GEOFISIKA ( 18 Files ) SNFP UM 2016 MISLAN

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016

Analisis Spasial-Temporal Suhu Udara di Daerah Aliran Sungai
Mahakam
MISLAN
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Mulawarman.
Jl. Barong Tongkok Gn. Kelua, Samarinda, Kalimantan Timur
E-mail: airmasadepan@yahoo.co.id
TEL: 081347011790

ABSTRAK: Pemanasan global telah menyebabkan perubahan sistem fisik dan biologis bumi,

dan menyebabkan perubahan iklim, salah satunya adalah naiknya suhu udara. Tujuan
penelitian ini adalah mengkaji kondisi suhu udara secara spasial-temporal dan perubahannya di
DAS Mahakam. Lokasi penelitian memiliki luasan 77.000 km 2 dan mencakup 6 kab/kota. Data
penelitian bersumber dari 3 stasiun iklim: Kota Bangun, Temindung dan Sepinggan periode
1982-2010. Data suhu udara digambarkan secara deskriptif, dan diolah dengan metode rerata
tertimbang, tren dan analisis spasial dengan software ArcGIS 10.1. Hasil penelitian
menunjukkan: suhu udara rata-rata bulanan di DAS Mahakam adalah 27,4oC dengan variasi
6,5-10,4oC, relatif lebih tinggi dibandingkan daerah tropis pada umumnya. Suhu maksimum
rata-rata bulanan 30,7 32,9oC dan suhu maksimum tertinggi 33,9 39,5oC. Peningkatan suhu

udara minimum rata-rata bulanan 0,01 0,05 oC/tahun, suhu udara rata-rata bulanan 0,02
0,1oC/tahun, suhu udara maksimum rata-rata bulanan 0,01 0,03oC/tahun, dan suhu udara
maksimum tertinggi 0,01 0,34oC/tahun. Secara spasial, dalam seluruh periode suhu rata-rata
bulanan dan suhu maksimum rata-rata bulanan lebih tinggi di Kota Bangun lebih tinggi
dibandingkan di Temindung dan Sepinggan. Kondisi suhu udara tersebut secara temporal
dipengaruhi oleh jarak terdekat bumi-matahari, perubahan tutupan lahan dan fenomena ENSO,
sedangkan secara spasial dipengaruhi oleh jarak lokasi terhadap garis khatulistiwa, sumber air
dan topografi wilayah.
Kata Kunci: perubahan iklim, DAS Mahakam, suhu udara, spasial-temporal .

PENDAHULUAN
Pemanasan global telah menyebabkan perubahan sistem fisik dan biologis bumi,
dan menyebabkan terjadinya perubahan iklim (Aguardo dan Burt, 2001 dan Ahrens,
2006). Perubahan iklim tersebut setidaknya mencakup tiga unsur: (1) naiknya suhu
udara, (2) berubahnya pola curah hujan dan makin meningkatnya intensitas kejadian
iklim ekstrim (anomali iklim) seperti ENSO, dan (3) pencairan gunung es di kutub
utara dan selatan yang menyebabkan naiknya permukaan air laut (PEACE, 2007;
Meiviana, et.al, 2007). Dalam studi perubahan iklim, variabel suhu udara mendapat
perhatian sangat penting karena menjadi faktor penentu perubahan unsur iklim
lainnya seperti kecepatan dan arah angin, penguapan, kelembaban dan perubahan pola

curah hujan). Saat ini secara global diyakini, meningkatnya suhu udara akan
berdampak negatif pada banyak hal. Sejumlah penyakit akan mewabah dalam skala
luas, cuaca semakin sulit diprediksi, intensitas badai dan puting beliung akan
meningkat, terjadi kenaikan permukaan laut, dan sebagainya (PEACE, 2007). Dampak
peningkatan suhu di perkotaan ditandai munculnya urban heat island dan
menyebabkan naiknya konsumsi listrik untuk AC, menurunnya ketahanan tubuh, dan
dinyakini berpengaruh terhadap stabilitas emosi seseorang, sedangkan terhadap
tanaman di antaranya adalah peningkatan konsumsi air, peningkatan transpirasi,
percepatan pematangan buah/biji, dan perkembangan beberapa Organisme Pengganggu
ISBN 978-602-71279-1-9

