Desain Interior Museum Folklore Yogyakarta dengan Konsep Kearifan Lokal di Yogyakarta JURNAL

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PENERAPAN ASPEK INFORMASI, EDUKASI, DAN REKREASI DALAM
DESAIN INTERIOR MUSEUM FOLKLORE YOGYAKARTA
Stella Rossa Zarifa Sholihah¹
Silfia Mona Aryani, ST, M.Arch²
Ambar Mulyono, S. Sn.,MT³
Program Studi Desain Interior, Universitas Sebelas Maret
Email: Stellarossazarifa@yahoo.com
ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan aspek informasi, edukasi, dan
rekreasi dalam desain interior museum folklore Yogyakarta sebagai museum yang memiliki
aspek informasi, edukasi, dan rekreasi kepada pengunjung. Kota Yogyakarta menjadi
pilihan lokasi karena merupakan kota budaya yang masih melestarikan budaya di
Yogyakarta. Aspek edukasi, rekreasi, dan informasi digunakan sebagai alternatif museum
untuk menyampaikan budaya folklore Yogyakarta kepada pengunjung. Aspek tersebut
ditujukan agar pengunjung mendapatkan informasi, pendidikan, dan rekreasi. Penerapan
aspek informasi, edukasi, dan rekreasi dapat ditampilkan secara maksimal melalui elemen
display pada museum.


Kata kunci: Informasi, Edukasi, Rekreasi, Museum, Folklore.

¹Mahasiswa Desain Interior, dengan NIM C0812036
²Dosen Pembimbing I
³Dosen Pembimbing II
commit to

user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

THE IMPLEMENTATION OF INFORMATION, EDUCATION, AND
RECREATION ASPECT IN INTERIOR DESIGN OF YOGYAKARTA
FOLKLORE MUSEUM
Stella Rossa Zarifa S¹
Silfia Mona Aryani, ST, M.Arch²
Ambar Mulyono, S. Sn.,MT³

Department of Interior Design, Sebelas Maret University
Email: Stellarossazarifa@yahoo.com
ABSTRACT
This article is purposed to explain the Implementation of information, education,
and recreation aspect in interior design of Yogyakarta folklore museum. Yogyakarta city is
chose because of its effort on cultural preservation. Information, education, and recreation
aspect are applied as the museum alternative method for conveying Yogyakarta folklore
culture to visitors. Those aspects are intended to make the visitors get the information and
education of Yogyakarta folklore in recreative way. The implementation of information,
education, and recreation aspect can be presented optimally through the display element in
the museum.

Keywords: Information, Education, Recreation, Museum, Folklore.

¹Student, Department of Interior Design, with student register C0812036
²Supervisor I
commit to user
³Supervisor II

perpustakaan.uns.ac.id


digilib.uns.ac.id

Latar Belakang
Museum merupakan salah satu alternatif untuk memperoleh pengetahuan selain
lembaga formal. Museum membuat masyarakat untuk mengetahui sejarah negara dan
bangsanya melalui benda-benda koleksi yang terdapat di museum. Museum menurut ICOM
(International Council of Museums), 1974 merupakan salah satu lembaga non profit yang
bertugas untuk melayani masyarakat dengan cara mengumpulkan, melestarikan, meneliti,
mengkomunikasikan dan memamerkan warisan sejarah kemanusiaan (Tjahjopurnomo, dkk,
2011: 6). Penampilan sebuah koleksi merupakan suatu hal yang penting dalam sebuah
museum. Penampilan koleksi inilah yang mencakup aspek informasi, edukasi, dan rekreasi
di dalamnya.

Gambar.1. Display museum
Sumber: www.google.com
Museum folklore Yogyakarta merupakan bangunan museum yang memiliki fasilitas
ruang untuk mendukung aktifitas didalam museum. Museum folklore Yogyakarta
menampilkan koleksi tradisi lisan yang ditampilkan menjadi beberapa bentuk. Seperti
diorama, cerita dalam bentuk digital, display interaktif, poster, teater, film, audio visual dan

