REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA.

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria)
MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN
PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA

SKRIPSI

Oleh:
RAHADI PURBANTORO
NPM : 0825010009

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA
TIMUR
2013

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria)
MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN

PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Program Studi Agroteknologi

Oleh:
RAHADI PURBANTORO
NPM : 0825010009

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2013

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcatar ia) MELALUI
MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN
KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA
Oleh :
Rahadi Purbantoro
NPM : 0825010009
Telah dipertahankan di hadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
Pada tanggal : 23 J anuari 2013
Pembimbing
1. Pembimbing Utama :

Ir. Didik Utomo P., MP.
2. Pembimbing Pendamping :

Dr. Ir. Sukendah, MSc.

Tim Penguji :
1. Ketua


Ir. Didik Utomo P., MP.
2. Sekretaris

Ir. Agus Sulistyono, MP.
3. Anggota

Dr. Ir. H. Ramdan Hidayat, MS.
4. Anggota

Ir. Hadi Suhardjono, MT.

Mengetahui :
Dekan Fakultas Pertanian

Dr. Ir. H. Ramdan Hidayat, MS.

Ketua Program Studi Agroteknologi

Ir. Mulyadi, MS.


Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Telah Direvisi
Tanggal : 31 J anuari 2013

Pembimbing Utama :

Pembimbing Pendamping :

Ir. Didik Utomo P., MP.

Dr.Ir. Sukendah, MSc.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR


Dengan segala puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat

rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi, yang berjudul
“REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcatania) MELALUI
MULTIPLIKASI

TUNAS

AKSILAR

DENGAN

PENGGUNAAN

KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA”. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Progam Studi Agroteknologi di
Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional “ VETERAN” Jawa
Timur.

Dalam Penyusunan Skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan
serta dukungan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran.
Dengan disertai harapan, semoga dalam penyusunan Skripsi ini dapat
diterima

dan

memenuhi

syarat,

maka

dalam kesempatan

ini

penulis

menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat

:
1. Bapak Ir.Didik Utomo P, MP. Selaku dosen pembimbing utama yang
dengan kebijaksanaan, serta kesabaran beliau dalam membimbing dan
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi.
2. Ibu Dr. Ir. Sukendah, MSc Selaku dosen pembimbing pendamping yang
dengan kebijaksanaan, serta kesabaran beliau dalam membimbing dan
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi.
3. Bapak Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS. Selaku Dekan Fakultas Pertanian
UPN “VETERAN” Jawa Timur

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4. Bapak Ir. Mulyadi, MS. Selaku ketua Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian UPN “VETERAN” Jawa Timur.
5. Kedua orang tua dan Mbakku yang telah memberi dorongan, semangat,
doa, dan kasih sayang.
6. Ibu dosen Lab. Bioteknologi yang telah memberi masukan dan pendapat

selama penelitian
7. Teman-teman agroteknologi angkatan ’08 yang telah memberi semangat
serta dorongan
8. Pihak-pihak terkait yang namanya tidak bisa disebutin satu-persatu yang
telah membantu kelancaran selama penelitian
Dalam penulisan Skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari sempurna,
karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak.

Surabaya, Januari 2013

Penulis

ii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ......................................................................

i

DAFTAR ISI ......................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR .........................................................................

vi

DAFTAR TABEL ..............................................................................

vii

I.

II.


PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang ..................................................................

1

B.

Tujuan ...............................................................................

4

C.

Perumusan Masalah ...........................................................

4

D.


Hipotesa ............................................................................

5

TINJ AUAN PUSTAKA
A.

Sengon Laut.......................................................................

6

1. Morfologi Sengon Laut ...............................................

6

B.

Mikropropagasi..................................................................

7

C.

Multiplikasi Tunas Aksilar .................................................

8

D.

Peranan Zat Pengatur Tumbuh Auksin dan Sitokinin dalam
Multiplikasi Tunas Aksilar .................................................

9

E.

1. Auksin....................................................................

10

2. Sitokinin.................................................................

12

Peranan Air Kelapa ............................................................

13

III. BAHAN DAN METODE
A.

Tempat dan Waktu Penelitian ............................................

16

B.

Bahan dan Alat ..................................................................

16

1. Bahan Tanam dan Media ........................................

16

2. Alat ........................................................................

17

C.

Metode Penelitian ..............................................................

17

D.

Pelaksanaan Penelitian .......................................................

18

Sterilisasi Alat ...................................................................

18

iii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Halaman

E.

F.

1. Pembuatan Media ...................................................

18

2. Sterilisasi Media .....................................................

19

3. Membangun Eksplan Steril ....................................

19

4. Penumbuhan Tunas Aksilar ....................................

19

5. Subkultur ...............................................................

20

6. Penumbuhan Planlet Sengon Laut ..........................

20

Variabel Pengamatan .........................................................

20

1. Pengamatan Secara Deskriptif ................................

21

2. Pengamatan Secara Kuantitatif ...............................

21

a. Tahap Perbanyakan Tunas Aksilar ...................

21

1) Persentase Kontaminasi ..............................

21

2) Persentase Browning ...................................

21

3) Persentase Mati ...........................................

21

4) Presentase Stagnan ......................................

22

5) Persentase Eksplan yang Keluar Tunas........

22

6) Jumlah Tunas ..............................................

22

b. Tahap Penumbuhan Planlet ..............................

23

1) Persentase Kontaminasi ..............................

23

2) Persentase Browning ...................................

23

3) Persentase Mati ...........................................

23

4) Persentase Stagnan ......................................

24

5) Presentase tunas tumbuh sebagai planlet .....

24

6) Tinggi Tunas ...............................................

24

7) Jumlah Daun ...............................................

24

8) Jumlah Akar Primer ....................................

24

Analisis Data .....................................................................

25

1. Analisis RAL .........................................................

26

2. Analisis Ragam ......................................................

27

3. Hipotesis ................................................................

27

4. Transformasi Data ..................................................

28

iv

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Halaman

5. Uji Lanjutan BNT ..................................................

28

6. Alternatif Pengujian ...............................................

29

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................

30

LAMPIRAN .......................................................................................

33

v

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman
Teks

1.
2.

Rumus Bangun ZPT Auksin dan Berat mol, (a) NAA,
(b) 2,4-D .......................................................................................

10

Rumus Bangun ZPT Sitokinin dan Berat mol, BAP.......................

12

vi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman
Teks

1.