FG-123

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016
Tanaman. Dalam aspek lahan dan kehutanan, kenaikan suhu udara meningkatkan
kerentanan terjadinya kebakaran lahan dan hutan. Suhu udara panas juga
menyebabkan bencana gelombang panas (Meiviana, et.al, 2007 dan Tribunnesw.com,
2011).
Studi perubahan iklim, termasuk perubahan suhu udara melibatkan analisis iklim
masa lalu dan saat ini (bottom-up), dan estimasi kemungkinan iklim di masa yang akan

datang (top down) (IPCC, 2015; dan WMO, 2015). Studi-studi tersebut sangat
bermanfaat, selain untuk menilai kinerja jaringan stasiun klimatologi juga bermanfaat
untuk antisipasi, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dari aspek suhu udara.
Dengan pendekatan bottom-up, IPCC (2015) menghitung adanya kenaikan (linear
trend) suhu udara sebesar 0,85oC untuk periode 1880-2012, sedangkan WMO (2015)
mencatat untuk tahun 2014 rata-rata suhu dunia 0,57±0,09 oC lebih tinggi dibanding
periode 1961-1990 yang rata-ratanya 14oC, dan nilai tersebut lebih tinggi 0,08oC
dibandingkan nilai rata-rata untuk periode 2005-2014. Aldrian dkk., 2011)
menggunakan pendekatan tren (regresi linier), mencatat untuk periode 1983-2007
kenaikan suhu udara rata-rata bulanan per tahun beberapa kota di Indonesia adalah
0,002-0,138oC. Penelitian perubahan suhu udara juga dilakukan oleh Tursilawati
(2007), Avia (2008), Rataq (2008), Mas at (2009), BMKG (2011), dan Setiawan (2012)
yang menunjukkan adanya kecenderungan naiknya suhu udara di lokasi yang diteliti.
Dengan pendekatan top down melalui model GCM dan skenario emisi tinggi, proyeksi
pemanasan permukaan bumi rata-rata pada akhir abad 21 adalah 4,0°C dan 1,8° untuk
skenario emisi rendah B1, relatif terhadap akhir abad 20 (IPCC, 2015; WMO (2015).
Pemanasan global diperkirakan menyebabkan terjadinya kenaikan suhu bumi rata-rata
sebesar 1°C pada tahun 2025 dibanding suhu saat ini, atau 2°C lebih tinggi dari jaman
pra industri, tahun 1750-1800 (Meiviana, dkk., 2007).
Kenaikan suhu udara diyakini memiliki dampak negatif yang lebih besar daripada

manfaatnya, oleh karena itu informasi kenaikan suhu udara sebagai dampak
pemanasan global dan indikator adanya perubahan iklim sangat penting untuk
diketahui. Pertimbangan dilaksanakan penelitian ini adalah: (1) belum adanya kajian
suhu udara secara spasial dan temporal di DAS Mahakam dan perubahannya, dan (2)
kebutuhan untuk mengetahui suhu udara dan perubahannya dalam perspektif
antisipasi, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui informasi kondisi suhu udara dan perubahan secara spasial-temporal di
DAS Mahakam berdasarkan data observasi (bottom-up). Hasil temuan yang diperoleh
diantaranya suhu udara bulanan rerata, suhu minimum bulanan rerata, suhu
maksimum bulanan rerata, suhu maksimum tertinggi secara spasial dan temporal dan
tren periode 1982-2010.
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di DAS Mahakam (Gambar 1), yang memiliki luas sekitar
77.000 km2, secara administrasi mencakup 2 provinsi yaitu Provinsi Kalimantan Utara
dan Provinsi Kalimantan Timur, dan meliputi 6 kabupaten/kota yaitu Malinau,
Mahakam Ulu, Kutai Barat, Kutai Kartanegara, Kutai Timur dan Samarinda.
Data, Bahan dan Peralatan Penelitian
Dalam penelitian ini data, bahan dan peralatan penelitian yang digunakan adalah

sebagai berikut:
1. Data penelitian adalah: (1) suhu udara (data sekunder) periode 1982-2010, (2)
koordinat stasiun iklim (Kota Bangun, Temindung dan Sepinggan) dan (3) koordinat
batas administrasi.