vitrin. Museum folklore dikelola oleh lembaga swasta, dengan melibatkan instansi
pemerintah daerah, Dinas Kebudayaan, dan Dinas Pariwisata Yogyakarta. Program
kegiatan yang ada di dalam museum folklore adalah kegiatan pengelolaan, informasi,
edukasi, rekreasi, dan servis. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan aspek
informasi, edukasi, dan rekreasi dalam desain interior museum folklore Yogyakarta sebagai
museum yang memiliki aspek informasi, edukasi, dan rekreasi kepada pengunjung.
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tinjauan mengenai Folklore
Folklore adalah bentuk penuturan cerita-cerita yang pada dasarnya tersebar secara
lisan, diwariskan secara turun-temurun dikalangan masyarakat pendukungnya secara
tradisional (Supanto, dkk, 1982: 48). Di banyak tempat folklore berfungsi sebagai
pembentuk solidaritas sosial (Danandjaja, 2003). Berdasarkan tipenya Brunvand
menggolongkan folklore menjadi tiga bagian, yaitu (Dananjaja dalam Sukatman, 2009: 6) :
a. Folklor Lisan
Merupakan folkor yang bentuknya murni lisan, yaitu diciptakan, disebarluaskan,

dan diwariskan secara lisan, folkor jenis ini terlihat pada:
1. Bahasa rakyat
Bahasa rakyat adalah bahasa yang dijadikan sebagai alat komunikasi diantara rakyat
dalam suatu masyarakat atau bahasa yang dijadikan sebagai sarana pergaulan dalam
hidup sehari-hari. Seperti: logat, dialek, kosa kata bahasanya, julukan. Dalam
“Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya”, Sutardi (2007) menuliskan bentuk
lain bahasa rakyat adalah sang. Slang merupakan kosakata dari idiom para penjahat,
gelandangan, atau kelompok khusus. Tujuan penciptaan slang adalah menyamarkan
arti bahasanya terhadap orang luar. Contoh kosa kata di Yogyakarta adalah anak
muda mengembangkan bahasa dagadu, yang diambil dari aksara jawa.
2. Ungkapan tradisional
Ungkapan tradisional adalah kalimat pendek yang disarikan dari pengalaman yang
panjang. Peribahasa biasanya mengandung kebenaran, dan kebijaksanaan. Seperti,
peribahasa dan pepatah.
3. Pertanyaan Tradisional (Teka-teki)
Menurut Alan Dundes teka-teki adalah ungkapan lisan tradisional yang mengandung
satu atau lebih unsur pelukisan, dan jawabannya harus diterka.
4. Puisi rakyat
Puisi rakyat adalah kesusastraan rakyat yang sudah memiliki bentuk tertentu.
Fungsinya sebagai alat kendali sosial, untuk hiburan, untuk memulai suatu

permainan, mengganggu orang lain. Seperti: pantun, syair, sajak.
5. Cerita rakyat
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Merupakan suatu cerita yang disampaikan secara turun temurun (dari mulut ke mulut)
di dalam masyarakat.Seperti: mitos, legenda, dongeng.
6. Nyanyian rakyat
Nyanyian rakyat adalah sebuah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang diungkapkan
melalui nyanyian atau tembang-tembang tradisional. Berfungsi rekreatif, yaitu
mengusir kebosanan hidup sehari-hari maupun untuk menghindari dari kesukaran
hidup sehingga dapat manjadi semacam pelipur lara. Seperti: lagu-lagu dari berbagai
daerah.
b. Folklor Sebagian Lisan
Folklor sebagian lisan merupakan folklor yang bentuknya merupakan campuran
unsur lisan dan bukan lisan. Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial. Yang termasuk
dalam folklor sebagian lisan, adalah:

1. Kepercayaan rakyat (takhyul)
Kepercayaan ini sering dianggap tidak berdasarkan logika karena tidak bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, menyangkut kepercayaan dan praktek
(kebiasaan). Diwariskan melalui media tuturkata.
2. Permainan rakyat
Permainan rakyat disebarkan melalui tradisi lisan dan banyak disebarkan tanpa
bantuan orang dewasa. Contoh: congkak, teplak, galasin, bekel, main tali.
3. Teater rakyat
4. Tari Rakyat
5. Pesta Rakyat
6. Upacara Adat
Upacara adat berkembang di masyarakat didasarkan oleh adanya keyakinan agama
ataupun kepercayaan masyarakat setempat. Upacara adat biasanya dilakukan sebagai
ungkapan rasa terima kasih pada kekuatan-kekuatan yang dianggap memberikan
perlindungan dan kesejahteraan kepada mereka.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id


digilib.uns.ac.id

c. Folklor Bukan Lisan
Folklor bukan lisan merupakan folklor yang bentuknya bukan lisan tetapi cara
pembuatannya diajarkan secara lisan. Biasanya meninggalkan bentuk materiil (artefak).
Yang termasuk dalam folklor bukan lisan:
1. Arsitektur rakyat
Arsitektur rakyat berupa prasasti dan bangunan-bangunan suci, arsitektur merupakan
sebuah seni atau ilmu merancang bangunan.
2. Kerajinan tangan
Kerajinan tangan awalnya dibuat hanya sekedar untuk mengisi waktu senggang dan
untuk kebutuhan rumah tangga.
3. Pakaian/perhiasan tradisional
4. Obat-obatan tradisional
5. Masakan dan minuman tradisional
Penerapan Aspek Informasi pada Museum Folklore Yogyakarta :
Informasi menurut Davis, 2003 dalam (http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345
6789/34481/4/Chapter%20II.pdf) adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk
yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau
mendatang.

