biasa, yaitu anak tunagrahita serta anak gifted dan berbakat. Jamaris (2006:94-95) menjelaskan bahwa anak tunagrahita atau anak mentally retarded adalah kelompok anak yang memiliki tingkat intelegensi dibawah normal. Ketunagrahitaan tampak dalam kesulitan ‘adaptive behavior’ atau penyesuaian perilaku, dimana mereka tidak dapat mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran (standar) kemandirian dan tanggungjawab sosial. Anak tunagarahita juga mengalami masalah dalam keterampilan akademik dan berpartisipasi dengan kelompok teman yang memiliki usia sebaya.

11 Disisi lain, suatu ramhat bagi beberapa orangtua yang dikaruniai anak gifted dan berbakat, anak gifted dan talented (berbakat) adalah anak yang memiliki kemampuan yang luar biasa, baik intelegensinya maupun bakat khusus dan kreativitasnya, sehingga anak mampu mencapai kinerja dengan kualitas yang luar biasa. Untuk mewujudkan potensi yang tersembunyi tersebut,


(16)

maka diperlukan layanan pendidikan khusus disamping pendidikan yang diberikan pada anak normal di sekolah biasa (Jamaris 2006:100-101). Anak gifted dan talented biasanya memiliki kreativitas yang tinggi, seperti:

1.

Kelancarandalammemberikanjawabandanmengemu kakanpendapatataupun ide-ide.

2.

Kelenturandalammengemukakanberbagialternatifdal ampemecahanmasalah.

3.

Kemampuandalammenghasilkanberbagai ide

ataukarya yang

merupakankeasliandarihasilpikirannyasendiri. Bakatkhususditunjukkanolehanakdalambeberapabid angtertentu,

misalnyasangatberbakatpadabidangmusik,

ataubidang IPA

sepertimenciptakanberbagaitemuandalamsains. Diperkirakan antara 3-7 % atau sekitar 5,5-10,5 juta anak usia di bawah 18 tahun menyandang ketunaan atau masuk kategori anak berkebutuhan khusus. “Apabila ditambah dengan anak-anak yang menggunakan kacamata, jumlahnya akan lebih banyak lagi,” ungkap Prof dr Sunartini, SpA (K), PhD dalam pidato pengukuhan jabatan guru besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta di gedung senat perguruan tinggi itu, Kamis (28/5).

12 Secara global, tuturnya, diperkirakan ada 370 juta penyandang cacat atau sekitar 7 % populasi dunia, kurang lebih 80 juta di


(17)

antaranya membutuhkan rehabilitasi. Dari jumlah tersebut, hanya 10 persen mempunyai akses pelayanan.

Istilah anak berkebutuhan khusus adalah klasifikasi untuk anak dan remaja secara fisik, psikologis dan atau sosial mengalami masalah serius dan menetap. Anak berkebutuhan khusus ini dapat diartikan mempunyai kekhususan dari segi kebutuhan layanan kesehatan, kebutuhan pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus, pendidikan inklusi, dan kebutuhan akan kesejahteraan sosial dan bantuan sosial. “Selama dua dekade terakhir istilah anak cacat telah digantikan dengan istilah anak dengan kebutuhan kesehatan khusus,” jelasnya.

Menurut Sunartini, istilah anak dengan kemampuan dan kebutuhan khusus sebagai pengganti istilah anak cacat. Ini dinilainya manusiawi, tapi di Indonesia belum disepakati. Karena itu perlu ditetapkan dalam peraturan perundangan agar dapat dimasukkan sebagai program yang diutamakan di berbagai departemen yang berkaitan. Namun dia mengakui, masalah anak dengan kebutuhan khusus di bidang kesehatan belum menjadi prioritas, masih kalah dengan penyakit infeksi dan berbagai keadaan kurang gizi.

Selain itu, ia menambahkan, sampai saat ini terjadi keterbatasan dan belum disediakannya fasilitas khusus seperti jalan yang bisa dilalui kursi roda, jalan yang aman bagi anak dengan palsi serebral, jalan yang dibuat khusus bagi anak tuna netra hingga bisa mandiri sampai tujuan.