Analisis Ragam Percobaan yang terdiri dari Satu Faktorial dengan
Rancangan Acak Lengkap .............................................................

27

Lampiran
2.

Komposisi Media Murashige dan Skoog (MS) (1962) ...................

33

3.

Komposisi Air Buah Kelapa Muda dari Jenis Kelapa Dalam .........

34

vii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Rahadi Purbantoro. 0825010009. REGENERASI TANAMAN SENGON
(Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR
DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA.
Dibawah bimbingan Ir. Didik Utomo P., MP dan Dr. Ir. Sukendah, MSc.
ABSTRAK
Sengon (Albizia falcataria (L.) Fosberg) merupakan salah satu jenis
tanaman yang diprioritaskan untuk Hutan Tanaman Industri. Hutan rakyat sengon
mempunyai peran ganda yang sangat menguntungkan bagi petani. Walaupun
demikian lahan penanaman atau perkebunan sengon di Jawa Timur akhir-akhir
ini banyak mendapatkan masalah yaitu serangan hama dan penyakit. Disamping
itu kualitas pertumbuhan dan kayu sengon di sebagian perkebunan, persemaian
dan hutan rakyat sangat beragam. Selain itu penyediaan benih unggul sengon
yang berasal dari areal produksi benih, tegakan benih, dan kebun benih masih
terbatas. Upaya propagasi sengon secara konvensional baik secara stek
maupun cangkok belum banyak berhasil. Salah satu metode untuk mengatasi hal
tersebut adalah melalui penyediaan bibit secara in vitro. Oleh sebab itu,
penelitian ini difokuskan pada tunas aksilar sengon sebagai sumber eksplan,
dimana diperbanyak melalui multiplikasi tunas aksilar sehingga dapat
diregenerasikan dan dapat memperoleh bibit yang banyak dan seragam dan
dengan penambahan berbagai konsentrasi zat pengatur tumbuh dan air kelapa
pada media tumbuh dengan maksud untuk meningkatkan pertumbuhan dari
multiplikasi tunas aksilar sengon. Pada penelitian ini Persentase kontaminasi
rata-rata hasilnya sama yaitu 7%, hasil ini terdapat pada perlakuan MS + BAP 3
mg/l + 2,4-D 0,1 mg/l + Air Kelapa 150 ml/l, MS + BAP 3 mg/l + NAA 0,5 mg/l +
Air Kelapa 150 ml/l, dan MS + BAP 6 mg/l + Air Kelapa 150 ml/l, persentase
browning terendah terdapat pada media MS + BAP 3 mg/l + 2,4-D 0,1 mg/l + Air
Kelapa 150 ml/l dengan hasil 7%. persentase mati tertinggi terdapat pada
perlakuan MS + BAP 3 mg/l + NAA 0,5 mg/l + Air Kelapa 150 ml/l.. Pada media
perlakuan MS + BAP 6 mg/l + Air Kelapa 150 ml/l menghasilkan rata-rata jumlah
tunas paling banyak 2-3 tunas. Pada tahap penumbuhan planlet persentase
kontaminasi tertinggi yaitu 14% terdapat pada media asal perlakuan MS + BAP 3
mg/l + NAA 0,5 mg/l + Air Kelapa 150 ml/l dan MS + BAP 6 mg/l + Air Kelapa 150
ml/l, sementara pada persentase browning terendah dengan hasil 9% terdapat
pada media asal perlakuan MS + BAP 3 mg/l + NAA 0,5 mg/l + Air Kelapa 150
ml/l, sedangkan persentase mati tertinggi dengan hasil 59 % terdapat pada
media asal perlakuan MS + BAP 2 mg/l + Air Kelapa 150 ml/l. Keberhasilan
Eksplan menjadi tunas dengan persentase tertinggi didapat pada perlakkuan MS
+ BAP 3 mg/l + 2,4-D 0,1 mg/l + Air Kelapa 150 ml/l yaitu 64%, pada tahap
pembentukan planlet persentasenya terbaik didapat pada media asal perlakuan
MS + BAP 6 mg/l +Air Kelapa 150 ml/l dengan hasil 14%. Hasil rata-rata tinggi
tunas sampai asal perlakuan MS + BAP 4 mg/l + Air Kelapa 150 ml/l ini
memberikan tinggi tunas yang paling tinggi yaitu 1,192 cm, Berdasarkan rata-rata
jumlah daun dan akar, maka hasil tebanyak adalah pada media asal perlakuan
MS + BAP 4 mg/l + Air Kelapa 150 ml/l dengan hasil 2,14 dan 2,357.

Kata kunci : Regenerasi, Sengon (Albizia falcataria), Multiplikasi, Kombinasi
ZPT dan Air Kelapa

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Riwayat Hidup
Rahadi Purbantoro, lahir di Kota Kediri 5 Juni 1990.
Pendidikan

formal

dimulai

saat

penulis

memasuki

pendidikan sekolah dasar pada tahun 1998 di SD Negeri
Rangkah VI Surabaya dan lulus pada tahun 2003.
Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan kejenjang
berikutnya di SMP N 9 Surabaya pada tahun yang sama dan
lulus pada tahun 2005, kemudian penulis melanjutkan ke SMU TRIMURTI
Surabaya pada tahun yang sama dan lulus pada tahun 2008. Penulis melanjutkan
pendidikan di perguruan tinggi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur pada tahun 2008 pada Fakultas Pertanian Penulis memilih program
studi Agroteknologi, selama sekolah di perguruan tinggi penulis aktif di
Organisasi Mahasiswa IMAGROTEK selama dua periode dan menjabat dibidang
pengabdian masyarakat, selain itu penulis juga berperan aktif di BEM FP selama
satu periode dengan jabatan Menteri Hukum dan HAM. Sebagai syarat
memperoleh gelar Sarjana Pertanian, penulis menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI
MULTIPLIKASI

TUNAS

AKSILAR

DENGAN

PENGGUNAAN

KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA”. Dibawah bimbingan Ir. Didik
Utomo P., MP dan Dr. Ir. Sukendah, MSc.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

1

I.