Menurut Yusuf, 2003 dalam (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789
/34481/ 4/Chapter%20II.pdf) sumber-sumber informasi banyak jenisnya, berasal dari buku,
majalah, surat kabar, radio, tape recorder, CD-ROM, disket komputer, brosur, pamplet, dan
media rekaman lainnya yang merupakan tempat disimpannya informasi atau katakanlah
sumber-sumber informasi, khususnya informasi terekam.
-

Penerapan dalam desain Museum Folklore:
Penerapan informasi dalam Museum folklore diterapkan melalui media gambar,
tulisan, audio, video dan audio visual. Dimana sumber informasi dalam museum
folkloredapat terlihat pada setiap ruang yang ada dalam museum. Seperti pada desain
zona peribahasa rakyat yang menggunakan desain grafis dalam penulisan peribahasa,

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

zona bahasa rakyat yang menggunakan audio sebagai pendukung kegiatan, zona cerita

rakyat menggunakan film sebagai koleksi yang dapat dinikmati.
-

Keunggulan desain :
Keunggulan dalam desain tersebut adalah penyampaian koleksi tradisi lisan dapat
tersampaikan melalui media yang mudah dipahami oleh pengunjung. Sehingga dalam
kunjungan ke museum pengunjung dapat memahami isi koleksi tersebut.

Gambar 2. Pusat informasi
Sumber: Sholihah, 2016

Penerapan Aspek Edukasi pada Museum Folklore Yogyakarta
Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik
praktik belajar dan intruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta atau kondisi nyata,
dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri, aktif memberikan informasiinformasi atau ide baru. (Craven dan Himle, 1996 dalam http://lib.ui.ac.id/file?
file=digital/133708-T%2027878-Peran%20edukasi-Literatur.pdf)
Menurut Bruninghaus dan Knubel, 2004 dalam (http://repository.usu.ac.id/
bitstream/123456789/24137/3/Chapter%20II.pdf)

edukasi


museum

bertujuan

untuk

memperkenalkan pengetahuan dan budaya melalui program edukasi dan eksibisi (pameran).
Kebijakan edukasi museum terdapat empat tujuan utama, yaitu:
-

Edukasi dan Koleksi
Dimaksudkan museum dapat merancang program-program edukasi di museum
untuk pemahaman aspek kuratorial dan pengetahuan dari benda-benda koleksi
museum tersebut.

-

Edukasi dan Warisan Budaya
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

-

Mengelola dan Mengembangkan edukasi Museum

-

Edukasi Museum dan Masyarakat
G. W. Maxim menguraikan pengalaman belajar melalui tiga cara kontak dengan

benda yang dipelajari, yaitu melalui symbol, kontak gaya ikonik / perumpamaan dari benda
nyata secara fisik (ex: diorama), model bermain peran sebagai bentuk pengalaman belajar.
Menurut Burninghaus dan Knubel, 2004 dalam (http://repository.usu.ac.id/bitstream
/123456789/24137/3/Chapter%20II.pdf) metode yang digunakan dalam edukasi museum,
melalui media:
1. Metode Menggunakan keterangan Koleksi
- Penerapan dalam desain Museum Folklore:
Keterangan koleksi biasanya ditempatkan pada vitrin dan dinding sebagai media
keterangan koleksi.
- Keunggulan desain :
Dengan keterangan yang berada di dekat koleksi, pengunjung dapat mengetahui
benda apa yang di tampilkan serta sejarah benda tersebut tanpa bertanya kepada
pemandu.

Gambar 3. Keterangan koleksi pada furniture
Sumber: Sholihah, 2016

Gambar 4. Keterangan koleksi pada dinding
Sumber: Sholihah, 2016

2. Metode Audio dan Media Audiovisual
- Penerapan dalam desain :
Menggunakan sistem audio pada zona bahasa rakyat, yang mempelajari aksara jawa
dengan metode audio dan visual.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

- Keunggulan desain :
Pengunjung dapat mengetahui bentuk aksara jawa dan dapat melatih pengucapan
aksara jawa melalui audio.