(18)

Penggunaan jalan seringkali menyebabkan kesulitan bagi anak berkebutuhan khusus. Demikian juga fasilitas kesehatan, masih sukar dicapai para penyandang cacat, di samping petugas kurang tanggap.

Sunartini mengatakan, menghadapi terjadinya anak berkebutuhan khusus karena penyimpangan perkembangan otak, langkah yang paling tepat adalah mengenali atau mendeteksi dini kelainan yang ada, baik oleh penolong persalinan, tenaga kesehatan, serta masyarakat, terutama orangtua dan keluarganya. Setelah itu, diikuti penanganan atau intervensi dini, baik secara promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.

Banyak faktor penyebab gangguan pembentukan dan perkembangan otak anak sejak saat pembuahan, lahir, saat bayi, masa anak sampai remaja. Pada awal kehamilan terutama minggu kedua sampai keenambelas di saat pembentukan organ ada berbagai hal yang dapat menyebabkan pembentukan otak tidak sempurna atau rusak antara lain karena kekurangn gizi dan mikronutrien seperti iodium, zink, selenium, kekurangan asam folat, obat-obatan teratogenik seperti obat peluntur haid. Juga obat penenang seperti talidomid, keracunan logam berat seperti Hg atau Pb (timbal), infeksi intra uterin seperti TORCH dan kekerasan karena usaha pengguguran dengan pijatan.

Secara uji multivariat, bahan organik pada ibu hamil yang bekerja di pabrik menunjukkan adanya pengaruh kurang baik terhadap perkembangan motorik, tingkah laku, perhatian dan hiperaktivitas. Demikian halnya ibu yang mengalami depresi dalam periode satu tahun pertama dapat mengakibatkan gangguan

perkembangan kognitif sampai umur 18 bulan gangguan tingkah laku, gangguan perkembangan sosial dan perilaku terutama pada anak laki-laki usia balita.


(19)

III.

MACAM-MACAM PENDIDIKAN LUAR BIASA

a.

System pendidikan segregasi

System pendidikan dimana anak berkelainan terpisah dari system pendidikan anak normal. Penyelenggaraan system pendidikan segregasi di laksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaran pendidikan untuk anak normal.

Keuntungan system pendidikan segregasi :

Rasa ketenangan pada anak luar biasa

Komunikasi yang mudah dan lancar

Metode pembelajaran yang khusus sesuai dengan kondisi dan kemampuan anak

Guru dengan latar belakang pendidikan luar biasa

Sarana dan prasarana yang sesuai Kelemahan system pendidikan segregasi

Sosialisasi terbatas

Penyelenggaraan pendidikan yang relative mahal

b.

System Pendidikan Integrasi

System pendidikan luar biasa yang bertujuan memberikan pendidikan yang memungkinkan anak luar biasa memperoleh kesempatan mengikuti proses pendidikan bersama dengan siswa normal agar dapat mengembangkan diri secara optimal.


(20)

15 Keuntungan System Integrasi

Merasa di akui haknya dengan anak normal terutama dalam memperoleh pendidikan

Dapat mengembangkan bakat ,minat dan kemampuan secara optimal

Lebih banyak mengenal kehidupan orang normal

Mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi

Harga diri anak luar biasa meningkat

c.

Pendidikan

Inklusi (PendidikanTerhadapAnakBerkebutuhanKhusus)

Pendidikaninklusiadalahtermasukhal yang baru di Indonesia umumnya. Ada beberapapengertianmengenaipendidikaninklusi, diantaranyaadalahpendidikaninklusimerupakansebuahpendekatan yang

berusahamentransformasisistempendidikandenganmeniadakanham

batan-hambatan yang

dapatmenghalangisetiapsiswauntukberpartisipasipenuhdalampendi dikan. Hambatan yang adabisaterkaitdenganmasalahetnik, gender, status sosial, kemiskinandan lain-lain. Dengan kata lain pendidikaninklusiadalahpelayananpendidikananakberkebutuhankh usus yang dididikbersama-samaanaklainnya (normal) untukmengoptimalkanpotensi yang dimilikinya.