A.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sengon (Albizia falcataria (L.) Fosberg) merupakan salah satu jenis

tanaman yang diprioritaskan untuk Hutan Tanaman Industri. Tanaman ini mudah
tumbuh dan tidak menuntut persyaratan tumbuh yang banyak serta memiliki
prospek dalam pemanfaatan kayunya. Pada umur 6 tahun tanaman ini sudah
menghasilkan kayu bulat sebesar 156 m3 /Ha. Kayunya banyak digunakan untuk
peti kemas, bahan pembungkus, bahan mainan, perabot rumah tangga dan bahan
pembuat pulp (Departemen Kehutanan, 1992).
Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat (2007) menyebutkan luasan hutan
rakyat di Provinsi Jawa Barat sebesar 185,547,63 ha dengan produksi kayu
sebesar 1.336.006,30 m3, dengan jenis kayu utama sengon, mahoni, jati dan kayu
afrika. Produksi kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat tersebut menunjukkan
trend meningkat dari 23.784,90 m3 pada tahun 2003 menjadi 447.319,94 m3 pada
tahun 2006. Sementara luas area hutan sengon di Provinsi Jawa Timur sebesar
2.891 ha dengan produksi kayu 80.558 m2 (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa
Timur, 2001).
Hutan rakyat sengon mempunyai peran ganda yang sangat menguntungkan
bagi petani, disamping memberikan manfaat kayu dan hasil hutannya yang dapat
memberikan manfaat secara ekonomi, juga bermanfaat sebagai hidrologis, suplai
oksigen, estetika, dan keindahan lingkungan.
Walaupun demikian lahan penanaman atau perkebunan sengon di Jawa
Timur akhir-akhir ini banyak mendapatkan masalah yaitu serangan hama dan
penyakit. Tanaman sengon sangat rentan terhadap serangan hama penggerek

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

batang yang disebut boktor. Pada tingkat serangan yang parah dapat mengurangi
hasil dan kualitas kayu dan seringkali menyebabkan kematian. Pohon sengon
bisanya mulai terserang ketika berumur 2–3 tahun dan persentase pohon yang
terserang dilaporkan meningkat dengan bertambahnya umur.
Notoatmodjo (1963) melaporkan bahwa perkiraan kerugian tanaman
sengon di Jawa Timur akibat serangan hama ini adalah sekitar 12% pada saat
tanaman dipanen umur 4 tahun dan sekitar 74% jika dipanen setelah 8 tahun.
Sedangkan penyakit yang menyerang tanaman sengon adalah penyakit karat
tumor atau karat puru. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Uromycladium
tepperianum yang menyerang bagian batang, cabang maupun titik tumbuh
terminal dan lateral tanaman. Tanaman yang diserang jamur ini pada umumnya
mulai dari tanaman di persemaian maupun tanaman yang sudah dewasa di
lapangan.

Akibat

serangan

hama

dan

penyakit

tersebut

menyebabkan

pertumbuhan tanaman tidak sempurna.
Disamping itu kualitas pertumbuhan dan kayu sengon di sebagian
perkebunan, persemaian dan hutan rakyat sangat beragam. Hal ini di sebabkan
bibit yang diperoleh petani untuk kebutuhan penanaman sengon ini bervariasai
dan biji yang tidak diketahui induknya. Selain itu penyediaan benih unggul
sengon yang berasal dari areal produksi benih, tegakan benih, dan kebun benih
masih terbatas. Upaya propagasi sengon secara konvensional baik secara stek
maupun cangkok belum banyak berhasil.
Dalam hal ini kebutuhan akan bibit sengon yang unggul yaitu relatif tahan
terhadap hama dan penyakit serta mempunyai pertumbuhan yang seragam belum
bisa terpenuhi sampai saat ini. Salah satu metode untuk mengatasi hal tersebut

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

adalah melalui penyediaan bibit secara in vitro. Menurut Pierik (1987) dan
Gunawan (1998) teknik perbanyakan secara in vitro memiliki banyak kelebihan,
yaitu tanaman dapat diperbanyak setiap saat dan lebih cepat menghasilkan bibit
yang banyak dalam jangka waktu yang pendek. Perbanyakan in vitro pada
tanaman sengon sudah pernah dicoba dengan menggunakan materi vegetatif
(eksplan) berasal dari pohon dewasa. Namun cara ini masih mengalami kendala
yaitu tingkat kontaminasi eksplan yang tinggi dan rendahnya hasil induksi tunas.
Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan dicoba menggunakan eksplan steril yang
dibangun dari benih kecambah.
Keberhasilan kultur in vitro dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama
komponen media dan zat pengatur tumbuh. Media merupakan faktor penentu
dalam perbanyakan secara in vitro karena didalam media in vitro tanaman
mengandung semua zat yang diperlukan untuk pertumbuhan eksplan yang akan
ditanam. Zat pengatur tumbuh dibutuhkan dalam kultur in vitro untuk
pertumbuhan dan morfogenesis sel, jaringan dan organ. Interaksi dan
perimbangan ZPT yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel
secara endogen menentukan arah pertumbuhan suatu kultur. Zat pengatur tumbuh
auksin dan sitokinin yang ditambahkan pada media juga harus disesuaikan
konsentrasinya.
Disamping zat pengatur tumbuh, juga di tambahkan beberapa zat organik
seperti air kelapa ke dalam media kultur. Pemberian air kelapa dimaksudkan
untuk mendorong induksi tunas adventif, karena penambahan air kelapa dapat
meningkatkan pembelahan sel dan mendorong pembentukan organ yang dapat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

meningkatkan peranan fitohormon dalam proses embriogenesis somatik maupun
organogenesis (Priyono dan Danimihardja, 1991).
Pada penelitian ini difokuskan pada regenerasi secara langsung melalui
multiplikasi tunas aksilar sengon laut sebagai sumber eksplan, dimana
diperbanyak melalui multiplikasi tunas aksilar sehingga dapat diregenerasikan dan
dapat memperoleh bibit yang banyak dan seragam dan dengan penambahan
berbagai konsentrasi zat pengatur tumbuh dan air kelapa pada media tumbuh
dengan maksud untuk meningkatkan pertumbuhan dari multiplikasi tunas aksilar
sengon.

B.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan

regenerasi tanaman sengon melalui multiplikasi tunas aksilar dan untuk
mendapatkan kombinasi ZPT dan air kelapa yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan yang maksimal dari multiplikasi tunas aksilar.

C.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang timbul antara lain:
1. Sejauh manakah keberhasilan regenerasi tanaman sengon melalui
multiplikasi tunas aksilar ?
2. Apakah terdapat perbedaan dari penggunaan kombinasi ZPT dan air
kelapa terhadap regenerasi tanaman sengon ?