Gambar 5. Media audio visual
Sumber: Sholihah, 2016
3. Metode belajar di ruang koleksi
- Penerapan dalam desain:
Diterapkan pada zona folklore lisan,

permainan tradisional, pakaian tradisional,

makanan tradisional, kerajinan tradisional, obat-obatan tradisional serta arsitektur
tradisional dimana pengunjung belajar tentang sejarah, koleksi yang ada di
Yogyakarta.
- Keunggulan desain:
Pada permainan tradisional pengunjung dapat mengetahui ilustrasi permainan
tradisional Yogyakarta melalui diorama. Selain itu diorama dalam ruang permainan
tradisional didukung oleh layar lcd yang berisi ilustrasi permainan tradisional berupa
video.

Gambar 6. Metode belajar di ruang koleksi
Sumber: Sholihah, 2016

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

4. Metode Visual dan Media Komputer
- Penerapan dalam desain :
Menggunakan media komputer untuk zona cerita rakyat yang menampilkan cerita
rakyat yang ada di Yogyakarta dalam bentuk film pendek.
- Keunggulan desain:
Pengunjung dapat menikmati jalan cerita dari cerita rakyat yang panjang melalui film
pendek. Sehingga pengunjung dapat memahami dan menikmati semua koleksi
museum.

Gambar 7. Media komputer
Sumber: Sholihah, 2016
5. Metode belajar dengan permainan
- Penerapan dalam desain :
Metode belajar dengan permainan diterapkan pada teka-teki tradisional, dimana
pengunjung dapat menebak permainan teka-teki melalui media elektronik.
- Keunggulan desain :
Pengunjung dapat berinteraksi dengan koleksi secara langsung. Sehingga pengunjung
dapat lebih mudah mengingat apa yang dipelajari dalam museum.

Gambar 8. Media komputer
Sumber: Sholihah, 2016

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

6. Metode belajar Teater Museum Folklore
- Penerapan dalam desain :
Metode belajar melalui teater adalah pengunjung dapat berinteraksi langsung dengan
penampil disaat teater berlangsung. Terdapat pertunjukan seperti puisi, nyanyian
rakyat, gamelan, pertunjukan tari dll.
- Keunggulan desain :
Pengunjung dapat merasakan atmosfer dalam pertunjukan.

Gambar 9. Ruang teater
Sumber: Sholihah, 2016
Penerapan Aspek Rekreasi pada Museum Folklore Yogyakarta
Rekreasi (dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19556/2/Chapter%
20II.pdf) adalah aktivitas yang dilakukan pada waktu senggang (lapang) yang bertujuan
untuk membentuk, mengingkatkan kembali fisik, mental, pikiran dan daya rekreasi yang
hilang akibat aktivitas rutin, dengan cara kesenangan, hiburan dan kesibukan yang berbeda.
Menurut Patricia Farrel dalam (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/
19556/2/Chapter%20II.pdf) bahwa jenis-jenis rekreasi berdasarkan fungsi rekreasi ada dua,
yaitu, :
1. Hiburan, yang berfungsi mendapatkan kesenangan
2. Pendidikan, yang berfungsi hiburan dan mendidik
Menurut Bovy dan Lawson, 1977 dalam (http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/19556/2/Chapter%20II.pdf) aktifitas rekreasi dikelompokkan dalam 5 kategori:
1. Kegiatan yang dilakukan di dalam dan sekeliling rumah, seperti menonton TV,
membaca, mendengarkan musik, berkebun, dan sebagainya.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2. Kegiatan dengan interaksi sosial seperti menonton film di bioskop, berbelanja, makan
di restoran, kunjungan keluarga, dan sebagainya.
3. Kegiatan yang melibatkan seni budaya (kunjungan pameran seni, teater, konser
musik).
4. Kegiatan olahraga, seperti berenang, bola kaki, voli, golf, dan sebagainya.
5. Kegiatan outdoor tidak resmi, seperti jalan-jalan, piknik, dan sebagainya.
-

Penerapan dalam desain Museum Folklore, antara lain:
1. Kegiatan Teater yang menampilkan seni budaya Yogyakarta
2. Kegiatan Audio Visual yang menayangkan kegiatan budaya Yogyakarta
3. Pameran Temporer Museum
4. Pameran tetap Museum yang berisi benda-benda koleksi museum folklore
Yogyakarta
5. Permainan tradisional Yogyakarta yang terdapat pada koleksi vitrin dan digital
(layar interaktif)

-

Keunggulan desain :
Penerapan aspek rekreasi ditempatkan pada ruang teater, audio visual, zona pamer
temporer. Dimana pengunjung dapat berinteraksi langsung pada folklore yang dapat
dinikmati secara langsung, seperti sebuah pertunjukan wayang, tari Yogyakarta,
karawitan, Geguritan.