(21)

Salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat. Tapi ini bukanlah kelompok yang homogen. Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi keberagaman kebutuhan siswa. Mereka juga diharapkan dapat mencari anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan.

16 d. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya, sesuai dengan Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Tahun 2006 dan Pembinaan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan adalah sebagai berikut :

1. Tuna Netra 2. Tuna Rungu

3. Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome) 4. Tuna Grahita Ringan (IQ = 50-70) 5. Tuna Grahita Sedang (IQ = 25-50)

6. Tuna Grahita Berat (IQ 125 ) J. Talented : Potensi bakat istimewa (MultipleIntelligences : Language, Logico mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual).


(22)

7. Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca,Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/ Motorik)

8. Lambat Belajar ( IQ = 70 –90 ) 9. Autis

10. Korban Penyalahgunaan Narkoba 11. Indigo

17

e. Gagagasan pendidikan inklusi

Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program yang sama, dari satu jalan untuk menyiapkan pendidikan bagi anak penyandang cacat adalah pentingnya pendidikan inklusi, tidak hanya memenuhi target pendidikan untuk semua dan pendidikan dasar 9 tahun, akan tetapi lebih banyak keuntungannya tidak hanya memenuhi hak-hak asasi manusia dan hak-hak anak tetapi lebih penting lagi bagi kesejahteraan anak, karena pendidikan inklusi mulai dengan merealisasikan perubahan keyakinan masyarakat yang terkandung di mana akan menjadi bagian dari keseluruhan, dengan demikian penyandang cacat anak akan merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai, dilindungi,


(23)

inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial anak, Pada keluarga, pada kelompok teman sebaya, pada sekolah, pada institusi-institusi kemasyarakatan lainnya. Sebuah masyarakat yang melaksanakan pendidikan inklusi berkeyakinan bahwa hidup dan belajar bersama adalah cara hidup (way of life) yang terbaik, yang menguntungkan semua orang, karena tipe pendidikan ini dapat menerima dan merespon setiap kebutuhan individual anak. Dengan demikian sekolah atau pendidikan menjadi suatu lingkungan belajar yang ramah anak-anak. Pendidikan inklusi adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan setiap anak penuh berpartisipasi dalam kegiatan kelas reguler tanpa mempertimbangkan kecacatan atau karakteristik lainnya.

18

IV. LANDASAN HUKUM

- Landasan Spiritual

1. SuratAnNisaayat 9 “Dan hendaklahtakutkepada Allah orang-orang yang seandainyameninggalkan di belakangmerekaanak-anak yang lemah yang merekakhawatirterhadap (kesejahteraan) mereka. Makahendaklahmerekabertaqwakepada Allah danhendaklahmerekamengucapkanperkataan yang benar”.

2. SuratAzZuhrufayat 32 “Allah

telahmenentukandiantaramanusiapenghidupanmerekadalamkeh

idupandunia, dan Allah

telahmeninggikansebagiandarimerekaatassebagian yang lain


(24)

sebagianmerekadapatsalingmengambilmanfaat(membutuhkan)” .

- LandasanYuridis

1. Konvensi PBB tentangHakanaktahun 1989.

2. DeklarasiPendidikanuntukSemua di Thailand tahun 1990. 3. KesepakatanSalamankatentangPendidikaninklusitahun 1994. 4. UU No. 4 tentangPenyandangCacattahun 1997.

5. UU No. 23 tentangPerlindunganHakAnaktahun 2003. PP No. 19 tentangStandarPendidikanNasionaltahun 2004. Deklarasi Bandung tentangMenujuPendidikanInklusitahun 2004.

19 Kalau kita cermati lebih teliti, landasa spiritual maupun landasan yuridis tersebut telah memberikan dasar hukum yang jelas tentang bagaiman penyelenggaraan pendidikan inklusi yang memang merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi.