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

D. Hipotesa
1. Diduga regenerasi tanaman sengon melalui multiplikasi tunas aksilar
dapat meningkatkan perolehan jumlah bibit sengon in vitro.
2. Diduga terdapat kombinasi ZPT dan air kelapa yang tepat untuk
regenerasi tanaman sengon melalui multiplikasi tunas aksilar.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

II.

TINJ AUAN PUSTAKA

A. Sengon
1. Morfologi Sengon
Secara umum morfologi sengon laut adalah pohon berukuran sedang
sampai besar, tinggi dapat mencapai 40 m, tinggi batang bebas cabang 20 m.
Tidak berbanir, kulit licin, berwarna kelabu muda, bulat agak lurus. Diameter
pohon dewasa bisa mencapai 100 cm atau lebih. Tajuk berbentuk perisai, jarang,
selalu hijau. Daun sengon tersusun majemuk menyirip ganda panjang dapat
mencapai 40 cm, terdiri dari 8 – 15 pasang anak tangkai daun yang berisi 15 – 25
helai daun, dengan anak daunnya kecil-kecil dan mudah rontok. Warna daun
sengon hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan, sebagai penyerap
nitrogen dan karbon dioksida dari udara bebas.
Sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat menembus kedalam
tanah, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun dan tidak menonjol
kepermukaan tanah. Akar rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen,
oleh karena itu tanah disekitar pohon sengon menjadi subur.
Bunga tanaman sengon tersusun dalam bentuk malai berukuran sekitar 0,5
– 1 cm, berwarna putih kekuning-kuningan dan sedikit berbulu. Setiap kuntum
bunga mekar terdiri dari bunga jantan dan bunga betina, dengan cara penyerbukan
yang dibantu oleh angin atau serangga.
Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, tidak bersekat-sekat dan
panjangnya sekitar 6 – 12 cm. Setiap polong buah berisi 15 – 30 biji. Bentuk biji
mirip perisai kecil, waktu muda berwarna hijau dan jika sudah tua biji akan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

berubah kuning sampai berwarna coklat kehitaman, agak keras, dan berlilin
(Sanusi, 2008).

B. Mikropropagasi
Mikropropagasi adalah suatu bentuk aplikasi teknik kultur jaringan yang
bertujuan untuk perbanyakan tanaman. Teknik mikropropagasi dimulai dari
bagian tanaman yang terorganisasi, sering kali berupa mata tunas selanjutnya
proses kultur dengan memelihara organisasi jaringan ini sambil mengarahkan
pertumbuhan dan perkembang yang selanjutnya mengarah kepenggandaan dan
regenerasi tanaman lengkap. Prinsip dasar kultur jaringan yang kedua adalah
regenerasi pucuk dan akar akibat adanya hormon tanaman. Hal itu dapat terjadi
berkat ditemukannya zat-zat pengatur tumbuh, terutama auksin dan sitokinin
(Zulkarnaen, 2009).
Dodds dan Roberts (1985) menyatakan bahwa auksin adalah suatu
kelompok senyawa organik yang merangsang pemanjangan pucuk, spektrum
aktivitasnya identik dengan IAA, sedangkan sitokinin adalah kelompok senyawa
organik yang meningkatkan pembelahan sel di dalam jaringan tanaman, serta
mepengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan mekanisme
serupa. Pemberian auksin dan /atau sitokinin merupakan tindakan yang sangat
penting dalam mengatur pembelahan, pemanjangan, dan diferensiasi sel, serta
pembentukan organ tanaman didalam sistem kultur jaringan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

C. Multiplikasi Tunas Aksilar
Boulay (1987) menyatakan bahwa multiplikasi tunas aksilar diterapkan
secara luas pada spesies tanaman angiospermae. Tipe kultur in vitro ini
menggunakan tunas-tunas terminal dan lateral yang multipel tunas aksilarnya
dipacu dan pertumbuhan tunasnya ditekan. Hartmann et al (1990) menyatakan
bahwa keadaan itu memungkinkan dilakukannya perbanyakaan pucuk-pucuk
mikro yang dapat dipotong dan diperakarkan secara in vitro, untuk menghasilkan
tanaman mikro atau dapat dipotong menjadi stek mikro (mikrocutting) dan
diperakarkan secara in vivo. Proliferasi tunas aksilar menjadi sangat populer
padaperbanyakan vegetatif melalui kultur jaringan karena sel-sel tunas bersifat
seragam dan resisten terhadap perubahan-perubahan genotip (Bhojwani dan
Razdan, 1983).
Keuntungan pemanfaatan multiplikasi tunas aksilar dari meristem, ujung
pucuk, atau tunas sebagai sarana regenerasi karena tunas-tunas tersebut telah
memperbanyak secara in vivo, yang diperlukan hanya pemanjangan tunas dan
diferensiasi akar untuk mendapatkan tanaman lengkap. Sebaliknya organogenesis
dan embriogenesis secara in vitro harus melewati perubahan-perubahan
perkembangan yang biasanya melibatkan pembentukan kalus (Hu dan Wang,
1983) yang seringkali menimbulkan mutasi genetik pada propagula yang
diregerenasikan. Induksi multiplikasi tunas aksilar berhasil dibuktikan pada
tanaman-tanaman, seperti Dianthus caryophylluas (Roest dan Bokelmann, 1981),.
Bhojwani dan Razdan (1983) menyatakan bahwa laju pengadaan pertumbuhan
tunas pada medium yang mengandung sitokinin dari jenis yang sesuai, pada
konsentrasi yang tepat, baik dengan ataupun tanpa auksin. Tunas-tunas yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

terbentuk yang terbentuk karena ketersediaan sitokinin yang terus-menerus
muncul dari suatu tunas aksilar yang tumbuh dan berkembang menjadi tunastunas baru.
Hartman et al. (1990) menyatakan bahwa banyaknya eksplan tunas
tanaman berkayu yang dikultur ulang, memperlihatkan adanya peremajaan
(rejuvenasi)

pada

kemampuaanya

untuk

membentuk

akar,

yang

juga

diekspresikan pada morfologi daun. Fenomena tersebut terjadi pada beberapa
spesies tanaman, seperti stoberi, anggur, dan apel. Marks dan Mayer (1992)
menyatakan bahwa eksplan awal merupakan faktor penyebab terjadinya
variabilitas. Hal itu dipengaruhi oleh tunas-tunas dari lokasi yang berbeda pada
tanaman induk baik pertumbuhan pucuk maupun akar.