ISBN 978-602-71279-1-9

FG-124

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016
2. Peta Rupa Bumi DAS Mahakam (Cakupan DAS Mahakam Lembar Utama 1616
sampai 1917, Skala 1:50.000, Bakosurtanal, 1991: Sumber: BWS Kalimantan III,
2013.
3. Komputer PC dengan dukungan SPSS 20.0 dan ArcGIS 10.1.
4. GPS Garmin 76 CsX.

Melak

Kota Bangun


Balikpapan

Gambar 1. Peta Admistrasi di DAS Mahakam (BP DAS Mahakam, 2010).

Pengolahan Data
1. Data koordinat dan suhu udara yang telah dikumpulkan dicek kelengkapan dan
kesesuaiannya. Selanjutnya data suhu udara, dikelompokkan ke dalam: (1) data
suhu udara rerata bulanan, (2) data suhu udara maksimum rerata bulanan, (3)
suhu udara maksimum tertinggi data, dan (4) suhu udara minimum rerata
bulanan,. Tabel 1. Menyajikan pengelompokan data suhu udara dan parameter
yang dianalisis.
2. Untuk melihat adanya perubahan suhu udara antar periode di DAS Mahakam,
data penelitian dianalisis berdasarkan periode 1982-2010 (periode panjang), periode
1982-1999 (dekade I), dan periode 2000-2010 (dekade II).
3. Variabel suhu udara di daerah penelitian digambarkan secara deskriptif dengan
pendekatan tabel dan grafik, pemilihan nilai rerata, maksimum dan minimum
dari serangkaian data yang tersedia, rerata, uji korelasi data antar stasiun, trends
atau kecenderungan.
Tabel 1. Lokasi Stasiun dan Data Suhu Udara di DAS Mahakam
Lokasi


Koordinat
0o

Pos Iklim
Kota Bangun

S 16,12
E 116o 35,20

Stasiun BMG
Temindung
Samarinda

S 0o 28,60
E 117o 9,20

Stasiun BMG
Sepinggan
Balikpapan


S 1o 16,01
E 116o 54,00

1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
1.

Paremeter suhu yang dianalisis

Suhu rata-rata bulanan
Suhu maks. rata-2 bulanan
Suhu maks. Rata-rata bulanan Tertinggi
Suhu minimum rata-rata bulanan

Suhu rata-rata bulanan
Suhu maks. rata-rata bulanan
Suhu maks. rata-rata bulanan Tertinggi
Suhu minimum rata-rata bulanan
Suhu rata-rata bulanan

Seri data
Tahun
1988 - 2010
Tahun
1982 - 2010

2. Suhu maks. rata-rata bulanan
Tahun
1982 - 2010
3. Suhu maks. rata-rata bulanan Tertinggi
4. Suhu minimum rata-rata bulanan
Sumber: BWS Kalimantan III (2013), BMG Temindung-Samarinda (2013), Dinas PU
Kalimantan Timur (2013) dan BMG Sepinggan-Balikpapan (2013).
ISBN 978-602-71279-1-9


FG-125

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016
4.

Nilai rerata bulanan dan tahunan diperoleh dari membagi jumlah data yang
tercatat dengan jumlah/lama tahun. Persamaan yang digunakan adalah:
(1)

5.

= nilai pengukuran dari suatu variat (bulanan/tahunan).
= rata-rata Hitung.
N = jumlah data
(Harinaldi, 2005; Storch dan Zwiers, 2003)
Kecenderungan/tren suhu udara tahunan dan bulanan.


T  a  bt



 nilai

ramalan permintaan pada waktu t

(2)

t  waktu (hari, minggu, bulan, triwulan, tahun).
a, b  parameter/bilangan konstan.
T

6.

7.