Gambar 10. Aspek rekreasi
Sumber: Sholihah, 2016
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

KESIMPULAN
Penerapan aspek informasi, edukasi, dan rekreasi merupakan hal penting dalam
menyampaikan isi dari koleksi folklore kepada pengunjung. Dalam mendesain koleksi
museum diharapkan isi dari koleksi dapat dipahami dan dinikmati pengunjung.
Penyampaian pesan koleksi dapat disampaikan dalam berbagai bentuk. Seperti koleksi
museum folklore yang disampaikan dalam bentuk diorama, cerita dalam bentuk digital,
display interaktif, poster, teater, film, dan vitrin.
Dalam pengerjaan proyek ini, folklore menjadi permasalahan utama karena
merupakan budaya tradisi lisan yang bentuk dari koleksi berasal dari lisan. Sehingga
permasalahan ini dapat di selesaikan dengan menerapkan display yang sesuai dengan
koleksi

di dalam museum. Seperti penerapan pada zona permainan tradisional

menggunakan display diorama, zona cerita rakyat yang menggunakan display film pendek,
zona arsitektur rakyat yang menggunakan vitrin sebagai media display, dan informasi
mengenai tari, wayang yang diterapkan pada dinding museum. Sehingga pesan pada
koleksi Museum Folklore dapat tersampaikan dengan baik kepada pengunjung.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Museum. 2007. Pengelolaan Koleksi Museum. Jakarta: Departemen Kebudayaan
dan Pariwisata.
Duli, A. 2013. Fungsi dan Peranan Museum: Tantangan bagi Museum La Galigo Dalam
Era Globalisasi. Makasar: Jurusan Arkeologi Universitas Hasanudin.
Hamzuri, Siregar.T.R. 1998. Permainan Tradisional Indonesia. Jakarta. Direktorat Jenderal
Kebudayaan.
Kartini, Y. n.d. Tembang Dolanan Anak-anak Berbahasa Jawa Sumber Pembentukan
Watak dan Budi Pekerti. Surabaya. Balai Bahasa.
Prabowo, D.P. 2004. Antologi Cerita Rakyat Daerah istimewa Yogyakarta. Jakarta: Pusat
Bahasa.
Rahayu, Kanti. 2010. Arti Penting Folklore dan Traditional Knowledge bagi Indonesia
sebagai “The Country of Origin”.
Sholihah, S.R.A. 2016. Desain Interior Museum Folklore Yogykarta dengan Konsep
Kearifan Lokal di Yogyakarta. Surakarta: Fakultas Seni Rupa dan Desain UNS.
commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Sukatman. 2009. Butir-butir Tradisi Lisan Indonesia. Yogyakarta: LaksBang Pressindo.
Supanto, Sularto, B., Hwa, L., Sumarsih, Sri. 1982. Sejarah dan Budaya: Folklore Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah. Yogyakarta: Balai Penelitian Sejarah
dan Budaya.
Sutaarga, M.A. 1969. Museografi dan Museologi. Jakarta: Direktorat Museum.
Udansyah, D. 1988. Seni Tata Pameran di Museum. Jakarta. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia

Website
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42521/3/Chapter%20II.pdf, diakses pada 9
april 2016
https://museumku.wordpress.com/2012/02/08/konsep-penyajian-museum-bagian-6-selesai,
diakses 9 april 2016
https://wismabahasa.wordpress.com/2007/10/15/kesenian-tradisional-yogyakarta, diakses 9
april 2016
https://id.wikipedia.org/wiki/Sekaten, diakses 9 april 2016
https://id.wikipedia.org/wiki/Keraton_Ngayogyakarta_Hadiningrat, diakses 9 april 2016
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/133708-T%2027878-Peran%20edukasiLiteratur.pdfdiakses 27 Juli 2016
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19556/2/Chapter%20II.pdf diakses 27 Juli
2016
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24137/3/Chapter%20II.pdf diakses 27 Juli
2016
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34481/4/Chapter%20II.pdfdiakses 27 Juli
2016
remigius.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/19780/M67.pdf, diakses 9 april 2016
remigius.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/18426/M23c.pdf, diakses 9 april 2016
Yogaswara, W. (n.d.). Bagaimana Mendirikan Sebuah Museum pdf, diambil dari
http://www.kemenpar.go.id/userfiles/file/4410_1346, diakses tanggal 30 maret 2016

commit to user