D. Peranan Zat Pengatur Tumbuh
Multiplikasi Tunas Aksilar

Auksin

dan

Sitokinin

Dalam

Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik yang bukan hara (nutrisi)
tanaman yang aktif dan dalam jumlah yang sedikit dapat mendukung,
menghambat serta dapat merubah proses fisiologi tumbuhan. Peranan ZPT
sebagai pendukung maupun penghambat pertumbuhan sangat ditentukan oleh
konsentrasinya, suhu, cahaya, kelembapan udara, cara penggunaan ZPT itu sendiri
dan pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada spesies tumbuhan. Satu Zat
Pengatur Tumbuh tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan, pada umumnya keseimbangan konsentrasi dari bebrapa
Zat Pengatur Tumbuh yang akan mengatur pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan. Dalam kultur in vitro terdapat dua golongan ZPT yang sangat penting
yaitu auksin dan sitokinin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ. Interaksi dan perimbangan
dalam ZPT yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara
endogen menentukan arah suatu kultur (Widyastuti dan Tjokrokusumo, 2007).
1. Auksin
Auksin adalah sekelompok senyawa yang fungsinya merangsang
pemanjangan sel-sel pucuk yang spektrum aktivitasnya menyerupai IAA (Indole3-acetic-acid), Fungsi auksin, yaitu ; merangsang perpanjangan sel, merangsang
titik tumbuh, merangsang pembentukan buah tanpa adanya penyerbukan yang
dinamakan partenokarpi, membengkokan batang, merangsang perkembangan akar
lateral dan

akar

serabut,

merangsang

pembelahan

kambium

pembuluh,

menyebabkan diferensiasi sel menjadi xilem, meningkatkan perkembangan bunga dan
buah., (Mustasyfaini, 2011)
Pierik (1997) menyatakan bahwa pada umumnya auksin meningkatkan
pemanjangan sel, pembelahan sel dan pembentukan akar adventif. Auksin
berpengaruh pula untuk menghambat pembentukan tunas adventif dan tunas
aksilar,

namun

kehadirannya

dalam

medium

kultur

dibutuhkan

untuk

meningkatkan embriogenesis somatik pada kultur suspensi sel. Konsentrasi auksin
yang rendah akan meningkatkan pembentukan akar adventif, sedangkan auksin
konsentrasi tinggi akan

merangsang

pembentukan kalus dan menekan

morfogenesis (Smith, 1992).
Auksin yang paling banyak digunakan pada kultur in vitro adalah indole3-acetic acid (IAA), α-naphthalena acetic acid (NAA), dan 2,4-dichlorophenoxy
acetic acid (2,4-D). Sementara itu, α-NAA yang merupakan auksin sintetik, tidak
mengalami oksidasi enzimatik seperti halnya IAA. Senyawa tersebut dapat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

diberikan pada medium kultur pada konsentrasi yang lebih rendah, berkisar antar
0,1-2,0 mg/L.
Pada penelitian Hermawan dan Burhan (2009) menunjukan bahwa
Konsentrasi NAA 0,03 mg/l, memberikan respon yang paling baik terhadap
pembentukan jumlah tunas sengon pada umur 4 bulan, sementara konsentrasi
dibawah 0,03 mg/l menunjukan hasil sebaliknya terhadap pembentukan tunas.
Hasil penelitian Murgayanti et al. (1999), bahwa pemberian kinetin
dengan konsentarasi 2 ppm ditambah

IAA dengan

konsentrasi 0,01 ppm

menunjukan hasil yang baik bagi pembentukan tunas. Hal ini disebabkan kinetin
merupakan salah satu zat pengatur tumbuh golongan sitokini yang merangsang
pembelahan sel jika auksin terkandung dalam konsentrasi optimal dan
ditumbuhkan pada media yang optimal.
Pemberian 2,4-D pada konsentrasi 10-7-10-5 M tanpa sitokinin sangat
efektif untuk induksi proliferasi kalus pada kebanyakan kultur (Dodds dan
Roberts, 1985). Menurut Gamborg et al. (1976), senyawa tersebut dapat menekan
organogenesis dan sebaiknya tidak digunakan pada kultur yang melibatkan
inisiasi pucuk dan akar. Sementara itu Pierik (1997) menganjurkan untuk
membatasi penggunaan 2,4-D pada kultur in vitro karena 2,4-D dapat
meningkatkan peluang terjadinya mutasi genetik dan menghambat fotosintesis
pada tanaman yang diregenerasikan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

CH2COO

O CH2COOH
Cl

Cl
(a)

(b)

Gambar 1. Rumus bangun ZPT Auksin dan berat mol, (a) NAA ( BM : 186, 21
g/mol), (b) 2,4 D ( BM : 221, 04 g/mol)
2. Sitokinin
Sitokinin adalah senyawa yang dapat meningkatkan pembelahan sel pada
jaringan tanaman serta mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sama
halnya dengan kinetin (6-furfurylaminopurine). Sitokinin yang paling banyak
digunakan pada kultur in vitro adalah kinetin, Benziladenin (BA atau BAP), dan
Zeatin. Zeatin adalah sitokinin yang disintesa secara alamiah, sedangkan kinetin
dan BA adalah sitokinin sintetik. Peranan auksin dan sitokinin sangat nyata dalam
pengaturan pembelahan sel, pemanjangan sel, diferensiasi sel, dan pembentukan
organ (Zulkarnaen, 2009).
Pemberian Sitokinin ke dalam media kultur jaringan penting untuk
menginduksi perkembangan dan pertumbuhan eksplan. Senyawa tersebut dapat
meningkatkan pembelahan sel, proliferasi pucuk, dan morfogenesis pucuk (Smith,
1992). Bahkan menurut George dan Sherrington (1984), apabila ketersediaan
sitokinin di dalam medium kultur sangat terbatas maka pembelahan sel pada
jaringan yang dikulturkan akan terhambat. Akan tetapi, apabila jaringan tersebut
disubkulturkan pada medium dengan kandungan sitokinin yang memadai maka
pembelahan sel akan berlangsung secara sinkron.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

Menurut hasil penelitian Hermawan dan Burhan (2009) bahwa dengan
penggunaan BAP 3mg/l memberikan respon yang paling baik terhadap
pembentukan tunas sengon pada umur 4 bulan, walaupun tidak berbeda nyata
dengan konsentrasi BAP 2 mg/l. sementara konsentrasi dibawah 0,03 mg/l
menunjukan hasil sebaliknya terhadap pembentukan tunas. Hasil penelitian
Murgayanti et al (1999), bahwa pemberian kinetin dengan konsentarasi 2 ppm dan
konsentrasi 4 ppm menghasilkan jumlah tunas yang lebih banyak daripada tanpa
pemberian kinetin dan pemberian kinetin 1 ppm.