(Harinaldi, 2005; Storch dan Zwiers, 2003).
Pertambahan atau penurunan suhu udara per tahun dalam satu periode
dinyatakan sebagai:
t = (Tmt Tm1) / jumlah tahun periode
(3)
t
= pertambahan/penurunan suhu udara per tahun dalam satu periode.
Tmt = suhu udara saat tt sesuai dengan persamaan regresi.
Tm1 = suhu udara saat t1 sesuai dengan persamaan regresi.
Analisis spasial-temporal digunakan untuk menggambarkan: (1) suhu rata-rata
bulanan, (2) suhu udara maksimum rata-rata bulanan, (3) suhu udara maksimum
rata-rata bulanan tertinggi (ekstrim), dan (4) suhu udara minimum rata-rata
bulanan kedalam tinjuan holistik DAS Mahakam. Penggambaran suhu udara
menggunakan countour interval 0,5oC.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu udara rata-rata bulanan di DAS Mahakam periode 1982-2010 disajikan pada
Gambar 2, digambarkan melalui suhu udara di Pos Iklim Kota Bangun, Stasiun BMG
Temindung (Samarinda) dan Stasiun BMG Sepinggan (Balikpapan). Secara berurutan
untuk masing-masing stasiun besarnya adalah 22,5-32,9oC (varisasi 10,4oC), 24,2-30,7oC
(variasi 6,5oC) dan 22,7-31,8oC (variasi 6,5oC), dan suhu maksimum tertinggi (ektrim)
adalah 39,5oC, 35,4oC dan (33,9oC). Dalam seluruh periode, suhu rata-rata bulanan dan
suhu maksimum rata-rata bulanan di Pos Iklim Kota Bangun lebih tinggi dibandingkan
Stasiun BMG Temindung dan Stasiun Sepinggan dikarenakan Pos Iklim Kota Bangun
terletak lebih dekat dengan garis ekuator. Untuk parameter suhu minimum rata-rata
bulanan Stasiun BMG Temindung lebih tinggi dibandingkan Pos Iklim Kota Bangun
dan Stasiun BMG Sepinggan. Informasi lain yang dapat ditambahkan adalah suhu
maksimum rata-rata bulanan di Stasiun BMG Sepinggan lebih tinggi dibandingkan
Stasiun BMG Temindung meskipun Stasiun BMG Sepinggan memiliki derajat lintang
yang lebih tinggi dibandingkan Stasiun BMG Temindung. Kondisi tersebut disebabkan
oleh adanya perbedaan ruang terbuka hijau, kondisi bentuk lahan, dan sebagainya.
Untuk periode panjang (1982-2010), suhu udara rata-rata bulanan Pos Iklim Kota
Bangun mengalami kenaikan terbesar yaitu 0,1oC per tahun dibandingkan Stasiun
BMG Temindung (0,05oC) dan Stasiun BMG-Sepinggan (0,02oC) (Gambar 3). Pada
periode 1982-1999 seluruh parameter suhu di Kota Bangun dan Sepinggan mengalami
kenaikan, sedangkan di Temindung yang mengalami kenaikan hanya parameter suhu
rata-rata bulanan. Di Pos Iklim Kota Bangun dan BMG Temindung, pada periode
2000-2010 suhu udara rata-rata bulanan dan suhu maksimum rata-rata bulanan
ISBN 978-602-71279-1-9

FG-126

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016
mengalami penurunan, sedangkan suhu minimumnya mengalami kenaikan, sedangkan
di Sepinggan hanya suhu maksimum rata-rata bulanan yang naik, sedangkan suhu
rata-rata bulanan dan suhu minimum rata-rata bulanan tidak mengalami perubahan.
Untuk distribusi bulanan kenaikan suhu per tahun selama periode pengamatan
disajikan pada Gambar 4.

Gambar 2. Kondisi Suhu Udara (oC) di Pos Iklim Kota Bangun, Stasiun BMG
Temindung dan Stasiun BMG Balikpapan Periode Tahun 1982-2010

Gambar 3. Nilai Kenaikan Parameter Suhu Udara (oC) di Kota
Bangun, Temindung dan Sepinggan Periode Tahun 1982-2010

ISBN 978-602-71279-1-9

FG-127

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016

Gambar 4. Kenaikan Suhu Udara Rata-Rata Bulanan (oC) di Kota
Bangun, Temindung dan Sepinggan Periode Tahun 1982-2010

Hasil analisis spasial suhu udara minimum rata-rata bulanan, suhu udara ratarata bulanan, suhu udara maksimum rata-rata bulanan, dan suhu udara maksimum
rata-rata bulanan tertinggi (ekstrim) di DAS Mahakam Periode Tahun 1982-2010
disajikan pada Gambar 5, sedangkan perbandingan suhu udara rata-rata antara
periode 1982-1999 dan 2000-2010 disajikan pada Gambar 6. Tampak jelas bahwa lokasilokasi stasiun merupakan pusat-pusat pulau panas di DAS Mahakam. Terbatasnya
jumlah sumber data suhu udara yang berdurasi panjang (>20 tahun) dan luasnya DAS
Mahakam yang mencapai 77.000 km2 menyebabkan hasil analisis kurang mampu
menjelaskan distribusi suhu di DAS Mahakam dengan baik. Oleh karena itu diperlukan
penambahan atau penguatan jaringan pos iklim di DAS Mahakam.