- Implementasi Di Lapangan

Indonesia Menuju Pendidikan inklusi Secara formal dideklarasikan pada tanggal 11 agustus 2004 di Bandung, dengan harapan dapat menggalang sekolah reguler untuk mempersiapkan


(25)

pendidikan bagi semua anak termasuk penyandang cacat anak. Setiap penyandang cacat berhak memperolah pendidikan pada semua sektor, jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 6 ayat 1). Setiap penyandang cacat memiliki hak yang sama untuk menumbuh kembangkan bakat, kemampuan dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat (Pasal 6 ayat 6 UU RI No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat).

Disamping pendidikan atau sekolah reguler, pemerintah dan badan-badan swasta menyelenggarakan pendidikan atau sekolah khusus yang biasa disebut Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk melayani beberapa jenis kecacatan. Tidak seperti sekolah reguler yang tersebar luas baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. SLB dan SDLB sebagian besar berlokasi di perkotaan dan sebagian kecil sekali yang berlokasi di pedesaan. Penyandang cacat anak untuk menjangkau SLB atau SDLB relatif sangat jauh hingga memakan biaya cukup tinggi yang tidak terjangkau penyandang cacat anak dari pedesaan.

20 Ini pula masalah yang dapat diselesaikan oleh pendidikan atau sekolah inklusi, di samping memecahkan masalah golongan penyandang cacat yang merata karena diskriminasi sosial, karena dari sejak dini tidak bersama, berorientasi dengan yang lain.

Sejak tahun 2001, pemerintah mulai uji coba perintisan sekolah inklusi seperti di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 12 sekolah didaerah Gunung Kidul dan di Provinsi daerah Khusus Ibukota Jogyakarta dengan 35 sekolah. Pada sekolah sekolah reguler yang dijadikan perintis itu memang diuntukkan


(26)

anak-anak lambat belajar dan anak-anak sulit belajar sehingga perlu mendapat pelayanan khusus. Karena masih dalam tahap rintisan sampai sekarang belum ada informasi yang berarti dari sekolah-sekolah tersebut.

Menurut Prof. Dr. Fawzie Aswin Hadi (Universitas Negeri Jakarta) mengisahkan sekolah Inklusi (SD. Muhamadiyah di Gunung Kidul) sekolah ini punya murid 120 anak, 2 anak laki-laki diantaranya adalah Tuna Grahita, dua anak ini dimasukan oleh kedua ibunya ke kelas I karena mau masuk SLBC lokasinya jauh dari tempat tinggalnya yang di pegunungan. Keluarga ini tergolong keluarga miskin oleh sebab itu mereka memasukkan anak-anaknya ke SD. Muhamadiyah. Perasaan mereka sangat bahagia dan bangga bahwa kenyataannya anak mereka diterima sekolah. Satu anak tampak berdiam diri dan cuek, sedang satu lagi tampak ceria dan gembira, bahkan ia menyukai tari dan suka musik, juga ia ramah dan bermain dengan teman sekolahnya yang tidak cacat. Gurunya menyukai mereka, mengajar dan mendidik mereka dengan mengunakan modifikasi kurikulum untuk matematika dan mata pelajaran lainnya, evaluasi disesuaikan dengan kemampuan mereka.

21 Hal yang sangat penting disini yang berkaitan dengan guru adalah anak Tuna Grahita dapat menyesuaikan diri dengan baik, bahagia dan senang di sekolah. Ini merupakan potret anak Tuna Grahita di tengah-Tengah teman yang sedang belajar.

Di Indonesia telah dilakukan Uji coba dibeberapa daerah sejak tahun 2001, secara formal pendidikan inklusi dideklarasikan di Bandung tahun 2004 dengan beberapa sekolah reguler yang mempersiapkan diri untuk implementasi pendidikan inklusi. Awal tahun 2006 ini tidak ada tanda-tanda untuk itu, informasi tentang


(27)

pendidikan inklusi tidak muncul kepada publik, isu ini tenggelam ketika isu menarik lainnya seperti biaya operasional sekolah, sistem SKS SMA dan lain-lain.

V. PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Lingkup Pengembangan Kurikulum

Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah reguler (kurikulum nasional) yang dimodofikasi (diimprovisasi) sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya. Modifikasi kurikulum dilakukan terhadap:

1. alokasiwaktu, 2. isi/materikurikulum, 3. proses belajar-mengajar, 4. saranaprasarana,

5. lingkunganbelajardanpengelolaankelas

22

B

. Pengembang Kurikulum

Modifikasi/pengembangan kurikulum pendidikan inklusi dapat dilakukan oleh Tim Pengembang Kurikulum yang terdiri atas guru-guru yang mengajar di kelas inklusi bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait, terutama guru pembimbing khusus (guru Pendidikan Luar Biasa) yang sudah berpengalaman mengajar di Sekolah Luar Biasa, dan ahli Pendidikan Luar Biasa (Orthopaedagog), yang dipimpin oleh Kepala


(28)

Sekolah Dasar Inklusi (Kepala SD Inklusi) dan sudah dikoordinir oleh Dinas Pendidikan.

C. Pelaksanaan Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum dilaksanakan dengan:

1.

Modifikasialokasiwaktu

Modifikasialokasiwaktudisesuaikandenganmengacupa dakecepatanbelajarsiswa. Misalnyamateripelajaran (pokokbahasan) tertentudalamkurikulumreguler (KurikulumSekolahDasar)

diperkirakanalokasiwaktunyaselama 6 jam.

Untukanakberkebutuhankhusus yang

memilikiinteligensi di atas normal (anakberbakat) dapatdimodifikasimenjadi 4 jam.

Untukanakberkebutuhankhusus yang

memilikiinteligensirelatif normal

dapatdimodifikasimenjadisekitar 8 jam;

23 Untukanakberkebutuhankhusus yang memilikiinteligensi di bawah normal (anaklambanbelajar) dapatdimodifikasimenjadi 10 jam, ataulebih; danuntukanaktunagrahitamenjadi 18 jam, ataulebih; danseterusnya.


(29)

2. Modifikasiisi/materi

 Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal, materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat digemukkan (diperluas dan diperdalam) dan/atau ditambah materi baru yang tidak ada di dalam kurikulum sekolah reguler, tetapi materi tersebut dianggap penting untuk anak berbakat.

 Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat tetap dipertahankan, atau tingkat kesulitannya diturunkan sedikit.

 Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban belajar/tunagrahita) materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitannya seperlunya, atau bahkan dihilangkan bagian tertentu.

24


(30)

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1).

Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa.

Sementara itu lembaga pendidikan tidak hanya di tunjukkan kepada anak yang memiliki kelengkapan fisik, tetapi juga kepada anak yang memiliki keterbelakangan mental. Mereka dianggap sosok yang tidak berdaya, sehingga perlu di bantu dan di kasihani untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu di sediakan berbagai bentuk layanan pendidikan atau sekolah bagi mereka. Pada dasarnya pendidikan untuk berkebutuhan khusus sama dengan pendidikan anak-anak pada umumnya. Disamping itu pendidikan luar biasa, tidak hanya bagi anak-anak – anak yang berkebutuhan khusus, tetapi juga di tujukan kepada anak-anak normal yang lainnya.

Beberapa sekolah telah dibuka bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus ini. System pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan siswa menjadi salah satu keunggulan yang ditawarkan sekolah – sekolah ini. Jadi anda tidak perlu khawatir dengan masa depan anak anda karena sekolah ini membekali anak untuk bisa hidup mandiri dalam hidupnya dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

25


(31)

Guru dalam proses pembelajaran harus seoptimal mungkin menggunakan sarana dan prasarana yang ada dan Seoptimal mungkin mengusahakan pengadaan sarana dan prasarana yang belum ada yang memang penting diperlukan dalam proses pembelajaran dan penting dibutuhkan untuk pengembangan diri siswa.Dalam proses pembelajaran juga harus lebih menekankan pada proses pengembangan diri siswa.


(32)

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/20/perkembangan-pendidikan-anak-berkebutuhan-khusus-di-indonesia-463559.html


(1)

pendidikan inklusi tidak muncul kepada publik, isu ini tenggelam ketika isu menarik lainnya seperti biaya operasional sekolah, sistem SKS SMA dan lain-lain.

V. PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Lingkup Pengembangan Kurikulum

Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah reguler (kurikulum nasional) yang dimodofikasi (diimprovisasi) sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya. Modifikasi kurikulum dilakukan terhadap:

1. alokasiwaktu, 2. isi/materikurikulum, 3. proses belajar-mengajar, 4. saranaprasarana,

5. lingkunganbelajardanpengelolaankelas

22 B

. Pengembang Kurikulum

Modifikasi/pengembangan kurikulum pendidikan inklusi dapat dilakukan oleh Tim Pengembang Kurikulum yang terdiri atas guru-guru yang mengajar di kelas inklusi bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait, terutama guru pembimbing khusus (guru Pendidikan Luar Biasa) yang sudah berpengalaman mengajar di Sekolah Luar Biasa, dan ahli Pendidikan Luar Biasa (Orthopaedagog), yang dipimpin oleh Kepala


(2)

Sekolah Dasar Inklusi (Kepala SD Inklusi) dan sudah dikoordinir oleh Dinas Pendidikan.

C. Pelaksanaan Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum dilaksanakan dengan:

1.

Modifikasialokasiwaktu

Modifikasialokasiwaktudisesuaikandenganmengacupa dakecepatanbelajarsiswa. Misalnyamateripelajaran (pokokbahasan) tertentudalamkurikulumreguler (KurikulumSekolahDasar)

diperkirakanalokasiwaktunyaselama 6 jam.

Untukanakberkebutuhankhusus yang

memilikiinteligensi di atas normal (anakberbakat) dapatdimodifikasimenjadi 4 jam.

Untukanakberkebutuhankhusus yang

memilikiinteligensirelatif normal

dapatdimodifikasimenjadisekitar 8 jam;

23 Untukanakberkebutuhankhusus yang memilikiinteligensi di bawah normal (anaklambanbelajar) dapatdimodifikasimenjadi 10 jam, ataulebih; danuntukanaktunagrahitamenjadi 18 jam, ataulebih; danseterusnya.


(3)

2. Modifikasiisi/materi

 Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal, materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat digemukkan (diperluas dan diperdalam) dan/atau ditambah materi baru yang tidak ada di dalam kurikulum sekolah reguler, tetapi materi tersebut dianggap penting untuk anak berbakat.

 Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat tetap dipertahankan, atau tingkat kesulitannya diturunkan sedikit.

 Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban belajar/tunagrahita) materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitannya seperlunya, atau bahkan dihilangkan bagian tertentu.

24


(4)

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1).

Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa.

Sementara itu lembaga pendidikan tidak hanya di tunjukkan kepada anak yang memiliki kelengkapan fisik, tetapi juga kepada anak yang memiliki keterbelakangan mental. Mereka dianggap sosok yang tidak berdaya, sehingga perlu di bantu dan di kasihani untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu di sediakan berbagai bentuk layanan pendidikan atau sekolah bagi mereka. Pada dasarnya pendidikan untuk berkebutuhan khusus sama dengan pendidikan anak-anak pada umumnya. Disamping itu pendidikan luar biasa, tidak hanya bagi anak-anak – anak yang berkebutuhan khusus, tetapi juga di tujukan kepada anak-anak normal yang lainnya.

Beberapa sekolah telah dibuka bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus ini. System pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan siswa menjadi salah satu keunggulan yang ditawarkan sekolah – sekolah ini. Jadi anda tidak perlu khawatir dengan masa depan anak anda karena sekolah ini membekali anak untuk bisa hidup mandiri dalam hidupnya dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

25 B. SARAN


(5)

Guru dalam proses pembelajaran harus seoptimal mungkin menggunakan sarana dan prasarana yang ada dan Seoptimal mungkin mengusahakan pengadaan sarana dan prasarana yang belum ada yang memang penting diperlukan dalam proses pembelajaran dan penting dibutuhkan untuk pengembangan diri siswa.Dalam proses pembelajaran juga harus lebih menekankan pada proses pengembangan diri siswa.


(6)

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/20/perkembangan-pendidikan-anak-berkebutuhan-khusus-di-indonesia-463559.html