CH2
NH
`

N
N

NH
N

Gambar 2. Rumus bangun ZPT Sitokinin BAP dan berat mol, ( BM : 225,26 g/mol)

E. Peranan Air Kelapa
Air kelapa merupakan endosperma cair yang berfungsi sebagai sumber
nutrisi (selain endosperma padat) bagi perkembangan embrio kelapa. Komposisi
air kelapa mengandung beberapa hormon seperti auksin, sitokinin dan giberelin.
Air kelapa juga mengandung bahan organik gula dan vitamin; asam amino
termasuk asam glutamate, asparagin, prolin dan glisin, serta bahan an organik
seperti fosfat (P), magnesium (Mg), dan Kalium (K) (Raghavan, 1977).
Air kelapa merupakan salah satu bahan aditif yang umumnya digunakan
dalam kegiatan kultur jaringan. Pemberian air kelapa dimaksudkan untuk

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

mendorong induksi tunas adventif, karena penambahan air kelapa dapat
meningkatkan pembelahan sel dan mendorong pembentukan organ yang dapat
meningkatkan peranan fitohormon dalam proses embriogenesis somatik maupun
organogenesis (Priyono dan Danimihardja, 1991).
Konsentrasi air kelapa yang digunaakan pada media kultur dapat
mempengaruhi jumlah daun tanaman pisang yang terbentuk. Jumlah daun terus
bertambah sampai pada konsentrasi 150ml/l air kelapa, tetapi diatas konsentrasi
tersebut jumlah daun tidak bertambah . Selain itu air kelapa juga berpengaruh
terhadap saat munculnya akar. Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan
semakin cepat berakar sampai pada konsentrasi 150 ml/l. Pada konsentrasi
150ml/l akar tumbuh pada umu 38 hari sedangkan pada kontrol berakar pada
umur 45 hari (Wardiyati et al., 1993).
Hasil dari penelitian Widiastoeti dan Syafril (1993), menunjukan bahwa
penambahan air kelapa sebanyak 150ml/l dalam media padat diperlihatkan hasil
yang paling baik terhadap pertumbuhan anggrek dendrobium. Penambahan air
kelapa dengan konsentrasi 300ml/l menujukan adanya gejala penghambatan
pertumbuhan planlet, yang diduga karena konsentrasi air kelapa yang
ditambahkan kedalam media terlalu tinggi sehingga menyebabkan terjadinya
kerusakan pada jaringan tanaman seperti pecahnya dinding sel.
Hasil penelitian Priyono dan Danimihardja (1991) bahwa penambahan air
kelapa pada konsentrasi 250ml/l kedalam medium kultur ternyata menghambat
pembentukan tunas adventif kopi arabika, tetapi memacu pembentukan kalus pada
seluruh varietas yang diuji. Hal ini disebabkan karena konsentrasi air kelapa yang
ditambahkan terlalu tinggi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

Penelitian Kumalasari (2003) menunjukan penambahan air kelapa normal
pada media memberikan pengaruh terhadap panjang planlet yang lebih panjang,
jumlah daun yang dihasilkan lebih banyak, daunnya lebih lebar serta memiliki
kecepatan pertumbuhan tunas yang lebih cepat daripada penambahan air kelapa
kopyor. Meskipun menurut Del Rosario dan De Guzman (1981), air kelapa
kopyor mempunyai kandungan sitokinin yang lebih tinggi daripada aktivitas
sitokinin yang terkandung pada air kelapa normal, namun air kelapa kopyor
mempunyai setengah dari kandungan hemmiselulosa yang terdapat pada air
kelapa normal, dimana hemiselulosa merupakan golongan dari karbohidrat.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

III.

A.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Progam Studi

Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur. Waktu penelitian dimulai bulan Januari – Juni 2012

B.

Bahan dan Alat
1.

Bahan Tanam dan Media
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan tanam,

media, dan bahan penunjang lainnya. Bahan tanam yang digunakan biji sengon
laut yang diambil Perhutani, Jawa Timur.
Bahan media yang digunakan adalah senyawa makro, mikro, besi, dan
vitamin. Media juga mengandung sukrosa 30g/l, agar 7,5 g/l. Media MS
dilengkapi dengan zat pengatur tumbuh dan air kelapa sebagai sumber perlakuan.
Zat Pengatur Tumbuh yang digunakan adalah hormon auksin yaitu NAA dan 2,4D
serta hormon sitokinin yaitu BAP. Sedangkan bahan aditif yang digunakan adalah
air kelapa normal jenis hijau.
Bahan penunjang lain adalah bahan sterilan. Bahan sterilan yang
digunakan adalah aluminium foil, spirtus, alkohol 70%, alkohol 96%, betadine
dan klorox (mengandung natrium hipoklorit) yang berfungsi untuk mensterilkan
mikroorganisme yang terbawa oleh bahan eksplan dan alat yang digunakan pada
saat penanaman.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

2.

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laminar Air Flow

yang berfungsi sebagai tempat saat menginokulasi eksplan. Autoklaf digunakan
untuk mensterilkan alat-alat gelas, dissecting kit, dan media kultur sebelum
digunakan. Timbangan analitik berfungsi untuk menimbang bahan media sampai
satuan yang kecil (miligram). Magnetic hot-stirer digunakan untuk mengaduk,
melarutkan dan memanaskan bahan kimia agar dapat larut dengan baik. pH meter
digunakan untuk mengukur derajat keasaman media.
Alat-alat lain yang digunakan selama pelaksanaan kultur biji adalah botol
kultur, beaker glass, erlenmeyer, gelas ukur, petridish, pipet, pengaduk, pinset,
scalpel, lampu bunsen, aluminium foil, corong glass.