ISBN 978-602-71279-1-9

FG-128

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 5.
(a) Suhu udara minimum rata-rata bulanan, (b) Suhu udara rata-rata bulanan, (c)
Suhu udara maksimum rata-rata bulanan, dan (d) Suhu udara maksimum rata-rata
bulanan tertinggi (ekstrim) di DAS Mahakam Periode Tahun 1982-2010.

Gambar 6.
Peta Suhu Udara: (a) Periode 1982-1999 dan (b) Periode 2000-2010.

Secara geografis DAS Mahakam terletak di dekat garis ekuator sehingga termasuk
daerah beriklim tropis, yang tercakup di 0° 23½o LU/LS dan hampir 40 % dari
permukaan bumi serta memiliki rentangan suhu antara 18oC sampai 30oC, dengan
amplitudo suhu rata-rata tahunannya mencapai 1-5oC, sedangkan amplitudo hariannya
lebih besar. Ciri iklim tersebut juga dikenal dengan iklim hutan hujan tropis, yang
dalam sistem Klasifikasi Koppen memiliki suhu bulan terdingin > 18oC, curah hujan
setiap bulannya > 60 mm dan suhu bulan terpanas > 22,2oC (Handoko, 1994; Bayong,
ISBN 978-602-71279-1-9

FG-129

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016
1992; Aguado dan Burt, 2001). Dibandingkan ciri umum daerah beriklim tropis, maka
kondisi suhu rata-rata bulanan di DAS Mahakam (28,4oC di Pos Iklim Kota Bangun,
26,9oC di Stasiun BMG Temindung, dan 27,0oC di Stasiun BMG Sepinggan) tidak
berbeda, yaitu masih dalam cakupan 18oC sampai 30oC tetapi memiliki variasi yang
lebih besar yaitu 10,4oC (Pos Iklim Kota Bangun), 6,5oC (Stasiun BMG Temindung) dan
9,1oC (Stasiun BMG Sepinggan). Untuk suhu maksimum rata-rata bulanan nilainya
lebih besar dari 30oC, yaitu 32,9oC (Pos Iklim Kota Bangun), 30,7oC (Stasiun BMG
Temindung) dan 32,9oC (Stasiun BMG Sepinggan).
Kondisi suhu rata-rata bulanan di DAS Mahakam tersebut dibandingkan dengan
penelitian lain di Indonesia memberikan gambaran yang tidak berbeda. Penelitian di
DAS Citarum (PEACE, 2007) menunjukkan bahwa suhu udara rata-rata bulanan untuk
periode yang sama berkisar 23-27oC, di Bali 25-29oC (Setiawan, 2012) dan 23-29,7oC
(LAPAN, 2012), suhu rata-rata di Makasar 25,4oC, Papua 26,0oC, Manado 25,0oC dan
Banjar Baru 25,6oC (Firman, 2009), Sibolga 31,5oC, Padang 30,6oC, Jakarta 31,4oC,
Bawean 30,9oC, Kupang 31,29oC, Sorong 30,69oC, Jayapura 31,9oC, dan Merauke 30,5oC
(Aldrian, dkk., 2011), sedangkan cakupan untuk Indonesia adalah 26-29oC (BMKG,
2011). Terjadinya perbedaan suhu rata-rata bulanan di berbagai tempat dipengaruhi
oleh banyak faktor, diantaranya tinggi lintang, kondisi fisik lokasi, luas tutupan
vegetasi dan perairan (Tjasyono, 1999; Aguado dan Burt, 2001).
Suhu udara rata-rata bulanan di DAS Mahakam periode 1982-2010 yang diwakili
Pos Iklim Kota Bangun, Stasiun BMG Temindung dan Stasiun BMG Sepinggan
mengalami kenaikan berturut-turut sebesar 0,10oC/tahun, 0,05oC/tahun dan
0,19oC/tahun atau rata-ratanya 0,11oC/tahun. Linear trend suhu udara rata-rata
bulanan di Kota Bangun, Temindung dan Sepinggan disajikan Gambar 7, Gambar 8
dan Gambar 9. Kenaikan suhu udara ini merupakan bagian dari gejala umum naiknya
suhu udara rata-rata bulanan di kota-kota Indonesia dan dunia. Suhu udara di
Indonesia telah meningkat 0,3oC sejak tahun 1990 atau dengan kata lain mengalami
kenaikan kurang lebih sebesar 0,018oC per tahun (Susandi, 2006; Case et.al, 2011; dan
Melviana, dkk, 2007), atau 0,2-1,0oC untuk periode 1970-2008 (Firman, 2009). Menurut
Avia (2008), berdasarkan data suhu udara Jakarta tahun 1901-2002, suhu rata-rata
bulanan periode 1991-2002 merupakan periode paling panas dibandingkan periode
sebelumnya (1901-1930, 1931-1960, dan 1961-1990), sedangkan untuk pola tidak
berubah (tidak mengalami pergeseran yang berarti waktu puncak dan minimumnya).