C. Metode Penelitian
Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 1
faktorial dengan 5 perlakuan. Setiap perlakuan diulang 14 kali. Setiap botol kultur
yang mewakili 1 unit percobaan diisi dengan 3 tunas aksilar. Perlakuan yang
diberikan yaitu:
a) A

: Media MS + BAP 2 mg/l + Air Kelapa150 ml/l

b) B

: Media MS + BAP 3 mg/l + 0,1 mg/l 2,4D + Air Kelapa150 ml/l

c) C

: Media MS + BAP 3 mg/l + 0,5 mg/l NAA + Air Kelapa150 ml/l

d) D

: Media MS + BAP 4 mg/l + Air Kelapa150 ml/l

e) E

: Media MS + BAP 6 mg/l + Air Kelapa150 ml/l

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

D. Pelaksanaan Penelitian
1.

Sterilisasi Alat
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian kultur jaringan

dipersiapkan terlebih dahulu seperti beaker glass, gelas ukur, erlenmeyer,
petridish, pinset, pipet, scalpel, dan corong glass. Semua alat disterilkan dengan
cara dicuci dengan air sabun hingga bersih kemudian ditiriskan pada rak sampai
kering. Semua alat yang sudah kering dibungkus dengan kertas coklat kemudian
disterilkan didalam lemari steril atau autoklaf selama ± 1 jam.
2.

Pembuatan Media
Media dasar Murashige & Skoog’s (MS) digunakan untuk proses

pertumbuhan planlet sengon yaitu pada tahap membangun eksplan steril, tahap
penumbuhan tunas aksilar, dan tahap pembentukan planlet.
a. Pada tahap perkecambahan, media yang digunakan media padat MS yang
mengandung sukrosa 30 g/l dan agar 7,5 g/l. Setiap botol kultur diisi
media sebanyak 25 ml.
b. Pada tahap penumbuhan tunas aksilar, media yang digunakan adalah
media padat MS yang mengandung sukrosa 30 g/l dan agar 7,5 g/l. Ke
dalam media ditambahkan perlakuan yang diberikan yaitu zat pengatur
tumbuh dan air kelapa sesuai dengan percobaan 1. Setiap botol kultur diisi
dengan media sebanyak 25 ml.
c. Pada tahap pembentukan planlet, media yang digunakan adalah media
padat MS yang mengandung sukrosa 30 g/l dan agar 7,5 g/l. Ke dalam
media ditambahkan hormon auksin IAA 2,5mg/l. Setiap botol kultur diisi
dengan media sebanyak 25 ml.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

3.

Sterilisasi Media
Media kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf. Sterilisasi dilakukan

selama ± 30 menit didalam autoklaf dengan suhu 121O C dan tekanan 1,5 atm.
Media yang telah disterilisasi kemudian diletakkan pada rak botol sampai media
akan digunakan.
4.

Membangun Eksplan Steril
Biji diambil dari Perhutani, Jawa Timur, yang selanjutnya dibawa ke

laboratorium untuk disterilisasi. Biji kemudian disterilisasi menggunakan clorox
30% dengan cara direndam selama 15 menit dan dibilas dengan aquadest steril
sebanyak 2 kali. Sterilisasi biji sengon dilakukan kembali di dalam laminar air
flow, kemudian disterilkan dengan menggunakan alkohol 70%

dengan cara

direndam selama 5 menit dan dibilas dengan aquades steril sebanyak 1 kali.
Selanjutnya sebelum tahap penanaman, biji direndam dalam aquadest steril yang
ditetesi dengan betadine 5 tetes.
Penanaman biji dilakukan di dalam laminar air flow, biji yang sudah steril
ditanam pada media padat MS 25 ml yang mengandung sukrosa 30 g/l, dan agar
7,5 g/l dengan pH media 5,8. Satu botol kultur ditanam 5-7 biji. Botol kultur
kemudian ditutup dengan plastik cover dan diletakan pada ruang tumbuh dengan
cahaya lampu, dan suhu sekitar kurang lebih 20OC dan kelembaban udara 60-70%
dan selama 3-5 minggu atau sampai terbentuk planlet steril.
5.

Penumbuhan Tunas aksilar
Pada tahap penanaman ekplan, biji yang telah berkecambah kemudian

dipotong bagian internodia yang nantinya akan dijadikan sebagai sumber eksplan.
Pada tahap ini ketiak daun ditanam pada media MS padat yang mengandung

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

sukrosa 30g/l, agar 7,5 g/l, kedalam media yang ditambahkan berbagai kombinasi
Zat Pengatur Tumbuh dan air kelapa 150 ml/l sesuai pada percobaan. Pemotongan
dan penanaman ketiak daun tersebut dilakukan di dalam laminar air flow.
Internodia (aksilar) ditumbuhkan diruang terang dengan suhu 20OC selama 1-2
bulan sampai keluar multiple tunas.
6.

Subkultur
Pada Tahap Subkultur, eksplan dari tunas aksilar di ganti ke media padat

MS yang mengandung sukrosa 30g/l, agar 7,5 g/l. Penggantian media dilakukan
setiap bulan dan sebanyak 12 kali. Subkultur dilakukan di dalam laminar air flow.
Ketiak daun ditumbuhkan di ruang terang dengan suhu 20OC selama 2-3 bulan
sampai keluar multiple tunas.
7. Penumbuhan Planlet Sengon Laut
Pada tahap pengakaran tunas aksilar, tunas aksilar dipindahkan kedalam
media padat MS yang mengandung sukrosa 30g/l, agar 7,5 g/l. Kedalam media
yang ditambahkan ZPT IAA dengan konsentrasi 2,5 mg/l. Pengakaran tunas
aksilar hasil multiplikasi tersebut dilakukan di dalam laminar air flow.
Pemindahan media ini dimaksudkan untuk menginduksi akar hingga eksplan
menjadi planlet yang sempurna. Pada tahap penumbuhan planlet, planlet
diinkubasi selama 3-4 minggu dalam ruang terang.

E. Variabel Pengamatan
Untuk mengetahui pertumbuhan biji sengon, maka variable pengamatan
yang digunakan ada 2 cara yaitu secara deskriptif dan secara kuantitatif.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

1.

Pengamatan Secara Deskriptif
Pengamatan secara deskriptif ini dilakukan dengan menggunakan setiap

tahap pertumbuhan eksplan sampai keluar multiple tunas. Setiap tahapan diambil
gambar dengan menggunakan kamera.

2.