Gambar 7. Tren Linier Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Kota Bangun Periode 19822010

ISBN 978-602-71279-1-9

FG-130

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016

Gambar 8. Tren Linier Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Temindung Periode 1982-2010

Gambar 9. Tren Linier Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Sepinggan Periode 1982-2010

Kenaikan suhu udara dari periode satu ke periode seterusnya terus mengalami
kenaikan yaitu dari 0,018oC menjadi 0,025oC dan untuk periode terakhir sebesar
0,124oC atau 0,183oC dalam waktu 100
rata-rata mencapai 0,00183oC per tahun.
BMKG (2011) mencatat untuk periode 1983-2007 kenaikan suhu udara rata-rata
bulanan per tahun beberapa kota di Indonesia diantaranya Sibolga 0,004oC, Padang
0,078oC, Jakarta 0,010oC, Cilacap 0,070oC, Bawean 0,115oC, Kupang 0,135oC, Manado
0,094oC, Ambon 0,088oC, Sorong 0,003oC, Biak 0,002oC, Jayapura 0,122oC, Wamena
0,138oC dan Merauke 0,116oC (Aldrian, dkk., 2011). Kajian perubahan suhu udara
dengan cakupan yang lebih luas yaitu wilayah dengan tipe iklim hutan hujan tropis
menyimpulkan adanya perubahan suhu udara per dekade sejak tahun 1970 adalah 0,26
± 0,05oC (Malhi dan Wright , 2004). Untuk cakupan dunia, IPCC (2015) menghitung
adanya kenaikan (linear trend) suhu udara dunia sebesar 0,85oC untuk periode 18802012, sedangkan WMO (2015) mencatat untuk tahun 2014 rata-rata suhu dunia
0,57±0,09 oC lebih tinggi dibanding periode 1961-1990 yang rata-ratanya 14oC, dan nilai
tersebut lebih tinggi 0,08oC dibandingkan nilai rata-rata untuk periode 2005-2014.
Terjadinya suhu maksimum rata-rata tertinggi (ekstrim) di DAS Mahakam yaitu di
Pos Iklim Kota Bangun 39,5oC pada Oktober 2002, Stasiun BMG TemindungSamarinda 35,4oC pada April 2010, dan Stasiun BMG Sepinggan-Balikpapan 33,9oC
ISBN 978-602-71279-1-9

FG-131

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016
pada Februari 2010 diduga terkait dengan kejadian El Nino di Indonesia dan fenomena
urban heat island di berbagai kota di Dunia. LAPAN (2011) menyatakan suhu udara
maksimum harian di berbagai kota di Indonesia periode 1983-2007 adalah sebagai
berikut: Sibolga 39,3oC, Padang 39,9oC, Terempa 40,0oC, Jakarta 38,3oC, Cilacap 39,4oC,
Bawean 40,5oC, Waingapu 39,2oC, Kupang 39,8oC, Manado 38,9oC, Ambon 39,9oC,
Sorong 37,8oC, Jayapura 39,6oC, Biak 40,0oC, Wamena 32,8oC dan Merauke 39,2oC
(Aldrian, dkk., 2011). Dibandingkan kota-kota lainnya di Indonesia maka suhu
maksimum harian di Pos Iklim Kota Bangun relatif tidak berbeda, sedangkan Stasiun
BMG Temindung dan Stasiun BMG Sepinggan lebih rendah kecuali dibandingkan
dengan Wamena.
Kenaikan suhu udara di DAS Mahakam harus mendapat perhatian. Hal ini seiring
terus berkurangnya tutupan vegetasi di DAS Mahakam yaitu hutan dengan penutupan
baik (hutan primer, hutan rawa primer, dan hutan mangrove primer) berubah menjadi
hutan dengan penutupan jelek dan permukiman, padang rumput dengan kondisi jelek,
tanah yang diolah dan ditanami, dan tempat terbuka, dengan penutupan rumput 5070%, sedangkan hutan dengan penutupan jelek dan permukiman bertambah (BP DAS
Mahakam, 2010). Perubahan ini menyebabkan jumlah energi matahari yang sampai di
permukaan bumi terus meningkat dan penyerapan panas oleh vegetasi berkurang
sehingga terjadi kenaikan suhu udara. Langkah yang dapat ditempuh untuk
mengendalikan kenaikan suhu udara ini diantaranya: mengendalikan perubahan
tutupan lahan dari vegetasi ke non vegetasi, menambah ruang terbuka hijau,
mengurangi laju emisi gas rumah kaca terutama dari hutan dan penggunaan lahan
terutawa rawa gambut.
KESIMPULAN
Suhu udara rata-rata bulanan di DAS Mahakam adalah 27,4oC dengan variasi
6,5-10,4oC, relatif lebih tinggi dibandingkan daerah tropis pada umumnya. Suhu
maksimum rata-rata bulanan 30,7 32,9oC dan suhu maksimum tertinggi 33,9 39,5oC.
Peningkatan suhu udara minimum rata-rata bulanan 0,01 0,05 oC/tahun, suhu udara
rata-rata bulanan 0,02 0,1oC/tahun, suhu udara maksimum rata-rata bulanan 0,01
0,03oC/tahun, dan suhu udara maksimum tertinggi 0,01 0,34oC/tahun. Secara spasial,
dalam seluruh periode suhu rata-rata bulanan dan suhu maksimum rata-rata bulanan
lebih tinggi di Kota Bangun lebih tinggi dibandingkan di Temindung dan Sepinggan.

UCAPAN TERIMA KASIH
Saya menyampaikan terima kasih kepada: BWS Kalimantan III, Dinas PU Provinsi
Kalimantan Timur, BMG Stasiun Temindung-Samarinda dan BMG SepingganBalikpapan yang telah memfasilitasi data penelitian dan waktu diskusi selama dan
sesudah penelitian berlangsung.
DAFTAR RUJUKAN

Aguado, E. And Burt, J.E. 2001. Understanding Weather and Climate. Prentice Hall.
New Jersey, USA.
Ahrens, C.D. 2006. Meteorology Today: An Introduction to Weather, Climate, and the
Environment. Eighth Edition. Thompson, Brooks/Cole. USA.
Aldrian, E., Karmini, M. dan Budiman. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di
Indonesia. BMKG. Jakarta.
Avia, L.Q. 2008. Kondisi Iklim Jakarta pada Masa Lalu da Masa Kini. Prosiding.
Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global: Fakta, Mitigasi dan
Adaptasi. LAPAN.
Bayong, T.H.K. 1999. Klimatologi Terapan. CV. Pionir Jaya. Bandung.