Pengamatan Secara Kuantitatif

a. Tahap Penumbuhan Tunas Aksilar
Selama tahap ini, pengamatan dilakukan dengan interval waktu 7 hari
sekali dengan variabel yang diamati pada tahap penumbuhan tunas terdiri dari :
1) Persentase Kontaminasi
Penghitungan kontaminasi dilakukan apabila tingkat kontaminan sudah
menyebar ke eksplan, pengamatan dilakukan tiap hari. Presentase kontaminasi
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Presentase eksplan kontaminasi =

100%

2) Persentase Browning
Eksplan internodia yang browning pada tahap penumbuhan tunas aksilar
ditandai dengan terjadinya pencoklatan pada eksplan, sehingga menyebabkan
eksplan tidak tumbuh. Presentase browning dihitung pada akhir tahap multiple
tunas dengan menggunakan rumus :
Presentase eksplan browning =

100%

3) Persentase Mati
Perhitungan eksplan internodia mati pada tahap penumbuhan tunas aksilar
ditandi dengan terjadinya memutihnya sel pada aksilar, yang menyebabkan nodal

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

tidak tumbuh tunas. Presentase mati dihitung pada akhir tahap multiple tunas
dengan menggunakan rumus :
Presentase eksplan mati =

100%

4) Presentase Stagnan
Eksplan Internodia yang stagnan pada tahap penumbuhan tunas aksilar
ditandai dengan tidak adanya perubahan pertumbuhan dari internodia. Tunas
internodiar tetap hijau tetapi tidak mati, melainkan juga tidak tumbuh tunas baru.
Presentase stagnan dihitung pada akhir tahap perkecambahan dengan rumus:
Presentase eksplan stagnan =

h
h

x100%

5) Persentase Eksplan Yang Keluar Tunas
Penghitungan eksplan intenodia yang keluar tunas dilakukan apabila
eksplan sudah mengeluarkan tunas aksilar setelah proses pengkulturan eksplan,
pengamatan dilakukan tiap miggu. Presentase eksplan yang tumbuh menjadi tunas
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Presentase eksplan keluar tunas =

100%

6) J umlah Tunas
Penghitungan eksplan internodia yang keluar tunas dilakukan apabila
eksplan sudah mengeluarkan tunas baru atau sampai keluar tunas multipel, setelah
proses pengkulturan eksplan. Pengamatan dilakukan tiap miggu, jumlah tunas
yang terbentuk dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Jumlah tunas yang terbentuk =

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

b. Tahap Penumbuhan Planlet
Selama tahap penumbuhan planlet, pengamatan dilakukan dengan interval
waktu 7 hari sekali dengan variabel yang diamati pada tahap penumbuhan planlet
terdiri dari :
1) Persentase Kontaminasi
Penghitungan kontaminasi dilakukan apabila tingkat kontaminan sudah
menyebar ke planlet, pengamatan dilakukan tiap hari. Presentase kontaminasi
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Presentase Kontaminasi =

100%

2) Persentase Browning
Ekplan tunas aksilar yang browning pada tahap pembentukan planlet
ditandai dengan terjadinya pencoklatan pada eksplan, sehingga menyebabkan
eksplan tidak tumbuh. Presentase browning dihitung pada akhir tahap multiple
tunas dengan menggunakan rumus :
Presentase aksilar browning =

100%

3) Persentase Mati
Perhitungan tunas aksilar yang mati pada tahap pembentukan planlet
ditandai dengan terjadinya memutihnya sel pada tunas aksilar, yang menyebabkan
tunas aksilar tidak tumbuh tunas. Presentase mati dihitung pada akhir tahap
penumbuahan planlet dengan menggunakan rumus :
Presentase tunas aksilar mati =

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

100%

24

4) Presentase Stagnan
Tunas aksilar yang stagnan pada tahap pembentukan planlet ditandai
dengan tidak adanya perubahan pertumbuhan dari tunas aksilar. Tunas aksilar
tetap hijau tetapi tidak mati, melainkan juga tidak tumbuh tunas baru. Presentase
stagnan dihitung pada akhir tahap perkecambahan dengan rumus:
Presentase tunas aksilar stagnan =

h

x100%

h

5) Presentase Tunas Tumbuh Sebagai Planlet
Penghitungan tunas tumbuh sebagai planlet pada tahap penumbuhan
planlet apabila tunas tersebut mampu tumbuh hingga menjadi planlet tiap
eksplannya dan perhitungan dilakukan tiap minggu.
Presentase tunas membentuk planlet =

h
h

x100%

6) Tinggi Tunas
Pengukuran tinggi tunas dilakukan dengan menggunakan penggaris.
Pengukuran tinggi tunas mulai dari bagian pangkal batang hingga titik tumbuh
dan penghitungan dilakukan pada tahap sub kultur dan satuan yang dipakai adalah
centimeter (cm).
7) J umlah Daun
Penghitungan jumlah daun dilakukan pada saat daun sengon membuka
sempurna dan penghitungan dilakukan pada tahap sub kultur, dengan satuan helai.
8) J umlah Akar Primer
Pengukuran jum

Dokumen yang terkait

REGENERASI IN VITRO TANAMAN KRISAN (Chrysanthemum morfolium) MELALUI TUNAS AKSILAR SEBAGAI RESPONS TERHADAP MEDIA DASAR DAN BENZILADENIN SERTA AKLIMATISASI PLANLET

5 22 69

Induksi multiplikasi tunas aksilar jambu air varietas citra (Syzygium Samarangense (Blume) Merr. & Perry) secara in vitro dan pengujian keseragaman tunas melalui teknik isozim

0 8 86

Pengembangan Metode Regenerasi Embrio Somatik dan Proliferasi Tunas secar In Vitro pada Tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Niesen)

0 12 90

Uji Kinerja Mesin Pelubang Tanah Untuk Menanam Sengon (Albizia falcataria L)

0 8 149

Induksi multiplikasi tunas aksilar jambu air varietas citra (Syzygium Samarangense (Blume) Merr. & Perry) secara in vitro dan pengujian keseragaman tunas melalui teknik isozim

0 6 76

Pengembangan Metode Regenerasi Embrio Somatik dan Proliferasi Tunas secar In Vitro pada Tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Niesen)

0 2 80

PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON (Albizia falcataria) DAN BEKATUL SEBAGAI MEDIA TANAM Pemanfaatan Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Albizia falcataria) Dan Bekatul Sebagai Media Tanam Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus )

0 1 14

PENGARUH KOMBINASI AUKSIN DAN AIR KELAPA TERHADAP INDUKSI KALUS DAN MULTIPLIKASI TUNAS ARTEMISIA ANNUA L. SECARA IN VITRO.

0 0 12

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA

0 0 18

PENGARUH PERLAKUAN ZPT 2,4 D DAN SENYAWA ORGANIK AIR KELAPA TERHADAP MULTIPLIKASI KALUS TANAMAN KENCUR (Kaempferia galanga L.)

0 1 15