ISBN 978-602-71279-1-9

FG-132

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016
BAPPENAS. 2010. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap. Basis Saintifik:
Analisis dan Proyeksi Suhu dan Curah Hujan. Bappenas. Jakarta.
BMKG. 2011. Buku Informasi Perubahan Iklim di Indonesia. BMKG. Jakarta.
BMG Temindung. 2013. Data Suhu Udara dan Curah Hujan Stasiun Temindung dan
Pos Kerjasama. BMG Stasiun Temindung. Samarinda.
BMG Sepinggan. 2013. Data Suhu Udara dan Curah Hujan Stasiun Sepinggan. BMG
Stasiun Sepinggan. Balikpapan.
BP DAS Mahakam-Berau. 2012. Rencana Pengelolaan Terpadu DAS Mahakam. BP
DAS Mahakam-Berau. Samarinda.
BWS Kalimantan III. 2013. Data Klimatologi dan Hidrologi di Provinsi Kalimantan
Timur. Balai Wilayah Sungai-Kalimantan III. Ditjen Sumber Daya Air.
Kementerian PU. Samarinda.
Case, M., Ardiansyah, F. dan Spector, E. 2008. Climate Change in Indonesia
Implications for Humans and Nature. WWW. Jakarta.
Firman, U. 2009. Fluktuasi Suhu Udara dan Trend Variasi Curah Hujan Rata-Rata di
atas 100 mm di beberapa wilayah Indonesia. Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika. ISSN 0215-1952. Buletin Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika.
Vol. 5 No. 3 September 2009.
Harinaldi. 2005. Prinsip-Prinsip Statistik, Untuk Teknik dan Sains. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
http://www.tribunnews.com/data
IPCC. 2015. Climate Change 2014. Synthesis Report. Summary for Policymakers. ©
Intergovernmental Panel on Climate Change, 2015. First published 2015. ISBN
978-92-9169-143-2.
KMLH.
2007. Rencana Aksi Nasional Dalam Menghadapi Perubahan Iklim.
Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta.
LAPAN. 2012. Kajian Perubahan Iklim di Bali. LAPAN Bandung.
Malhi, Y. dan Wright, J. 2004. Spatial Pattern and Recent Treds in the Climate of
Tropical Rainforest Regions. Phil. Trans. R. Soc. Lond. B 2004. 359, DOI:
10.1098/rtsb. 2003. 1433, publihed 29 March 2004.
Mas at, A. 2009. Efek Pengembangan Perkotaan terhadap Kenaikan Suhu Udara di
Wilayah Jakarta. J.Agromet 23 (1):52-60, 2009.
Meehl, G.A., F. Zwiers, J. Evans, T. Knutson, L. Mearns, and P. Whetton, 2000: Trends
in extreme weather and climate events: Issues related to modeling extremes in
projections of future clmate change, Bull. Amer. Met. Soc., 81(3), 413-416.
Meiviana, A., et.al. 2007. Bumi Makin Panas: Ancaman Perubahan Iklim di Indonesia.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup-JICA-Yayasan Pelangi. Jakarta.
PEACE. 2007. Indonesia dan Perubahan Iklim, Status Terkini dan Kebijakannya.
PEACE. Bank Dunia DFID PEACE. Jakarta.
Ratag, M.A. 2007. Perubahan Iklim: Perubahan Variasi Curah Hujan, Cuaca, dan Iklim
Ekstrim. BMG. Jakarta.
Setiawan, O. 2012. Analisis Variabilitas Curah Hujan dan Suhu Udara di Bali. Balai
Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu. Lombok Barat. Nusa Tenggara
Barat.
Storch, H.V and Zwiers, F.W. 2003. Statistical Analysis in Climate Research. Cambridge
University Press (Virtual Publishing). Download dari http://www.cambridge.org.

ISBN 978-602-71279-1-9

FG-133

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016
Susandi, A., Aditiawarman, Y., Kurniawan, E. Dan Junaeni, I. 2006. Perubahan Iklim
Wilayah DKI Jakarta; Studi Masa Lalu untuk Proyeksi Mendatang. Proceeding
Conventian HAGI. Semarang.
Tursilawati, L. 2008. Urban Heat Island dan Konstribusinya pada Perubahan Iklim dan
Hubungannya dengan Perubahan Penggunaan Lahan. Prosiding. Seminar
Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi dan Adaptasi.
LAPAN. ISBN 978-979-17490-0-8.
WMO. 2015. WMO Statement on the Status of the Global Climate in 2014. ISBN 978-9263-11152-4. WMO-No. 1152 © World Meteorological Organization (WMO), Geneva
Switzerland.
WWF dan ITB. 2007. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pengelolaan DAS Citarum.
WWF dan ITB. Jakarta.

ISBN 978-602-71279-1-9

FG-134